Anda di halaman 1dari 43

SARI PUSTAKA

TINGKAT STRES PADA DOKTER RESIDEN


SEMESTER I-IV PROGRAM PENDIDIKAN
SPESIALIS OBGIN UNIVERSITAS ANDALAS

Oleh :

dr. Ari Fuad Fajri

Pembimbing :

dr. Bobby Indra Utama, Sp.OG (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2020
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Sari Pustaka yang berjudul
“Tingkat Stres pada Dokter Residen Semester I-IV Program Pendidikan
Dokter Spesialis Obgin Universitas Andalas”. Sari pustaka ini ditujukan
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan dokter
spesialis Obstetri dan Ginekologi semester empat (Patologi III).

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Bobby Indra Utama,
Sp.OG (K), sebagai pembimbing yang telah membantu dalam penulisan sari
pustaka ini. Penulis menyadari bahwa sari pustaka ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
membaca demi kesempurnaan sari pustaka ini. Penulis juga berharap sari pustaka
ini dapat memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang
materi yang berjudul “Tingkat Stres pada Dokter Residen Semester I-IV
Program Pendidikan Dokter Spesialis Obgin Universitas Andalas”, terutama
bagi penulis sendiri dan bagi rekan-rekan sejawat lainnya.

Padang , 2 Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv
BAB I .................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
BAB 2 ................................................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 4
2.1 Definisi .................................................................................................. 4
2.2 Etiologi .................................................................................................. 5
2.3 Fisiologi Stres ........................................................................................ 9
2.4 Faktor presipitasi stres .......................................................................... 11
2.5 Jenis Stres ............................................................................................ 13
2.6 Tahapan Stres ....................................................................................... 16
2.7 Tingkatan Stres..................................................................................... 19
2.8 Respons stres ........................................................................................ 21
2.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Seseorang dalam Merespon Stres .. 23
2.10 Mekanisme koping ............................................................................. 24
2.11 Kuisioner Untuk Mengukur Tingkat Stres........................................... 26
2.11 Sistem Program Pendidikan Dokter Spesialis Obsteri dan Kandungan
Universitas Andalas Kota Padang ............................................................... 32
BAB 3 ............................................................................................................... 36
KESIMPULAN ................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 38

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Grafik tingkat stress dokter residen berdasarkan spesialisasinya ........... 2


Gambar 2 Fisiologi terjadinya stres .................................................................... 10

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Daftar Pertanyaan PSS-10 ..................................................................... 27
Tabel 2 Daftar Pertanyaan MSSQ ...................................................................... 30

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Stres dari sudut pandang psikologis, didefinisikan sebagai


"ketidakseimbangan atau resiko ketidakseimbangan antara kebutuhan seseorang
dan kemampuan untuk memenuhinya".1 Stres merupakan masalah umum yang
terjadi dalam kehidupan umat manusia. Kupriyanov dan Zhdanov (2014)
menyatakan bahwa stres yang ada saat ini adalah sebuah atribut kehidupan
moderen. Hal ini dikarenakan stres sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa
terelakkan.2
Stres memiliki pengaruh negatif pada setiap aspek kehidupan manusia:
fisik, psikologis dan sosial. Stres akut, terutama episode traumatis, dianggap
berbahaya, tetapi stres kronis juga berpotensi berbahaya. Stres akut atau kronis
menyebabkan banyak sindrom, termasuk gangguan tidur, depresi terkait stres,
stres traumatis, sindrom kelelahan kronis, dan lainnya, mengurangi harapan hidup
dan menurunkan kualitas hidup.1
Menurut World Health Organization (WHO), prevalensi kejadian stres
cukup tinggi dimana hampir dari 350 juta penduduk dunia mengalami stres dan
stress merupakan penyakit dengan peringkat ke-4 di dunia. Studi prevalensi stres
dilakukan oleh Health and Safety Executive di Inggris melibatkan penduduk
Inggris sebanyak 487.000 orang yang masih produktif dari tahun 2013-2014.3
Dalam lingkungan akademik, stres merupakan pengalaman yang paling
sering dialami oleh para siswa, baik yang sedang belajar ditingkat sekolah ataupun
di perguruan tinggi. Hal tersebut dikarenakan banyaknya tuntutan akademik yang
harus dihadapi. Sejumlah peneliti telah menemukan bahwa siswa yang mengalami
stres akan cenderung menunjukkan kemampuan akademik yang menurun
(Rafidah, Azizah, Norzaidi, Chong, Salwani, & Noraini, 2009; Talib & Zia-ur-

1
Rehman, 2012), kesehatan yang memburuk (Chambel & Curral, 2005; Marshall,
Allison, Nyakap & Lanke, 2008), depresi (Das & Sahoo, 2012). 4
Pendidikan kedokteran seringkali membutuhkan usaha dan kerja keras
yang penuh stressor, dan sering dilaporkan sebagai penyebab burnout, ansietas,
depresi, dan masalah psikososial pada residen. Stres yang terjadi meningkat
seiring dengan program residensi sebagai akibat meningkatnya pengharapan dan
tanggungjawab, karena residen diharapkan untuk menjadi klinisi, pendidik,
peneliti, dan administrator yang baik diakhir masa pendidikan. Konsekuensi dari
tingginya stres dapat berujung pada depresi, burnout, kemarahan, iritabilitas,
ansietas, kurang tidur, kelelahan, hingga penyalahgunaan zat. 5-7
Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi merupakan salah
satu bagian spesialis besar yang membutuhkan konsentrasi dan jam kerja tinggi.
Di Shiraz University of Medical, Iran tahun 2015 dilakukan penelitian mengenai
tingkat stress berdasarkan bidang spesialisnya, didapatkan data sebagai berikut:

Gambar 1 Grafik tingkat stress dokter residen berdasarkan spesialisasinya 8

Dari gambar diatas disimpulkan bahwa tingkat stress tertinggi pada dokter residen
adalah bagian Obstetri dan ginekologi dengan angka 177,7.8

Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Obsgin universitas Andalas


Padang memiliki program pendidikan selama 8 semester dengan sistem semester

2
1-4 dengan sistem rotasi di puskesmas sekitar Kota Padang, rumah sakit daerah
sekitar Sumatra Barat, dan di RSUP Dr M. Djamil Kota Padang setiap bulannya.
Semester 5 sampai dengan semester 8 menetap di RSUP Dr M. Djamil Kota
Padang dengan sistem Sub-bagian dan Chief residen. Sampai saat ini (Januari
2020) jumlah residen Obsgin Unand sebanyak 77 orang.9

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Stres adalah ketegangan fisiologis atau psikologis akibat adanya stimulus
(stressor) dari dalam diri sendiri (internal) maupun dari lingkungan (eksternal),
baik berupa stimulus fisik maupun psikologik yang cenderung mengganggu
fungsi organ tubuh.1 Secara garis besar ada empat pandangan mengenai stres,
yaitu: stres merupakan stimulus, stres merupakan respon, stres merupakan
interaksi antara individu dengan lingkungan, dan stres merupakan hubungan
antara individu dengan stressor.10
Stres merupakan ketegangan yang disebabkan oleh fisik, emosi, pekerjaan,
keadaan, peristiwa serta pengalaman yang sulit untuk diatasi. Keadaan stres
muncul apabila ada tuntuan yang luar biasa sehingga mengancam keselamatan
atau intergritas seseorang. Stres merupakan reaksi yang muncul saat seseorang
menghadapi tantangan, ancaman, atau ketika harus berusaha mengatasi harapan-
harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Stres juga bisa diartikan sebagai
sistem pertahanan tubuh dimana ada sesuatu yang mengusik integritas diri,
sehingga mengganggu ketentraman yang dimaknai sebagai tuntutan yang harus
diselesaikan.11
Menurut Americans Institute of Stress, belum ada definisi stres yang bisa
diterima oleh semua orang karena perbedaan persepi oleh setiap orang. Persepsi
yang paling umum adalah ketegangan fisik, mental dan emosional. Hans Selye
mendefinisikan stres sebagai respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap
tuntutan beban. Definisi populer lainnya tentang stres adalah kondisi atau
perasaan yang dialami ketika seseorang merasa bahwa tuntutan melebihi sumber

4
daya yang dimiliki. Kebanyakan orang cenderung menganggap stres sebagai
perasaan dan emosi negatif yang dihasilkan oleh suatu masalah. 12

2.2 Etiologi
Faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya

respon stres disebut stressor. Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik
dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada lingkungan
sekolah, kerja, rumah dan lingkungan luar lainnya. Stressor bagi individu dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 10

1. Stressor mayor

Merupakan stressor yang besar yang dapat berupa kejadian besar yang

terjadi dalam kehidupan individu seperti kematian orang disayangi,

perceraian, serta kehilangan pekerjaan.

2. Stressor minor

Merupakan stressor yang kecil yang biasanya berawal dari stimulus terkait

permasalahan sehari-hari seperti ketidaksenangan emosional terhadap hal-

hal tertentu.

Stres tidak hanya berasal dari diri seseorang, tapi juga dapat berasal dari
lingkungan diantaranya adalah lingkungan fisik. Lingkungan fisik yang dapat
menyebabkan stres seperti polusi udara, kebisingan, lingkungan kontak sosial
yang bervariasi, serta kompetisi hidup yang tinggi. Selain itu, sumber stres yang
lain meliputi hal-hal berikut :

1. Dalam diri individu

Hal ini berkaitan dengan konflik, dimana pendorong dan penarik konflik
menimbulkan 2 kecenderungan yang berkebalikan yaitu approach dan
avoidance. Kecenderungan ini menghasilkan tipe dasar konflik sebagai berikut:

5
 Approach-approach conflict.

Muncul saat seseorang tertarik terhadap dua tujuan yang sama-


sama baik. Misalnya saat seseorang ingin melakukan olahraga di
sore hari, namun ia bingung untuk memilih diantara dua olahraga
yaitu jogging atau bermain futsal.

 Avoidance-avoidance conflict.

Muncul saat seseorang dihadapkan pada satu pilihan diantara dua


situasi yang tidak menyenangkan. Misalnya saat seseorang harus
mengerjakan pekerjaan yang sangat banyak di kantornya namun
tidak sesuai dengan gaji yang diterima, ditambah dengan perlakuan
kasar dari atasan.

 Approach-avoidance conflict.

Muncul ketika seseorang melihat kondisi yang menarik dan tidak


menarik dalam situasi yang sama. Misalnya saat seseorang ingin
cepat pulang ke kampung halaman untuk bertemu dengan keluarga,
namun pada saat itu tiket kendaraan untuk pulang sudah habis.

2. Dalam keluarga

Perilaku, kebutuhan, dan kepribadian dari tiap anggota keluarga yang


mempunyai pengaruh dan berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya,
kadang dapat menimbulkan konflik. Stressor dari keluarga yang paling sering
adalah sebagai berikut :

a. Bertambahnya anggota keluarga dengan kelahiran anak dapat


menimbulkan masalah keuangan, masalah kesehatan, dan
ketakutan bahwa hubungan antara suami istri dapat terganggu.

b. Perceraian dapat menimbulkan banyak perubahan untuk semua


anggota keluarga karena mereka harus menghadapi perubahan
dalam status sosial serta perubahan kondisi keuangan.

6
c. Adanya anggota keluarga yang sakit, cacat, dan meninggal, yang
pada umumnya mengharuskan anggota keluarga lain untuk
beradaptasi.

3. Dalam komunitas dan masyarakat

Hubungan yang kurang baik dengan orang lain di komunitas dan


masyarakat dapat menimbulkan stres. Stressor lain dalam komunitas dapat
berupa faktor-faktor psikologis, fisiologis, dan lingkungan di sekitar
individu (baik fisik maupun sosial). Namun stressor tersebut dapat
menimbulkan stres ataupun tidak, tergantung bagaimana orang itu
menyikapi stressor tersebut.13

Menurut Calaguas (2011), stressor yang menyebabkan stres bagi mahasiswa di


dunia perkuliahan dikategorikan kedalam delapan kategori, diantaranya :

a. Stres akibat pendaftaran dan penerimaan perkuliahan.

b. Stres akibat keadaan financial yang tidak mendukung akibat biaya


pengeluaran yang tak terduga.

c. Stres akibat persaingan dengan teman.

d. Stres akibat perkuliahan di kampus, persiapan ujian baik secara tulisan


maupun lisan, serta persiapan ujian praktek.

e. Stres akibat padatnya jadwal kegiatan organisasi.

f. Stres akibat jadwal perkuliahan yang tak menentu.

g. Stres akibat lingkungan kelas yang kurang mendukung, seperti kelas


yang kotor, bising dan lain-lain.

h. Stres akibat adanya masalah dengan dosen, metode pengajaran dosen


yang sulit dipahami, dan menghadapi dosen yang bersifat perfectionist

i. Stres akibat kekhawatiran terhadap masa depan, harapan orang tua


maupun harapan mahasiswa itu sendiri selama dalam dunia
perkuliahan.14

7
Menurut Yusoff dan Rahim (2014), stressor pada mahasiswa kedokteran
terbagi menjadi enam kelompok yaitu :

1. ARS (Academic Related Stressor)

Stressor terkait akademik mengacu kepada stressor yang dapat diakibatkan


oleh universitas, perguruan tinggi, pendidikan, maupun kegiatan
kemahasiswaan. Ini juga termasuk sistem ujian, metode penilaian, metode
kenaikan tingkat, jadwal perkuliahan, aktifitas mahasiswa yang terkait dengan
kegiatan akademik seperti mendapatkan hasil yang tidak memuaskan dalam
ujian, harapan yang tinggiuntuk lebih baik lagi dalam belajar, konten belajar
yang sangat banyak, kesulitan untuk memahami konten, kurangnya waktu
untuk melakukan perbaikan, banyaknya saingan dalam perkuliahan, dan
kesulitan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh dosen. Banyak
penelitian yang telah melaporkan bahwa stressor utama dari mahasiswa
kedokteran merupakan stressor terkait akademik.

2. IRS (Interpersonal & Intrapersonal Related Stressor)

Stressor terkait interpersonal dan intrapersonal mengacu pada bentuk


hubungan antar individu dan dalam individu sendiri yang dapat menyebabkan
stres. Stressor intrapersonal umumnya berkaitan dengan hubungan dalam diri
sendiri, termasuk rendahnya motivasi untuk belajar dan masalah dalam diri
sendiri. Sedangkan stressor interpersonal umumnya berkaitan dengan
hubungan dengan orang lain seperti komunikasi verbal, fisik dan emosional,
serta masalah dengan dosen, rekan-rekan dan staff.

3. TLRS (Teaching and Learning Related Stressor)

Stressor terkait proses belajar-mengajar dan pembelajaran mengacu pada


setiap kegiatan yang berkaitan dengan proses belajar atau mengajar yang dapat
menyebabkan stres. Hal ini umumnya berkaitan dengan tugas-tugas yang
diberikan oleh dosen kepada mahasiswa, kompetensi dosen dalam mengajar
mahasiswa, kualitas umpan balik yang diberikan oleh dosen untuk mahasiswa,
dukungan yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswa, dan kejelasan tujuan
pembelajaran yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswa.

8
4. SRS (Social Related Stressor)

Stressor terkait sosial mengacu pada bentuk hubungan sosial dengan


masyarakat yang dapat menyebabkan stres. Hal ini umumnya berkaitan dengan
waktu libur yang dihabiskan bersama keluarga dan teman, bekerja sama
dengan masyarakat dan menghadapi masalah pasien.

5. DRS (Drive & Desire Related Stressor)

Stressor terkait dorongan dan keinginan mengacu sikap, emosi, pikiran


dan perilaku yang dipengaruhi oleh kekuatan internal dan eksternal yang
kemudian dapat menyebabkan stres. Hal ini umumnya berkaitan dengan sikap
malas dari mahasi,swa untuk belajar kedokteran karena berbagai alasan seperti
tidak adanya minat untuk belajar, salah memilih jurusan, kehilangan motivasi
setelah mengetahui kenyataan tentang kedokteran maupun orangtua yang
memaksakan anaknya untuk kuliah di kedokteran. 15

6. GARS (Group Activities Related Stressor)

Stressor terkait aktivitas kelompok mengacu pada setiap kegiatan


kelompok dan interaksi yang menyebabkan stres. Umumnya berkaitan dengan

partisipasi dalam diskusi kelompok, presentasi kelompok, dan harapan lain


untuk melakukannya dengan baik.15

2.3 Fisiologi Stres

Stres fisik atau emosional mengaktifasi amygdala yang merupakan bagian


dari sistem limbik yang berhubungan dengan komponen emosional dari otak.
Respon emosional yang timbul ditahan oleh input dari pusat yang lebih tinggi di
forebrain. Respon neurologis dari amygdala ditransmisikan dan menstimulasi
respon hormonal dari hipotalamus. Hipotalamus akan melepaskan hormon CRF
(Corticotropin-releasing Factor) yang menstimulasi respon hormonal dari
hipotalamus. Hipotalamus akan melepaskan hormon CRF yang menstrimulasi
hipofisis untuk melepaskan hormon lainnya yaitu ACTH (Adrenocorticotropic
hormone) ke dalam darah. ACTH sebagai gantinya menstumulus kelenjar adrenal
untuk menghasilkan kortisol, suatu kelenjar kecil yang berada di atas ginjal.

9
Semakin berat stres, kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol semakin banyak
dan menekan sistem imun. 16
Gambaran fisiologi terjadinya stress17

Gambar 2 Fisiologi terjadinya stres

Secara simultan, hipotalamus bekerja secara langsung pada sistem otonom


untuk merangsang respon yang segera terhadap stres. Sistem otonom sendiri
diperlukan dalam menjaga keseimbangan tubuh. Sistem otonom terbagi 2 yaitu :
sistem simpatis dan parasimpatis. Sistem simpatis bertanggung jawab terhadap
adanya stimulasi atau stres. Reaksi yang timbul berupa peningkatan denyut
jantung, perlambatan pernafasan, meningkatkan aktifitas gastrointestinal.
Sementara sistem parasimpatis membuat tubuh kembali ke keadaan istirahat
melalui penurunan denyut jantung, perlambatan pernafasan, meningkatan aktifitas
gastrointestinal. Perangsangan yang berkelanjutan terhadap sistem simpatis
meimbulkan respon stres yang berulang-ulang dan menempatkan sistem otonom
pada ketidakseimbangan. Keseimbangan antara kedua sistem ini sangat penting
bagi kesehatan tubuh. Dengan demikian tubuh dipersiapkan untuk melawan atau

10
reaksi menghindar melalui satu mekanisme rangkap: satu respon saraf, jangka
16
pendek, dan satu respon hormonal yang bersifat lebih lama.

2.4 Faktor presipitasi stres


Beberapa faktor dianggap sebagai pemicu timbulnya stres atau disebut sebagai
faktor presipitasi adalah sebagai berikut: 10, 13

1. Faktor fisik dan biologis

a. Genetika

Menurut para ahli masa kehamilan berhubungan dengan kerentanan


seorang anak untuk mengalami stres. Ibu hamil yang perokok,
alkoholik, dan menggunakan obat-obatan yang dilarang pada masa
kehamilan seperti: aspirin, dan jenis obat-obatan analgetik lainnya.

b. Case history

Riwayat penyakit dahulu serta kecelakaan yang menyebabkan


kehilangan organ tubuh (cacat), patah tulang, dan sebagainya.

c. Pengalaman hidup

Mencakup pengalaman hidup yang berhubungan dengan kematangan


organ seksual pada masa remaja.

d. Tidur

Kebutuhan tidur yang tidak tercukupi dapat menjadi pencetus stres.

e. Diet

Stres berat dapat dipicu oleh diet yang berlebihan.

f. Postur tubuh

Pada sebagian orang, postur tubuh dapat berperan sebagai pencetus


stres, misalnya individu yang berkeinginan menjadi polisi atau tentara,
namun tinggi badan menjadi kendala. Seseorang yang mengalami
kecacatan juga lebih rentan terkena stres.

11
g. Penyakit

Penyakit kronis seperti kanker, TB, impotensi yang disebabkan oleh


penyakit DM, dan berbagai penyakit lainnya dapat memicu terjadinya
stres.

2. Faktor psikologis

a. Persepsi

Persepsi masing-masing individu terhadap suatu peristiwa dapat


memicu terjadinya stres. Hal ini berbeda pada setiap orang.

b. Emosi

Stres dan emosi mempunyai keterikatan yang saling mempengaruhi


keduanya seperti kecemasan, rasa bersalah, khawatir, ekspresi marah,
rasa takut, sedih, dan cemburu.

c. Situasi psikologis

Respon psikologis terhadap situasi yang mempengaruhinya. Situasi


tertentu dapat mengancam keadaan psikologis seseorang, seperti
meningkatnya kriminalitas akan membuat individu menjadi terpicu
untuk mengalami stres.

d. Pengalaman hidup

Seluruh kejadian yang sudah dialami oleh individu dapat memberikan


dampak psikologis dan memungkinkan munculnya stres. Keadaan
tersebut seperti perubahan hidup, masa transisi, dan krisis kehidupan.

3. Faktor lingkungan

a. Lingkungan fisik.

Kondisi yang dapat memicu seseorang mengalami stres adalah


bencana alam, kondisi cuaca, kondisi lingkungan yang padat,
kemacetan, lingkungan sekolah atau lingkungan kerja yang kotor, dan

12
sebagainya.

b. Lingkungan biotik

Kerentanan terhadap stres juga dipengaruhi oleh mikroorganisme


berupa virus ataupun bakteri, terutama pada individu yang mempunyai
riwayat alergi.

c. Lingkungan sosial

Hubungan buruk dengan orang tua, teman, serta rekan kerja dapat
menjadi pencetus stres bagi individu tersebut jika tidak dapat
memperbaiki hubungannya. 10, 13

2.5 Jenis Stres


Berdasarkan Job-Strain model, diperkenalkan oleh Karasek & Theorell
tahun 2012, ada 2 faktor yang mempengaruhi stres; kemandirian dan piskologi.
Seseorang yang mempunyai kontrol terhadap pekerjaannya lebih sedikit stres.
Orang ini menganggap perubahan dan masalah sebagai tantangan bukan ancaman.
Stres paling berat akan dirasakan pada pekerjaan atau situasi yang memerlukan
kebutuhan psikologis yang tinggi dan kemandirian mengambil keputusan yang
rendah, contohnya jurusan kedokteran. Dalam model ini, stres lebih dilihat
sebagai suatu fungsi pekerjaan daripada personal.18

Terdapat empat jenis atau tipe stres, antara lain sebagai berikut : 10

1. Frustasi

Kondisi dimana seseorang merasakan adanya hambatan pada proses


pencapaian dari suatu tujuan.

2. Konflik

Berdasarkan dari bahasa latin configere yang berarti saling memukul.


Secara sosiologis konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara 2
orang atau lebih dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Perubahan kondisi yang terjadi ternyata tidak sesuai dengan yang

13
diharapkan sehingga membutuhkan adanya suatu penyesuaian.

3. Tekanan

Hasil hubungan peristiwa-peristiwa dengan individu. Tekanan mental


yang sederhana dapat menjadi pendorong untuk mencapai tujuan.
Namun tekanan mental yang tinggi dapat menmbulkan masalah sosial
dan menganggu kesehatan.

4. Kecemasan

Kecemasan itu suatu respon atau sinyal menyadarkan seseorang tentang


perasaan khawatir, gelisah, dan takut yang sedang dirasakan. Ini timbul
dari emosi seseorang karena merasa tidak nyaman, tidak aman, atau
merasakan ancaman, seringkali terjadi tanpa adanya penyebab yang
jelasterhadap situasi yang kelihatannya tidak menakutkan.

Berdasarkan waktu, American Physcological Association membagi stres


menjadi 3, yaitu :

1. Stres akut

Stres akut merupakan bentuk yang paling umum. Dalam dosis kecil
stress akut akan terasa mendebarkan dan menyenangkan, tapi jika terlalu
banyak akan terasa melelahkan. Respon yang berlebihan pada stres jangka
pendek dapat menyebabkan tekanan psikologis, sakit kepala, sakit perut
dan gejala lainnya. Stres akut dapat dialami oleh siapapun, namun stres ini
dapat diatasi dan dikendalikan.

Stres akut terjadi dalam jangka pendek sehingga stres ini tidak adekuat
untuk menyebabkan kerusakan yang pada tubuh. Gejala yang paling umum
adalah:

a. Tekanan emosional.

Beberapa gejala yang dapat ditimbulkan seperti mudah marah,


kecemasan, dan depresi.

b. Masalah otot

14
Gejala yang dapat ditimbulkan yaitu nyeri kepala tegang otot, nyeri
punggung, nyeri rahang dan ketegangan otot yang menyebabkan masalah
pada otot, tendon, dan ligamen.

c. Gangguan pada saluran pencernaan

Terjadi gangguan pada lambung, usus halus, dan usus besar seperti
sakit maag, perut kembung, diare, konstipasi dan gejala iritasi usus.

d. Rangsangan berlebihan

Terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, telapak


tangan mudah berkeringat, jantung berdebar-debar, pusing, sakit kepala
sebelah, tangan atau kaki terasa dingin, sesak napas dan nyeri dada.
Rangsangan yang berlebihan ini hanya bersifat sementara.

2. Stres akut episodik

Merupakan reaksi stres akut yang terjadi berulang-ulang. Hal ini


berasal dari kecemasan yang berlangsung terus-menerus. Gejala lanjutan
akibat rangsangan yang berlebihan juga dapat menimbulkan stres akut
episodik seperti sakit kepala tegang otot persisten, sakit kepala sebelah,
hipertensi, nyeri dada dan penyakit jantung lainnya.

3. Stres kronis

Stres kronis tidak seperti stres akut yang dapat terasa mendebarkan dan
menyenangkan. Stres kronis dapat merusak tubuh, pikiran, dan jiwa. Stres
kronis merupakan stres yang terus berlangsung hingga bertahun-tahun. Stres
kronis muncul apabila seseorang tidak menemukan jalan keluar dari situasi
yang menyedihkan sehingga stres ini tidak akan pernah berakhir. Stres kronis
juga dapat diartikan sebagai tuntutan dan tekanan yang terus berlangsung
untuk waktu yang sangat lama. Contohnya stres karena miskin, disfungsional
keluarga, terjebak dalam pernikahan yang tidak bahagia atau dalam
pekerjaan atau karir yang tidak bagus.19

15
Berdasarkan persepsi masing-masing individu, stres digolongkan
menjadi dua :

1. Eustress (stres positif)

Merupakan stres yang memberikan dampak positif bagi tubuh sehingga


dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu yang
baru, seperti karya seni.

2. Distress (stres negatif)

Merupakan stres yang dapat merusak tubuh individu sehingga individu


mengalami keadaan psikologis yang menyakitkan dan dapat
menimbulkan keinginan untuk menghindarinya.

2.6 Tahapan Stres


Amberg membagi tahapan stres sebagai berikut :

1. Stres Tahap I

Merupakan tahapan stres yang paling ringan, dan sering disertai dengan
perasaan-perasaan sebagai berikut, yaitu :

a. Tingkah laku berlebihan (over acting).

b. Penglihatan lebih tajam daripada biasanya.

c. Merasa senang dengan pekerjaan yang dilakukan dan semakin


semangat dalam mengerjakaannya, namun tanpa disadari cadangan
energi semakin menipis.

2. Stres Tahap II

Pada tahap ini dampak stres pada tahap I yang awalnya “menyenangkan”
mulai menghilang, dan timbul beberapa keluhan yang disebabkan karena
kurangnya energi untuk melakukan aktivitas seperti biasanya. Cadangan energi
yang berkurang disebabkan oleh kurangnya waktu untuk beristirahat. Istirahat
yang cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang

16
mengalami defisit. Analog dengan hal ini adalah misalnya handphone (HP)
yang sudah lemah harus kembali diisi ulang (di-charge) agar dapat digunakan
lagi dengan baik. Keluhan-keluhan yang sering dirasakan oleh seseorang yang
berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut, yaitu:

a. Sewaktu bangun pagi merasa letih.

b. Setelah makan siang merasa mudah lelah.

c. Menjelang sore hari lekas merasa lelah.

d. Lambung atau perut terasa tidak nyaman (bowel discomfort).

e. Detak jantung terasa lebih cepat dan lebih keras dari biasanya
(berdebar-debar).

f. Tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk.

g. Tidak bisa santai.

3. Stres tahap III

Pada tahap ini seseorang akan menunjukkan keluhan yang semakin


nyata dan mengganggu karena orang itu tetap memaksakan diri dalam
pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan sebagaimana diuraikan pada
stres tahap II diatas.

Keluhan yang diarasakan pada tahap ini, yaitu :

a. Gangguan usus dan lambung semakin nyata, misalnya keluhan maag


(gastritis) dan buang air besar tidak teratur (diare).

b. Ketegangan otot-otot semakin terasa.

c. Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin


meningkat.

d. Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar kembali tidur (middle


insomnia), atau bangun terlalu pagi/dini hari dan tidak dapat kembali
tidur (late insomnia).

e. Gangguan koordinasi tubuh (tubuh terasa tidak stabil saat berdiri).

17
4. Stres tahap IV

Stres tahap IV merupakan lanjutan dari stres tahap III yang tidak ditatalaksana
dengan baik. Stres tahap ini juga dapat muncul pada sebagian orang yang
memeriksakan dirinya ke dokter pada tahap III, namun dinyatakan tidak sakit
karena tidak ditemukan kelainan fisik pada tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan
orang tersebut terus memaksakan diri untuk bekerja serta tidak beristirahat
dengan cukup, maka gejala pada stres tahap IV akan muncul sebagai berikut:

a. Terasa amat sulit untuk bertahan sepanjang hari.

b. Aktivitas pekerjaan yang awalnya menyenangkan dan mudah


diselesaikan menjadi lebih sulit dan sangat membosankan.

c. Kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai


(adequate).

d. Ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari.

e. Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi buruk

f. Sering menolak ajakan dari orang lain (negativism) karena tidak


semangat dan tidak bergairah.

g. Daya ingat daya konsentrasi menurun.

h. Timbul perasaan kecemasan dan ketakutan yang tidak dapat


dijelaskan penyebabnya.

5. Stres tahap V

Bila keadaan pada stres tahap IV berlanjut, maka seseorang akan jatuh

dalam stres tahap V yang ditandai dengan hal-hal berikut, yaitu:

a. Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and


psychological exhaustion).

b. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan


dan sederhana.

c. Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal disorder).

18
d. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat,
mudah bingung dan panik.

6. Stres tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, dimana seseorang mengalami


serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Seringkali orang yang
mengalami stres tahap VI ini berulang kali dibawa ke Unit Gawat Darurat
bahkan ke ICU, namun pada akhirnya orang tersebut dipulangkan karena tidak
ditemukan kelainan fisik pada tubuhnya. Gambaran stres tahap VI ini adalah
sebagai berikut, yaitu:

a. Detak jantung sangat keras.

b. Kesulitan dalam bernafas (sesak dan megap-megap).

c. Seluruh badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran.

d. Tidak ada tenaga untuk melakukan hal-hal yang ringan.

e. Pingsan atau kolaps (collapse).

Bila dikaji maka keluhan atau gejala yang terjadi saat stres lebih didominasi
oleh keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ
tubuh sebagai akibat stressor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang
untuk mengatasinya.20

2.7 Tingkatan Stres


Menurut Psychology Foundation of Australia berdasarkan tingkatannya

stres dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu :

1. Stres normal

Stres normal merupakan stres yang terjadi secara alamiah dalam diri

19
seseorang. Stres ini dapat terjadi dalam situasi yang sering dihadapi
oleh sebagian besar orang. Stres normal dapat terjadi dalam
beberapa keadaan seperti, kelelahan setelah mengerjakan tugas,
takut tidak lulus ujian dan lain-lain.

2. Stres ringan

Stres ini berlangsung dalam beberapa menit atau jam. Bisa


disebabkan oleh kemacetan, dimarahi oleh dosen, dikritik, lupa dan
lain-lain. Pada stres ringan mulai timbul gejala. Jika stres ringan
dibiarkan maka akan menyebabkan gangguan kesehatan.

3. Stres sedang

Stres sedang merupakan stres yang terjadi dalam beberapa jam


hingga beberapa hari. Stressor pada tingkat stres ini bisa berupa
perselisihan dengan teman maupun pasangan. Orang yang
mengalami stres sedang akan mudah marah, mudah tersinggung,
sulit beristirahat, mudah cemas dan lelah.

4. Stres berat

Stres berat merupakan stres yang berlangsung dalam waktu


beberapa minggu. Dapat disebabkan oleh perselisihan yang
berlanjut, kesulitan finansial dan merasa kekurangan dalam hal
fisik. Seseorang yang merasa stres berat akan merasa tertekan, tidak
dapat merasakan hal positif, merasa mudah putus asa, merasa hidup
ini tidak berharga dan merasa hidup itu tidak bermanfaat. Apabila
stres terus berlanjut maka orang tersebut akan mulai kehilangan
energi.

5. Stres sangat berat

Merupakan stres kronis yang terjadi dalam waktu yang sangat lama,
bisa dalam waktu beberapa bulan hingga waktu yang tak dapat
ditentukan. Pada tingkat ini seseorang akan merasa hidupnya tidak
berguna dan bisa menyebabkan orang tersebut berada pada fase
depresi berat.19

20
2.8 Respons stres
Menurut Rasmun (2004) respon stres pada setiap orang berbeda-beda
bergantung pada beberapa faktor seperti persepsi individu terhadap stressor,
intensitas terhadap stimulus, jumlah stressor yang harus dihadapi dalam waktu
yang sama, lamanya terpapar oleh stressor, pengalaman masa lalu terhadap
stressor yang sama, tingkat perkembangan stressor.

Stres dapat menghasilkan beberapa respons yang terlihat dalam beberapa

aspek sebagai berikut :

1. Respon fisiologis

Ditandai dengan peningkatan detak jantung, tekanan darah, frekuensi


nadi dan sistem pernafasan.

2. Respon kognitif

Ditandai dengan gejala penurunan fungsi kognitif seperti penurunan


daya konsentrasi, pikiran menjadi kacau, pikiran berulang, dan pikiran
tidak wajar.

3. Respons emosi

Muncul keluhan terkait emosi yang ditandai dengan perasaan takut,


cemas, malu, marah, dan sebagainya.

4. Respons tingkah laku

Seseorang akan memberikan respons berupa fight (melawan situasi


yang menekan) ataupun flight (menghindari situasi yang menekan).13

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Hans Selye, respons tubuh
terhadap stres terbagi dua yaitu :

1. Local Adaptation Syndrome (LAS)

21
Merupakan respons setempat tubuh terhadap stres. Respon setempat ini
terjadi dalam waktu singkat. Karakteristik LAS adalah sebagai berikut :

a. Respon yang terjadi tidak melibatkan semua sistem organ dan hanya
terjadi setempat.

b. Respon bersifat adaptif.

c. Respon tidak terjadi terus-menerus dan bersifat jangka pendek.

2. General Adaptation Syndrome (GAS)

Merupakan respons yang melibatkan seluruh tubuh, termasuk sistem saraf


otonom dan sistem endokrin. GAS terbagi menjadi tiga tahap berikut ini :

a. Fase alarm (waspada)

Pada fase ini terjadi peningkatan sistem pertahanan dari tubuh dan
pikiran. Ditandai dengan peningkatan curah jantung, peredaran darah
cepat, serta darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala. Hal
ini disebabkan oleh pengaktifan saraf simpatetik. Respon ini berlangsung
beberapa menit sampai beberapa jam, namun jika individu tersebut tidak
dapat mengatasinya maka tubuh akan masuk ke fase resistensi.

b. Fase resistence (resistensi/melawan)

Tubuh akan berusaha untuk mengatasi faktor penyebab stres. Jika


teratasi, maka gejala stres akan mulai menghilang dan tubuh kembali
stabil, namun jika gagal individu tersebut akan jatuh pada fase terakhir
yaitu fase kehabisan tenaga.

c. Fase exhaustion coping (kelelahan)

Merupakan fase terakhir dari stres yang belum dapat diatasi pada
fase sebelumnya. Energi untuk penyesuaian telah terkuras sehingga
timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala,
gangguan mental, penyakit arteri koroner, dan sebagainya. Jika
cadangan energi telah menipis atau habis dan tidak dapat lagi dilakukan

22
usaha untuk melawan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian.

2.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Seseorang dalam Merespon Stres

Respon terhadap stresor yang diberikan setiap individu akan berbeda


berdasarkan faktor yang akan mempengaruhi respon tubuh antara lain :21

1) Sifat stresor

Sifat stresor merupakan faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap
stresor. Sifat stresor ini dapat berupa tiba-tiba atau berangsur-angsur. Sifat ini
pada setiap individu dapat berbeda tergantung dari pemahaman tentang arti
stresor.

2) Durasi stresor

Lamanya stresor yang dialami klien akan mempengaruhi respon tubuh, apabila
stresor yang dialami lebih lama maka respon yang dialaminya juaga lebih lama
dan dapat mempengaruhi dari fungsi tubuh yang lain.

3) Jumlah stresor

Jumlah stresor yang dialami oleh seseorang dapat menentukan respon tubuh.
Semakin banyak stresor yang dialami oleh seseorang dapat menimbulkan dampak
besar bagi fungsi tubuh, sebaliknya dengan jumlah stresor yang banyak dan
kemampuan adaptasi yang baik maka seseorang akan memiliki kemampuan dalam
mengatasinya.

4) Pengalaman masa lalu

Pengalaman ini juga dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap stres yang
dimiliki. Semakin banyak stresor dan pengalaman yang dialami dan mampu

23
menghadapinya, makasemakin baik dalam mengatasinya sehingga kemampuan
adaptifnya akan semakin baik pula.

5) Tipe Kepribadian

Tipe kepribadian seseorang juga dapat mempengaruhi respon terhadap stresor.


Apabila seseorang memiliki tipe kepribadian A maka lebih rentan terkena stres
dibandingkan dengan tipe kepribadian B. Tipe kepribadian A memiliki ciri
ambisius, agresif, kompetitif, kurang sabar, mudah tegang, mudah marah,
memiliki kewaspadaan yang berlebihan, berbicara cepat, bekerja tidak kenal
waktu, pandai berorganisasi, dan memimpin atau memerintah, lebih suka bekerja
sendirian bila ada tantangan, kaku terhadap waktu, ramah, tidak mudah
dipengaruhi. Sedangkan tipe kepribadian B memiliki sikap tidak agresif, ambisi
wajar-wajar, penyabar, senang, tidak mudah tersinggung, tidak mudah marah, cara
berbicara tidak tergesa-gesa, perilaku tidak interaktif, lebih suka bekerjasama,
mudah bergaul.

6) Tingkat Perkembangan

Tingkat perkembangan pada individu ini juga dapat mempengaruhi respon tubuh
dimana semakin matang dalam perkembangannya maka semakin baik pula
kemampuan untuk mengatasinya. Dalam perkembangannya kemampuan individu
dalam mengatasi stresor berbeda-beda.

2.10 Mekanisme koping


Mengelola stres disebut dengan istilah coping. MEnurut RS Lazarus
coping adalah proses mengelola tuntutan (internal atau eksternal) yang diduga
sebagai beban karena diluar kemampuan individu. Coping terdiri atas upaya-
upaya yang berorientasi kegiatan intrpsikis tumtutan internal dan eksternal.
Adapun menurut Weiten dan Llyd coping merupakan upaya-upaya untuk
mengatasi, mengurangi atau mentoleransi beban perasaan yang tercipta karena
stres.22 Menurut Lazarus ada dua strategi dalam melakukan koping, yaitu :

1. Problem focused coping

24
Merupakan usaha untuk mengurangi stres dengan mengubah masalah yang
dihadapi serta mengurangi sumber dari situasi yang penuh dengan stres
atau memperluas cara untuk mengatasinya. Metode ini sering dipakai pada
individu yang percaya bahwa sumber dari situasinya dapat diubah. Strategi
yang dipakai sebagai berikut, yaitu :

a. Confrontative coping

Merupakan usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap


menekan dengan cara yang agresif.

b. Seeking social support

Merupakan usaha untuk mendapatkan bantuan informasi dari orang


lain serta untuk mendapatkan kenyamanan emosional.

c. Planful problem solving

Merupakan usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap


menyebabkan stres dengan bertahap, analitis serta berhati-hati.

2. Emotion focused coping

Merupakan usaha untuk mengatasi stres dengan cara mengontrol respons


emosional terhadap situasi stres melalui pendekatan perilaku dan kognitif.
Strategi yang dapat digunakan sebagai berikut, yaitu : 7

a. Self-control

Merupakan usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi


situasi yang menekan.

b. Distancing

Merupakan usaha untuk menghindar dari permasalahan dan


menganggap seakan masalah tersebut hanyalah lelucon.

c. Positive reappraisal

Merupakan usaha untuk mencari dampak positif dari permasalahan

25
dengan berfokus pada pengembangan diri serta melibatkan hal-hal
yang bersifat religius.

d. Accepting responsibility

Merupakan usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri atas


permasalahan yang sedang terjadi dan mencoba menerima
permasalahan tersebut.

e. Escape/avoidance

Merupakan usaha untuk mengatasi situasi yang menekan dengan


menghindar dari situasi tersebut dan mengalihkannya dengan hal
lain seperti makan, minum, merokok, atau menggunakan obat-
obatan.

Dalam menghadapi masalah yang menurut persepsi individu dapat


dikontrol, individu tersebut cenderung menggunakan metode problem focused
coping. Sebaliknya, untuk masalah yang dianggap sulit untuk dikontrol
individu cenderung menggunakan metode emotion focused coping. Terkadang
individu dapat menggunakan kedua metode tersebut secara bersamaan.13

2.11 Kuisioner Untuk Mengukur Tingkat Stres


1. Perceived Stres Scale (PSS)
PSS merupakan instrumen penilaian stres klasik, dikembangkan tahun
1983, membantu untuk memahami bagaimana situasi berbeda mempengaruhi
perasaan seseorang. Pertanyaan pada skala ini menanyakan tentang perasaan dan
pikiran seseorang dalam bulan terakhir. Berikut daftar pertanyaan PSS-10:23

26
Tabel 1 Daftar Pertanyaan PSS-10

Keterangan :
Pertanyaan 4,5,7,8, ubah skor seperti berikut : 0=4, 1=3, 2=2, 3=1, 4=0
Kemudian jumlah total skor
Skor 0-13 : tingkat stres rendah
Skor 14-26 : tingkat sres sedang
Skor 27-40 : tingkat stres tinggi
2. Depression Anxiety Stres Scale 42 and 21 (DASS 42 dan21)
DASS merupakan suatu skala untuk mengukur status emosional negatif
dari depresi, stres dan kecemasan yang dibuat oleh Lovibond & Lovibond (1993).
Terdiri dari DASS 42 dan DASS 41 yaitu DASS 42 terdiri dari 42 gejala emosi
negatif sedangkan DASS 21 terdiri dari 21 gejala yang dinilai. Dengan tingkatan
stres yang dinilai yaitu normal, ringan, sedang, berat dan sangat berat.

3. The Medical Student Stressor Questionnaire (MSSQ) Manual


MSSQ adalah kuesioner yang dirancang untuk mengetahui tingkatan
stres pada mahasiswa kedokteran. Kuesioner ini terdiri dari 40 pertanyaan yang
merupakan penyebab stres pada mahasiswa kedokteran. MSSQ terdapat enam
domain stres yang diukur, yaitu Academic Related Stressors (ARS), Teaching and
Learning Related Stressors (TLRS), Social Related Stressors (SRS),

27
Intrapersonal and Interpersonal Related Stressors (IRS), Group Activities Related
Stressors (GARS), Drive and Desire Related Stressors (DRS) seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Tingkatan stres pada kuesioner ini yaitu ringan, sedang,
berat dan sangat berat. Berikut kuesioner MMSQ:

Bagian A
No. Pernyataan 0 1 2 3 4
1 Tes/ujian
2 Berbicara dengan pasien terkait masalah pribadi
pasien (*)
3 Konflik dengan mahasiswa lain
4 Sistem ujian
5 Kekerasan verbal atau fisik dari mahasiswa lain
6 Keinginan orangtua untuk kuliah di jurusan
kedokteran
7 Keinginan untuk melakukan sesuatu dengan baik
(aku pasti bisa)
8 Materi perkuliahan kurang tersedia dengan baik
(buku terbatas, slide dosen sulit didapat)
9 Konflik personal atau dengan diri sendiri
10 Beban tugas yang berat
11 Berpartisipasi dalam diskusi
12 Jadwal perkuliahan yang padat
13 Partisipasi dalam presentasi di kelas
14 Kurangnya bimbingan dari dosen
15 Merasa tidak mampu dalam suatu hal
16 Ketidak pastian dalam diri (mampukan aku
menjadi dokter?) (*)
17 Kurang latihan keterampilan klinis
18 Kurangnya waktu untuk bersama keluarga dan
teman

28
19 Kompetisi yang ketat dengan mahasiswa lain
20 Kurangnya kemampuan mengajar para dosen
(cara mengajar yang membosankan)

Bagian B
No. Pernyataan 0 1 2 3 4

21 Tidak bisa menjawab pertanyaan dari pasien (*)


22 Tugas yang tidak menyenagkan
23 Kesulitan memahami materi kuliah
24 Mengadapi penyakit yang diderita pasien atau
kematian pasien (*)
25 Mendapat nilai yang jelek
26 Kurangnya motivasi untuk belajar
27 Kurangnya waktu untuk membahas kembali apa
yang telah dipelajari
28 Kekerasan verbal atau fisik dari dosen
29 Seringnya gangguan pekerjaan/belajar dari orang
lain
30 Tidak bisa menjawab pertanyaan dari dosen
31 Konflik dengan dosen
32 Tidak ingin kuliah di fakultas kedokteran
33 Merasa banyak hal yang harus dipelajari
34 Harus melakukan sesuatu dengan baik (misalnya
kerja kelompok tapi orang lain tidak pernah
bekerja dan hanya anda yang bekerja dan anda
merasa harus mengerjakan itu dengan baik)
35 Dosen tidak memberikan masukan (feeback)
yang cukup selama kuliah
36 Pemberian nilai ujian yang tidak adil (teman

29
yang biasa-biasa saja mendapat nilai bagus)
37 Kurangnya apresiasi/ tidak dihargai atas
pekerjaan yang telah anda selesaikan dengan
dengan baik)
38 Menegerjakan sesuatu dengan komputer
39 Kekerasan verbal atau fisik dari diri sendiri
40 Beban tanggung jawab dalam keluarga
Tabel 2 Daftar Pertanyaan MSSQ

Untuk pertanyaan yang ditandai (*), artinya jika belum masuk tahap preklinik
(koas/dokter muda), bayangkan saja jika sedang berada dalam kondisi seperti itu.

Keterangan :
0 : tidak menimbulkan stres
1 : sedikit menimbulkan stres
2 : cukup menimbulkan stres
4 : sangat banyak menimbulkan stres
Cara penilaian MSSQ secara keseluruhan adalah semua item ditambahkan total
skornya kemudian di bagi 40, kemudian hasilnya disesuaikan dengan tabel
dibawah ini :

30
Untuk mengetahui masing-masing dimensi atau domain penyebab stres pada
mahasiswa kedokteran maka dimensi stres di hitung per item, seperti tabel
dibawah ini :

31
Keterangan :
I. Academic Related Stressors (ARS) : 1,4,7,10,12,17,19,23,25,27,30,33,36
II. Intrapersonal and interpersonal related stressor (IRS) : 3,5,9,26,28,31,39
III. Teaching and Learning Related Stressors (TLRS) : 8,14,16,20,22,35,37
IV. Social Related Stressor : 2,18,21,24,29,38
V. Drive and Desire Related Stressors (DRS) : 6,32,40
VI. Group Activities Related Stressors (GARS) : 11,13,15,34
Dari bebera digunakan pada penelitian kali ini karena MSSQ merupakan
instrumen yang valid dan dapat diandalkan serta telah diujicobakan pada 761
mahasiswa fakultas kedokteran dengan berbagai macam etnis, kultur dan agama
di Malaysia. Serta dapat mengidentifikasi jenis stressor dan intensitas stres pada
mahasiswa kedokteran.

2.11 Sistem Program Pendidikan Dokter Spesialis Obsteri dan Kandungan


Universitas Andalas Kota Padang
Proses pendidikan PPDS Obstetri & Ginekologi FK UNAND/ RSUP
Dr.M.Djamil Padang dibagi dalam beberapa tahapan, masing masing tahap
mempunyai tujuan pendidikan yang utuh dan dicapai melalui pengalaman belajar
berpedoman pada isi kurikulum dari kolegium Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Tahapan pendidikan bukan berdasarkan tahun pendidikan, tetapi
berdasarkan tingkat perilaku yang ingin dicapai. Istilah perilaku mencakup
pengetahuan, pengertian, pemecahan masalah, pengambilan keputusan
keterampilan teknikal, keterampilan interpersonal, kebiasaan kerja dan sikap
profesional.
Sistem pendidikan dokter spesialis Obstetri dan ginekologi Universitas
Andalas padang dengan lama pendidikan 8 semester. Untuk semester 1-4 dengan
sistem rotasi di puskesmas sekitar Kota Padang, rumah sakit daerah sekitar
Sumatra Barat, dan di RSUP Dr M. Djamil Kota Padang setiap bulannya.
Semester 5 sampai dengan semester 8 menetap di RSUP Dr M. Djamil Kota
Padang dengan sistem Sub-bagian dan Chief residen. Sampai saat ini (Januari
2020) jumlah residen Obsgin Unand sebanyak 77 orang.

32
Setiap semester memiliki modul sendiri yang harus dicapai, berikut ini
modul sesuai semester 1-4:
Semester I : Fisiologi
 Mampu menjelaskan teori dasar Obstetri dan Ginekologi serta
pengetahuan klinik umum lainnya yang berhubungan dengan teori dasar
tersebut
 Mampu melaksanakan pemeriksaan dan membuat diagnosis kasus kasus
Obstetri tanpa penyulit dan kasus ginekologi ringan serta pertolongan
persalinan fisiologis.
 Mampu menghayati secara klinis analitik dan rasional ilmiah teori dasar
tersebut.

Semester II : Patologi I
 Mampu menjelaskan teori klinik Obstetri patologi (persalinan dan masa
nifas)
 Mampu melakukan tatalaksana kehamilan patologi
 Mampu melaksanakan tindakan operatif pervaginam (vakum ekstraksi dan
forcepekstraksi)
 Mampu melakukan kompetensi diagnostik ultrasonografi dasar kasus
kasus dibidang Obstetri

Semester III: Patologi II


 Mampu tatalaksana Obstetri operatif
 Mampu tatalaksana perawatan Obstetri Operatif
 Mampu tatalaksana perawatan Obstetri komplikasi di kamar rawat dan
bersalin

Semester IV: Ginekologi


 Mampu menjelaskan teori klinik Ginekologi umum
 Mampu menangani kasus kasus Ginekologi patologi
 Mampu melakukan pembedahan Ginekologi patologi

33
 Mampu menghayati secara kritis analitis dan rasional ilmiah teori tersebut
dengan menggunakan fasilitas kepustakaan

Setiap semester memiliki tugas ilmiah dan keterampilan tertentu sebagai


salah satu syarat untuk naik tingkat, yaitu sebagai berikut:

1. Semester 1

Tugas Ilmiah:

 Laporan kasus persalinan normal sebanyak 12 kasus

 Referat sebanyak 1 kasus

 Jurnal Reading 1x tampil

Keterampilan diuji

 ANC

 APN (4 laporan)

 Perawatan nifas normal

2. Semester II

Tugas Ilmiah

 Presentasi kasus Obstetri 2 kasus

 English case 1 kasus

Keterampilan yang diuji

 Vakum (3 kasus)

 Forcep Ektraksi (3 kasus)

 Kuretase (3 kasus)

 Mini laparotomy (1 kasus)

 Sectio Sesarea tanpa Komplikasi (3 kasus)

34
3. Semester III

Tugas ilmiah

 Sari pustaka (1 kali presentasi)

 Presentasi kasus Obstetri (2 presentasi kasus)

 Proposal

 Ilmiah nasional

Keterampilan yang diuji

 SC dengan komplikasi (3 kasus)

 Caesarian Histerektomi (1 supervisi)

4. Semester IV

Tugas Ilmiah

 Proposal

 Presentasi kasus ginekologi (2 presentasi kasus)

Keterampilan yang diuji

 Histerektomi (3 kasus)

 Miomektomi (3 kasus)

 Laparotomy kista (3 kasus)

 Laparotomy diagnostic (1 kasus supervisi)

Daftar tugas ilmiah dan keterampilan klinis yang diuji merupakan syarat
wajib untuk naik tingkat dan akan diperiksa saat judisium. Jika tidak tercapai,
maka ada kompensasi yang didapatkan dengan system kartu, yaitu kartu biru,
kuning, dan merah. Kebijakan pemberian hukuman dibicarakan oleh staf
penanggung jawab pendidikan yang dipimpin oleh Kepala Program studi. 9

35
BAB 3

KESIMPULAN

1. Stres didefinisikan sebagai "ketidakseimbangan atau resiko


ketidakseimbangan antara kebutuhan seseorang dan kemampuan untuk
memenuhinya.
2. Stres memiliki pengaruh negatif pada setiap aspek kehidupan manusia:
fisik, psikologis dan sosial.
3. Pendidikan kedokteran spesialis seringkali membutuhkan usaha dan kerja
keras yang penuh stressor, dan sering dilaporkan sebagai penyebab
burnout, ansietas, depresi, dan masalah psikososial pada residen.
4. Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi merupakan salah
satu bagian spesialis besar yang membutuhkan konsentrasi dan jam kerja
tinggi. Penelitian di Shiraz University of Medical, Iran tahun 2015
disimpulkan bahwa tingkat stress tertinggi pada dokter residen adalah
bagian Obstetri dan ginekologi dengan angka 177,7.
5. Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Obsgin universitas Andalas
Padang memiliki program pendidikan selama 8 semester dengan sistem
semester 1-4 dengan sistem rotasi di puskesmas sekitar Kota Padang,
rumah sakit daerah sekitar Sumatra Barat, dan di RSUP Dr M. Djamil
Kota Padang setiap bulannya.
6. PPDS Obsgin universitas Andalas Padang memiliki syarat ilmiah dan
keterampilan khusus untuk naik ke setiap semester berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

36
1. Średniawa A DD, Krotos A, Wojtaś D, Kostecka N, Tomasik T. Insomnia
and the level of stress among students in Krakow, Poland.,
2019;00(0):000-000. TPP.
2. Kupriyanov R, & Zhdanov, R. (2014). The eustress concept: Problems and
out-looks. World Journal of Medical Sciences, 11(2), 179-185. doi:
10.5829/idosi.wjms. 2014.11.2.8433.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan kementrian Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Diakses 28
Januari 2020. Tersedia pada
www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%2020
13.pdf.
4. Teori Stres: Stimulus, Respons, dan Transaksional. In: (NTOU) NTOU,
editor. Buletin Psikologi2016. p. Vol. 24, No. 1, 1 – 11.
5. Putri IA, Soedibyo S. Tingkat Depresi Peserta Program Pendidikan Dokter
Spesialis Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM dan faktor-Faktor yang
Terkait. Sari Pediatri. 2011;13(1):70-8.
6. Issa B, Yussuf Ad, Olanrewaju GT, Oyewale AO. Stress in residency
training as perceived by resident doctors in a Nigerian university teaching
hospital. Eur J Sci Res 2009;30:253-9.
7. West CP, Tan AD, Shanafelt TD. Association of resident fatigue and
distress with occupational blood and body fluid exposures and motor
vehicle incidents. Mayo Clinic proceedings. 2012;87(12):1138-44.
8. Ebrahimi S, Kargar Z. Occupational stress among medical residents in
educational hospitals. Annals of occupational and environmental medicine.
2018;30:51.
9. Buku Pedoman Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi Universitas Andalas. Padang. 2018.
10. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry:Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry.11th ed. Philadelphia:
Lippincott Wolters, Kluwer: . 2015.
11. Pasqualucci PL, Damaso LLM, Danila AH, Fatori D, Lotufo Neto F, Koch
VHK. Prevalence and correlates of depression, anxiety, and stress in
medical residents of a Brazilian academic health system. BMC medical
education. 2019;19(1):193.
12. American Institute of Stress. American institute of stress.
http://www.stress.org/ daily-life/ - Diakses Januari 2020
13. Nasir A, Muhith A. Dasar-dasar keperawatan jiwa: pengantar dan teori. 1st
ed. Jakarta : Salemba Medika; 2011. p. 75-95.
14. Calaguas GM. College academic stress: differences along gender lines.
Pampanga: Journal of social and development sciences. 2011;1(5):194–
201.

37
15. Yusoff MSB, Rahim AFA. The medical student stressor questionnaire
MSSQ) manual. Kota Bharu: KKMED Publication; 2010. p. 1-21. .
16. Vishwanath. 2014. Hormone export not mediated by membrane vesicle. In
Basic & Clinical Endocrinology.7th editon. Philadelpia. Lippincot;. p.53-8
Yusuf, S. (2009).Psikologi perkembangan anak dan remaja.Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
17. Dampak stres terhadap kesehatan berkepanjangan. Sains Pop.
https://sainspop.com/dampak-stres-berkepanjangan-terhadap-kesehatan/
diakses 10 Februari 2020.
18. Saiful M. 2014. The Medical Student Stressor Questionner (MSSQ)
Manual. www.Researchgate/MSSQ-diakses tanggal 2 Februari 2020.
19. American Physcological Association. Stress : the different kind of stress
(Internet). American Physcological Association. 2018 (Diakses Desember
2020). Tersedia dari: http://www.apa.org/helpcenter/stress-kinds.aspx. .
20. Hawari D. Manajemen stres, cemas, dan depresi. 2nd ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2008. p.17-37. .
21. Pinel, J. P. J. 2009. Biopsikologi.Ed. 7. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hal
557-565.
22. Gaol, Lumban. 2016.Teori Stres : Stimulus, Respon, dan Transaksional.
Buletin psikologi; Taiwan: Vol.24 No.1, p1-11.
23. Bogdan F. Covaliu, Norina Predescu, Sebastian M. Armean, Costin
minoiu. 2017. Stress as a risk factor for menstrual disorders. HVM
Bioflux. Romania : HVM; .Vol.9 p.6-10.

38

Anda mungkin juga menyukai