PROPOSAL SKRIPSI
Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta
senantiasa memberikan kesehatan jasmani dan rohani. Sehingga sampai
saat ini penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi dengan lancar
dan tentunya tepat waktu dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Stres Kerja Pada Pegawai Di PT PLN (Persero) UP3 Tanjung
Karang Bandar Lampung Tahun 2020”.
1. Dr. Ir. Arif Kusuma Among Praja, MBA. Selaku Rektor Universitas
Esa Unggul Jakarta
2. Dr. Aprilita Rina Yanti Eff, M. Biomed, Apt selaku Dekan Fakultas
Ilmu – ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul
3. Ibu Putri Handayani, S.KM, M.KKK selaku Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat
4. Ibu Cut Alia Keumala Muda, SKM., M.K.K.K. selaku Dosen
pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk mengarahkan saya dalam penyusunan Proposal Penelitian ini
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal Penelitian ini
terdapat kekurangan, mengingat penulis dalam taraf belajar sehingga
masih terdapat keterbatasan ilmu dan pengalaman .
i
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi kesempurnaan Proposal Penelitian ini, Demikian
Proposal Penelitian ini penulis buat, semoga bermanfaat bagi penulis
khusunya bagi para pembaca umumnya
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………...i
KATA PENGANTAR………………………………………………..…..ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………..iii
DAFTAR BAGAN………………………………………………….........iv
DAFTAR TABEL…………………..……………………………………v
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………...1
1.1. Latar Belakang…………………………………………….1
1.2. Perumusan Masalah…………………………………….....6
1.3. Pertanyan Penelitian ……………………………………...7
1.4. Tujuan Umum……………………………………………...8
1.4. Tujuan Khusus………………………………………………8
1.5. Manfaat……………..………………………………………9
1.6. Ruang Lingkup……………………………………………10
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB VI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah keselamatan dan Kesehatan kerja merupakan salah satu masalah
dunia .Kesehatan kerja ertujuan untuk promosi dan pemeliharaan tingkat
tertinggi kesehatan fisik, mental, dan sosial dari pekerjaan dalam berbagai
jenis pekerjaan, mencegah penyakit yang diakibatkan dari kondisi pekerjaan
mereka ditempat kerja dari resiko yang diakibatkan faktor-faktor yang
menggangu Kesehatan, menempatkan dan memelihara lingkungan pekerjaan
pekerja baik kemampuan fisiologis maupun psikologis pekerja dan
menerapkannya kepada pekerja di setiap pekerjaan nya . dalam hal ini bisa
dikatakan bahwa permasalahan kesehatan fisik , mental dan sosial dari pekerja
jika tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja, baik fisiologis
maupun psikologis dapat menimbulkan stress dalam bekerja karena
ketidakmampuan mengkontrol dirinya dalam kondisi pekerjaan di tempat
kerja (NIOSH 1999)
Stres merupakan pengalaman subyektif yang di dasarkan pada persepsi
seseorang terhadap situasi yang di hadapinya. Stress berkaitan dengan
kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan atau situasi yang menekan .
kondisi ini mengakibatkan perasaan cemas , marah dan frustasi . stress dapat
dialami dalam berbagai situasi kehidupan manusia . salah satu situasi yang
cukup mendapat banyak perhatian dalam kaitannya dengan stress adalah dunia
kerja . dunia kerja merupakan salah satu konteks yang tidak luput dari
fenomen stress . stress yang dialami dalam dunia kerja sering disebut dengan
stress kerja (Priyoto,2014)
Seseorang dapat dikategorikan mengalami stress kerja adalah apabila
stress yang di alami melibatkan juga pihak organisasi perusahaan tempat
orang yang bersangkutan bekerja . setiap aspek dari lingkungan kerja dapat
dirasakan sebagai stress oleh tenaga kerja tergantung dari presepsi tenaga
kerja terhadap lingkungannya . hal ini berarti bahwa pada situasi kerja yang
sama , seorang tenaga kerja Occupational Stress mengalami stress sedangkan
yang lainnya tidak (Rice,2008). Stres kerja menurut Niosh (1999) dapat di
4
definisikan sebagai respon fisik dan emosional yang berbahaya yang terjadi
bila persyaratan pekerjaan tidak sesuai dengan kemampuan, sumber daya atau
kebutuhan pekerja .
Berdasarakan data dari organisasi buruh Internasional /Internasional
Labour Organization (2013), sebanyak 160 pekerja mengalami sakit akibat
kerja sedangkan pada tahun sebelumnya , ILO melaporkan bahwa angka
kematian akibat kecelakaan serta penyakit akibat kerja terdapat 2 juta kasus
per tahun . salah satu penyakit yang diakibatkan terkait penyakit akibat stress
kerja.
Respons seseorang yang mungkin timbul saat tuntutan dan beban kerja
tidak sebanding dengan pengetahuan serta kemampuan dan tantangan bagi
mereka untuk melaluinya. Stres kerja menjadi hal yang beresiko bagi
Kesehatan dan keselamatan pekerja Ketika pekerjaan yang dilakukan melebihi
kapasitas , sumber daya , serta kemampuan pekerja yang dilakukan secara
berkepanjangan (International Labour Organization, 2016)
Dua penelitian stress di tempat kerja di laporkan oleh National Institutue
of Occupational Health and Safety (NIOSH, 2002) Pertama adalah sebuah
survey yang dilakukan oleh Familier and Work Institute melapokan bahwa
26% sering dan sangat stres akibat dari pekerjaannya. Sedangkan penelitian
yang kedua dilakukan oleh Yale University melaporkan bahwa 20% pekerja
mengalami stres saat bekerja. Menurut WHO (2014), di banyak negara sebesar
8% penyakit yang ditimbulkan akibat kerja adalah depresi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Labour Force Survey (2014)
menemukan adanya 440.000 kasus stres akibat kerja di Inggris dengan angka
kejadian sebanyak 1.380 kasus per 100.000 pekerja yang mengalami stres
akibat kerja. Berdasarkan survei statistik Australia Barat dinyatakan bahwa
pekerja laki-laki kehilangan kira-kira 50,8 hari kerja dan pekerja wanita
kehilangan kira-kira 58,5 hari kerja. Menurut penelitian yang dilakukan Regus
(2012) menyatakan bahwa lebih dari 16 ribu orang pekerja profesional
diseluruh dunia, ditemukan bahwa lebih dari setengah pekerja di Indonesia
mengatakan 64% pekerja di Indonesia merasa tingkatan stres mereka
bertambah dibandingkan tahun lalu .
5
Di Indonesia, berdasarkan Kementrian Kesehatan (2011) menyatakan
bahwa dari jumlah populasi orang dewasa di indonesia sebesar 150 juta jiwa
sekitar 11,6% atau 17,4 juta jiwa mengalami gangguan mental emosional atau
gangguan kesehatan jiwa berupa kecemasan dan depresi. Meskipun data
tersebut bukan merupakan data khusus terkait kasus stres kerja tetapi data
tersebut dapat menggambarkan jumlah kasus gangguan mental di indonesia.
Menurut data Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, menyatakan bahwa
jumlah penderita gangguan jiwa ringan mencapai 306.621 orang. Secara
keseluruhan, jumlah penderita gangguan jiwa mental dan emosional di Jakarta
mencapai 14,1% dari jumlah penduduk di Jakarta. Sekitar 1,33 juta penduduk
DKI Jakarta diperkirakan mengalami gangguan kesehatan mental atau stres.
Angka tersebut mencapai 14% dari total penduduk dengan tingkat stres akut
(stres berat) mencapai 1-3%. Data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
DKI Jakarta menunjukan jumlah penduduk DKI Jakarta saat ini mencapai 9,5
juta jiwa. Jumlah penduduk yang stres mencapai 1,33 juta (14% dari 9,5juta),
sementara stres berat mencapai 95.000 – 285.000 orang (1-3%
dari 9,5juta) (PDKI, 2012)
Penelitian tentang stress kerja sudah banyak dilakukan terhadap pekerja di
Indonesia. Penelitian yang dilakukan Asri (2014), menunjukkan 36% pekerja
di PT X mengalami stress. Kemudian Penelitian yang dilakukan Anita (2017),
menunjukkan 38% pekerja di PT Yasa Wahana Tirta Samudera mengalami
stress. Berdasarkan Penelitian lain yang dilakukan Safitri (2013),
menunjukkan 30-40% pekerja di PT X mengalami stres ringan sampai berat.
Stres kerja dapat menyebabkan kesehatan yang buruk dan bahkan cedera.
Stres mempunyai dua dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif.
Dampak positif stres pada tingkat rendah sampai pada tingkat moderat bersifat
fungsional dalam arti berperan sebagai pendorong peningkatan kinerja
karyawan. Stres pada tingkat rendah akan membuat karyawan merasa stres,
akan tetapi hal ini mendorong karyawan bekerja lebih baik. Sedangkan
dampak negatif tingkat tinggi adalah penurunan drastis pada kinerja karyawan.
Dengan demikian maka stres kerja merupakan aspek yang perlu diperhatikan
oleh organisasi karna keterkaitannya dengan kinerja individu, Stres dapat
6
menyebabkan dampak negatif terhadap kesehatan seperti gangguan
pencernaan, gangguan peredaran darah, serta gangguan psikososial membuat
turunnya produktivitas kerja. Sedangkan dampak negatif akibat stres kerja
yang dialami oleh individu yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan
psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan
keputusan. Bagi institusi, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung
adalah meningkatnya tingkat absensi/meningkatnya keterlambatan kerja,
menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan
komitmen organisasi (Waluyo, 2013)
PT PLN (UP3) Perseo Tanjung Karang merupakan perusahaan listrik
milik negara yang focus lingkup pekerjaan nya adalah unit di bawah induk
atau pusat-pusat sebagai pembagian wilayah pelayanan PLN kedalam ruang
lingkup yang lebih kecil , agar pelayanan PLN bisa lebih terfokus dan
langsung menyentuh pada masyarakat, contohnya adalah Unit Pelaksana
Pelayanan Pelanggan (UP3) Pegawai di PT PLN (Perseo) UP 3 memiliki tiga
devisi yaitu devisi perencanaan, transaksi energi listrik dan jaringan.
Hasil observasi awal yang dilakukan, pekerjaan nya meliputi bagian devisi
perencanaan, devisi transaksi energi listrikdan devisi jaringan . bahwa stres
kerja dapat dialami oleh siapa saja termasuk pegawai di PLN (Persero) UP3
Tanjung Karang .menyimpulkan bahwa stres kerja dapat dialami oleh siapa
saja termasuk pegawai di PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang .
Upaya pencegahan dan penanggulangan stress kerja perlu dilakukan
untuk menghindari pekerja dari berbagai dampak yang dapat terjadi. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan adalah pengukuran tingkat stres kerja serta
faktor – faktor yang berhubungan dengannya. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan dengan menggunakan metode pengumpulan quisoner NIOSH
Generic pada 20 Pegawai di PT PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang
diketahui bahwa 11 dari 20 pegawai yaitu sebesar 55% mengalami stres kerja
dan 9 dari 20 pegawai atau 45% tidak mengalami stress kerja ,Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat permasalahan stres kerja yang dirasakan oleh
Pegawai PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang . Penelitian ini dilakukan di PT
PLN (Persero) UP3 Tanjug Karang Bandar Lampung , Peneliti tertarik untuk
7
meneliti stres kerja pada pegawai PLN (Persro) UP3 Tanjung Karang karena
beban kerja dan tanggung jawab yang diampu cukup banyak seperti
pengaduan masyarakat mengenai konsumen , transaksi listrik keluhan serta
pengadaan barang , dan administrasi. sehingga itulah yang memicu terjadinya
stres kerja, dampak yang ditimbulkan dari stres kerja yaitu kecemasan,
agresif, angkuh, kebosanan, keletihan, frustasi, kehilangan kesabaran, gugup,
dan merasa kesepian.
Pegawai di PT PLN (Perseo) UP 3 memiliki tiga devisi yaitu devisi
perencanaan, transaksi energi listrik dan jaringan. Devisi perencanaan
bertugas bertanggung jawab atas kordinasi penyusunan program anggaran
yang akan di lakukan dan melakukan pengadministrasian anggaran. Devisi
jaringan kegiatan nya meliputi pelayanan pelanggan. Sedangkan devisi
transaksi listrik memiliki beban kerja yang berat dikarenakan mereka bertugas
mengkordinasikan pengoprasian peralatan, pengukuran proteksi dan
pemeliharaan untuk meningkatkan keandalan penyaluran tenaga listrik yang
efektif dan efisien kepada masyarakat. Setiap devisi bertugas membuat
laporan rutin dan berkala sesuai dengan bidang tugasnya, Mengelola,
memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan keamanan, keselamatan kerja dan
kesehatan lingkungan kerja, melaksanakan kegiatan rumah tangga kantor,
melaksanakan administrasi perkantoran sesuai ketentuan.
Devisi transaksi listrik dan devisi perencanaan merupakan devisi yang
memiliki beban kerja yang berat. Devisi transaksi listrik memiliki beban kerja
yang berat dikarenakan selama terjadi pandemi Covid-19 banyak pegawai
yang di rumahkan, sehingga yang bekerja hanya 50 % dari total pegawai di
bagian devisi transaksi listrik yaitu sekitar 18 orang, sementara itu devisi
transaksi listrik bertugas untuk melayani keluhan pelanggan mulai dari
perbaikan gardu listrik, kabel, dan jaringan. Serta memiliki target
penyelesaian tugas setiap harinya, sementara itu jumlah pegawai yang sedikit
membuat setiap pegawai bekerja dengan jam kerja yang lebih banyak untuk
menyelesaikan target keluhan masyarakat. Sedangkan devisi perencanaan
bertugas untuk melayani pelanggan yang datang langsung ke Kantor PLN
mulai dari permintaan kenaikan daya listrik, keluhan tagihan yang tidak
8
sesuai, permohonan penurunan daya dan lain lain, jumlah pegawai yang
berkerja saat ini berjumlah 50% dari total pegawai yaitu 12 orang,
dikarenakan pegawai yang berumur 40 tahun keatas bekerja dari rumah.
Sedangkan target penerimaan pelanggan perhari setiap pegawai adalah adalah
20 orang per hari yang tadinya hanya 10 orang per hari. Hal ini
mengakibatkan menurunya produktivitas kerja, kebosanan, keletihan, frustasi,
kehilangan kesabaran dan meningkatnya keterlambatan kerja. Berdasarkan
hasil survey awal yang dilakukan penulis terhadap 20 (dua puluh) pegawai
dengan survey menggunakan kuesioner NIOSH generic dalam penilaian
stress kerja dibagi menjadi 3 kategori yaitu perubahan fisiologis, perubahan
psikologis dan perubahan prilaku.
Dari hasil penilaian perubahan fisiologis 7 orang (35%) mengalami
berubahan fisiologis yang buruk sedangkan 13 orang (65%), tidak terjadi
perubahan fisiologis yang buruk, untuk perubahan psikologis didapat 12
orang (40%) mengalami perubahan psikologis yang buruk dan 8 orang (60%)
tidak terjadi perubahan fisiologis yang buruk dan yang terakhir dari segi
perubahan perilaku didapat 7 orang (35%) mengalami perubahan perilaku
yang buruk dan 13 orang (65%) tidak mengalami perubahan perilaku yang
buruk, Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai faktor- faktor yang berhubungan dengan stress kerja pada
pegawai di PT PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang Tahun 2020.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di bulan oktober
2020 pada 20 Pegawai di PT PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang, diketahui
bahwa 11 dari 20 pegawai yaitu sebesar 55% mengalami stres kerja dan 9 dari
20 pegawai atau 45% tidak mengalami stress kerja. pegawai mengalami stres
kerja, yang akan berdampak terjadinya kecemasan, agresi, angkuh, kebosanan,
keletihan, frustasi,kehilangan kesabaran, gugup dan merasa kesepian.
Berdasarkan masalah diatas, maka perlu dilakukan penelitian terkait Faktor-
Faktor yang berhubungan dengan stress kerja pada pegawai di PT PLN
(Perseo) UP3 Tanjung Karang Tahun 2020.
9
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada pegawai
di PT PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang tahun 2020?
2. Bagaimana gambaran stres kerja pada Pegawai di PT PLN (Persero) UP3
Tanjung Karang tahun 2020?
3. Bagaimana gambaran umur pada Pegawai di PT PLN (Persero) UP3
Tanjung Karang tahun 2020?
4. Bagaimana gambaran jenis kelamin pada Pegawai di PT PLN (Persero)
UP3 Tanjung Karang tahun 2020?
5. Bagaimana gambaran status pernikahan pada pegawai di PT PLN (Persero)
UP3 Tanjung Karang tahun 2020?
6. Bagaimana gambaran masa kerja pada pegawai di PT PLN(Persero) UP3
Tanjung Karang tahun 2020?
UP3 Tanjung Karang tahun 2020?
7. Apakah ada hubungan antara umur dengan stress kerja pada Pegawai di PT
PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang tahun 2020?
8. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan stress kerja pada
pegawai PT PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang tahun 2020?
9. Apakah ada hubungan antara status pernikahan dengan stress kerja pada
Pegawai di PT PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang tahun 2020?
10. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan stress kerja pada pegawai
PT PLN( Persero) UP3 Tanjung Karang tahun 2020?
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada
Pegawai di PT PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang Tahun 2020.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja
pada pegawai di PT PLN (Persero) UP 3 Tanjung Karang Tahun 2020
2. Mengetahui gambaran kejadian stres kerja pada Pegawai di PT PLN
(Persero) UP 3 Tanjung Karang Tahun 2020
10
3. Mengetahui gambaran umur pada pegawai di PT PLN (Persero) UP 3
Tanjung Karang 2020
4. Mengetahui gambaran jenis kelamin pada pegawai PT PLN (Persero) UP 3
Tanjung Karang 2020
5. Mengetahui gambaran status pernikahan pada pegawai PT PLN (Persero)
UP 3 Tanjung Karang 2020
6. Mengetahui gambaran masa kerja pada pegawai PT PLN (Persero) UP 3
Tanjung Karang 2020.
7. Mengetahui hubungan antara umur dengan stress kerja pada pegawai di PT
PLN (Persero) UP 3 Tanjung Karang tahun 2020
8.Mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan stress kerja pada
pegawai PT PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang Tahun 2020
9. Mengetahui hubungan antara status pernikahan dengan stress kerja pada
pegawai PT PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang tahun 2020.
10. Mengetahui hubungan antara masa kerja dengan stress kerja pada pegawai
PT PLN (Persero) UP 3 Tanjung Karang tahun 2020.
1.5 Manfaat
1.5.1 Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan mengidentifikasi
dan memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat berdasarkan
pemahaman teori dan konsep yang sudah dipelajari . peneliti mendapatkan
nilai belajar tentang stres kerja dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada
pegawai PT PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang
1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan
a. Penelitian ini dapat digunakan untuk lingkungan civitas akademika untuk
peningkatan ilmu pengetahuan dan sebagai refrensi bagi akademisi khususnya
mahasiswa K3
b. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi peneliti lainnya yang akan
melakukan penelitian mengenai stress kerja.
1.5.3 Bagi PT PLN (Persero) UP 3 Tanjung Karang
11
a. Hasil penelitian ini menjadi informasi tambahan mengenai stres kerja pada
pekerja serta faktor – faktor yang berhubungan dengannya.
b. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi agar dapat dilakukan
upaya pencegahan dan pengendalian stres kerja pada pegawai PT PLN
(Persero) UP 3 Tanjung Karang Tahun 2020
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi stress kerja pada pegawai PT PLN (Persero) UP3 Tanjung
Karang tahun 2020. Penelitian ini dilakukan pada pegawai PT PLN (Persero)
UP3 Tanjung Karang selama 1 bulan pada bulan oktober . didapat 11 dari 20
atau 55% pegawai mengalami stress kerja , dengan menggunakan instrument
kuisoner NIOSH generic. Peneliti tertarik untuk meneliti stres kerja pada
pegawai PT PLN (Persero) UP 3 Tanjung Karang karena beban kerja dan
tanggung jawab yang diampu cukup banyak dan bervariasi . Populasi dan
sampel pada penelitian ini adalah pegawai di PT PLN (Persero) UP 3
Tanjung Karang dengan teknik pengambilan sampel yaitu total sampling.
Penelitian yang dilakukan berupa penelitian analitik dengan desain studi cross
sectional. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah NIOSH
general stress job questionnaire
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Stres merupakan “penyakit” global yang bisa melanda siapa saja dan
kapan saja (Margiati, 1999). Stres adalah reaksi nonspesifik manusia terhadap
rangsangan atau tekanan (simulus stressor). Stres merupakan suatu reaksi
adaptif, bersifat sangat individual,sehingga suatu stress bagi seseorang belum
tentu sama tanggapannya bagi orang lain (Hartono, 2007).
Manusia merupakan anggota lebih dari satu kelompok sosial. Dalam
melakukan kegiatan di setiap kelompok, manusia dapat mengalami stress.
12
Stress yang dialami sebagai hasil kegiatannya di setiap kelompok saling
menunjang, saling menguatkan. Pada umumnya kita merasakan bahwa stress
kerja merupkan suatu kondisi yang negatif.
Suatukondisi yang mengarah ke timbulnya penyakit fisik atau pun mental,
atau mengarah ke perilaku yang tak wajar (Munandar, 2006)
Perbedaan reaksi terhadap suatu rangsangan dapat terjadi karena stres
merupakan persepsi individu terhadap situasi atau kondisi didalam
lingkungannya sendiri (NSC, 2003). Stres dihasilkan dari perubahan
lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam,
atau merusak keseimbangan seseorang (Smeltzer, 2002). Reaksi stres juga
sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan berpikir, tingkat pendidikan, dan
kemampuan adaptasi seseorang terhadap lingkungannya (Hartono, 2007).
Stres sebagai suatu reaksi merupakan salah satu bagian dari tiga
pembagian model stres. Secara rinci tiga pembagian model stres terdiri dari
model stres yang mempunyai konsep bahwa fenomena stres berdasarkan
stimulus, model yang mempunyai konsep stres berdasarkan respons, dan
model yang mempunyai konsep bahwa stres merupakan gabungan dari kedua
konsep tersebut. Sedangkan pembagian berdasarkan pendekatan
teoritis, stress didefinisikan kedalam disiplin ilmu fisiologi, psikologi, dan sosi
ologi (Barnfather, 1993).
Stres dianggap sebagai sebuah respon karena stres merupakan respon
nonspesifik tubuh terhadap setiap kebutuhan, tanpa memperhatikan sifatnya.
Respon tersebut meliputi satu seri reaksi fisiologis yang dinamakan Sindrom
Adaptasi Umum. Pemodelan lain menganggap stres sebagai suatu stimulus,
atau penyebab adanya respon. Dalam model psikososial ini, stres dipandang
sebagai suatu hal di luar individu dan dianggap sebagai
faktor pedisposisi atau pencetus yang meningkatkan kepekaan individu terhad
ap penyakit (Smeltzer, 2002).
Pengertian Stres Kerja
Stres kerja dihasilkan dari ketidaksesuaian antara tuntutan dan tekanan
serta ketidaksesuaian dengan pengetahuan dan kemampuan. Situasi seperti ini
13
tidak hanya berkaitan dengan tekanan pekerjaan yang melebihi kemampuan
pekerja untuk mengendalikannya tetapi juga terkait dengan pengetahuan dan
kemampuan individu yang tidak digunakan dengan baik sehingga memicu
timbulnya masalah bagi mereka. Pekerjaan yang sehat seharusnya dapat
menyesuaikan antara tekanan dengan kemampuan dan sumber daya yang
dimiliki individu, kemampuan yang dimiliki untuk mengontrol pekerjaan, dan
dukungan yang diterima dari orang- orang disekitarnya (WHO, 2003).
Lingkungan kerja merupakan salah satu stimulus yang dapat memicu
terjadinya stres. Stres kerja merupakan keadaan psikologis yang mewakili
ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian persepsi seseorang mengenai
tuntutan (yang berhubungan dengan pekerjaan) dan kemampuan mereka untuk
mengatasi tuntutan tersebut. Pada lingkungan kerja, stres merupakan bahaya
fisik dan respon emosional yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan
cedera bagi para pekerja. Stres terjadi ketika persyaratan pekerjaan tidak
sesuai dengan kemampuan, sumber daya, atau kebutuhan pekerja (NIOSH,
1999).
Pada dasarnya stres dapat dipandang dalam dua cara yaitu sebagai stres
baik dan stres buruk (distres). Stres yang baik disebut sebagai stres positif
yaitu situasi atau kondisi yang mampu memotivasi atau memberikan inspirasi,
seperti situasi yang menyenangkan dan tidak dianggap sebagai ancaman bagi
kesehatan seseorang. Sedangkan stres buruk (distres) merupakan stres yang
membuat seseorang menjadi marah, tegang, bingung, cemas, berasa bersalah
atau kewalahan (NSC, 2003).
Stres buruk (distres) terbagi atau dua bentuk yaitu stres akut dan stres
kronik. Stres akut merupakan stres yang muncul cukup kuat namun dapat
menghilang dengan cepat. Sedangkan stres kronik merupakan stres yang tidak
terlalu kuat namun dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama mulai
dari berhari- hari, berminggu-minggu, hingga berbulan-bulan. Stres kronik
yang terjadi berulang kali dapat memengaruhi kesehatan dan produktivitas
seseorang (NSC,2003)
14
2. Stres Kerja Akut
Stres akut merupakan bentuk paling umum dari stres. Hal ini berasal dari
tuntutan dan tekanan dalam jangka pendek. Biasanya sumber stres tersebut
seringkali terdapat pada aktivitas yang dilakukan individu kemudian dengan
cepat menghilang. Stres akut dapat menjadi hal yang menarik dan menantang
apabila terjadi dalam dosis yang kecil, namun bila terjadi dalam dosis yang
besar maka dapat menyebabkan kelelahan pada seseorang (APA,2016).
Stres akut biasanya hanya berupa reaksi singkat tubuh terhadap sumber
stres yang datang. Stres akut terjadi dalam jangka pendek sehingga tidak
memiliki efek kesehatan berlanjut pada individu yang mengalaminya
(Taufiqurrohman, 2015). Namun, terdapat beberapa gejala yang ditimbulkan
saat seseorang mengalami stres akut. Gejala tersebut berupa gangguan
fisiologis, emosional dan psikologis yang masih dapat diatasi apabila dikontrol
dengan baik. Gejala tersebut diantaranya terdiri dari sakit kepala, sakit
punggung, nyeri otot, rahang kaku, maag, perut kembung, diare, sembelit,
peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, telapak
tangan berkeringat, jantung berdebar, tangan terasa dingin, sesak napas, nyeri
dada, tidak sabar, terjadi kecelakaan kerja, penggunaan alkohol, merokok, dll
(APA, 2016).
15
berkaitan dengan stres kronis antara lain diabetes, hernia, tuberkulosis, asma,
darah tinggi, penyakit jantung, rematik, epilepsi, glukoma, paralysis,
gangguan ginjal, gangguan pernapasan, stroke, anemia, gangguan hati atau
pankreas, gangguan kelenjar tiroid, insomnia, gastritism colitis, ulkus
lambung, sakit punggung, dan alergi.
16
3. Absensi kerja.
4. Lesu kerja, pegawai tidak termotivasi atau kehilangan motivasi kerja.
5. Gangguan jiwa, mulai dari gangguan ringan seperti gugup, tegang, marah-
marah, apatis, dan kurang konsenterasi sampai ketidakmampuan yang berat
seperti depresi dan cemas yang berlebihan. Lain halnya yang dijelaskan oleh
(Cox ,2002). Menurut (Cox,2002) efek stress yang mungkin muncul
dikategorikan meliputi :
1. Dampak Subjektif
Kekhawatiran/kegelisahan, kelesuan, kebosanan, depresi, keletihan,
frustasi, kehilangan kesabaran, perasaan terkucil dan merasa kesepian.
2. Dampak Perilaku
Stres yang dialami pekerja akan berdampak pada perilaku dari pekerja itu
sendiri dalam bekerja diantaranya peledakan emosi dan perilaku impulsif,
makan berlebihan, merokok berlebihan.
3. Dampak Kognitif
Ketidak mampuan mengambil keputusan yang sehat, daya konsterasi
menurun, kurang perhatian, sangat peka terhadap kritik, dan hambatan mental.
4.Dampak Fisiologis
Tekanan darah meninggi, denyut jantung dan tekanan darah meningkat,
mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, dan tubuh panas dingin.
5. Dampak Organisasi
Produktivitas menurun, terasing dari mitra kerja, ketidakpuasan kerja,
menurunnya kekuatan kerja dan loyalitas terhadap instansi. Kelima jenis
dampak tersebut tidak mencakup seluruhnya, dan hanya mewakili beberapa
dampak potensial yang sering dikaitkan dengan stress.
5. Cara Pengukuran Stres Kerja
Berbagai cara pengukuran stres telah digunakan oleh ahli psikologi.
Namun, sebagian besar pengukuran digolongkan menjadi : self-report,
physiological, dan biochemical.
17
Berikut ini merupakan penjelasan masing masing cara pengukuran tersebut
Eysenck
(2002) :
1. Physiological Measure
Cara pengukuran dilakukan untuk melihat perubahan yang terjadi pada
fisik seseorang seperti perubahan tekanan darah, ketegangan otot-otot bahu,
leher dan pundak, dan sebagainya. Cara ini sering dianggap memiliki
realibilitas
paling tinggi, namun sangat tergantung pada alat yang digunakan dan
pengukur itu sendiri.
2. Biochemical Measure
Cara pengukuran ini dilakukan untuk melihat respon kimia melalui
perubahan kadar hormon kotekolamin dan kortikosteroid setelah pemberian
suatu stimulus. Cara ini dianggap memiliki realibilitas yang tinggi, namun
terdapat kelemahan apabila subjek penelitian adalah seorang perokok,
peminum
alcohol dan sering mengonsumsi kopi, karena pemberian stimulus tersebut
juga dapat meningkatkan kadar hormone kotekolamin dan kortikosteroid.
3.Self-report Measures
Cara pengukuran ini merupakan yang paling sering digunakan oleh
peneliti untuk menilai stres kerja akut maupun kronis. Pengukuran dilakukan
dengan menanyakan intensitas pengalaman baik psikologis, fisiologis dan
perubahan fisik yang dialami seseorang menggunakan kuesioner. Cara
pengukuran ini terlihat masuk akal untuk menemukan sejauh mana tingkat
stres yang dialami seseorang dengan menanyakan secara langsung. Selain itu,
cara pengukuran ini dapat digunakan dengan mudah dan cepat. Cara
pengukuran berupa self-report measure atau kuesioner dan wawancara
memberikan informasi yang lebih spesifik tentang sumber stres kerja.
Berdasarkan APA (2012) dan HSE (2001), beberapa instrumen pengukuran
stress yang umum digunakan terdiri dari :
18
a. Occupational Stress Inventory-Revised Edition (OSI-R) Occupational
Stress Inventory-Revised Edition (OSI-R) merupakan kuesioner yang disusun
oleh Osipow dan Spokane. Kueisoner ini terdiri dari 147 item dalam tiga
kuesioner yang dapat mengukur stres kerja, ketegangan dan sumber coping.
The Occupational Roles Questionnaire menilai stres dalam tiga sub skala yaitu
beban peran, kekurangan peran, ketaksaan peran, batasan peran, tanggung
jawab dan lingkungan fisik. The Personal Resources Questionnaire menilai
kemampuan coping yang dimiliki dengan empat sub skala yaitu rekreasi,
kepedulian diri, dukungan sosial dan sumber coping rasional/kognitif. Semua
item dalam kuesioner ini didesain untuk diisi sesuai dengan keadaan
responden. Skala dalam kuesioner ini merupakan skala likert mulai dari jarang
sering. Hasil pengukuran stres kerja, ketegangan dan coping diperoleh dengan
menjumlahkan seluruh skala yang ada.
b. Job Stress Survey (JSS)
Job Stress Survey merupakan kuesioner disusun oleh Spielberger.
Kuesioner ini terdiri dari 30 item yang dapat mengukur insiden, keparahan,
dan frekuensi stres kerja. Kelebihan dari kuesioner ini yaitu dapat digunakan
untuk menilai tingkat keparahan dan frekuensi faktor lingkungan kerja yang
berdampak pada keadaan psikologis pekerja. Sedangkan kekurangan dari
kuesioner ini yaitu faktor penilaian hanya pada lingkungan kerja
dan dampaknya terhadap perubahan psikologis pekerja
dan validitas serta reabilitas
kuesioner diragukan.
c. Job Content Questionnaire Job Content Questionnaire
merupakan kuesioner yang disusun oleh Karasek. Kesioner ini terdiri dari
lima dimensi dengan total 49 pertanyaan. Lima dimensi tersebut terdiri dari
kontrol kerja, tuntutan psikologi, dukungan sosial, tuntutan fisik, dan
ketidakpastian pekerjaan. Kelebihan dari kuesioner ini adalah dapat digunakan
diberbagai sektor pekerjaan dan sudah teruji validitas serta reliabilitasnya.
Sedangkan kekurangan dari kuesioner ini adalah hanya terfokus pada
penilaian situasi psikologi dan sosial di lingkungan kerja.
19
d. NIOSH Generic Job Stress Questionnaire
NIOSH Generic Job Stress Questionnaire disusun oleh Hurrel dan
McLaney. Kuesioner ini terdiri dari 13 stresor pekerjaan yang disusun dari
berbagai literatur stres kerja dengan skala yang telah teruji validitas dan
reliabilitasnya. Kuesioner ini telah digunakan pada berbagai penelitian.
Kelebihan dari kuesioner ini adalah dapat digunakan untuk mengukur sumber
stres yang berasal dari lingkungan kerja, di luar lingkungan kerja, serta faktor
pendukung lainnya, dapat digunakan untuk mengevaluasi stres pada kondisi
akut dan kronis, relieabilitas dan validitas instrumen telah teruji, serta tersedia
dalam berbagai bahasa. Sedangkan kekurangan pada kuesioner ini yaitu
jumlah pertanyaan yang terlalu banyak.
Pada Kuesioner ini Variabel stres kerja terdiri dari pertanyaanpertanyaan
berupa perubahan yang terjadi pada responden seperti perubahan fisiologis,
psikologis dan juga perubahan perilaku. Pertanyaan terkait perubahan pada
fisiologis, psikologis dan juga perilaku terdapat pada kuesioner bagian P
hingga R, dimana pertanyaan terkait perubahan fisiologis terdapat pada
kuesioner bagian P1-P17. Adapun pertanyaan terkait perubahan psikologis
dan perilaku terdapat pada kuesioner bagian Q1- Q20 dan R1-R4. Skoring
pada pertanyaan perubahan fisiologis (item pertanyaan P1-P17) terdiri dari 1
jika tidak pernah, 2 jika jarang, 3 jika kadang- kadang, 4 jika sering dan 5 jika
sangat sering. Selanjutnya skoring pertanyaan berupa perubahan psikologis
(item pertanyaan Q1-Q20) terdiri dari 0 jika hampir tidak pernah (kurang dari
1 hari), 1 jika jarang terjadi (sekitar 1-2 hari), 2 jika kadang-kadang terjadi
(sekitar 3-4 hari), dan 3 jika hampir terjadi setiap waktu (sekitar 5-7 hari).
Skoring pada pertanyaan perubahan perilaku (item pertanyaan R1-R4) terdiri
dari 2 jika ya dan 1 jika tidak. Kemudian dihitung rata-rata skor pada
responden penelitian dengan membagi total skor jawaban responden dengan
jumlah pernyataan terkait gejala fisiologis, psikologis, dan perilaku.
Begitu seterusnya untuk responden lainnya (Hurrel & McLaney, 1988).
e. The Workplace Stress Scale
The Workplace Stress Scale merupakan kuesioner yang disusun oleh
20
American Institute of Stress (AIS). Kuesioner ini memiliki kelebihan yaitu
dapat digunakan untuk mengukur tingkat stres kerja dengan interpretasi skor
yang jelas dan sumber stres yang diukur berasal dari dalam lingkungan kerja.
Sedangkan kekurangan pada kuesioner ini yaitu hanya dapat digunakan untuk
mengukur sumber stress yang terdapat di lingkungan kerja.
6. Faktor Resiko Stres Kerja
Faktor Pekerjaan
Faktor pekerjaan merupakan faktor yang meliputi lingkungan dan faktor
dari pekerjaan itu sendiri. Menurut HSE (2014) dan ILO (2016), karakteristik
pekerjaan yang dapat menyebabkan stres terdiri dari jumlah beban kerja,
variasi beban kerja, kemampuan yang tidak digunakan, ketaksaan peran,
ketidakpastian pekerjaan, shift kerja, konflik peran, kurangnya kontrol, dan
konflik interpersonal. selain itu, terdapat beberapa faktor pekerjaan lain yang
dijelaskan oleh Hurrel & McLaney (1988) yaitu lingkungan fisik, kurangnya
kesempatan kerja, tanggung jawab terhadap orang lain, dan tuntutan mental.
Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing faktor pekerjaan:
a.Konflik Interpersonal
Setiap pekerjaan pasti mengharuskan pekerjanya untuk berinteraksi
dengan orang lain, misal dengan rekan kerja. Dalam beberapa pekerjaan,
interaksi sosial merupakan sumber kepuasan kerja. Akan tetapi, di sisi lain,
interaksi sosial berpotensi menimbulkan konflik yang daat menimbulkan stres.
Penyebab muncul konflik interpersonal seringkali disebabkan kompetisi antar
pekerja. di beberapa perusahaan, pekerja diwajibkan mencapai
target untuk bisa mendapat penghargaan atau reward.
Menurut Jex dan Britt (2008) bentuk konflik interpersonal dapat terjadi
dalam bentuk aktif maupun pasif. Konflik interpersonal secara aktif dapat
terjadi ketika seseorang berargumen dan mengeluarkan katakata kasar kepada
orang lain. Sedangkan konflik interpersonal pasif dapat terjadi misal ketika
seseorang lupa mengundang rekan untuk menghadiri sebuah pertemuan yang
penting. Sehingga dapat dikatakan bahwa konflik interpersonal merupakan
salah satu variable penting yang dapat berdampak kompleks bagi pekerja yang
21
mengalaminya.
Hasil penelitian yang dilakukan (Tsuno dkk, 2009) menunjukkan bahwa
konflik interpersonal baik pada laki-laki maupun perempuan berpengaruh
terhadap stres secara psikologis. Penelitian lain yang dilakukan oleh (Karima,
2014), konflik interpersonal memiliki hubungan positif dengan stres kerja.
Adapun penelitian (Dewi dan Wibawa, 2016) pada Kantor Sekretariat Daerah
Kota Denpasar menyatakan bahwa konflik interpersonal berpengaruh positif
terhadap stres kerja, dimana hal ini dikarenakan kurangnya komunikasi antara
pegawai dalam melaksanakan tugas yang diberikan yang diberikan dan adanya
perbedaan pendapat karena unsur pemikiran dan budaya yang
berbeda antara pegawai.
b. Ketidakpastian Pekerjaan
Ketakutan kehilangan pekerjaan dan ancaman bahwa pekerjaannya
dianggap tidak diperlukan lagi merupakan hal-hal biasa yang dapat terjadi
dalam kehidupan kerja. Hal ini terjadi karena adanya reorganisasi untuk
menghadapi perubahan lingkungan seperti penggunaan teknologi baru yang
membutuhkan keterampilan kerja yang baru. Setiap reorganisasi menimbulkan
ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan sumber stres yang potensial
(Munandar, 2001). Pengembangan karir merupakan pembangkit stres yang
potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan (Siringoringo, 2013).
Ketidakpastian dalam organisasi dapat berupa pekerjaan yang tidak jelas,
adanya peluang kehilangan pekerjaan, ada kemungkinan pekerjaan yang
dilakukan tidak dilakukan lagi, ketidakjelasan jenjang karir, kecilnya peluang
promosi dan kenaikan jabatan, peran yang tidak jelas sehingga kebebasan
dalam pengambilan keputusan tidak didapatkan. Ketidakpastian dalam
organisasi ini akan membuat karyawan bingung dan menggangu kinerja
karyawan. Hal yang paling rentan dan paling sering terjadi adalah terjadinya
stess kerja (Indrawan, 2009). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Zyl,
2013) yang menyatakan bahwa ketidakpastian pekerjaan berhubungan dengan
stres kerja. Penelitian yang dilakukan oleh (Karima, 2014) menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara ketidakpastian pekerjaan dengan stres kerja.
22
c. Kontrol Kerja
Stres dapat terjadi ketika adanya permintaan dari lingkungan yang tidak
sesuai dengan kemampuan individu dalam mengatasinya. Ketika permintaan
dari lingkungan tersebut tidak mampu dipenuhi maka individu tersebut akan
merasa sulit melakukan kontrol terhadap dirinya sendiri. Kurangnya kontrol
terhadap diri sendiri dapat menimbulkan stres yang disebabkan
ketidakmampuan individu dalam mengatur dirinya sendiri (Cardwell &
Flanagan, 2005). Kontrol dalam lingkungan kerja merupakan kombinasi
antara tuntutan dalam pekerjaan dengan kebijaksanaan dalam menggunakan
kemampuan yang dimiliki. Kombinasi tuntutan pekerjaan yang tinggi dengan
rendahnya kontrol kerja dapat menimbulkan tekanan yang tinggi dan
menyebabkan berbagai Penelitian yang dilakukan oleh (Lady dkk. 2017)
menyatakan bahwa ada hubungan antara kurangnya kontrol dengan stres kerja.
Sementara penelitian (Marmot, 1997) menunjukkan pekerja yang memiliki
kemampuan kontrol kerja kecil lebih memiliki risiko empat kali lebih besar
terkena serangan jantung dibanding pekerja memiliki kontrol lebih besar
terhadap pekerjaan (O’Rourke & Collins,2009).
d. Jumlah Beban Kerja
Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan
pembangkit stres. Beban kerja dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam beban
kerja berlebih/terlalu sedikit kuantitatif, yang timbul sebagai akibat dari tugas-
tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk
diselesaikan dalam waktu tertentu (Gibson, 1997). Beban kerja berlebih
kuantitatif dapat menimbulkan kebutuhan untuk bekerja selama jumlah jam
yang sangat banyak, yang merupakan sumber tambahan dari stres (Munandar,
2001). Berbagai penelitian menunjukkan adanya hubungan antara beban kerja
dengan stres kerja, penelitian tersebut dilakukan oleh (Sumarni, 2011),
Haryanti(2013), (Aiska, 2014), (Suratmi .2015), (Abdillah,2011), serta (Prata
ma, 2014).
e. Beban Kerja
Beban Kerja merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh
23
setiap perusahaan, karena beban kerja berpengaruh terhadap karyawan dalam
meningkatkan produktivitas dan merasakan kenyamanan dalam bekerja.
Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan
atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume waktu kerja dan
norma waktu (Aminah Soleman, 2011). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Haryanti (2013) diketahui bahwa beban kerja perawat sebagai besar adalah
tinggi yaitu sebanyak 27 responden (91,1%) dan yang rendah pada 2
responden (6,0%). Sedangkan menurut penelitian (Asrifudin, 2017) diketahui
perawat yang bekerja di ruang rawat inap RS hermana Lembean sebagian
besar memiliki beban kerja berat (Tinggi). Menurut penelitian (Yulianti, 2018)
diketahui bahwa dari 50 responden, terdapat 84% pekerja memiliki tingkat
beban kerja yang tinggi terhadap stres kerja. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh (Ulfa dan Naniek, 2017) pada PT. ABC ditemukan sebesar 20
orang (95,24 %) mengalami beban kerja yang tinggi dan aspek yang paling
mempengaruhi adalah aspek performasi sebesar 26,46%, aspek effort dan
mental demand sebesar 25,67% dan 23,20%. Kemudian aspek physical deman
d, time demand, dan frustasion sebesar 15,58%, 7,14%, dan 1,96%
Cara mengukur beban kerja adalah dengan metode National Aeronautics
and Space Administration Task Load Index (NASA-TLX) yaitu metode yang
mengevaluasi beban kerja yang bersifat subjektif, dimana pekerja diminta
untuk memberikan pendapatnya atas pekerjaan yang tengah dilakukan. Ada
metode NASA-TLX ini pekerja diminta untuk menilai (antara 0-100) pada 6
aspek pekerjaan (Indiastadi,2014). Metode NASA-TLX dikembangkan oleh
(Sandra, 2015) dari NASAAmes Research Centre dan Lowell. E Staveland
dari San Jose State University pada tahun 1981. Yang dikutip oleh
(Simanjuntak, 2010). Metode dikembangkan berdasarkan munculnya
pengukuran subjektif (kesulitan, tugas, tekanan waktu, jenis aktivitas, usaha
fisik, usaha mental, performansi, frustasi, stres dan kelelahan). Dari sembilan
faktor ini disederhanakan lagi menjadi 6 faktor, yaitu: Kebutuhan fisik (KF),
Kebutuhan Mental (KM), Kebutuhan Waktu (KW), Performansi (P), Usaha
(U) dan Tingkat Frustasi (TF). Penyederhanaan ini berdasarkan pertimbangan
praktis (NASA-Task Load Index) pembuatan skala ranting beban kerja.
24
Pengukuran metode NASA-TLX dibagi menjadi dua tahap yaitu
perbandingan tiap skala (paired comparison) dan pemberian nilai terhadap
pekerjaan (Even Scoring). Langkah-langkah
pengukuran dengan menggunakan NASA-TLX sebagai berikut.
1. Pembobotan
Pada bagian ini responden diminta untuk memilih salah satu dari dua
indikator yang dirasakan lebih dominan menimbulkan beban kerja mental
terhadap pekerjaan tersebut. Kuesoner ini dihitung jumlah tally dari setiap
indicator yang dirasakan paling berpengaruh.
2. Pemberian Rating
Pada bagian ini responden diminta memberikan rating terhadap keenam
indikator beban mental yang dirasakan oleh responden tersebut. Untuk
Produk = Rating x Bobot
mendapatkan skor beban mental NASA-TLX, bobot dan rating untuk setiap
indicator dikali kemudian dijumlah dan dibagi dengan 15
(jumlah perbandingan berpasangan)
3. Menghitung nilai produk
Diperoleh dengan mengalikan rating dengan bobot faktor untuk masing-
masing descriptor. Dengan demikian dihasilkan 6 nilai produk untuk 6
indikator
(KM, KF, KW, P, U, DAN TF)
WWL = Jumlah Produk
25
5. Menghitung rata-rata WWL, diperoleh dengan membagi WWL, dengan
jumlah bobot total
SKOR = Jumlah Produk/15
6. Interpretasi skor dibagi menjadi :
a. Nilai 0-9 = beban kerja rendah
b. Nilai 10-20 = beban kerja sedang
c. Nilai 30-49 = beban kerja agak tinggi
d. Nilai 50-79 = beban kerja tinggi
e. Nilai 80-100 = beban kerja sangat tinggi
Penjelasan dari setiap aspek pekerjaan sebagai berikut
a. Kebutuhan fisik : Seberapa banyak pekerjaan ini membutuhkan aktivitas
fisik (misalnya : mendorong, mengangkat, memutar dan lain-lain
b. Kebutuhan mental : seberapa besar pekerjaan ini membutuhkan aktivitas
mental dan perseptualnya (misalnya: menghitung, mengingat,
membandingkan, dan lain-lain)
c. Kebutuhan waktu : seberapa besar tekanan waktu pada pekerjaan ini.
Apakah pekerjaan ini perlu diselesaikan dengan cepat atau tergesagesa atau
sebaliknya dapat dikerjakan dengan santai dan cukup waktu.
d. Performansi : tingkat keberhasilan dalam pekerjaan. Seberapa puas atas
tingkat kinerja yang telah dicapai.
e. Usaha : seberapa besar tingkat usaha (mental maupun fisik) yang
dibutuhkan untuk memperoleh performansi yang diinginkan
f. Tingkat frustasi : seberapa besar tingkat frustasi terkait dalam pekerjaan.
Apakah pekerjaan menyebalkan, penuh stres, dan tidak memotivasi ataukah
sebaliknya menyenangkan, santai dan memuaskan.
26
Pada penelitian (Aulya, 2011) bahwa diperoleh 53,8% atau sebagian besar
responden merasa beban kerja yang diterima berar atau tidak sesuai dengan
kemampuan dan waktu yang dimiliki. Didapat bahwa ada hubungan yang
bermakna antara beban kerja dengan stres kerja pada Polisi Lalu
Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat.
f. Tanggung Jawab terhadap Orang Lain
Tanggung jawab dalam pekerjaan terbagi menjadi dua, yaitu tanggung
jawab terhadap benda dan tanggung jawab terhadap orang lain. Tanggung
jawab terhadap orang lain secara signifikan dapat memicu terjadinya penyakit
jantung koroner dibandigkan memegang tanggung jawab terhadap benda.
Semakin tua dan tinggi tanggung jawab mereka maka akan semakin besar
kemungkinan munculnya gejala penyakit jantung koroner (Cooper, 2013).
Wardwell, dkk (1964) dalam (Karima, 2014) menyatakan bahwa memegang
tanggung jawab terhadap orang lain lebih berat dibanding dengan tanggung
jawab terhadap benda yang secara signifikan dapat memicu terjadinya
penyakit jantung koroner. Penelitian yang dilakukan oleh (Nurazizah, 2017)
menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara tanggung jawab
dengan terjadinya stress kerja.
g. Kemampuan yang Tidak Digunakan
Kemampuan pekerja yang tidak digunakan dapat menimbulkan stres bagi
pekerja tersebut. Kondisi seperti ini seringkali terjadi ketika pekerja memiliki
kemampuan yang banyak untuk melakukan suatu pekerjaan. Akan tetapi,
kemampuan tersebut tidak digunakan karena sudah menggunakan alat bantu
atau adanya pekerja lain yang melakukan tugas tersebut. Kondisi pekerjaan
yang demikian dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
ketidakpuasan bagi pekerja sehingga berdampak pada timbulnya stres (Ross &
Almaier,2000).
Penelitian Nurazizah (2017) menyatakan bahwa ada hubungan antara
kemampuan yang tidak digunakan dengan stres kerja. Sementara penelitian
27
Lady, dkk (2017) memberikan hasil bahwa antara kemampuan yang tidak
digunakan dengan stres kerja memiliki derajat hubungan yang sangat kuat
dengan pola hubungan yang positif dengan stres kerja. Hal ini menunjukkan
semakin tinggi kemampuan yang tidak digunakan oleh pekerja maka akan
meningkatkan stres kerja pada pekerja tersebut. Selain itu penelitian lain yang
dilakukan (Jamal dan Ahmed, 2009) menunjukkan bahwa kemampuan yang
tidak digunakan berhubungan signifikan terhadap kejadian stres kerja baik
pada level manager maupun pada pekerja buruh.
h. Tuntutan Mental
Tuntutan mental merupakan sumber stres yang signifikan terutama pada
pekerjaan yang menuntut interaksi langsung dengan klien khususnya pada
sektor jasa. Secara umum, standar yng diterapkan menuntut pakerja untuk
selalu bersikap ramah terhadap klien yang dihadapi. Namun pekerjaan yang
menuntut kondisi emosional yang baik sangat berhubungan dengan rendahnya
tingkat kesejahteraan pekerja secara mental (Koradecka, 2010). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Lady, dkk 92017) menunjukkan hasil bahwa
terdapat hubungan antara tuntutan mental dengan stres kerja, dan juga adanya
derajat hubungan yang sangat kuat antara kedua variabel tersebut serta berpola
positif. Artinya semakin tinggi tuntutan mental yang dimiliki pekerja maka
akan mengakibatkan stres kerja menjadi meningkat pada pekerja tersebut.
7. Faktor Individual
Faktor indivudual merupakan faktor yang berkaitan dengan pribadi
seseorang. Menurut Hurrel&McLaney (1988), faktor individual terdiri dari umur,
jenis kelamin, status pernikahan, masa kerja, kepribadian tipe A, dan penilaian
diri. Berikut merupakan penjelasan dari tiap-tiap faktor individual:
a. Umur
Umur adalah lama hidup individu yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai berulang tahun terakhir. Umur merupakan risiko yang dapat meningkatkan
28
stres kerja secara signifikan (Rasasi, 2015). Individu dengan umur yang lebih tua
mengalami stres yang lebih rendah karena pengalamannya dalam menghadapi
stres sudah lebih baik dibandingkan dengan individu berumur muda. Hal ini
berhubungan erat dengan maturitas atau tingkat kedewasaan seseorang. Semakin
tua umur seseorang, maka akan semakin meningkat kedewasaannya, kematangan
jiwanya dan lebih mampu dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Seiring dengan bertambahnya umur maka akan meningkat pula kemampuan
membuat keputusan, berpikir rasional, semakin bijaksana, mampu mengendalikan
emosi, lebih toleran, dan terbuka dengan pandangan atau pendapat orang lain
sehingga ketahanan dirinya terhadap stress akan meningkat (Sugeng, 2015).
Menurut penelitian (Dewi, 2015) menunjukkan bahwa pekerja dengan
umur ≤ 36 tahun memiliki risiko stress sebesar 93,9%.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah karakteristik biologis dan fisiologis yang
membedakan seseorang laki-laki maupun perempuan (WHO, 2016). Dalam
kaitannya dengan stres, perempuan mempunyai kecenderungan mengalami stres
lebih besar dimana didalam tubuh seorang perempuan terjadi perubahan
hormonal. Perempuan lebih mudah merasakan perasaan bersalah, cemas,
peningkatan bahkan penurunan nafsu makan, gangguan tidur dan gangguan
makan. Saat stres perempuan lebih mudah untuk sedih, sensitif, marah, serta
mudah menangis. Penurunan estrogen pada perempuan akan berpengaruh pada
emosi. Selain perubahan hormonal, karakteristik perempuan yang lebih
mengedepankan emosional daripada rasional. Ketika menghadapi suatu masalah,
perempuan cenderung menggunakan perasaan (Indah, 2010). Penelitian yang
dilakukan oleh Antoniou, dkk (2006) menyatakan bahwa pekerja perempuan
mengalami stres kerja yang lebih tinggi dikarenakan beban kerja dan kelelahan
secara emosional. Penelitian lain yang dilakukan oleh Erlina, dkk (2006) diketahui
bahwa adanya hubungan pada perempuan yaitu lebih cenderung mengalami stres
kerja dibandingkan dengan laki-laki. Sedangkan dalam penelitian lain, yang
dilakukan pada perawat tidak ditemukan hubungan antara
stress kerja dengan jenis kelamin (Sukmono, 2013).
29
c. Status Pernikahan
Individu yang berstatus tidak menikah memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami stres kerja dibandingkan dengan individu yang sudah menikah (Ismar,
2011). Hal ini disebabkan karena pekerja yang berstatus menikah mendapatkan
dukungan emosional dari pasangan yang tidak didapatkan oleh pekerja yang tidak
menikah. Akan tetapi, pengaruh status pernikahan terhadap stres kerja hanya akan
berpengaruh positif apabila pernikahan tersebut berjalan dengan baik (Karima,
2014). Pada penelitian (Evayanti,2003) menyatakan bahwa pekerja yang berstatus
menikah, keadaan keluarga dapat menjadi penghambat, mempercepat, atau
menjadi penangkal proses terjadinya stres. Apabila seseorang memiliki masalah
gawat di rumah, maka kecenderungan untuk mendapatkan stres di tempat kerja
akan lebih besar, begitu pula sebaliknya.
Pernikahan yang tidak bahagia akan lebih mungkin menimbulkan stres
dibandingkan dengan individu yang tidak menikah. Hasil penelitian Kiecolt-
Glaser, dkk (2003) membuktikan bahwa individu yang bercerai serta individu
yang menikah namun tidak bahagia akan memiliki tingkat stres yang sama
tingginya dibandingkan dengan individu yang memiliki pernikahan yang
Bahagia (Ogden, 2012).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Utami (2009) menunjukkan bahwa
adanya hubungan antara status perkawinan dengan stres kerja . Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sukmono, 2013) dimana terdapat
hubungan antara status perkawinan dengan stres kerja. Penelitian (Vierdelina,
2008) dimana dalam penelitiannya menyatakan bahwa adanya hubungan antara
responden yang berstatus telah menikah mengalami stres kerja sedang sebanyak
55,8%.
d. masa Kerja
Pekerja yang memiliki masa kerja lebih lama biasanya memiliki
permasalahan kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan pekerja dengan masa
kerja yang lebih sedikit. Masa kerja yang berhubungan dengan stres kerja
berkaitan dalam menimbulkan kejenuhan dalam bekerja. Pekerja yang telah
bekerja lebih dari lima tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan kerja yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja baru. Kejenuhan ini yang kemudian
30
dapat berdampak pada timbulnya stres di tempat kerja (Munandar, 2008).
Menurut Wantoro (1999) yang dikutip oleh Rivai (2014) mengatakan bahwa
pekerja dengan masa kerja lebih lama, lebih memiliki pengalaman yang luas,
kematangan berpikir, dan bersikap sehingga dapat bertindak lebih bijaksana.
Semakin lama masa kerja seseorang maka semakin tinggi pengalamannya di
tempat kerja sehingga semakin tinggi pula kepuasan kerjanya dan memiliki
kemampuan untuk mengatasi berbagai situasi pekerjaan serta lebih mampu
menyesuaikan diri terhadap perubahan di sekitarnya. Budiono (2003) mengatakan
bahwa masa kerja dapat berpengaruh secara positif ataupun negatif. Pengaruh
positif dimana semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin
berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sedangkan akan memberikan
pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja maka akan
menimbulkan kebosanan dan kelelahan.
Hasil penelitian Gautama (2008) diketahui bahwa ada hubungan antara
masa kerja dengan stres kerja. Sejalan dengan penelitian Setyani (2013) dimana
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan stress kerja.
e. Kepribadian Tipe A
Kepribadian adalah keseluruhan cara dimana seorang individu bereaksi
dan berinteraksi dengan individu lain. Teori kepribadian yang digunakan dalam
peneltian ini adalah kepribadian tipe A dan tipe B yang dikembangkan oleh
Roseman dan Friedman. Seseorang dengan kepribadian tipe A cenderung bekerja
di bawah tingkat stres yang sedang sampai tinggi. Mereka senantiasa
menempatkan diri dalam tekanan waktu, menciptakan kehidupan yang penuh
tenggat waktu bagi dirinya sendiri. Sehingga karakteristik ini menghasilkan
beberapa perilaku yang cukup spesifik (Robbins, 2008).
Pola perilaku Tipe A atau TABP ialah karakteristik individu seperti keagresifan,
ketidaksabaran, dan ucapan yang meledak-ledak (Gibson, 1997). Orang dengan
tipe A memiliki paksaan untuk bekerja lebih, selalu bergelut dengan batas waktu,
dan sering menelantarkan aspekaspek lain dari kehidupan seperti keluarga,
kejaran sosial (social pursuits), kegiatan-kegiatan waktu luang dan rekreasi.
Sedangkan orang dengan tipe B relatif bebas dari rasa mendesak, dan tidak selalu
harus berkejaran dengan waktu karena mereka tidak mempunyai konflik berarti
31
dengan orang lain, dan lebih sedikit mengalami permusuhan (Munandar, 2001).
Penelitian yang dilakukan oleh Kristanto, dkk (2007) menyatakan bahwa
kepribadian tipe A merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan stres
pada indvidu. Selain itu penelitian Karima (2014) menyatakan kepribadian tipe A
memiliki korelasi positif dengan stres kerja yang artinya semakin
tinggi kepribadian tipe A seseorang maka semakin tinggi tingkat stres.
f. Penilaian Diri Penilaian diri
adalah persepsi individu terhadap kemampuan, keberhasilan dan
kelayakan dirinya. Jika seseorang mempunyai konsep diri positif, maka ia
mempunyai penilaian diri yang tinggi sehingga dapat mengembangkan diri dalam
menghadapi kondisi, situasi atau peristiwa yang mengganggu, menekan atau
mengancam dirinya, akibatnya ia akan mengalami stres kerja yang rendah.
Sebaliknya, jika ia mempunyai penilaian diri yang rendah dalam menghadapi
kondisi, situasi atau peristiwa yang mengganggu, menekan atau mengancam
dalam pekerjaannya, maka ia akan mengalami stres kerja yang tinggi karena rasa
percaya dirinya rendah (Munandar, 2006). Hasil penelitian Arats (2014)
menunjukkan bahwa apabila keyakinan diri yang dimiliki seseorang rendah maka
akan mengalami tingkat stres yang tinggi. Sedangkan apabila keyakinan diri
tinggi maka tingkat stres kerja akan semakin rendah.
8. Penanggulangan Stres Kerja
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menanggulangi stres di
tempat kerja adalah mengakui bahwa stres itu ada. Setiap program intervensi
untuk mengatasi stres harus menentukan lebih dahulu ada tidaknya stres dan
penyebab keberadaannya. Beberapa contoh program penanggulangan stress antara
lain (Gibson, 1997) :
1. Pendekatan organisasional
Pendekatan organisasional merupakan pendekatan yang dilakukan
organisasi dalam mencegah dan mengatasi stres kerja yang dihadapi oleh
pekerjanya. Dalam pendekatan ini ada bermacam macam strategi yang dapat dilak
ukan diantaranya :
• Analisis peran dan kejelasannya
32
Stres yang berlebihan dapat muncul dalam suatu peranan. Manajemen
perlu memprakarsai tanggapan yang adaptif yaitu merumuskan peranan orang
yang bersangkutan, mengurangi beban peranan berlebihan dengan
mendistribusikan kembali pekerjaan, dan memberlakukan prosedur mengurangi
stres jika hal itu terjadi (misalnya mengizinkan karyawan mengadakan pertemuan
dengan mereka yang menyebabkan masalah sehingga penyelesaian dapat
dilakukan). Masing-masing metode tersebut bertujuan untuk meningkatkan
kesesuaian antara orang pada suatu peranan tertentu dengan pekerjaan atau lingku
-ngan organisasi.
• Program Klinis
Program ini merupakan penanggulangan stress yang didasarkan atas
pendekatan medis tradisional. Beberapa unsur dari program tersebut mencakup :
1) Diagnosis : dilakukan oleh petugas pada unit kesehatan perusahaan saat
karyawan dengan permasalahan stress kerja datang untuk meminta pertolongan.
2) Pengobatan (treatment) : disediakan penyuluhan atau terapi dorongan. Jika staf
dalam perusahaan tidak dapat menolong, karyawan tersebut dianjurkan
berkonsultasi kepada ahli di lingkungan tersebut.
3) Penyaringan (screening) : pemeriksaan individu secara berkala dalam
pekerjaan yang penuh dengan ketegangan dengan tujuan untuk mendeteksi
indikasi masalah secara dini.
4) Pencegahan (prevention) : pendidikan dilakukan untuk meyakinkan karyawan
yang mempunyai pekerjaan dengan risiko besar bahwa sesuatu harus dilakukan
untuk menolong mereka menanggulangi stress.
a. Program keorganisasian Program keorganisasian ditujukan lebih luas
meliputi seluruh karyawan. Program tersebut sering didorong oleh masalah-
masalah yang ditemukan dalam kelompok atau suatu unit. Berbagai program
keorganisasian yang dapat diterapkan untuk menanggulangi stres antara lain
program pengembangan organisasi, pemerkayaan pekerjaan, perancangan kembali
struktur organisasi, pembentukan kelompok kerja otonom, pembentukan jadwal
kerja variabel, serta penyediaan fasilitas Kesehatan karyawan.
2. Pendekatan individual
Terdapat juga berbagai pendekatan individual untuk menanggulangi stres. Berikut
33
ini merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan :
a. Relaksasi (Relaxation)
Tubuh memiliki tanggapan /respon adaptif yang terdiri dari stres dan
antistres. Antistres dikenal sebagai “tanggapan pengenduran” (relaxation respons).
Pada tanggapan ini otot yang tegang menurun, denyut
jantung dan tekanan darah menurun, serta nafas perlahan- lahan. Stimulus yang
diperlukan dalam melakukan relaksasi antara lain lingkungan yang sunyi, mata
tertutup, posisi tubuh yang menyenangkan, dan proses mental yang berulang.
b. Meditasi (Meditation)
Salah satu bentuk meditasi yang telah menarik minat banyak orang disebut
meditasi transedental yang ditemukan oleh Maharishi Mahesh Yogi. Bentuk
meditasi ini merupakan pengalihan perhatian kepada tingkat pikiran yang dalam
sampai pikiran menjangkau pengalaman keadaan pikiraan yang paling dalam dan
sampai pada sumber pikiran itu sendiri. Meditasi dilakukan dengan mata tertutup
dan mengucapkan mantera khusus sekitar 20 menit, dua kali sehari.
Hal ini memiliki dampak pada dan tekanan darah.
c. Biofeedback
Individu dapat diajari mengendalikan berbagai proses tubuh secara internal
dengan teknik yang disebut biofeedback. Dalam teknik ini perubahan kecil dalam
tubuh atau otak dideteksi, dibesarkan, dan diperagakan terhadap orang yang
bersangkutan. Teknologi rekaman dan komputer yang canggih memungkinkan
seseorang untuk mengamati perubahan kecil dalam denyut jantung, tekanan darah,
suhu, dan pola gelombang otak yang secara normal tidak dapat diamati. Sebagian
besar dari proses tersebut dipengaruhi oleh stress.
Proses biologis terus-menerus disediakan bagi individu oleh umpan balik
yang ia terima. Individu dapat memantau apa yang terjadi secara biologis.
Kemampuan untuk memperoleh pengertian dan pengendalian yang sebenarnya
atas tubuh dapat mengarah kepada perubahan penting.
34
9. Uji Statistik
uji statistik digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel
independen dengan variabel dependen
2.2. Kerangka Teori
Faktor Pekerjaan
a. konflik interpersonal
b.ketidakpastian
pekerjaan
c.kontrol kerja
d. jumlah beban kerja
e.variasi beban kerja
f.tanggung jawab
terhadap orang lain
g. kemampuan yang
tidak digunakan
h.Tuntutan mental
Faktor Individual STRES KERJA
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c.status pernikahan
d.masa kerja
e. Kepribadian tipe A
f.penilaian diri
35
Sumber : Hurrel & McLaney (1988), HSE (2014), ILO (2016)
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Tabel 2.2
36
Maruki Upah kerja berhubungan
Internationa e. Risiko dengan stress
l Indonesia lingkungan kerja
Makassar kerja
Tahun 2016. Dependen:
Stres kerja
2. Fajar FaktorFaktor Variabel -Adanya Survey
Nugraha yang Independen: hubungan Analitik
berhubunga a.Faktor faktor intrinsik
n dengan Intrinsik pekerjaan
stress kerja Pekerjaan (beban kerja
pada pekerja (beban dengan stress
konveksi di kerja) b. kerja berat
CV Iswara Faktor iklim sebesar
Bandung & struktur 87,5%) -Tidak
Tahun 2013 organisasi ada hubungan
c.Faktor struktur &
Pengembang iklim kerja.
an karir -terdapat
Variabel faktor
Dependen: hubungan
stres kerja antara faktor
pengembangan
karir dengan
stress kerja
37
di PT. BHE (48,15%)
Indonesia
2013
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
38
variable Independen Variabel Dependen
Faktor Individual
1. Umur
2. Jenis kelamin Stres Kerja
3.status pernikahan Faktor Pekerjaan
1. Masa Kerja
39
pekerjaan, tinggi
berinteraksi jika
dengan mean
pekerjaan,
menimbulkan
tekanan pada
pekerja.
Sehingga
dapat
mengganggu
keseimbanga
n fisiologis,
perilaku
kognitif,
yang ditandai
dengan 3
indikator :
perilaku,
emosi dan
fisik
40
mulai dari ≤ 51 2.
responden tidak
lahir berisiko
sampai akhir jika >
ulang 51
tahun
terakhir
2. Jenis Perbedaa Kuison Wawanca 1.Perempu Ordin
Kelamin n lakilaki er ra an al
dan 2. Laki-
perempua Laki
n secara
biologis
dan
fisiologis
sejak
lahir
3. Status Keteranga Kuison Wawanca 1.Tidak Rasio
Pernikah n yang er ra menikah
an menunjuk 2.
an Menikah
riwayat
pernikaha
n
responden
4. Masa Jumlah Kuison Wawanca 1. berisiko Rasio
Kerja waktu er ra jika median
yang ≤ 25 Tahun
telah 2. tidak
dilalui berisiko
responden jika median
sejak > 25 tahun
bekerja di
41
PT PLN
(Persero)
UP3
Tanjung
Karang
42
penelitian ini adalah pegawai PT PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang berjumlah
50 orang.
43
yang terjadi pada responden seperti perubahan fisiologis, psikologis dan juga
perubahan perilaku. Pertanyaan terkait perubahan pada fisiologis, psikologis dan
juga perilaku terdapat pada kuesioner bagian P hingga R, dimana pertanyaan
terkait perubahan fisiologis terdapat pada kuesioner bagian P1-P17. Adapun
pertanyaan terkait perubahan psikologis dan perilaku terdapat pada kuesioner
bagian Q1- Q20 dan R1-R4. Skoring pada pertanyaan perubahan fisiologis (item
pertanyaan P1-P17) terdiri dari 1 jika tidak pernah, 2 jika jarang, 3 jika kadang-
kadang, 4 jika sering dan 5 jika sangat sering. Selanjutnya skoring pertanyaan
berupa perubahan psikologis (item pertanyaan Q1-Q20) terdiri dari 0 jika hampir
tidak pernah (kurang dari 1 hari), 1 jika jarang terjadi (sekitar 1-2 hari), 2 jika
kadang-kadang terjadi (sekitar 3-4 hari), dan 3 jika hampir terjadi setiap waktu
(sekitar 5-7 hari). Skoring pada pertanyaan perubahan perilaku (item pertanyaan
R1-R4) terdiri dari 2 jika ya dan 1 jika tidak. Kemudian dihitung rata-rata skor
pada responden penelitian dengan membagi total skor jawaban responden dengan
jumlah pernyataan terkait gejala fisiologis, psikologis, dan perilaku. Begitu
seterusnya untuk responden lainnya.
Stres kerja = (Skor total P: 17) + (Skor total Q: 20) + (Skor total R:4)
Umur
Variabel umur diukur dari responden lahir hingga waktu dilakukannya
penelitian (ulang tahun terakhir). Hasil ukur pada variabel umur adalah
1. Berisiko jika median ≤ 51 tahun
2. Tidak berisiko jika median > 51 tahun
Jenis Kelamin
Variabel jenis kelamin dilihat dari perbedaan secara biologis dan
44
fisiologis pada laki-laki dan perempuan. Adapun hasil ukur variabel jenis
kelamin adalah:
1. Perempuan
2. Laki-Laki
Status Pernikahan
Variabel status pernikahan merupakan keterangan yang menunjukkan
riwayat pernikahan pada responden sesuai dengan yang tertera pada kartu
identitas responden. Hasil ukur pada variabel ini adalah:
1. Tidak menikah
2. Menikah
Masa Kerja
Variabel masa kerja dilihat dari berapa lama waktu yang telah dilalui
pekerja sejak bekerja di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Hasil ukur variabel ini adalah
1. Baru jika median ≤ 25 tahun
2. Lama median > 25 tahun
45
artinya sampel tidak mendukung adanya hubungan antara variabel independen
dan variabel dependen. Uji yang digunakan untuk analisis yang berbentuk data
kategorik yaitu Chisquare dengan derajat kemaknaan 5% menggunakan
komputerisasi.
Pengukuran besar risiko pada penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai
Prevalance Ratio (PR). Prevalance Ratio itu sendiri adalah ukuran asosiasi
paparan (faktor risiko) dengan kejadian stress kerja.
a. Jika PR = 1 berarti tidak ada hubungan asosiasi faktor stres kerja pada
pegawai di PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang .
b. Jika PR > 1 berarti ada hubungan asosiasi positif faktor stres kerja pada
pegawai di PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang .
c. Jika PR < 1 berarti ada hubungan asosiasi negatif faktor stres kerja paa
pegawai di PT PLN (Persero) UP3 Tanjung Karang
46
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN
A. Pengantar
NIM : 20180301146
Terima Kasih
47
B. Petunjuk Pengisian
a. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu dan apa yang
Bapak/Ibu rasakan selama bekerja di PT PLN (Persero) UP3 bagian tempat
Bapak/Ibu bekerja , dengan cara memilih pada salah satu kategori
Identitas Diri
Nama Lengkap :
Usia :
Nama :
48
No. Telepon
Tanggal dan Jam Pengisian :
A. Informasi Umum
No Pertanyaan Diisi
Peneliti
A1 Jenis Kelamin [ ] A1
0. Perempuan
1. Laki-laki
A2 Tanggal Lahir [ ] A2
...................................................................................
A3 Status Pernikahan [ ] A3
0. Tidak Menikah
1. Menikah
B. Perubahan Fisiologis
J : Jarang
49
KK : Kadang-Kadang
S : Sering
SS : Sangat Sering
No TP J KK S SS
Anda mengalami keluhan peneliti
berikut ini?
Wajah terasa panas meskipun
P1 1 2 3 4 5 [ ] P1
tidak bekerja dan cuaca tidak
panas
Berkeringat banyak meskipun
P2 1 2 3 4 5 [ ] P2
tidak bekerja dan cuaca tidak
panas
P3 Mulut terasa kering 1 2 3 4 5 [ ] P3
P4 Otot terasa kaku dan tegang 1 2 3 4 5 [ ] P4
P5 Anda merasa sakit kepala 1 2 3 4 5 [ ] P5
P6 Anda merasa kram di kepala 1 2 3 4 5 [ ] P6
atau migrain
Anda merasa ada gumpalan di
50
tidak bekerja yang berat
P10 Anda merasa jantung anda 1 2 3 4 5 [ ] P10
berdetak cepat
P11 Tangan Anda berkeringat 1 2 3 4 5 [ ] P11
banyak
P12 Anda merasa pusing 1 2 3 4 5 [ ] P12
P13 Anda mengalami sakit perut 1 2 3 4 5 [ ] P13
saat gugup atau bingung
P14 Jantung terasa berdebar-debar 1 2 3 4 5 [ ] P14
atau nyeri dada
P15 Anda mengalami sakit yang 1 2 3 4 5 [ ] P15
mempengaruhi pekerjaan anda
P16 Kehilangan nafsu makan 1 2 3 4 5 [ ] P16
P17 Gangguan tidur pada malam 1 2 3 4 5 [ ] P17
hari
51
C. Perubahan Psikologis
1:
Jar
an
g
ter
jad
i
(se
kit
ar
1-2
ha
ri)
52
Apakah setelah bekerja, Anda <1 1-2 3-4 5-7 Diisi
No
mengalami keluhan berikut Hari Hari Hari Hari peneliti
ini?
Saya merasa terganggu dengan hal
Q1 0 1 2 3 [ ] Q1
yang biasanya tidak
mengganggu
Q2 Nafsu makan saya menurun 0 1 2 3 [ ] Q2
Saya tidak dapat menghilangkan
Q3 0 1 2 3 [ ] Q3
rasa sedih meskipun telah
dibantu teman atau keluarga saya
Q4 Saya merasa diri saya sebaik orang 0 1 2 3 [ ] Q4
lain
Q5 Saya sulit berkonsenterasi dalam 0 1 2 3 [ ] Q5
bekerja
Q6 Saya merasa tertekan atau depresi 0 1 2 3 [ ] Q6
Q7 Saya merasa semua yang saya 0 1 2 3 [ ] Q7
lakukan adalah sebuah usaha
53
Q8 Saya merasa optimis terhadap masa 0 1 2 3 [ ] Q8
depan saya
Q9 Saya merasa hidup saya merupakan 0 1 2 3 [ ] Q9
sebuah kegagalan
Q10 Saya merasa ketakutan 0 1 2 3 [ ] Q10
Q11 Saya merasa gelisah ketika tidur 0 1 2 3 [ ] Q11
Q12 Saya merasa senang 0 1 2 3 [ ] Q12
Q13 Saya berbicara lebih sedikit 0 1 2 3 [ ] Q13
daripada biasanya
Q14 Saya merasa kesepian 0 1 2 3 [ ] Q14
Q15 Saya merasa orang-orang tidak 0 1 2 3 [ ] Q15
ramah
Q16 Saya menikmati hidup saya 0 1 2 3 [ ] Q16
Q17 Saya mudah menangis 0 1 2 3 [ ] Q17
Q18 Saya merasa sedih 0 1 2 3 [ ] Q18
Q19 Saya merasa orang-orang tidak 0 1 2 3 [ ] Q19
menyukai saya
Q20 Saya sulit mengalihkan perhatian 0 1 2 3 [ ] Q20
saya
D. Perubahan Perilaku
1. Ya 2. Tidak Diisi
No Pertanyaan
peneliti
R1 Apakah Anda seorang perokok? 1 2 [ ] R1
Jika “YA”, apakah anda menjadi seorang
R2 1 2 [ ] R2
perokok sebelum bekerja di
Pt pln up 3 persero tanjung karang
R3 Selama 6 bulan terakhir, apakah anda 1 2 [ ] R3
mengalami kecelakaan kerja?
R4 Selama 1 bulan terakhir, apakah anda 1 2 [ ] R4
kehilangan hari kerja karena sakit?
Descriptives
Statistic Std. Error
PERHITUNGANALL Mean 1.9150 .05117
95% Confidence Interval for Lower Bound 1.8079
Mean Upper Bound 2.0221
5% Trimmed Mean 1.9239
Median 1.9250
2
Variance .052
Std. Deviation .22883
Minimum 1.40
Maximum 2.27
Range .87
Interquartile Range .25
Skewness -.540 .512
Kurtosis .389 .992
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
PERHITUNGANALL .173 20 .118 .952 20 .406
a. Lilliefors Significance Correction
KATEGORISTRESS
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Stres Tinggi 11 10.9 55.0 55.0
Tidak Stres 9 8.9 45.0 100.0
Total 20 19.8 100.0
Missing System 81 80.2
Total 101 100.0
PERUBAHAN FISIOLOGIS
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruk 7 6.9 35.0 35.0
Baik 13 12.9 65.0 100.0
Total 20 19.8 100.0
Missing System 81 80.2
Total 101 100.0
PERUBAHAN PSIKOLOGIS
3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruk 12 11.9 60.0 60.0
Baik 8 7.9 40.0 100.0
Total 20 19.8 100.0
Missing System 81 80.2
Total 101 100.0
PERUBAHAN PERILAKU
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruk 7 6.9 35.0 35.0
Baik 13 12.9 65.0 100.0
Total 20 19.8 100.0
Missing System 81 80.2
Total 101 100.0
Descriptives
4
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
Total Stress Kerja .142 20 .200 .954 20 .437
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Frequencies
Statistics
Hasil Stress Kerja
N Valid 20
Missing 0
Mean 1.45
Median 1.00
Mode 1
Sum 29
5
Hasil Stress Kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Stress Tinggi 11 55.0 55.0 55.0
Tidak Stress 9 45.0 45.0 100.0
Total 20 100.0 100.0