Anda di halaman 1dari 3

Pengaruh Kapasitas Kerja Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja

Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja tidak hanya
diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan
RI No. 9 Tahun 1960, BAB I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan keadaan
jasmani, rohani, dan kemasyarakatan. Kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja bertujuan
untuk menjamin kesempurnaan atau kesehatan jasmani dan rohani tenaga kerja serta hasil karya
dan budayanya.
Seiring berkembangnya industrialisasi dan globalisasi serta kemajuan ilmu dan teknologi,
maka Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga makin berkembang. Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan sebagai dasar hukum penerapan K3 di Indonesia telah diperkuat
dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dimana pada Pasal
164-165 tentang Kesehatan Kerja dinyatakan bahwa semua tempat kerja wajib menerapkan upaya
kesehatan kerja baik sektor formal maupun informal termasuk Aparatur Sipil Negara, TNI, dan
Kepolisian.
Kesehatan kerja menurut WHO/ILO (1995), kesehatan bertujuan untuk peningkatan dan
pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekekerja di
semua jenis pekerja, pencegahan terhadap ganguan kesehatan kerja yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari resiko akibat faktor yang merugikan
kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan pekerjaan dalam suatu lingkungan kerja yang
disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologi, secara ringkas merupakan penyesuaian
pekerjaan pada manusia kepada pekerja dan jabatanya. (Depkes, 2009)

 Fungsi Kesehatan Kerja menurut ILO (International Labor Organization):


- Melindungi pekerja terhadap kesehatan yang mungkin timbul daripekerjaan dan
lingkungan kerja.
- Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaan baik fisikmaupun mental serta
menyadari kewajiban terhadap pekerjaannya.
- Memperbaiki memelihara keadaan fisik mental maupun sosial pekerja sebaik mungkin
Kesehatan kerja yang baik adalah dengan mengadakan pemeriksaan jasmani pra penempatan
kepada semua karyawan, pemeriksaan jasmani secara berkala kepada semua karyawan,
menyiapkan fasilitas klinik dan peralatan, menyiapkan tenaga dokter dan spesialis, kerjasama
dengan psikiater. Jika semua hal-hal tersebut dipenuhi oleh perusahaan, maka karyawan akan
bekerja dengan tenang tanpa ada rasa takut akan terjadinya kecelakaan atau terganggunya
kesehatan mereka akibat pekerjaan, sehingga hal ini dapat memacu semangat produktivitas
karyawan dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
Berdasarkan data dari Eurostat (EU, 1999) dinyatakan bahwa di Uni Eropa terjadi kematian
akibat kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian; setiap tahun terdapat 142.400 orang
pekerja di Uni Eropa meninggal karena penyakit akibat kerja dan 8900 orang pekerja meninggal
karena kecelakaan akibat kerja (Tarwaka, 2012). Maka dari itu perlu adanya perhatian khusus
mengenai hal ini, mengingat tenaga kerja merupakan pelaksana penting dalam mengelola produksi
agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Ada 3 faktor yang mempengaruhi kesehatan tenaga kerja, salah satunya adalah kapasitas kerja.
Pengaruh kapasitas kerja pada kesehatan tenaga kerja dibagi lagi menjadi beberapa sub faktor,
yaitu ketrampilan, kesegaran jasmani dan rohani, status kesehatan atau gizi tenaga kerja, usia, jenis
kelamin, dan ukuran tubuh.
Kebugaran dan kesehatan baik jasmani maupun rohani amatlah diperlukan di dalam
membentuk kecerdasan dari segala aspek, misalnya kecerdasan spiritual, emosional, intelektual,
kinestetik, dan kecerdasan lainnya. Kecerdasan memang memiliki banyak komponen, namun
pengaruh kebugaran dengan kecerdasan amat signifikan dan bermakna. Apabila seseorang tingkat
kebugarannya rendah, maka secara otomatis konsentrasi dan fokus pemikirannya juga akan
menurun atau berkurang. Contoh pada tenaga kerja yang sedang dalam kondisi kesehatan yang
kurang baik, entah jasmani atau rohaninya, konsentrasi menurun
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Triyunita (2013) pada pekerja bagian weaving PT.
X Batang, menyimpulkan bahwa umur dan kelelahan kerja memiliki hubungan yang signifikan
dan untuk status gizi, tidak memiliki hubungan dengan kelelahan kerja. Triyunita (2013) pada
pekerja bagian weaving PT. X Batang, menyimpulkan bahwa umur dan kelelahan kerja memiliki
hubungan yang signifikan dan untuk status gizi, tidak memiliki hubungan dengan kelelahan kerja.
Dinyatakan pada penelitian ….. bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur
dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja di bagian produksi PT. Putra Karangetang Popontolen
Minahasa Selatan. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Tarwaka (2010),
umur seseorang berbanding langsung dengan kapasitas kerja fisik sampai batas tertentu.
Selanjutnya, tidak adanya hubungan antara umur dengan kelelahan kerja dikarenakan puncak
kekuatan otot pada laki-laki dan perempuan sekitar usia 25-35 Tahun. Pada umur sekitar 50-60
Tahun kekuatan otot menurun sekitar 15-25 persen dan di imbangi oleh pengalaman yang ada
maupun kematangan mental pekerja tersebut (Setyawati, 2010).
Daftar Pustaka
Chesnal, Handi., A.J.M. Rattu, B. S. Lampus. 2014. Hubungan Antara Umur, Jenis Kelamin dan
Status Gizi dengan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Di Bagian Produksi PT. Putra Karangetang
Popontolen Minahasa Selatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
Manado (Online) (http://fkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/jurnal-Handi-Chesnal.pdf,
diakses tanggal 10 Oktober 2019)
Salaamun Eka. 2015. Hubungan Kebugaran Jasmani dengan Kecerdasan Emosional. Universitas
Pendidikan Indonesia (Online)
(http://repository.upi.edu/21374/4/S_KOR_0801413_Chapter1.pdf, diakses tanggal 10
Oktober 2019)

Anda mungkin juga menyukai