PENDAHULUAN
1
pengecualian) mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan yang
memadai.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap
manusia kepada pekerjaan atau jabatannya.
Notoatmodjo menyatakan bahwa kesehatan kerja adalah
merupakan aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat
kerja (perusahaan, pabrik, kantor, dan sebagainya) dan yang menjadi
pasien dari kesehatan kerja ialah masyarakat pekerja dan masyarakat
sekitar perusahan tersebut. Ciri pokoknya adalah preventif
(pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan). Oleh
sebab itu, dalam kesehatan kerja pedomannya ialah: “penyakit dan
kecelakaan akibat kerja dapat dicegah”. Dari aspek ekonomi,
penyelenggaraan kesehatan kerja bagi suatu perusahaan adalah
sangat menguntungkan karena tujuan akhir dari kesehatan kerja ialah
meningkatkan produktifitas seoptimal mungkin
Berdasarkan defenisi tersebut diatas, kesehatan kerja
diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri dan masyarakat disekelilingnya agar
diperoleh produktifitas kerja yang optimal sejalan dengan
perlindungan tenaga kerja (Depkes RI, 1991).
Menurut International Labor Organization (ILO) salah satu
upaya dalam menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
tempat kerja adalah dengan penerapan peraturan perundangan antara
lain melalui:
a. Adanya ketentuan dan syarat-ayarat K3 yang selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi ( up to
date )
b. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan
kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku sejak tahap rekayasa.
c. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui
pemeriksaan-pemeriksaan langsung di tempat kerja.
ILO dan WHO (1995) menyatakan kesehatan kerja bertujuan
untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental
4
dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja disemua jenis
pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang
disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam
pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan dan
penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan
kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.
Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada
manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya.
Selanjutnya dinyatakan bahwa fokus utama kesehatan kerja, yaitu:
a. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas
kerja.
b. Perbaikan lingkungan kerja dan pekerjaan yang mendukung
keselamatan dan kesehatan.
c. Pengembangan organisasi kerja dan budaya kerja kearah yang
mendukung kesehatan dan keselamatan di tempat kerja juga
meningkatkan suasana sosial yang positif dan operasi yang
lancar serta meningkatkan produktivitas perusahaan.
Dalam Permenaker No.3 tahun 1982 disebutkan tugas pokok
kesehatan kerja antara lain:
a. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian pekerjaan
terhadap tenaga kerja.
b. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja.
c. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitasi.
d. Pembinaan danpengawasan perlengkapan kesehatan kerja.
e. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan
tempat kerja ,pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan
gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja.
f. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja
kepada pengurus.
g. Memberikan saran dan masukan kepada manajemen dan fungsi
terkait terhadap permasalahan yang berhubungan dengan aspek
kesehatan kerja.
5
2.1.2. Tujuan kesehatan kerja
Tujuan kesehatan kerja antara lain:
a. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja
masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya
baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.
b. Melindungi para pekerja dan orang lain di tempat kerja.
c. Menjamin agar setiap sumber produksi dapat dipakai secara
aman dan efisien.
d. Menjamin proses produksi berjalan lancer.
2.1.3. Kapasitas Kerja, Beban Kerja, dan Lingkungan Kerja
6
2.2. Model Kesehatan Kerja
1. Plan (Perencanaan)
Menetapkan sasaran dan proses yang diperlukan untuk mencapai hasil
sesuai dengan kebijakan K3 organisasi.
2. Do (Pelaksanaan)
Melaksanakan proses yang sudah dirancang.
3. Check (Pemeriksaan)
Memantau dan mengukur kegiatan proses terhadap kebijakan, sasaran,
peraturan perundang-undangan dan persyaratan K3 Iainnya serta
melaporkan hasilnya.
4. Act (Tindakan)
Mengambil tindakan untuk perbaikan kinerja K3 secara berkelanjutan.
Pada tahun 1990, silabus keperawatan kesehatan kerja
dikembangkan dengan menggunakan kerangka model ‘Hanasaari’,
Finlandia. Model ini dibuat untuk memungkinkan keluwesan praktik
keperawatan kesehatan kerja. Model ini disajikan dalam uraian berikut:
a. Konsep lingkungan total
Sistem lingkungan umjum yang mencapai aspek kesehatan
dan keselamatan di tamoilkan oleh lingkaran luar besar atau satu
konsep global. Didalam lingkaran luar tersebut, pengaruh yang
memberikan efek global, yang selanjutnya memberikan efek pada
kesehatan, mucul dalam bentuk faktor ekonomi, politik, sosial,
ekologi, dan organisasi.
b. Konsep manusia, kerja, dan kesehatan
Diwakili oleh segitiga manusia, kerja dan kesehatan, dan
berlangsung didalam lingkungan total, aspek- aspek lingkungan
total yang mempunyai efek nyata pada kesehatan ditempat kerja.
Sebagai contoh, kebijakan politik dan sosial akan memperluas atau
mempersempit pengembangan kesehatan kerja. Budaya dan strategi
organisasi dapat dipengaruhi segitiga manusia, pekerja, dan
kesehatan secara langsung dan lebih kuat.
c. Interaksi keperawatan kesehatan kerja
7
Perawatan kesehatan kerja, disajikan di tengah- tengah
model tersebut. Interaksi dipakai untuk menggambarkan bidang-
bidang yang dikenal oleh kelompok- kelompok sebagai peranan
perawat kesehatan kerja.
8
f. Teknologi dan metodologi kerja.
3. Penerapan penkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan
hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.
4. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut
bertanggung jawab atas keberhasilan usaha kesehatan kerja.
9
5. Awan atau kabut dan insecticida ataupun fungicida pada
penyemprotanerangga dan hama tanaman dapat menyebabkan
keracunan.
c. Golongan Penyakit Infeksi
Misalnya penyakit anthrax yang disebabkan bakteri Bacillus
anthracis padapenyamak kulit atau pengumpul wool. Penyakit-penyakit
infeksi pada karyawanyang bekerja dalam bidang mikrobiologi
ataupun dalam perawatan penderita penyakit menular.
d. Golongan Fisiologi
Penyakit yang disebabkan karena sikap badan yang
kurang baik; karenakonstruksi mesin yang tidak cocok, ataupun
karena tempat duduk yang tidaksesuai.
e. Golongan Mental-Psikologi
Penyakit yang timbul karena hubungan yang kurang
baik antara sesamakaryawan, antara karyawan dengan pimpinan,
karena pekerjaan yang tidak cocokdengan psikis karyawan, karena
pekerjaan yang membosankan ataupun karenaupah (imbalan) yang
terlalu sedikit sehingga tenaga pikirannya tidak dicurahkankepada
pekerjaannya melainkan kepada usahausaha pribadi untuk.
Menambahpenghasilannya.
10
Hazard biologi adalah potensi bahaya yang ditimbulkan dari
faktor makluk hidup. Biasanya hazard biologi ini berada di lingkungan-
lingkungan yang tidak bersih,kotor,dll.
Contoh dari hazard biologi adalah seperti cacing tambang,cacing
tambang dapat membuat kaki kita berlubang seperti dimakan oleh
cacing tersebut.Maka dari itu,dipertambangan diharapkan selalu
menggunakan APD sepatu safety agar sebagai pencegahan terhadap
hazard biologi.
b. Hazard Kimia
Hazard kimia adalah potensi bahaya yang disebabkan oleh sifat
dan karakteristik kimia yang dimiliki bahan tersebut. Hazard kimia ini
sangat berbahaya jika kita tidak menggetahuinya secara detail seperi apa
sifat dari bahan tersebut. Perlunya penanganan yang intensif terhadap
potensi bahaya ini.
Contoh dari hazard kimia adalah amoniak yang bercampur di
udara karena sifatnya yang berbahaya bagi tht pada manusia. Msds
adalah salah satu cara melakukan penanganan dini terhadap potensi
bahaya yang ditimbulkan oleh bahan kimia.
c. Hazard Fisik
Hazard fisik adalah potensi bahaya yang disebabka oleh faktor
fisik dari seseorang yang sedang melakukan pekerjaan. Hazard fisik erat
sekali hubungannya dengan manusia,kitasendiripun terkadang adalah
sumber masalah dari permasalahan yang terjadi. Managemen kegiatan
adalah salah satu cara untuk mengendalikan hazard yang muncul ini.
d. Hazard Ergonomi
Hazard ergonomi adalah potensi bahaya yang disebabkan terjadi
karena tidak efisiennya hubungan alat kerja dengan
manusianya,biasanya berhubungan dengan prilaku kerja manusia dengan
alatnya. Disini ini adalah yang menyebabkan juga munculnya penyakit
akibat kerja karena kesalahan-kesalahan dalam prilaku penggunaan alat
kerjanya.
e. Hazard Psikologi
11
Hazard psikologi adalah potensi bahaya yang disbabkan
terjadinya suatu konfik dalam lingkungan kerja tersebut.Konflik yang
terjadipun sudah terbagi menjadi langsung dan tidak langsung.Psikologi
ini juga merupakan hal penting karena dapat mempengaruhi juga
bagaimana orang tersebut bekerja,semakin banyak konflik maka
pekerjaan yang di kerjakan semakin tidak efisien dan malah banyak
menimbulkan masalah yang terjadi. Pengendaliannya biasaya
mengunakan managemen konflik dan ketetapan disiplin.
12
a. Safety helmet.
Alat ini memiliki fungsi dalam melindungi kepala dari resiko
terkena benda jatuh. Sehingga mengurangi potensi cedera atau bahkan
kematian.
b. Safety google atau kacamata pengaman.
Fungsinya untuk melindungi daerah mata, agar partikel kecil,
sinar yang menyilaukan, radiasi dan debu tidak mengganggu
penglihatan. Sebagai contoh saat proses pengelasan besi.
c. Face shield atau perisai muka.
Fungsinya sebagai perlindungan pada mata dan wajah. Sehingga
terhindar dari paparan bahan kimia yang bisa merusak mata dan wajah.
Alat ini bisa dipasang di helm atau memegangnya memakai tangan.
d. Safety belt atau sabuk keselamatan.
Bentuknya mirip ikat pinggang yang fungsinya sebagai
perlindungan dari bahaya terjatuh saat bekerja di ketinggian.
e. Full body hardness atau sabuk pengaman penuh.
Fungsi alat ini hampir serupa dengan safety belt, tapi alat
tersebut lebih aman. Hal ini karena memiliki kelebihan dengan tali
pengaman yang bisa melindungi seluruh tubuh. Jadi tidak hanya bagian
pinggang saja, sehingga sangat nyaman saat dikenakan ketika bekerja di
ketinggian lebih dari 2 meter.
Respirator dan masker.
Fungsinya sebagai penutup hidung, sehingga bisa membantu
penyaringan udara yang terhirup ketika sedang bekerja. Terutama di
kawasan yang kualitas udaranya sangat rendah, seperti beracun dan
berdebu.
f. Penutup dan pelindung telinga.
Alat ini fungsinya dalam melindungi telinga ketika bekerja di
daerah yang sangat bising. Sangat cocok dikenakan pada kawasan
dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dBA. Peralatan ini bisa
menekan intensitas udara yang memasuki telinga.
g. Sarung tangan.
13
Material sarung tangan sangat beragam, seperti karet, kulit dan
kain. Fungsinya sebagai pelindung tangan dari goresan benda tajam,
paparan benda dingin atau panas, bahan kimia dan aliran listrik.
Sehingga tangan tidak mudah mengalami cedera atau kerusakan
tertentu.
h. Rubber boot atau sepatu karet.
Fungsinya untuk alat pengaman kaki, ketika sedang bekerja di
kawasan yang becek atau berlumpur. Sekaligus melindungi kaki dari
bahaya aliran listrik, cairan kimia, benda panas, benda tajam dan lain
sebagainya.
i. Safety shoes atau sepatu keselamatan.
Berfungsi mirip sepatu karet, tapi sepatu ini dilapisi dengan
material metal dan sol karet yang kuat serta tebal. Pada ujung kaki
biasanya dilengkapi material anti hantaran listrik dan baja.
14
b. Delapan subsistem yang mempengaruhi komunitas (Betty
Neuman) :
1. Perumahan: Rumah yang dihuni oleh penduduk,
penerangan, sirkulasi dan kepadatan.
2. Pendidikan: Apakah ada sarana pendidikan yang dapat
digunakan untuk meningkatkan pengetahuan.
3. Keamanan dan keselamatan di lingkungan tempat tinggal:
Apakah tidak menimbulkan stress.
4. Politik dan kebijakan pemerintah terkait dengan kesehatan:
Apakah cukup menunjang sehingga memudahkan
komunitas mendapat pelayanan di berbagai bidang
termasuk kesehatan.
5. Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi
dini gangguan atau merawat atau memantau apabila
gangguan sudah terjadi.
6. System komunikasi: Sarana komunikasi apa saja yang dapat
dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk meningkatkan
pengetahuan terkait dengan gangguan nutrisi misalnya
televisi, radio, Koran atau leaflet yang diberikan kepada
komunitas.
7. Ekonomi: Tingkat sosial ekonomi komunitas secara
keseluruhan apakah sesuai dengan UMR (Upah Minimum
Regional), dibawah UMR atau diatas UMR sehingga upaya
pelayanan kesehatan yang diberikan dapat terjangkau,
misalnya anjuran untuk konsumsi jenis makanan sesuai
status ekonomi tersebut.
8. Rekreasi: Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka,
dan apakah biayanya terjangkau oleh komunitas. Rekreasi
ini hendaknya dapat digunakan komunitas untuk
mengurangi stress.
c. Status kesehatan komunitas
15
Status kesehatan komunitas dapat dilihat dari biostatistik dan
vital statistic, antara lain angka mortalitas, angka morbiditas,
IMR, MMR, serta cakupan imunisasi.
2.7.2. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data
yang dicari, maka kemudian dikelompokkan dan dianalisa seberapa
besar stressor yang mengancam masyarakat dan seberapa berat
reaksi yang timbul pada masyarakat tersebut. Berdasarkan hal
tersebut diatas dapat disusun diagnose keperawatan komunitas
dimana terdiri dari: Masalah kesehatan, Karakteristik populasi,
karakteristik lingkungan.
2.7.3. Intervensi Keperawatan
Tahap ketiga dari proses keperawatan merupakan tindakan
menetapkan apa yang harus dilakukan untuk membantu sasaran
dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Langkah
pertama dalam tahap perencanaan adalah menetapkan tujuan dan
sasaran kegiatan untuk mengatasi masalah yang telah ditetapkan
sesuai dengan diagnosis keperawatan. Dalam menentukan tahap
berikutnya yaitu rencana pelaksanaan kegiatan maka ada dua faktor
yang mempengaruhi dan dipertimbangkan dalam menyusun rencana
tersebut yaitu sifat masalah dan sumber/potensi masyarakat seperti
dana, sarana, tenaga yang tersedia.
2.7.4. Implementasi Keperawatan
Perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan yang telah
direncanakan.
Pada kegiatan praktik keperawatan komunitas berfokus pada tingkat
pencegahan, yaitu :
a. Pencegahan primer yaitu pencegahan sebelum sakit dan
difokuskan pada populasi sehat, mencakup pada kegiatan
kesehatan secara umum serta perlindungan khusus terhadap
penyakit, contoh: imunisasi, penyuluhan gizi, simulasi dan
bimbingan dini dalam kesehatan keluarga.
16
b. Pencegahan sekunder yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat
terjadinya perubahan derajat kesehatan masyarakat clan
ditemukan masalah kesehatan. Pencegahan sekunder ini
menekankan pada diagnosa dini dan tindakan untuk mnghambat
proses penyakit, Contoh: Mengkaji keter¬belakangan tumbuh
kembang anak, memotivasi keluarga untuk melakukan
penieriksaan kesehatan seperti mata, gigi, telinga, dll.
c. Pencegahan tertier yaitu kegiatan yang menekankan
pengembalian individu pada tingkat berfungsinya secara optimal
dari ketidakmampuan keluarga,.
2.7.5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan penilaian terhadap program yang telah
dilaksanakan dibandingkan dengan tujuan semula dan dijadikan
dasar untuk memodifikasi rencana berikutnya. Evaluasi proses dan
evaluasi hasil. Sedangkan fokus dari evaluasi pelaksanaan asuhan
keperawatan komunitas adalah :
a. Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan
target pelaksanaan.
b. Perkembangan atau kemajuan proses: kesesuaian dengan
perencanaan, peran staf atau pelaksana tindakan, fasilitas dan
jumlah peserta.
c. Efisiensi biaya. Bagaimanakah pencarian sumber dana dan
penggunaannya serta keuntungan program.
d. Efektifitas kerja. Apakah tujuan tercapai dan apakah klien atau
masyarakat puas terhadap tindakan yang dilaksanakan.
e. Dampak. Apakah status kesehatan meningkat setelah
dilaksanakan tindakan, apa perubahan yang terjadi dalam 6
bulan atau 1 tahun.
17
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus
Perawat B adalah perawat komunitas yang bertanggung jawab
program kesehatan kerja di wilayah kerja puskesmasnya. Setelah diberikan
izin, perawat B melakukan pengkajian pada home industry milik bapak C
yang bergerak di bidang mebel kayu jati. Perawat B ingin melihat potensial
hazard yang ada pada home industry milik bapak C. Home industry bapak C
memiliki 5 karyawan. Pekerjaan dari 5 karyawan ini terdiri dari memotong
kayu, melakukan amplas, melakukan varnish, melakukan cat pada body
mebel. Saat dilakukan pengkajian 5 karyawan bapak C semuanya aktif
merokok, Saat bekerja tidak ada yang memakai APD. Salah satu dari 5
orang karyawan mengeluhkan low back pain karena tidak ergonomic dalam
menjalankan pekerjaannya. Dari hasil observasi 5 karyawan tersebut, ada
riwayat batuk. Setelah ditanyakan lebih lanjut, batuk terasa saat pertama
mulai kerja di home industry milik bapak C. Menurut bapak C, belum ada
dari puskesmas yang memeriksa karyawan.
DO DS
0. Pekerjaan dari 5 karyawan ini 1. Home industry bapak C memiliki 5
terdiri dari memotong kayu, karyawan.
melakukan amplas, melakukan 2. Salah satu dari 5 orang karyawan
varnish, melakukan cat pada mengeluhkan low back pain karena
body mebel. tidak ergonomic dalam menjalankan
1. Saat dilakukan pengkajian 5 pekerjaannya.
karyawan bapak C semuanya 3. Setelah ditanyakan lebih lanjut, batuk
aktif merokok, Saat bekerja tidak terasa saat pertama mulai kerja di home
ada yang memakai APD. industry milik bapak C.
2. Dari hasil observasi 5 karyawan 4. Menurut bapak C, belum ada dari
tersebut, ada riwayat batuk. puskesmas yang memeriksa karyawan.
18
3.2 Pengkajian Keperawatan
1. Nama Perusahaan : (Tidak ada dalam kasus)
2. Jenis Produk yang dihasilkan : Produk Mebel Kayu Jati
3. Alamat : (Tidak ada dalam kasus)
4. Tanggal Pengkajian : (Tidak ada dalam kasus)
Home industry bapak C memiliki 5 karyawan. Pekerjaan dari 5
karyawan ini terdiri dari memotong kayu, melakukan amplas, melakukan
varnish, melakukan cat pada body mebel.
A. BEBAN KERJA
Berdasarkan kasus, tidak disebutkan dengan jelas mengenai
umur, jenis kelamin, lama waktu bekerja, lama waktu istirahat, dan
pengaturan waktu kerja.
Salah satu dari 5 orang karyawan mengeluhkan low back pain
karena tidak ergonomic dalam menjalankan pekerjaannya.
B. KAPASITAS KERJA
Berdasarkan kasus, tidak disebutkan pendidikan pekerja dan
pelatihan dalam bidang pekerjaan.
Dari hasil observasi 5 karyawan tersebut, ada riwayat batuk.
Setelah ditanyakan lebih lanjut, batuk terasa saat pertama mulai kerja di
home industry milik bapak C.
C. LINGKUNGAN KERJA
Berdasarkan kasus, tidak disebutkan lingkungan fisik dan
lingkungan psikologisnya.
Lima karyawan Bapak C semuanya aktif merokok. Saat bekerja,
karyawan di tempat kerja tersebut tidak ada yang memakai APD.
D. PELAYANAN KESEHATAN KERJA
Berdasarkan kasus, belum adanya pelayanan promotif dari
puskesmas yang memeriksa karyawan home industry bapak C.
Berdasarkan kasus, tidak terdapat pelayanan kuratif dan
pelayanan rehabilitative.
19
3.3 Analisa Data
Data Masalah
DS: Ketidakefektifan Pemeliharaan
- Salah satu dari 5 orang karyawan Kesehatan
mengeluhkan low back pain karena
tidak ergonomic dalam menjalankan
pekerjaannya.
DO: -
DS: Perilaku Kesehatan Beresiko
- Setelah ditanyakan lebih lanjut, batuk
terasa saat pertama mulai kerja di home
industry milik bapak C.
- Menurut bapak C, belum ada dari
puskesmas yang memeriksa karyawan.
DO:
- Saat dilakukan pengkajian 5 karyawan
bapak C semuanya aktif merokok,
- Saat bekerja tidak ada yang memakai
APD.
- Dari hasil observasi 5 karyawan
tersebut, ada riwayat batuk.
20
3.5 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Perencanaan
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Prevensi Primer: Pengetahuan, Pemeliharaan Kesehatan
Pemeliharaan keperawatan selama 1 bulan 1) Pendidikan kesehatan
Kesehatan diharapkan pemeliharaan a. Identifiksi factor Internal atau eksternal yang dapat
kesehatan membaik. meningkatkan atau mengurangi motivasi untuk
Dengan kriteria hasil: Memelihara Kesehatan
- Klien mengetahui perilaku b. Pertimbangkan riwayat individu dalam konteks
kesehatan terkait penyakit personal dan riwayat social budaya Karyawan yang
- Persepsi bahwa perilaku Bekerja
kesehatan tidak terlalu rumit c. Tentukan pengetahuan kesehatan dan gaya hidup
- Kepercayaan terhadap perilaku saat ini pada Karyawan yang Bekerja
kemampuan untuk d. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
melakukan perilaku menolak perilaku yang tidak sehat atau
kesehatan beresiko dari pada memberikan saran untuk
(NOC) menghindari atau mengubah perilaku.
e. Tekankan manfaat kesehatan positif yang langsung
atau manfaat jangka pendek yang bisa diterima oleh
perilaku gaya hidup positif daripada
21
menekankan pada manfaat jangka panjang atau efek
negative dari ketidakpatuhan.
2) Fasilitasi Belajar
a. Ciptakan lingkingan yang kondusif untuk belajar.
b. Gunakan bahasa yang umur digunakan.
c. Berikan informasi yang merangsang perubahan
perilaku pasien.
22
b. Identifikasi tingkat dukungan keluarga, dukungan
keuangan, dan sumber daya lain
c. Libatkan keluarga,orang terdekat, dan teman-teman
dalam perawatan dan perencanaan
23
yang menghindari risiko. teknologi lain untuk menyampaikan informasi.
b) Memonitor perilaku yang g. Gunakan strategi dan intervensi yang bervariasi dalam
berisiko. program edukasi.
c) Keseimbangan aktivitas h. Dampingi komunitas dalam mengklarifikasi kepercayaan
dan istirahat. dan nilai kesehatan.
d) Melakukan kebiasaan i. Follow-up untuk melihat perilaku adaptasi gaya hidup.
sehat yang rutin
e) Melakukan exercise rutin. 2. Prevensi Sekunder Health Screening
2. Prevensi Sekunder a. Tentukan target populasi untuk skrining kesehatan
NOC : Risk Detection b. Adakan pelayanan skrining kesehatan untuk
Setelah dilakukan tindakan meningkatkan kesadaran akan kesehatan
keperawatan selama 1 bulan c. Fasilitasi kemudahan akses pelayanan skrining kesehatan
diharapkan perilaku berisiko d. Pastikan prosedur informed consent untuk skirining
pekerja berkurang dengan e. Sediakan hasil skrining kesehatan
indikator: f. Lakukan pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital (tekanan
a) Mengenali tanda gejala darah, BB, TB, kadar kolesterol dan kadar gula, dll) untuk
yang menunjukkan risiko. karyawan
b) Partisipasi dalam skrining g. Pastikan kenyamanan klien semasa prosedur skrining
yang direkomendasikan. h. Lakukan follow-up dengan klien yang bermasalah
24
c) Memvalidasi sesuatu yang 3. Prevensi Tersier: Behavior Modification
berisiko. a. Tentukan kemauan klien untuk berubah (menyediakan
d) Memanfaatkan sumber P3K dan menggunakan APD)
daya untuk mencari b. Temani klien untuk mengidentifikasi kekuatannya dan
informasi tentang risiko beri reinforcement positif
pribadi. c. Bantu klien untuk untuk mengevaluasi kebiasaan klien
e) Memonitor perubahan d. Identifikasi kebiasaan yang harus dirubah
status. e. Identifikasi masalah klien yang berhubungan dengan
3. Prevensi Tersier kebiasaan
NOC : Adherence Behavior f. Identifikasi kebiasaan yang sederhana dan terukur
Setelah dilakukan tindakan misalnya kebiasaan untuk memakai masker, pelindung
keperawatan selama 1 bulan kaki yang sesuai dan lain-lain.
diharapkan perilaku berisiko g. Pertimbangkan mengenai kemudahan untuk
pekerja berkurang dengan meningkatkan atau menurunkan suatu kebiasaan
indikator: h. Dorong klien untuk mengingat perubahan kebiasaan yang
a) Mengajukan pertanyaan dilakukan
yang berhubungan dengan i. Tentukan apakah target perilaku yang yang diidentifikasi
kesehatan. butuh untuk ditingkatkan, diturunkan, atau dipelajari
b) Mencari informasi tentang j. Bentuk program untuk merubah kebiasaan yang tidak
25
kesehatan dari berbagai sehat
sumber yang bervariasi. k. Kolaborasi dengan pemberi pelayanan kesehatan dari
c) Menggunakan strategi bidang lain untuk proses modifikasi
untuk menghapus l. Dokumentasi proses modifikasi
kebiasaan yang tidak m. Follow up reinforcement jangka panjang
sehat.
d) Monitor diri sendiri
mengenai status
kesehatan.
e) Menggunakan fasilitas
kesehatan sesuai
kebutuhan.
26
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Notoatmodjo menyatakan bahwa kesehatan kerja adalah merupakan
aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat kerja (perusahaan,
pabrik, kantor, dan sebagainya) dan yang menjadi pasien dari kesehatan
kerja ialah masyarakat pekerja dan masyarakat sekitar perusahan tersebut.
Ciri pokoknya adalah preventif (pencegahan penyakit) dan promotif
(peningkatan kesehatan). Oleh sebab itu, dalam kesehatan kerja
pedomannya ialah: “penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah”.
Dari aspek ekonomi, penyelenggaraan kesehatan kerja bagi suatu
perusahaan adalah sangat menguntungkan karena tujuan akhir dari
kesehatan kerja ialah meningkatkan produktifitas seoptimal mungkin.
Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia
dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya.
4.2. Saran
Makalah ini bisa digunakan sebagai tambahan bahan untuk
menambah wawasan mengenai asuhan keperawatan komunitas khususnya
home industry diharapkan para pembaca dapat menyempurnakan makalah
ini lebih baik lagi.
27
DAFTAR PUSTAKA
28