Anda di halaman 1dari 15

PEMBAHASAN

A. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan
masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan
faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal ini Dosen,
Mahasiswa dan Karyawan). Bahaya pekerjaan (akibat kerja), Seperti halnya
masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau khronis (sementara atau
berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek
terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung.
Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena selain dapat
menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut
dapat timbul akibat pekerjaanya. Sasaran kesehatan kerja khususnya adalah para
pekerja dan peralatan kerja di lingkungan PSTKG. Melalui usaha kesehatan
pencegahan di lingkungan kerja masing-masing dapat dicegah adanya penyakit
akibat dampak pencemaran lingkungan maupun akibat aktivitas dan produk
PSTKG terhadap masyarakat konsumen baik di lingkungan PSTKG maupun
masyarakat luas.
Kesehatan kerja mempengaruhi manusia dalam hubunganya dengan
pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang
meliputi, antara lain: metode bekerja, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang
mungkin dapat menyebabkan kecelakaan, penyakit ataupun perubahan dari
kesehatan seseorang. Pada hakekatnya ilmu kesehatan kerja mempelajari
dinamika, akibat dan problematika yang ditimbulkan akibat hubungan interaktif.
Tiga komponen utama yang mempengaruhi seseorang bila bekerja yaitu:
1. Kapasitas kerja: Status kesehatan kerja, gizi kerja, dan lain-lain.
2. Beban kerja: fisik maupun mental.
3. Beban tambahan yang berasal dari lingkungan kerja antara lain:bising, panas,
debu, parasit, dan lain-lain.
Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu kesehatan
kerja yang optimal. Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian dapat menimbulkan

1
masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang
pada akhirnya akan menurunkan produktifitas kerja. Keselamatan dan kesehatan
kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan
dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur
dan sejahtera.
Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat
dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan
pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi
meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko
kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi
dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang
dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-
pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU
No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja
atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat
dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah
peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl
No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan
perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik

2
di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada
di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja
dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada
pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya
personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh
karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3
yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra
sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan
baik.
Menurut Interntional Labour Organization (ILO) dan World Health
Organization (WHO), Kesehatan kerja merupakan promosi dan pemeliharaan
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial pekerja pada jabatan apapun dengan sebaik-
baiknya (Harrington & Gill, 2005). Upaya kesehatan kerja ini ditujukan untuk
melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Upaya kesehatan kerja
dilakukan pada pekerja baik di sektor formal maupun informal.
Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada suatu perusahaan /
instansi, diperlukan adanya pemeriksaan kesehatan baik secara fisik maupun
mental yang nantinya hasil pemeriksaan kesehatan ini digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Dalam hal penyelenggaraan upaya kesehatan kerja ini pengelola tempat
kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan,
peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja. Pengusaha wajib
menjamin kesehatan pekerja serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan
kesehatan pekerja. Tidak pengelola atau pengusaha saja yang berperan dalam
penyelenggaraan kesehatan kerja ini namun juga pekerjanya. Pekerja wajib

3
menciptakan dan menjagaa kesehatan tempat kerja yang sehat dan menaati
peraturan yang berlaku di tempat kerja. (UU No 36 Tahun 2009).
Menurut International Labor Organization ( ILO) salah satu upaya dalam
menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja adalah
dengan penerapan peraturan perundangan antara lain melalui :
a. Adanya ketentuan dan syarat-ayarat K3 yang selalu mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi ( up to date )
b. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap
c. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-
pemeriksaan langsung di tempat kerja.
ILO dan WHO (1995) menyatakan kesehatan kerja bertujuan untuk
peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang
setinggi-tingginya bagi pekerja disemua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap
gangguankesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan;
perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang
merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.
Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan
setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya. Selanjutnya dinyatakan bahwa
fokus utama kesehatan kerja , yaitu:
1) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas kerja
2) Perbaikan lingkungan kerja dan pekerjaan yang mendukung keselamatan dan
kesehatan
3) Pengembangan organisasi kerja dan budaya kerja kearah yang mendukung
kesehatan dan keselamatan di tempat kerja juga meningkatkan suasana sosial
yang positif dan operasi yang lancar serta meningkatkan produktivitas
perusahaan.
Dalam Permenaker No.3 tahun 1982 disebutkan tugas pokok kesehatan
kerja antara lain:
1) Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja

4
2) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
3) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitasi
4) Pembinaan danpengawasan perlengkapan kesehatan kerja
5) Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja,
pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan
makanan ditempat kerja
6) Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada
pengurus
7) Memberikan saran dan masukan kepada manajemen dan fungsi terkait
terhadap permasalahan yang berhubungan dengan aspek kesehatan kerja.

B. Tujuan Kesehatan Kerja


1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di
semua lapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya, baik fisik,
mental maupun kesehatan sosial.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh tindakan/kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan olek faktor-faktor yang
membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

C. Kapasitas Kerja, Beban Kerja, Lingkungan Kerja


Kapasitas kerja,beban kerja, dan lingkungan kerja merupakan tiga
komponen utama dalam system kesehatan kerja. Dimana hubungan interaktif dan
serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang
baik dan optimal. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi
kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar pekerja dapat
melakukan pekerjaannya dengan baik.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja
terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan

5
seseorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi
lingkungan kerja yaitu keadaan lingkungan tempat kerja pada saat bekerja,
misalnya panas,debu,zat kimia dan lain-lain, dapat merupakan bebam tambahan
trhadap pekerja. Beban beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau
bersama sama menjadi gangguan atau penyakit akibat kerja.
Perhatian yang baik pada kesehatan kerja dan perlindungan risiko bahaya
di tempat kerja menjadikan pekerja dapat lebih nyaman dalam bekerja. Dalam
Undang-undang No. 36 tahun 2009 dinyatakan bahwa kesehatan kerja
diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh
produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan program perlindungan tenaga
kerja

D. Kebijakan Upaya Kesehatan Kerja (UKK)


Di Indonesia kebanyakan yang dilakukan dalam pelayanan upaya
kesehatan kerja di tempat pelayanan kerja yaitu :
 UKK dilaksanakan secara paripurna, berjenjang dan terpadu.
 Pelayanan kesehatan kerja merupakan kegiatan integral dari pelayanan
kesehatan pada kesehatan tingkat primer maupun rujukan.
 Pelayanan kesehatan kerja diperkuat dengan sistem informasi, surveilans
& standar pelayanan sesuai dengan peraturan undang-undang dan IPTEK.
 Peningkatan mutu pelayanan kesehatan kerja paripurna
 Promosi K3 dilaksanakan secara optimal
 Peningkatan koordinasi pelaksanaan UKK pada Tingkat Nasional,
Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan & Kelurahan/Desa.
 Memberdayakan Puskesmas sebagai jejaring pelayanan yang efektif
dibidang kesehatan kerja pada masyarakat pekerja utamanya di sektor
informal.
 Pengembangan wadah partisipatif kalangan pekerja informal (Pos UKK)
sebagai mitra kerja PKM dalam rangka membudayakan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3)

6
E. Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan menurut Permenakertrans No
Per/03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan tenaga kerja adalah usaha
kesehatan yang dilaksanakan dengan tujuan:
a. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik
maupun mental, terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja
b. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari
pekerjaan atau lingkungan kerja
c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik
tenaga kerja
d. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja
yang menderita sakit
Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan pelayanan kesehatan kerja.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja ini dapat: diselenggarakan sendiri
oleh pengurus, diselenggarakan oleh pengurus dengan mengadakan ikatan dengan
dokter atau pelayanan kesehatan lain, dan atau pengurus dari beberapa perusahaan
secara bersama-sama menyelenggarakan suatu pelayanan kesehatan kerja.
Pelayanan kesehatan kerja ini bertugas dalam:
 Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan
pemeriksaan khusus
 Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga
kerja
 Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
 Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitair
 Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja
 Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat
kerja
 Pertolongan pertama pada kecelakaan
 Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk petugas
pertolongan pertama pada kecelakaanMemberikan nasehat mengenai

7
perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri
yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan di tempat kerja
 Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja
 Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai
kelainan tertentu dalam kesehatannya
 Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada
pengurus
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja ini dipimpin dan dijalankan
oleh seorang dokter yang disetujui oleh Direktur. Dokter yang menjalankan
pelayanan kesehatan ini diberikan kebebasan profesional oleh pengurus. Selain itu
mereka juga bebas memasuki tempat-tempat kerja untuk melakukan pemeriksaan-
pemeriksaan dan mendapatkan keterangan-keterangan yang diperlukan dan jika
diperlukan, keterangan-keterangan tersebut wajib diberikan kepada pegawai
pengawas keselamatan dan kesehatan kerja (Per 03/Men/1982).

F. Pemeriksaan Kesehatan
Pada lingkungan kerja, pekerja dapat melakukan pemeriksaan kesehatan.
Pemeriksaan kesehatan ini dapat dilakukan sebelum kerja yaitu pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja diterima
untuk melakukan pekerjaan. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja ini terdiri dari
pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana
mungkin) dan laboratorium rutin, serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu.
Setelah pekerja terpilih, mereka berhak memperoleh pemeriksaan
kesehatan secara berkala maupun secara khusus. Pemeriksaan secara berkala
adalah pemeriksaan kesehatan pada watu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja
yang dilakukan oleh seorang dokter, pemeriksaan ini dimaksudkan untuk
mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerjasesudah berada dalam
pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari
pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha
pencegahan.

8
Jika pada pemeriksaan kesehatan secara berkala ini ditemukan kelainan-
kelainan atau gangguan-gangguan kesehatan pada tenaga kerja maka pengurus
wajib mengadakan tindak lanjut untuk memperbaiki kelainan-kelainan tersebut
dan sebab-sebabnya untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan kesehatan
kerja. Untuk menunjang agar pemeriksaan kesehatan berkala ini mencapai sasaran
yang luas, maka pengurus dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan diluar
perusahaan.
Sedangkan yang dimaksud dengan pemeriksaan kesehatan khusus adalah
pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter secara khusus terhadap tenaga
kerja tertentu. Pemeriksaan kesehatan ini dimaksudkan untuk menilai adanya
pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-
golongan tenaga kerja tertentu. Akan tetapi, pemeriksaan kesehatan khusus ini
dapat dilakukan pula terhadap:
 Tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang
memerlukan perawatan lebih dari 2 (dua minggu)
 Tenaga kerja yang berusia diatas 40 (empat puluh) tahun atau tenaga kerja
wanita dan tenaga kerja cacat, serta tenaga kerja muda yang melakukan
pekerjaan tertentu.
 Tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguan-
gangguan kesehatannya perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai
dengan kebutuhan.
Pemeriksaan kesehatan khusus dapat juga diadakan bila terdapat keluhan-
keluhan diantara tenaga kerja, atau atas pengamat pegawai pengawas keselamatan
dan kesehatan kerja, atau atas penilaian Pusat Bina Hyperkes dan keselamatan dan
balai-balainya atau atas pendapat umum di masyarakat. Dokter yang melakukan
pemeriksaan-pemeriksaan kesehatan ini adalah dokter yang ditunjuk oleh
pengusaha dan telah memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Transmigrasi dan Koperasi Nomor Per 10/Men/1976 dan syarat-syarat lain
yang dibenarkan oleh Direktur Jenderal pembinaan Hubungan Perburuhan dan
Perlindungan Tenaga Kerja (Per 02/Men/1980).

9
G. Penyakit Akibat Kerja
Menurut Per 01/Men/1981 yang dimaksud Penyakit akibat kerja adalah
setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit
akibat kerja dapat ditemukan atau didiagnosis sewaktu dilaksanakan pemeriksaan
kesehatan kerja. Diagnosis penyakit akibat kerja ditegakkan melalui serangkaian
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan kondisi pekerja serta lingkungannya untuk
membuktikan adanya hubungan sebab akibat antara penyakit dan pekerjaannya.
Setelah ditegakkan diagnosis penyakit akibat kerja oleh dokter pemeriksa maka
dokter wajib membuat laporan medik yang bersifat rahasia (Kep 333/Men/1989).
Agar penyakit akibat kerja tidak terulang kembali diderita oleh tenaga
kerja yang berada dibawah pimpinannya, maka pengurus wajib dengan segara
melakukan tindakan-tindakan preventif. Dalam hal ini pengurus wajib
menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan
penggunaanya oleh tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya (Per
01/Men/1981).

H. Strategi Upaya Kesehatan Kerja


1. Pembinaan Program
2. Pembinaan Institusi
3. Peningkatan Profesionalisme.
1) Pembinaan Program
 Perluasan jangkauan pelayanan ke seluruh lapisan masyarakat pekerja
formal & informal melalui sistem yankes yang sudah berjalan &
potensi pranata sosial yang sudah ada.
 Peningkatan mutu pelayanan dengan standardisasi, akreditasi & SIM
(Sistem Informasi Manajemen)
 Promosi K3 dilaksanakan dengan pendekatan Advokasi, Bina
Suasana, dan Pemberdayaan & Pembudayaan K3 dikalangan dunia
usaha & keluarganya serta masyarakat sekelilingnya.
 Pengembangan program Upaya Kesehatan Kerja melalui
Kabupaten/Kota Sehat

10
2) Pembinaan Institusi
 Pengembangan jaringan yankesja yg meliputi Pos UKK, Klinik
Perusahaan, Puskesmas, BKKM (Balai Kesehatan Kerja
Masyarakat) & Rumah Sakit
 Pengembangan jaringan kerjasama & penunjang yankesja, baik
lintas program maupun lintas sektor
 Pelembagaan K3 di tempat kerja yang merupakan wahana utama
penerapan program K3
 Memperjelas peran manajemen & serikat pekerja dalam program K3.
3) Peningkatan Profesionalisme
 Penambahan tenaga ahli K3 di tingkat Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/Kota.
 Peningkatan Kemampuan & Keterampilan K3 petugas kesehatan
melalui Diklat.
 Pengembangan profesionalisme K3 bekerjasama dengan ikatan
profesi terkait.

I. Pelayanan Kesehatan Kerja


Pelayanan kesehatan kerja adalah pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan di tempat kerja dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap tenaga kerja yang
berdampak positif bagi peningkatan produktifitas kerja.
Syarat pengadaan pelayanan kesehatan kerja, didasarkan pada :
 UU NO.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
 Kepmenkes No. 920 tahun 1986 tentang upaya pelayanan swasta di bidang
medik.
 Permenakertrans RI No.03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan kerja
dimana Pelayanan Kesehatan kerjadiadakan tergantung pada jumlah
tenaga kerja & tingkat bahayanya.

11
J. Jenis-Jenis Pemeriksaan Kesehatan Kerja
Untuk dapat mencapai tujuan kesehatan kerja, pemeriksaan kesehatan
pekerja merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk diterapkan.
Pemeriksaan tersebut meliputi :
1. Pemeriksaan Kesehatan Awal
Fungsi dari pemeriksaan kesehatan awal dari seorang karyawan tentunya
adalah menilai kelayakan seseorang karyawan sebelum diterima menjadi
pekerja. Dari pemeriksaan awal juga akan mendeteksi hal-hal apa saja yang
berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan sehingga bila suatu nanti
diperlukan akan dapat dipergunakan. Sebaiknya pemeriksaan awal dilakukan
untuk seluruh calon karyawan karena dikhawatirkan bila tidak dilakukan
menyeluruh akan menimbulkan impact yang luar biasa dikemudian hari
terutama terhadap masalah kesehatan (Biaya kesehatan).
Pemeriksaan awal itu diperuntukkan bagi semua karyawan yg masuk ke
dalam perusahaan. permeriksaan berkala itu MCU rutin, biasanya 1x/thn atau
2 thn 1 x. sedangkan pemeriksaan khusus itu lebih bergantung pada
jenis/potensi bahaya yang ada dari pekerjaan terkait, jadi seberapa sering
dilakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan apa saja yg sebaiknya
dilakukan itu bergantung pada jenis bahaya yang ada dari pekerjaan itu sendiri.
Untuk jenisnya apa rasanya bisa didiskusikan dengan provider MCUnya atau
dengan dokter perusahaan. Inti dari pemeriksaan kesehatan ini adalah melihat
ada/tidaknya PAK, jadi sebaiknya pemeriksaan ini diberikan kepada semua
karyawan.
2. Pemeriksaan Kesehatan Berkala
Pemeriksaan kesehatan berkala merupakan mata rantai dalam usaha
peningkatan derajat kesehatan yang optimal. Banyak manfaat dapat diperoleh
dari pemeriksaan berkala ini. Disamping Untuk mengetahui kondisi kesehatan
secara berkala. Sarana ini dapat digunakan untuk deteksi dini penyakit-
penyakit keganasan, kardiovaskuler & degeneratif serta untuk memantau
perkembangan penyakit kronis.

12
Pemeriksaan kesehatan berkala dilakukan setahun sekali atau setahun 2
kali. Ini penting sekali untuk mengetahui keadaan kesehatan karyawan dan
mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh pekerjaan untuk selanjutnya
dilakukan pengobatan dan penyembuhan bagi karyawan dan perbaikan apabila
ternyata tempat kerja menimbulkan permasalahan kesehatan.
Pemeriksaaan berkala dilakukan dengan selang waktu yang teratur
setelah pemeriksaaan awal sebelum penempatan, Pada check rutin, tidak selalu
dilakukan pemeriksaan medis lengkap, terutama bila tanda-tanda sakit jelas.
Prosedur pemeriksaan kesehatan berkala yaitu:
a. Cakupan dan keberkalaan pemeriksaan kesehatan tersebut hendaknya
didasarkan pada sifat dan luasnya risiko yang terlibat. Pemeriksaan
hendaknya difokuskan pada organ sistem tubuh yang paling mungkin
terpengaruhi bahan-bahan berbahaya di tempat kerja tersebut. Contoh:
audiometri adalah uji yang sangat penting untuk mereka yang bekerja pada
lingkungan yang bising.
b. Untuk setiap bahan berbahaya, periode antara paparan dan timbulnya
gangguan kesehatan merupakan faktor utama dalam menentukan frekuensi
pemeriksaan. Untuk bahan-bahan semacam itu, frekuensi hendaknya
ditentukan berdasarkan:
1) Riwayat alamiah penyakit meliputi kecepatan timbul atau dapat
terdeteksinya (dengan pemeriksaan penyaring) perubahan biokimia,
perilaku morfologis,dll.
2) Tingkat paparan terhadap bahan berbahaya tersebut dan terhadap bahan-
bahan lain yang berinteraksi.
3) Antisipasi kerentanan populasi dan individu terpapar (WHO,1995) untuk
meningkatkan produktivitas kerja.
3. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan khusus ini pemeriksaannya bersifat spesifik berdasarkan
jenis potensi bahaya di tempat kerja. Yang dimaksud parameter khusus itu
adalah :
a. Feces culture setiap 6 bulan sekali untuk penjamah makanan/minuman

13
b. Audiometri setiap 1 tahun sekali untuk karyawan terpapar bising
c. Spirometri setiap 1 tahun sekali untuk karyawan terpapar chemical/dust
d. Spesialis mata setiap 1 tahun sekali untuk karyawan driver.
Bahkan pemeriksaan untuk liver function ( SGOT & SGPT ) dimasukkan
dalam pemeriksaan khusus untuk karyawan terpapar chemical/dust. Hal ini
untuk melihat apakah hal ini ada korelasi dengan paparan chemical/dust
tersebut.

14
DAFTAR PUSTAKA

Harington. 2005. Buku saku Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC


Suma’mur. 1990 Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta: CV Haji
Masagung
Buqhari. 2007 Manajement Kesehatan Kerja & Alat Pelindung Diri. USU
REPOSITORI.
Blog Dorin Mutoif, Jurusan Kesling Poltekkes Yogyakarta.Perundang-undangan
keselamatan dan kesehatan kerja.

15

Anda mungkin juga menyukai