Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PRAKTIKUM

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

STRES KERJA

Disusun Oleh :

Tiara Reza Mayana (G41191089)

Nanda Purnagiri Agatha (G41191093)

Yemima Septa Claudia Simamora (G41191164)

Nada Aprilika Putri Wahyudi (G41191412)

Hikmah Amaliyah (G41191609)

Kelompok 10/ Golongan 5B

Dosen Pengampu :

Gandu Eko Julianto Suyoso, S.Ked., M.KKK

PROGRAM STUDI MANAJEMEN INFORMASI KESEHATAN

JURUSAN KESEHATAN

POLITEKNIK NEGERI JEMBER

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam senantiasa kita sanjungkan
kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga
kini. Dan semoga kita termasuk dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.

Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga selesainya makalah ini. Harapan
kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah satu rujukan
maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan serta pengalaman, sehingga
nantinya saya dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Kami sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan, baik dari
aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan. Semua ini murni
didasari oleh keterbatasan yang dimiliki kami. Oleh sebab itu, kami membutuhkan kritik dan
saran kepada segenap pembaca yang bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas
di kemudian hari.

Indonesia, Desember 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 3
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................ 4
BAB II. PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 7
2.1 Definisi Stress Kerja ................................................................................................................... 7
2.2 Jenis – jenis Stress Kerja ............................................................................................................ 8
2.3 Definisi Dari Stressor ................................................................................................................ 10
2.4 Macam Macam Stres Kerja Di Unit Rekam Medis ............................................................... 12
2.5 Macam Macam Stressor Di Unit Rekam Medis ..................................................................... 12
2.6 Saran Rekomendasi Mengatasi Stres Kerja Dan Stressor Di Unit Rekam Medis .............. 12
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................. 14
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 15
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stres adalah kondisi fisik dan psikologis yang disebabkan karena adaptasi seseorang
pada lingkungan. Stres kerja didefinisikan sebagai respon emosional dan fisik yang
bersifat mengganggu, merugikan dan terjadi pada saat tuntutan tidak sesuai dengan
kapabilitas, sumber daya atau keinginan (Kasmarani, 2012). Stres kerja yang tidak
ditanggulangi dapat menimbulkan kerugian, baik bagi pekerja maupun bagi pengguna
layanan.

Stres kerja merupakan suatu tanggapan atau respon adaftif, suatu konsekuensi dari
setiap kegiatan, (lingkungan), situasi, atau kejadian eksternal yang membebani tuntutan
psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang. Stres kerja merupakan
konsekuensi dari peristiwa di tempat kerja yang menuntut keterlibatan fisik dan psikis
karyawan secara berlebihan (Triatna, 2015).
Pengaruh stres terhadap daya tahan tubuh ditentukan oleh jenis, lamanya, dan
frekuensi stres yang dialami seseorang. Stres yang berjalan sangat lama membuat letih dan
akhirnya melemahkan daya tahan itu sendiri. Stres kerja yang berlangsung secara terus
menerus dapat menyebabkan perubahan emosional dan perilaku seperti mudah
tersinggung dan sulit berkonsentrasi, sehingga dapat menurunkan motivasi kerja seseorang
dan berakibat pada penurunan kualitas kerja (Rosita, 2015). Stres kerja dapat dialami oleh
semua orang tanpa terkecuali petugas rekam medis di rumah sakit.

Rumah sakit memiliki sistem kerja dan kegiatan yang sangat kompleks untuk tetap
memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi pasien. Keberlangsungan pelayanan
tersebut didukung oleh berbagai sumber daya salah satunya yaitu pegawai rekam medis.
Rekam medis merupakan instalasi yang menjadi bagian penting dalam berlangsungnya
sistem pelayanan di unit kerja rekam medis. Tuntutan tugas yang tinggi, jumlah pekerjaan
yang semakin lama semakin bertambah serta jenis pekerjaan yang cenderung monoton
mampu memicu stres di tempat kerja (Kreitner dan Kinicki, 2014).
Penyelenggaraan manajemen unit kerja rekam medis, bukan hanya sekedar sistem
pendaftaran dan registrasi saja tetapi merupakan suatu kegiatan yang kompleks memuat
riwayat sejak pertama kali pasien datang diberi pelayanan kesehatan sampai pasien
dinyatakan pulang. Sistem kerja petugas rekam medis dimulai saat diterimanya pasien di
rumah sakit, selanjutnya kegiatan pencatatan data medis pasien atau mengidentifikasi
pasien dan mendapatkan pelayanan medis. Kemudian melakukan pengolahan data pasien
sampai akhirnya menyimpan berkas- berkas pasien tersebut.
Rekam medis sebagai dasar dan petunjuk dalam merencanakan dan menganalisis
penyakit serta pengobatan, tindakan medis yang harus diberikan kepada pasien, dan
menentukan besarnya pembayaran yang dibebankan kepada pasien. Penempatan petugas
sesuai dengan kompetensi dan ketrampilan petugas, beban kerja, dan jam kerja sangat
mempengaruhi stres kerja petugas. Pekerja shift malam 28% memiliki resiko lebih tinggi
mengalami cedera atau kecelakaan, selain itu shift kerja malam dapat mengurangi
kemampuan kerja, meningkatnya kesalahan dan kecelakaan, menghambat hubungan
sosial, dan akan menyebabkan petugas mengalami gangguan tidur (Mauritz, 2008).
Tuntutan pekerjaan yang harus dipenuhi secara cepat oleh petugas sangat berpengaruh
terhadap stress kerja. Untuk dapat mengetahui secara pasti, faktor apa saja yang dapat
menyebabkan terjadinya stress sangatlah sulit, oleh karena sangat tergantung dengan sifat
dan kepribadian seseorang. Suatu keadaan yang dapat menimbulkan stres pada seseorang
tetapi belum tentu akan menimbulkan hal yang sama terhadap orang lain. Menurut Patton
dalam Tarwaka (2010:377) menjelaskan bahwa perbedaan reaksi antara individu tersebut
sering disebabkan karena faktor psikologis dan sosial yang dapat merubah dampak stresor
bagi individu. Faktor-faktor tersebut antara lain, (1) kondisi individu (umur, jenis kelamin,
tempramental, genetik, intelegensia, pendidikan, kebudayaan); (2) Ciri kepribadian,
seperti: introvert atau ekstrovert, tingkat emosional, kepasrahan, kepercayaan diri; (3)
sosial-kognitif, seperti: dukungan sosial, hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya;
dan (4) strategi untuk menghadapi setiap stres yang muncul. Menurut Anoraga dalam
Prihartini (2008:29), gejala stres dapat berupa, (1) menjadi mudah marah dan tersinggung;
(2) bertindak secara agresif dan defensive; (3) merasa selalu lelah; (4) sukar berkonsentrasi
dan pelupa; (5) jantung berdebar-debar; (6) otot tegang, nyeri sendi; dan (7) sakit kepala,
perut dan diare.
Profesi bidang kesehatan dan pekerja sosial menempati urutan pertama yang paling
banyak mengalami stres, yaitu sekitar 43%. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
(2011) mengungkapkan sebanyak 50,9% perawat Indonesia yang bekerja mengalami stres
kerja, sering merasa pusing, lelah, kurang ramah, kurang istirahat akibat beban kerja terlalu
tinggi serta penghasilan yang tidak memadai (Pongoh, 2013). Jika hal ini dibiarkan
tentunya akan menimbulkan dampak yang lebih buruk. Stres kerja dapat berdampak buruk
pada kondisi kejiwaan apabila tidak dilakukan penanggulangan.
Efektivitas kerja dapat pula menjadi terganggu, karena pada umumnya apabila
seseorang mengalami stres, maka akan terjadi gangguan baik itu pada psikologisnya
maupun keadaan fisiologis (Kasmarani, 2012). Stres dapat menimbulkan dampak yang
merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai pada dideritanya suatu penyakit dari
gangguan fisik maupun emosi.

1.2 Tujuan

1. Untuk menganalisis definisi dari stres kerja


2. Untuk megetahui jenis – jenis stress kerja
3. Untuk menganalisis definisi dari stressor
4. Untuk menganalisis macam macam stres kerja di Unit Rekam Medis
5. Untuk menganalisis macam macam stressor di Unit Rekam Medis
6. Untuk menganalisis saran rekomendasi mengatasi stres kerja dan stressor di Unit
Rekam Medis
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Stress Kerja


Stres sebagai akibat ketidakseimbangan antara tuntutan dan sumber daya yang
dimiliki individu, semakin tinggi kesenjangan terjadi semakin tinggi juga stress yang
dialami individu, dan akan mengancam.

Handoko (2001:200) mengungkapkan stres adalah suatu kondisi ketegangan yang


mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu berlebihan
dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Stres didasarkan
pada asumsi bahwa yang disimpulkan dari gejala-gejala dan tanda – tanda faal, perilaku,
psikologikal dan somatik, adalah hasil dari tidak/kurang adanya kecocokan antara orang
(dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) dan lingkungannya, yang
mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagai tuntutan terhadap
dirinya secara efektif, (Fincham & Rhodes dalam Munandar, 2001: 374).

Stres kerja juga bisa diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan
reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Lingkungan pekerjaan
berpotensi sebagai stressor kerja. Stresor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang
dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stress kerja
(Waluyo, 2009: 161).

Stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi
pekerjaan (Mangkunegara, 2013: 155). Pendapat ini didukung oleh Beehr dan Newman
(dalam Luthans, 2006: 441) yang mendefinisikan mengenai stres kerja sebagai kondisi
yang muncul dari interaksi manusia dengan pekerjaannya serta dikarakteristikkan oleh
manusia sebagai perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari
fungsi normal mereka. Bisa dikatakan bahwa stress kerja adalah umpan balik atas atas diri
karyawan secara fisiologis maupun psikologis terhadap keinginan atau permintaan
organisasi.

Stres kerja merupakan faktor-faktor yang dapat memberi tekanan terhadap


produktivitas dan lingkungan kerja serta dapat mengganggu individu. Luthan (2006: 441)
menjelaskan perbedaan antara stress dan kecemasan:
a. Stres bukan masalah kecemasan, yang artinya bahwa, kecemasan terjadi dalam
lingkup emosional dan psikologis, sementara stress terjadi dalam lingkup emosional,
psikologis, dan juga fisik. Stres dapat disertai dengan kecemasan, tetapi keduanya tidak
sama.
b. Stres bukan hanya ketegangan saraf: ketegangan saraf mungkin dihasilkan oleh
stress, tetapi keduanya tidak sama. Orang yang pingsan menunjukkan stress, dan
beberapa orang mengendalikannya serta tidak menunjukkannya melalui ketegangan
saraf.
c. Stres bukan sesuatu yang selalu merusak, buruk atau dihindari. Eustres tidak
merusak atau buruk, tetapi merupakan sesuatu yang perlu dicari, bukannya dihindari.
Stres tidak dapat dielakkan, kuncinya adalah bagaimana kita menangani stress.

Stres adalah aspek umum pengalaman pekerjaan, yang paling sering terungkap
sebagai ketidakpuasan kerja, tetapi juga terungkap dalam dalam keadaan afektif yang kuat:
kemarahan, frustrasi, permusuhan, dan kejengkelan. Respon yang lebih pasif juga umum,
misalnya kejenuhan dan rasa bosan (tedium), kelelahan jiwa (burnout), kepenatan
(fatigue), tidak berdaya, tidak ada harapan, kurang gairah, dan suasana jiwa depresi
(Kaswan, 2015: 247). Pemimpin kemungkinan tidak memperhatikan ketika karyawan
mengalami stress dengan tingkat stress yang rendah sampai menengah.

Alasannya adalah stress dengan tingkat seperti itu bias bersifat fungsional dan
membawa kinerja karyawan yang lebih tinggi. Akan tetapi tingkat stress yang tinggi,
bahkan tingkat stress yang rendah tetapi berlangsung lama, dapat menurunkan kinerja
karyawan, sehingga perlu tindakan dari manajemen. Meskipun jumlah stress yang terbatas
bisa bermanfaat bagi kinerja karyawan, tetapi jangan berharap seperti itu. Tingkat stress
yang rendah dipersepsi karyawan sebagai sesuatu yang tidak dikehendaki.

2.2 Jenis – jenis Stress Kerja


Para peneliti berpendapat bahwa stress tantangan, atau stress yang menyertai
tantangan di lingkungan kerja, beroperasi berbeda dari stress hambatan, atau stress yang
menghalangi dalam mencapai tujuan. Terkadang memang dalam satu organisasi sengaja
diciptakan adanya suatu tantangan, yang tujuannya membuat karyawan lebih termotivasi
untuk segera menyelesaikan pekerjaannya. Dengan cara memberikan waktu yang terbatas.
Berney dan Selye (Dewi, 2012:107) mengungkapkan ada empat jenis stres:

a. Eustres (good stres)


Merupakan stress yang menimbulkan stimulus dan kegairahan, sehingga memiliki
efek yang bermanfaat bagi individu yang mengalaminya. Contohnya Seperti:
tantangan yang muncul dari tanggung jawab yang meningkat, tekanan waktu, dan tugas
berkualitas tinggi.
b. Distress
Merupakan stres yang memunculkan efek yang membahayakan bagi individu
yang mengalaminya seperti: tuntutan yang tidak menyenangkan atau berlebihan yang
menguras energi individu sehingga membuatnya menjadi lebih mudah jatuh sakit.
c. Hyperstress
Yaitu stress yang berdampak luar biasa bagi yang mengalaminya. Meskipun dapat
bersifat positif atau negatif tetapi stress ini tetapsaja membuat individu terbatasi
kemampuan adaptasinya. Contoh adalah stres akibat serangan teroris.
d. Hypostress
Merupakan stress yang muncul karena kurangnya stimulasi. Contohnya, stres
karena bosan atau karena pekerjaan yang rutin.

Selye (dalam Davidson dkk, 2010:274) mengidentifikasikan tiga tahap respon


sistemik tubuh terhadap kondisi-kondisi penuh stres yang diistilahkan (general adaptation
syndrome – GAS):

a. Pada fase pertama, yaitu reaksi alarm (alarm reaction), sistem syaraf otonom
diaktifkan oleh stres
b. Pada fase kedua, resistensi (resistance), organisme beradaptasi dengan stres
melalui berbagai mekanisme coping yang dimiliki.
c. Jika respon menetap atau organisme tidak mampu merespon secara efektif,
terjadi fase ketiga, yaitu suatu tahap kelelahan (exhaustion) yang amat sangat,dan
organism mati atau menderita kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.

Quick dan Quick (dalam Waluyo, 2009: 161) mengkategorikan jenis stress menjadi
dua, yaitu:

a. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stress yang bersifat sehat, positif, dan
konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan
juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan
adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
b. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stress yang bersifat tidak sehat,
negative, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi
individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat
ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit,
penurunan, dan kematian.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan ada beberapa jenis-jenis stres antara lain
eustres, distres, hyperstres, hypostres.Serta tahapan tubuh terhadap kondisi-kondisi stress
yaitu fase pertama reaksi alarm, fase kedua resistensi, dan fase ketiga kelelahan.

2.3 Definisi Dari Stressor


Stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya
respon stres. Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik,
psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, dirumah, dalam kehidupan
sosial, dan lingkungan luar lainnya. Istilah stressor diperkenalkan pertama kali oleh Selye
(dalam Rice, 2002).

Menurut Lazarus Dan Folkman (1986) stressor dapat berwujud atau berbentuk fisik
(seperti polusi udara) dan dapat juga berkaitan dengan lingkungan sosial (seperti interaksi
sosial). Pikiran dan perasaan individu sendiri yang dianggap sebagai suatu ancaman baik
yang nyata maupun imajinasi dapat juga menjadi stressor.

Menurut Hidayat (2004), ditinjau dari penyebabnya, maka stres dapat dibagi menjadi
tujuh macam, yaitu:

a. Stres fisik Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperature yang
b. tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau tegangan arus
listrik.
c. Stres kimiawi Stres ini karenakan karena zat – zat kimia seperti adanya obat –obatan,
zat beracun asam basa, faktor hormone atau gasdan prisipnya karena pengaruh senyawa
kimia.
d. Stres mikrobiologik Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri
atau parasit.
e. Stres fisiologik Stres yang disebabkan karena gangguan fingsi organ tubuh diantaranya
gangguan diri struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain – lain.
f. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan Stres yang disebabkan karena proses
pertumbuhan dan perkembangan seperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut
usia.
g. Stres psikis atau emosional Stres yang disebabkan karena gangguan situasi psikologik
atau ketidakmampuan kondisi psikologis atau penyesuaian diri seperti hubungan
interpersional, social budaya atau faktor keagamaan

Menurut NIOSH (2007), hampir kebanyakan orang setuju bahwa stres kerja berasal dari
tindakan pekerja dan kondisi di tempat kerja. Berikut ini adalah klasifikasi dari stressor :

a. Faktor individu

Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap hubungan pribadi
dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Karakteristik kepribadian, yang dapat
membuat stres termasuk masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik
kepribadian yang sudah melekat.

b. Faktor Extra-Organizational

Ketidakpastian ekonomi disebabkan oleh perubahan siklus bisnis, sehingga dapat


menimbulkan rasa khawatir karyawan terhadap pekerjaannya. Perubahan teknologi, karena
inovasi dapat membuat keterampilan karyawan dan pengalamannya menjadi usang dalam
waktu yang sangat singkat.

c. Faktor organisasi

Tuntutan tugas adalah faktor yang berhubungan dengan pekerjaan karyawan, termasuk desain
sebuah pekerjaan seseorang (otonomi, berbagai tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja, dan
tata letak pekerjaan fisik. Tuntutan peran, menurut Robbin (2012) tuntutan peran didefinisikan
sebagai seperangkat pola perilaku yang diharapkan sebagai atribut seseorang yang menduduki
suatu posisi yang diberikan pada suatu unit sosial. Tuntutan pribadi adalah tekanan yang
diciptakan oleh karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan
interpersonal yang buruk dapat menyebabkan stress yang cukup, terutama di kalangan
karyawan dengan kebutuhan sosial yang tinggi. Struktur organisasi dapat meningkatkan stres.
Aturan yang berlebihan dan kurangnya kesempatan karyawan untuk berpartisipasi dalam
keputusan. Struktur organisai berpotensi menimbulkan stres apabila diberlakukan secara kaku,
pihak manajemen kurang memperdulikan inisiatif pegawai, tidak melibatkan pegawai dalam
proses pengambilan keputusan dan tidak adanya dukungan bagi kreatifitas pegawai.
Kepemimpinan organisasional mewakili gaya pengawasan dari manajer organisasi.

2.4 Macam Macam Stres Kerja Di Unit Rekam Medis


1. Pada tempat kerja : kondisi lingkungan kerja fisik berupa suhu yang terlalu panas,
terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya dan semacamnya. Ruangan yang terlalu
panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya,
begitu juga ruangan yang terlalu dingin
2. lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan keinginan karyawan
3. Pegawai yang sulit dalam menyatukan atau mengombinasikan pegawai satu dengan
yang lainnya di tempat kerja
4. Pegawai yang bekerja secara intensif
5. Kurangnya istirahat pada petugas karena petugas diminta untuk bekerja cepat
6. Tidak adanya konsultasi yang efektif bagi pegawai dapat mempengaruhi tingkat stres
pegawai
7. hubungan yang tidak serasi antara karyawan yang bersangkutan dengan teman sejawat
(sesama pekerja) maupun karyawan dengan atasan

2.5 Macam Macam Stressor Di Unit Rekam Medis


1. Stressor tantangan (challenge stressor) yaitu : 1) tuntutan waktu, 2). beban kerja, 3).
tanggung jawab
2. Stressor rintangan yaitu : 1). penghalang politik, 2). ambiguitas peran, 3). konflik
peran, 4). hubungan antar personal dan, 5). ketidaknyamanan kerja
3. Stressor pekerjaan yaitu : ambiguitas peran (role ambiguity), konflik peran (role
conflict) , beban kerja berlebih (work overload), dan tanggung jawab (responsibility)

2.6 Saran Rekomendasi Mengatasi Stres Kerja Dan Stressor Di Unit Rekam Medis
1. Pihak rumah sakit dapat menentukan kebijakan terkait petugas / sumber daya manusia
(SDM), khusunya di bagian pendaftaran pasien dan koding dokumen rekam medis, agar
rumah sakit mengurangi beban pada petugas pendaftaran dan koding yang banyak dan
dapat meminimalisir risiko akibat kelelahan kerja
2. Melakukan rapat rutin bulanan dalam rangka meningkatkan komunikasi yang efektif
antar petugas
3. Memberikan waktu libur pada PMIK/petugas yang sedang sakit untuk memulihkan
kesehatannya. Sehingga petugas tersebut dapat bekerja secara optimal dan tidak
menularkan penyakit yang dideritanya pada rekan kerja ataupun pasien yang kontak
dengan petugas tersebut.
4. Mengatur suhu tempat kerja yang termonetral, tidak dingin sehingga tidak
menyebabkan tenaga kerja kedinginan dan tidak panas sehingga tenaga kerja tidak
kepanasan sangat kondusif untuk bekerja.
5. Pihak manajemen rumah sakit setidaknya melakukan perhitungan beban kerja untuk
memastikan bahwa jumlah petugas sesuai dengan shift kerja yang telah ditetapkan.
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Stres sebagai akibat ketidakseimbangan antara tuntutan dan sumber daya yang dimiliki
individu, semakin tinggi kesenjangan terjadi semakin tinggi juga stress yang dialami individu,
dan akan mengancam.

Penyebab stres kerja pada pegawai rekam medis meliputi: lingkungan kerja yang
kurang nyaman dan konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan instansi yang menimbulkan
masalah yaitu kurangnya gaji untuk menutupi kebutuhan pegawai. Konsultasi yang efektif
dilakukan oleh seluruh pegawai rekam medis dapat mengurangi masalah yang dialami oleh
pegawai rekam medis.

Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun
sosial dan juga muncul pada situasi kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan
luar lainnya. Istilah stressor diperkenalkan pertama kali oleh Selye (dalam Rice, 2002).
DAFTAR PUSTAKA

NIOSH. Musculoskeletal Disorders and Workplace Faktors: A Critical Reviewof


Epidemiologic Evidence for Work Related Musculoskeletal Disoeder.NIOSH: Centers
of Disease Contrrol and Prenvention.

Nulia, S., Rahmadhani, I., Kuncoro, A., Rahmadani, A., Fitri, S., S, L. M., & S, D. W. (2021).
Gambaran Stres Kerja Petugas Rekam Medis di Rumah Sakit Kota Surabaya. Jurnal
Ilmiah Perekam Dan Informasi Kesehatan Imelda, 189-194.

Rosita, R., & Cahyani, N. W. (2019). Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Kinerja Petugas
Rekam Medis. Prosiding Call For Paper SMIKNAS, 133 - 138.

Sartika, D. GAMBARAN STRES KERJA PEGAWAI BAGIAN REKAM MEDIS RUMAH


SAKIT BHAKTI WIRATAMTAMA SEMARANG. JURUSAN ILMU KESEHATAN
MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG.

Simanjuntak, E. (2020). Gambaran Stres Kerja Petugas Rekam Medis Bagian Distribusi Di
RSUP H. Adam Malik Medan. Jurnal Ilmiah Perekam Dan Informasi Kesehatan
Imelda, 9 - 15.

Syafkoriana, A. (2017). Hubungan Konflik Peran Ganda Dan Dukungan Sosial Dengan Stres
Kerja Perawat Pelaksanaan Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr Rasidin Padang.

Anda mungkin juga menyukai