Dosen Pengampu :
Dr.Rolland E.Fanggidae, S.si-Toel.,MM
Kelompok 4
Bela Stefani Natasya Sau 2310030115
Cristin Natalia Beileto 2310030108
Djean Sefanya Sarumaha Lopo 2310030104
Frengki Rivaldo Lay Ratu 2310030101
Nolanda Wulandari Sinlae 2310030106
Reyxia Zhamarend 2111102431216
Theodora Linivia Bere 2310030109
Yeni Tamonob Benu 2310030112
Yunita Adriana Mudak 2310030103
PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Stress Dalam
Konteks Organisasi”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perilaku
Organisasi, sebagai salah satu wawasan mahasiswa.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan pengarahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.
Demikian makalah ini dibuat semoga dapat bermanfaat baik pembaca dan kami
mengharapkan kritikan dan saran yang membangun.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya manusia merupakan salah satu aspek yang sangat berkontribusi
terhadap kemajuan dan perkembangan sebuah perusahaan. Semakin banyak
individu berkualitas yang terlibat dalam perusahaan, maka akan semakin cepat
perusahaan mencapai tujuannya. Selain memiliki sumber daya manusia yang
berkualitas tinggi, tujuan perusahaan juga dapat tercapai lebih cepat apabila
jumlah pekerjaan yang dilakukan sebanding dengan tindakan dan kemampuan
mereka. Jika karyawan diberikan beban kerja yang berlebihan, hal ini dapat
menimbulkan tekanan dan stres pada mereka. Akibatnya, tidak hanya tingkat stres
yang akan terdampak, tetapi juga berpotensi memunculkan konflik dalam
lingkungan kerja (Kusuma, 2020).
Stress merupakan fenomena yang umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
terutama dalam konteks organisasi. Organisasi modern sering kali menjadi tempat di
mana individu menghadapi tekanan dan tuntutan yang tinggi. Ketika stres tidak dikelola
dengan baik, hal ini dapat berdampak negatif terhadap kinerja individu dan produktivitas
organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi organisasi untuk memahami
dan mengelola stres dengan baik agar dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan
produktif.
1
tuntutan untuk melaksanakan tugas di luar bidang keahliannya. Sebagai contoh,
seorang karyawan yang memiliki keahlian di bidang administrasi tiba-tiba
diharapkan untuk berperan sebagai seorang pemasar, dan sebaliknya. Hal ini dapat
menyebabkan ketidaknyamanan dan stres dalam bekerja.
Fenomena beban kerja mencakup situasi di mana karyawan merasa tertekan
karena harus menghadapi jumlah pekerjaan yang besar. Tekanan waktu juga
menjadi faktor penting yang mempengaruhi karyawan, karena mereka harus
mampu menyelesaikan tugas-tugas dengan tepat waktu, terutama untuk mencegah
keterlambatan keberangkatan calon tenaga kerja Indonesia yang akan ditempatkan
di luar negeri. Karyawan perlu bersiap untuk menerima tugas baru kapan saja
yang diberikan oleh perusahaan. Tingginya tuntutan dari perusahaan dapat
menyebabkan tingkat stres yang signifikan dalam lingkungan kerja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut :
1. Apa definisi stres dalam konteks organisasi?
2. Apa penyebab utama stres dalam konteks organisasi?
3. Bagaimana konsekuensi stres terhadap individu dan organisasi?
4. Apa saja strategi yang dapat digunakan untuk mengelola stres dalam konteks
organisasi?
5. Apakah ada contoh kasus di mana strategi pengelolaan stres telah berhasil
diimplementasikan dalam suatu organisasi?
C. Tujuan
Tujuan dari ditulisnya mkalah ini adalah :
1. Mengetahui definisi stress dalam konteks organisasi.
2. Mengetahui penyebab utama stress dalam konteks organisasi.
3. Mengetahui konsekuensi stress terhadap individu dan organisasi.
4. Mengetahui strategi apa saja yang dapat digunakan untuk mengelola stress
dalam konteks organisasi.
5. Mengetahui contoh kasus di mana strategi pengelolaan stress dapat berhasil
diimplementasikan dalam suatu organisasi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Stress
Stress merupakan fenomena yang pasti dialami oleh semua manusia. Dalam
ilmu psikologi, stress adalah perasaan tertekan dan ketegangan mental. Tingkat
stress yang rendah mungkin diinginkan, bermanfaat, dan bahkan sehat. Stress,
dapat menimbulkan dampak positif, yaitu dapat meningkatkan fasilitasi kinerja.
Stress yang positif dianggap sebagai faktor penting untuk motivasi, adaptasi, dan
melakukan reaksi terhadap lingkungan sekitar. Namun, tingkat stressnya tinggi
dapat mengakibatkan masalah biologis, psikologis, dan sosial dan bahkan bahaya
serius bagi seseorang. Stress dapat berasal dari faktor eksternal yang bersumber
pada lingkungan, atau disebabkan oleh persepsi internal individu. Stres di tempat
kerja dapat memengaruhi siapa saja dan bisa dipicu oleh apa saja. Umumnya, stres
akibat kerja terjadi ketika seseorang tidak dapat memenuhi tuntutan atau
kebutuhan dari pekerjaannya. Terlalu banyak yang harus dilakukan, kurangnya
waktu, dan kurangnya sumber daya untuk menuntaskan pekerjaan.
Menurut empat dari lima manajer di Eropa, stres merupakan bencana dalam
perusahaan. Stres adalah salah satu risiko psikososial di tempat kerja yang
penanganannya lebih sulit dibandingkan masalah kesehatan. Stres diimplikasikan
sebagai faktor penyebab dari absen, kecelakaan kerja, masalah psikologis,
tuntutan kompensasi, produktivitas yang rendah, tindakan pencurian di tempat
kerja, kinerja yang tidak maksimal, dan tingkat keluar masuk pekerja yang tinggi.
Stress merupakan perilaku individu yang dapat menimpa siapapun dalam
organisasi. Stres yang berkepanjangan dan tidak ditangani segera, akan
memunculkan konflik antar individu atau kelompok dalam organisasi yang akan
menurunkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Dalam konteks tersebut, figur
pemimpin (manajer) organisasi sangat substansial dalam menangani konflik yang
terjadi. Hubungan pemimpin dengan bawahan untuk bertindak otoriter ataupun
persuasif sangat tergantung pada tingkat kematangan (level of maturity) bawahan
yang dipimpinnya. Bawahan tidak mungkin diperintah terus menerus atau dibujuk
terus menerus, akan tetapi harus bisa membuat seluruh sistem mengarah pada
pengharapan manusianya sebagai sumberdaya terpenting. Aktivitas dan
keterikatan anggota organisasi mempunyai peranan penting dalam mengemban
fungsi dan tugas masing-masing. Keinginan kuat tersebut akan nampak dalam
keterlibatan dan peran serta mereka dalam organisasi yang didasarkan pada
keinginan mereka untuk tetap menjadi anggota organisasi, keterlibatannya untuk
berusaha bekerja sebaik mungkin, dan kepercayaan serta kesediaan untuk
menerima nilai-nilai organisasi. Bagian pertama (tabel 1) akan menyajikan
definisi stress yang bersumber dari beberapa sumber.
3
Tabel 1. Definisi Stres Menurut Ahli
4
ruang kerja secara fisik. Lini perakitan dapat menempatkan tekanan pada orang-
orang ketika mereka memandang kecepatan lini menjadi berlebihan.
Tuntutan peranan, terkait dengan peranan yang di tempatkan pada seseorang
sebagai fungsi dari peranan tertentu yang di pegang dalam organisasi. Konflik
peran menciptakan ekspetasi yang akan sulit untuk mendamaikan atau
memuaskannya.
Tuntutan interpersonal merupakan tekanan yang diciptakan oleh para
karyawan lainnya. Kurangnya dukungan kerja dari para kolega dan hubungan
interpersonal yang buruk dapat menyebabkan stress, terutama di antara karyawan
dengan hubungan sosial yang tinggi.
3. Faktor pribadi, kategori terakhir adalah faktor-faktor dalam kehidupan pribadi
dari karyawan: permasalahn keluarga, permasalahan ekonomi pribadi, dan
karakteristik kepribadian yang inheren.
5
c. Kemenduaan peran (role ambiguity) adalah tidak adanya pengertian tentang hak
dan kewajiban pegawai dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
2. Penyebab Stres pada Kelompok dan Organisasi, yang mencakup:
a. Kurangnya kohesivitas antara anggota kelompok kerja.
b. Tidak adanya kesempatan kebersamaan antar pegawai karena desain kerja,
kebijakan penyelia atau karena anggota kelompok yang ingin menyingkirkan
pegawai lain.
c. Budaya organisasi.
d. Kurangnya kesempatan karier yang diberikan kepada pegawai.
Faktor lainnya yang dapat memicu stres kerja pada pegawai adalah system
pemberlakuan kerja lembur namun tidak dibarengi dengan pemberian insentif.
Pegawai yang kerap melakukan lembur kerja akan rentan mengalami stres kerja
dan akan berdampak pada penurunan kinerja. Hal ini disebabkan karena
keterbatasan kemampuan yang dimiliki pegawai.
a. Gejala Fisiologis
Stres akan memiliki efek fisiologis yang membahayakan. Salah satu kajian
mengaitkan antara tuntunan pekerjaan yang penuh tekanan terhadap
meningkatkan kerentanan terhadap penyakit pernapasan bagian atas dan fungsi
sistem kekebalan tubuh yang buruk terutama bagi para individu dengan efektivitas
diri yang rendah. Kajian dalam jangka panjang yang dilaksanakan di Inggris
menemukan bahwa tekanan pekerjaan dikaitkan dengan level penyakit jantung
koroner yang lebih tinggi.
b. Gejala Psikologis
Ketidakpuasan pekerjaan merupakan penyebab yang sangat jelas dari stress.
Namun, stress memperlihatkan dirinya sendiri dalam keadaan psikologis kainnya
sebagai contoh ketegangan, kecemasan, difat lekas marah, kebosanan, dan
penundaan.
6
Pekerjaan yang membuat tuntutan berlipat dan pertentangan atau kurangnya
kejelasan mengenai kewajiban dari pemegang jabatan, otoritas dan tanggung
jawab yang meningkatkan baik stres maupun ketidakpuasan. Sama halnya,
kurangnya kendali atas orang yang melebihi kecepatan dari pekerjaan mereka,
maka semakin tinggi stress dan ketidakpuasan mereka. Pekerjaan yang
menyediakan level variasi, signifikansi kemandirian, umpan balik, dan identitas
yang rendah terlihat dapat menciptakan stress serta menurunkan kepuasan dan
keterlibatan dalam pekerjaan. Tidak setiap orang bereaksi dengan kemandirian
dalam cara yang sama. Bagi mereka dengan ruang kendali secara eksternal,
meningkatkan pengendalian pekerjaan akan meningkatkan kecenderungan untuk
mengalami stress dan kelelahan.
c. Gejala Perilaku
Gejala stress yang terkait dengan perilaku meliputi penurunan dalam produktivitas,
ketidakhadiran, dan tingkat perputaran. Demikian pula dengan perubahan dalam
kebiasaan makan, meningkatnya merokok atau konsumsi alcohol, pidato yang
cepat, gelisah dan gangguan tidur.
Terlalu banyak stress memberikan tuntutan yang tidak dapat dicapai oleh
seseorang, yang dapat menghasilkan kinerja yang lebih rendah.
7
3. Melakukan perencanaan: Organisasi perlu mendorong kebijakan yang
mendukung fleksibilitas kerja, seperti bekerja dari rumah atau jadwal kerja yang
dapat disesuaikan.
4.Melakukan identifikasi risiko: Organisasi harus melakukan identifikasi risiko
terkait stres akibat kerja dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
5. Mengumpulkan data: Organisasi harus mengumpulkan data-data pekerja yang
mengalami stres akibat kerja dan akar penyebabnya.
6. Melakukan evaluasi: Organisasi harus melakukan evaluasi terhadap data-data
terkait stres akibat kerja yang diperoleh dan menentukan tindakan pengendalian
yang efektif.
7. Memilih strategi penyelesaian masalah yang efektif: Organisasi harus memilih
strategi penyelesaian masalah yang efektif, seperti melakukan aktivitas
menyenangkan.
8. Membiasakan gaya hidup yang sehat: Karyawan perlu dilakukan pelatihan dan
pendidikan tentang gaya hidup yang sehat untuk mengurangi stress.
Dalam pengelolaan stress, juga perlu diperhatikan faktor lingkungan,
institusional, dan pribadi yang dapat menyebabkan stress. Pengelolaan stress
adalah hal yang juga perlu dikuasai oleh individu yang berkecimpung di dunia
kerja.
8
5. Membuat rencana tindakan atau program penanganan stres akibat kerja secara
berkelanjutan dan penerapannya.
6. Melakukan pengukuran dan peninjauan ulang secara berkala untuk mengetahui
efektivitas program penanganan stres yang diterapkan.
2. Penerapan standar manajemen penanganan stres akibat kerja: Contoh lain dari
keberhasilan pengelolaan stres dalam organisasi adalah dengan menerapkan
standar manajemen penanganan stres akibat kerja. Perusahaan yang memberikan
kesempatan kepada karyawan untuk berkonsultasi tentang perubahan yang terjadi
di perusahaan, memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memberikan
masukan, dan memberikan pelatihan untuk mendukung perubahan tersebut, telah
terbukti berhasil dalam mengelola stres di lingkungan kerja. Dengan menerapkan
standar ini, perusahaan dapat mengurangi dampak negatif stres terhadap karyawan
dan perusahaan.
Dengan demikian, implementasi strategi manajemen stres yang efektif di
tempat kerja dan penerapan standar manajemen penanganan stres akibat kerja
merupakan contoh kasus keberhasilan pengelolaan stres dalam organisasi.
9
BAB III
PENUTUP
Stres dalam konteks organisasi merupakan fenomena yang umum terjadi dan
dapat memiliki dampak negatif terhadap individu maupun organisasi secara
keseluruhan. Penyebab stres dalam konteks organisasi dapat bervariasi, mulai dari
tuntutan pekerjaan yang tinggi, konflik antar rekan kerja, hingga kurangnya
keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi. Dampak stres yang
tidak terkelola dengan baik dapat menyebabkan penurunan kinerja, peningkatan
absensi, dan masalah kesehatan mental.
Untuk mengelola stres dalam konteks organisasi, beberapa strategi dapat
diterapkan. Identifikasi sumber stres yang spesifik adalah langkah awal yang
penting. Selanjutnya, organisasi perlu membangun lingkungan kerja yang sehat,
termasuk memastikan komunikasi yang efektif, dukungan sosial, dan kesempatan
pengembangan karir. Pengembangan keterampilan mengatasi stres juga penting,
seperti manajemen waktu, teknik relaksasi, dan pembentukan pola pikir yang
positif. Selain itu, promosi kesejahteraan karyawan melalui program kesehatan
dan kebugaran dapat membantu mengurangi tingkat stres.
Studi kasus menunjukkan bahwa implementasi strategi pengelolaan stres
dalam organisasi dapat memberikan manfaat yang signifikan. Organisasi yang
menerapkan pendekatan yang holistik terhadap manajemen stres mampu
menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat, meningkatkan kinerja karyawan,
dan mengurangi tingkat absensi. Contoh strategi yang berhasil diimplementasikan
meliputi pendekatan berbasis tim, pelatihan keterampilan manajemen stres, dan
program kesejahteraan karyawan yang komprehensif.
Dalam kesimpulannya, stres dalam konteks organisasi merupakan tantangan
yang signifikan yang perlu diatasi. Dengan pemahaman yang baik tentang sumber
stres, dampaknya, dan strategi pengelolaan yang efektif, organisasi dapat
menciptakan lingkungan kerja yang sehat, produktif, dan mendukung
kesejahteraan karyawan. Penting bagi organisasi untuk mengambil langkah-
langkah proaktif dalam mengelola stres, karena hal ini tidak hanya bermanfaat
10
bagi individu, tetapi juga berdampak positif terhadap keseluruhan kinerja
organisasi.
11
DAFTAR PUSTAKA
12