Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH TENTANG MANAJEMEN STRES

DISUSUN OLEH :
Bella Santika
Deliyana
Yusnawaty
Roderick Sosario
Suwandi

MGT 16829

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


STIE PROFESIONAL MANAJEMEN COLLEGE INDONESIA
MEDAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang Manajemen Stres dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada selaku Dosen
mata kuliah Perilaku Keorganisasian yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat
berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita
mengenai konsep, bentuk serta tanggung jawab perusahaan terhadap stress kerja. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi
siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Medan, 5 April 2018


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Setiap orang berbicara tentang stres. Kita mendengar topik ini sebagai bahan pembicaraan
sehari-hari, baik di radio, televisi, surat kabar dan diberbagai konferensi maupun di kalangan
Universitas. Sayangnya hanya sedikit saja orang yang mengerti konsep stres yang benar.
Manager menganggap stres sebagai frustasi atau ketegangan emosi; pengatur lalu lintas pesawat
berpendapat sebagai problem konsentrasi; seorang remaja yang kandas cita-citanya dan para atlit
yang gagal berprestai karena ketegangan otot. Secara umum pengertian stres adalah suatu bentuk
ketegangan yang mempengaruhi fungsi alat-alat tubuh. Kalau ketegangan itu berlebihan
sehingga menggangu fungsi alat-alat tubuh tadi, maka keadaan demikian disebut dengan istilah
distres. Stres dalam kehidupan tidak dapat dihindarkan. Masalahnya adalah bagaimana manusia
hidup dengan stres tanpa harus mengalami distres.
Bagi masyarakat pada era industrialisasi sekarang ini, pekerjaan merupakan suatu aspek
kehidupan yang sangat penting. Bagi masyarakat modern bekerja merupakan suatu tuntutan yang
mendasar, baik dalam rangka memperoleh imbalan berupa uang atau jasa, ataupun dalam rangka
mengembangkan dirinya. Pada kenyataannya, sebagian besar pekerjaan cenderung memiliki
konotasi paksaan, baik yang ditimbulkan dari dalam diri sendiri ataupun yang ditimbulkan dari
luar. Pekerjaan juga seringkali meliputi penggunaan waktu dan usaha di luar keinginan individu
pekerja. Banyak pekerja yang melakukan pekerjaan rutin, yang tidak atau hanya sedikit menuntut
inisiatif dan tanggungjawab, dengan sedikit harapan untuk maju atau berpindah kejenis pekerjaan
lain. Banyak juga pekerja yang melakukan tugas yang berada jauh dibawah kemampuan
intelektual mereka atau yang mereka anggap berada dibawah tingkat pendidikan yang telah
mereka peroleh. Di banyak sektor industri, pekerjaan telah sangat ‘dirasionalisasikan’, dipecah-
pecah kedalam tugas-tugas yang sederhana, menoton, dan menjemukan, yang hanya sesuai bagi
robot yang tidak dapat berpikir.
Pada level organisasi yang lebih tinggi, tingkat manajer atau supervisor, perkembangan
teknologi dan industrialisasi yang pesat menuntut adanya kemampuan managerial dan intelektual
yang lebih baik, yang terkadang melampaui kemampuan yang dimiliki sebahagian besar
individu. Dengan adanya teknologi yang lebih baik maka arus komunikasi dan proses produksi
akan berjalan lebih cepat sehingga seorang manager dapat menjadi demikian sibuknya dan
dibebani pekerjaan yang memerlukan penyelesaian dengan segera. Pada penyelesaian
(supervisor) terjadi benturan antara dua tuntutan yang berbeda, disatu pihak ia harus
memperhatikan penyelesaian tugas yang berbatas waktu dan dilain pihak ia harus juga
memperhatikan pembinaan hubungan baik dengan bawahan-bawahannya.
Keadaan-keadaan diatas, baik bagi pekerjaan maupun bagi pihak manajer dan penyelia,
menimbulkan perasaan tegang dalam diri mereka akibat faktor-faktor samar yang mengancam,
baik yang bersifat sosial, managerial, ataupun yang berkaitan dengan lingkungan kerja yang
tidak dapat diatasi. .
Teknologi dan industrialisasi yang pesat juga mencipta-kan suatu perubahan yang penting
dalam sifat ancaman dan stres itu sendiri. Bagi manusia yang hidup dijaman yang masih primitif,
ketegangan itu suatu keadaan yang masih mudah ditentukan sebab musababnya dan dapat
dengan jelas dikenali, walaupun mengancam langsung kehidupan tetapi sekurang-kurangnya
gamblang untuk dihadapi. Manusia jaman dulu dapat menanggapi ketegangan dengan tindakan
yang konkrit berupa perilaku fisik yang relevan dengan ancaman fisik yang dihadapinya,
sehingga dampak lanjutan dari ketegangan tersebut dapat dihindari. Manusia jaman sekarang
masih terbuka terhadap stres atau ketegangan seperti yang telah dikemukakan diatas. Tetapi
seringkali manusia modern kurang intensif dalam menghadapi ketegangan atau stres yang
dihayatinya karena ketegangan tersebut sulit dihadapi secara pribadi berdasarkan sifatnya yang
samar dan sulit ditentukan sebab-sebabnya secara gamblang. Sumber-sumber ketegangan (stres)
bagi manusia modern tidak banyak lagi yang berupa ancaman fisik, melainkan lebih bersifat
psikologis seperti perselisihan, persaingan, rasa malu, jenuh, rasa bersalah, perasaan dipelakukan
tidak adil, ataupun cemas mengenai kenaikan pangkat atatu gaji. Akibatnya, orang tersebut tetap
tegang dan senantiasa siap tempur tetapi tidak pernah menghadapi musuh yang sesung-guhnya.
Stres dan keadaan tegang yang berkepanjangan, tanpa adanya penyelesaian yang adekuat,
akan mengganggu kesehatan fisik dan/atau mental pekerja yang muncul dalam bentuk keluhan-
keluhan psikosomatik. Selanjutnya, gangguan kesehatan tersebut akan menjadi suatu stres baru,
dan membentuk suatu lingkaran setan. Pada gilirannya, kesehatan yang terganggu tersebut juga
akan menggangu tampilan kerja individu. Perhatian pekerja menjadi kurang dapat dipusatkan,
motivasi kerja menurun, dan tingkat keterampilannya menurun. Selain itu, biaya pemeliharaan
kesehatanpun menjadi meningkat. Hal ini tentu akan mengganggu proses produksi secara umum.
Faktor lain yang juga mempengaruhi tampilan kerja individu adalah kepuasaan kerjanya.
Menurut penelitian Hawthorne (Milton, 1981, hal. 161) kepuasaan akan kerja akan mengarahkan
pekerja kearah tampilan kerja yang lebih produktif. Pekerja yang puas dengan pekerjaannya akan
memiliki loyalitas yang tinggi kepada perusahaan.
Dari penjelasan-penjelasan diatas, secara sekilas tampak terdapat hubungan antara stres
dan kepuasan kerja, terutama dalam hal tampilan kerja individu. Makalah ini berusaha
membahas peranan kepuasan kerja dalam menurunkan akibat buruk dari stres yang dihayati
pekerja dalam lingkungan pekerjaannya.
Perubahan-perubahan sosial yang cepat sebagai konsekuensi modernisasi mempunyai
dampak pada kehidupan. Tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan tersebut, pada gilirannya dapat menimbulkan ketegangan atau stres pada dirinya. Stres
sendiri merupakan hasil dari perkembangan teknologi yang demikian cepatnya dalam abad ke
duapuluh satu ini, suatu ironi kehidupan. Manusia menciptakan berbagai macam produk untuk
meningkatkan taraf hidupnya, untuk hidup lebih efisien, namun dalam proses memproduksi
berbagai macam produksi, manusia harus menghadapi berbagai macam kondisi, yang dapat
menimbulkan stres yang lebih banyak.
Seorang yang menderita stres, selain terwujud dalam berbagai macam penyakit, dapat
pula terungkap melalui ketidak mampuannya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
sehingga menderita gangguan kecemasan, depresi dan gangguan psikosomatik. Penderitaan fisik
dan/atau psikik menyebabkan orang tak dapat berfungsi secara wajar, tak mampu berprestasi
tinggi dan sering menjadi masalah bagi lingkungannya (di rumah, di tempat kerja atau
lingkungan sosial lain), merupakan akibat dari stres yang berkelanjutan.
Makalah ini berupaya membahas masalah stres dan upaya penanggulangannya. Mula-
mula akan dibahas arti dari stres, jenis stres, dampaknya terhadap individu. Akhirnya akan
dijelaskan berbagai macam cara atau metode yang dapat dilakukan sebagai upaya
penanggulangan stres.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Stress

Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan
kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk
menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai
macam gejala Stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Stres dapat juga
membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan salah atau merusak prestasi kerja. Secara
sederhana hal ini berarti bahwa Stres mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu
pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat Stres yang dialami oleh karyawan
tersebut.
Manajemen stress atau stress management secara umum adalah kemampuan dalam
menggunakan sumber daya (manusia) secara efektif untuk mengatasi gangguan atau kekacauan
mental dan emosional yang muncul karena tanggapan (respon)
 Dalam perusahaan dikenal istilah manajemen stress sebagai upaya untuk menangani
stress atau tekanan di lingkungan kerja. Pengertian manajemen stress dalam dunia kerja adalah
kemampuan untuk menggunakan sumber daya perusahaan secara lebih efektif agar tidak terjadi
gangguan atau tekanan pikiran akibat penumpukan pekerjaan.
Beberapa ahli mendefinisikan arti manajemen stress, diantaranya:

1. Goliszek

Pengertian manajemen stress menurut Goliszek adalah usaha untuk memecahkan kebiasaan stres
sehingga kualitas hidup menjadi lebih baik, yaitu dengan cara:

 Mempelajari apa itu gila


 Mengenali gejala stres yang terjadi dalam diri
 Mengubah pola perilaku
 Memanfaatkan serangkaian teknik dan relaksasi dari manajemen stres yang cepat dan
sederhana

2. Smith

Pengertian manajemen stress menurut Smith adalah suatu keterampilan yang dimiliki seseorang
untuk mengantisipasi, mencegah, mengelola, dan memulihkan diri dari stress yang dirasakan
karena adanya ancaman ketidakmampuan dalam coping yang dilakukan.

B. Tujuan Manajemen Stres


Tujuan manajemen stress dalam organisasi adalah untuk:

 Mengantisipasi kemungkinan munculnya penyebab stress


 Mencegah terjadinya stress pada individu dan organisasi secara keseluruhan
 Mengelola stress agar tidak menimbulkan akibat yang lebih buruk
 Memulihkan individu dan atau organisasi dari stress
Pada umumnya stress dapat mempengaruhi emosi dan cara berpikir seseorang. Apabila stress
atau tekanan yang dialami seseorang terlalu besar, hal ini bisa mengancam kemampuan
seseorang dalam menghadapi situasi dan kondisi lingkungannya.

Untuk mencegah kondisi yang lebih parah maka diperlukan manajemen stress yang baik.

C.     STRES DI LINGKUNGAN KERJA


Lingkungan kerja, sebagaimana lingkungan-lingkungan lainnya, juga menuntut adanya
penyesuaian diri dari individu yang menempatinya. Dengan demikian, dalam lingkungan kerja
ini individu memiliki kemungkinan untuk mengalami suatu keadaan stres. Stres kerja dapat
dirumuskan sebagai suatu keadaan tegang yang dialami di dalam suatu organisasi. Stres ini
dapat merupakan akibat dari lingkungan fisik, sistem dan teknik dalam organisasi, interaksi
sosial interpersonal, isi atau struktur pekerjaan, tingkah laku individu sebagai anggota, dan
aspek-aspek organisasi lainnya.
Secara umum terdapat tiga buah pendekatan untuk membahas masalah stres dalam ruang
lingkup organisasi. Pendekatan pertama berorientasi pada karakteristik obyektif dari ber-bagai
situasi kerja yang dapat menimbulkan stres. Pendekatan kedua mengacu pada karakteristik
individu sebagai penyebab utama stres. Dan pendekatan ketiga meninjaunya melalui acuan
interaksi antara situasi obyektif dan karakteristik individu.
1. Karakteristik Obyektif Situasi Kerja
Pendekatan ini bertolak dari konsep stres sebagai suatu kondisi/situasi yang mampu
menimbulkan pergolakan, kekacauan, atau perubahan yang bersifat reaktif dalam diri
individu. Dengan perkataan lain, pendekatan ini mengacu kepada konsep stres sebagai
stimulus. Ada atau tidaknya stres dan bobot stres dapat diduga dari karakteristik stimulus
yang dihadapi individu. Stimulus yang mampu menimbulkan stres ini biasa disebut stresor.
Secara umum, konsep stres sebagai suatu stimulus diguna-kan untuk menerangkan situasi-
situasi yang memiliki karak-teristik baru, intense (kuat), berubah-ubah dengan cepat, dan
terjadi tanpa diduga sebelumnya. Situasi lain yang dapat menjadi stresor memiliki
karakteristik sebagai berikut :
 stimulus deficit (kurangnya stimulasi lingkungan)
 absence of expected stimuli (ketidakhadiran stimulus yang diharapkan)
 highly persistent stimulations (stimulasi monoton)
 kelelahan
 kejenuhan
Dalam lingkungan kerja, konsep stres sebagai suatu stimulus sering digunakan untuk
membahas situasi-situasi kerja yang dapat menimbulkan stres pada para pekerja.
Situasi-situasi tersebut adalah sebagai berikut :
1) Karakteristik Fisik Lingkungan Kerja
a. situasi kerja yang berpolusi
b. noise (kebisingan)
c. terlalu panas atau terlalu dingin
d. rancangan sistem manusia-mesin yang buruk
e. situasi kerja yang mengancam keselamatan fisik
2) Karakteristik Waktu Kerja
a. pekerjaan-pekerjaan yang waktunya tidak menentu
b. terlalu sering lembur
c. deadlines (batas waktu)
d. time pressures
3) Karakteristik Lingkungan Sosial dan Organisasi
a. iklim politis yang kurang sehat
b. kualitas supervisi yang buruk
c. relasi atasan-bawahan yang buruk
d. tugas-tugas monoton
e. machine pacing (kecepatan mesin)
f. beban kerja yang berlebihan
g. tanggung jawab yang terlalu besar
h. kurang penghargaan terhadap hasil kerja
4) Karakteristik Perubahan Dalam Pekerjaan
a. pemutusan hubungan kerja
b. pension
c. demosi
d. adanya perubahan kualitatif dalam jabatan
e. promosi yang terlalu dini
f. perubahan pada pola shift
g. situasi dimana tidak ada perubahan sama sekali
Untuk menjelaskan bagaimana karakteristik-karakteristik di atas menimbulkan stres pada
pekerja, berikut ini dikemu-kakan sebuah ilustrasi. Dengan adanya perkembangan teknologi,
proses industri sekarang ini banyak menggunakan mesin-mesin dengan teknologi yang
canggih. Mesin-mesin tersebut memiliki cara kerja yang otomatis dengan kecepatan kerjanya
sendiri. Adanya keadaan ini menimbulkan perasaan tidak mengenakkan pada diri pekerja.
Pertama, otomatisasi membuat pekerja hanya memiliki peranan yang relatif kecil dalam
proses produksi karena sebagian besar pekerjaan telah diambil alih oleh mesin, dan ini
membuat pekerja merasa kurang dihargai. Kedua, pekerja harus menyesuaikan diri dengan
kecepatan kerja mesin yang seringkali membuatnya harus memusatkan perhatian secara
terus-menerus, yang dapat menimbulkan keletihan baik fisik maupun mental kepada pekerja
tersebut. Ketiga, keadaan inipun membuat hubungan sosial pekerja dengan pekerja lainnya
menjadi berkurang karena pekerja harus memusatkan perhati-annya kepada mesin.
Kesemuanya merupakan sumber stres bagi pekerja tersebut.
Contoh nyata adanya stres akibat kecepatan kerja mesin terdapat pada pekerja lini rakit
(assembly line) yang menggu-nakan peralatan mekanis modern.
Dalam kaitannya dengan karakteristik-karakteristik di atas, Kagan dan Levi (1971)
menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kemampuan genetis untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, dan mempunyai perilaku tertentu untuk mengata-si lingkungannya
tersebut (Fraser). Jika stimulus yang dihadapi individu tidak melebihi batas-batas ambang
penyesuainnya maka individu tersebut tidak akan tergangggu baik fisik maupun mentalnya.
Kondisi fisik/mental individu terganggu jika stimulus yang dihadapinya menuntut
penyesuaian diri yang melebihi batas ambangnya sehingga ia tidak mampu lagi mengatasi
lingkungannya. Jika hal ini berlangsung terus menerus akan muncul simptom-simptom stres
seperti gangguan percernaan migraine, atau keluhan-keluhan psikosomatik lainnya.
 
2. Karakteristik Pekerja
Pendekatan ini bertolak dari pendapat bahwa individu memiliki ambang stres yang
berbeda. Dengan demikian, karakteristik individu akan mempengaruhi kadar stres yang
dihayatinya. Berdasarkan beberapa penelitian, faktor-faktor berikut ini dapat mempengaruhi
ambang stres seseorang (Braznitz & Golberger):
 Usia
 jenis kelamin
 kebangsaan dan suku bangsa
 taraf hidup
 banyaknya perubahan yang dialami semasa hidup
 kecenderungan work addict
 kecenderungan neurotik dan depresi
 fleksibilitas kepribadian
 mekanisme pertahanan diri yang dipergunakan
 self esteem
 makna pekerjaan bagi individu
Salah satu teori yang berlandaskan pada teori ini adalah yang diajukan oleh
Rosenman dan Friedman (1974) yang menggo-longkan individu kedalam dua pola perilaku
yaitu individu tipe A dan individu tipe B, yang dikaitkan dengan kerentanan individu
terhadap penyakit jantung (Breznizt & Golberger, hal.547).
Individu dengan pola perilaku tipe A lebih mudah terserang penyakit jantung (CHD)
terlepas dari faktor-faktor fisik dan jenis pekerjaan mereka. Dua karakteristik utama individu
dengan pola perilaku tipe A adalah adanya suatu dorongan yasng besar untuk bersaing dan
perasaan menetap tentang pentingnya waktu. Individu dengan pola perilaku tipe A sangat
ambisius dan agresif, selalu bekerja untuk mencapai sesuatu, berlomba dengan waktu, beralih
dengan cepat dari suatu pekerjaan kelain pekerjaan, dan terlibat penuh pada tugas-tugas
pekerjaannya. Akibatnya, individu dengan pola perilaku tipe A selalu berada dalam keadaan
tegang dan stres. Walaupun pekerjaan relatif bebas dari sumbner-sumber stres, mereka
membawa stres mereka sendiri dalam bentuk pola perilakunya. Stres selalu timbul pada saat
bekerja maupun pada waktu senggang mereka.
Individu dengan pola perilaku tipe B mungkin sama ambisiusnya dengan individu
tipe A, tetapi mereka lebih santai dan menerima situasi seadanya. Individu tipe B beker-ja
dengan nyaman tanpa usaha untuk memerangi situasi ynag mereka hadapi secara kompetitif.
Dalam menghadapi tekanan waktu, sikap mereka lebih santai sehingga jarak mengalami
masalah-masalah yang berhubungan dengan stres dan tegang. Dengan demikian individu tipe
B dapat bekerja sebaik yang dilakukan oleh tipe A tetapi lebih sedikit mengalami akibat-
akibat yang menyakitkan dari stres.
Sebenarnya, pembagian pola perilaku ini tidak menun-jukkan ciri kepribadian yang
statis, akan tetapi lebih meng-gambarkan gaya perilaku yang disertai dengan beberapa reaksi
kebiasaan seseorang dalam menghadapi situasi disekitarnya. House (1973) menambahkan
bahwa ciri psikis utama individu tipe A adalah keinginan untuk mencapai prestasi sosial
(social achievement) yang dapat dianalogikan dengan mencari status (status seeking). Glass
(1977) menduga bahwa faktor utama yang menyebabkan timbulnya pola perilaku tipe A
adalah keinginan atau obsesi untuk mengendalikan lingkungan. Dengan demikian,
permasalahan yang dihadapi oleh individu tipe A pada tidak bisa tidak melakukan sesuatu
sama sekali (inactivity). Individu tipe A akan menghayati stres yang relatif lebih besar jika
mereka dibiarkan tanpa diberikan pekerjaan atau aktivitas.
3. Pendekatan Interaksi
Teori-teori yang didasari oleh pendekatan ini berpendapat bahwa stres tidak semata-mata
disebabkan oleh situasi lingkungan kerja atau semata-mata oleh karakteristik pekerja yang
bersangkutan melainkan oleh interaksi antara kedua faktor tersebut. Berdasarkan pendekatan
interaksi ini, Cox dan Mackay (1979) mengatakan bahwa stres merupakan hasil penafsiran
seseorang mengenai keterlibatannya dalam lingkungannya, baik secara fisik maupun secara
psikososial. Stres atatu ketegangan timbul sebagai suatu hasil ketidakseim-bangan antara
persepsi orang tersebut mengenai tuntutan yang dihadapinya dan persepsinya mengenai
kemampuannya untuk menanggulangi tuntutan tersebut (Fraser). Ini berar-ti bahwa tidak ada
stresor yang berifat universal. Stimulus yang sama dapat menyebabkan intensitas stres yang
berbeda atau bahkan tidak menyebabkan stres sama sekali pada individu yang mempersepsi
dirinya mampu menghadapi stres tersebut. Dengan demikian, yang menjadi pokok bahasan
adalah persepsi individu terhadap situasi dan partisipasi aktif individu dalam interaksi yang
berlangsung. Dengan perkataan lain, cara individu menghadapi stres lebih penting daripada
frekwensi dan kadar stres itu sediri.
Salah satu model teori interaksi yang cukup populer berasal dari French (1982), yang
disebutnya “the Person Enviromental fit Model”. Menurut French, stress terdapat pada kotak
G dalam model P-E nya, yaitu sebagai “Subjective Person-Environment Fir”. Dalam hal ini,
konsep stress dari Mc.Grath, yang menekankan masalah persepsi.
Seperti yang digambarkan dalam model P-E stress tidak timbul akibat stressor
lingkungan semata melainkan merupakan hasil persepsi individu terhadap kemampuan dan
motivasinya untuk menghadapi stressor tersebut. Faktor persepsi dalam model tersebut
merupakan faktor yang paling menentukan bobot stres dari suatu situasi.
Dalam model P-E tersebut, persepsi individu dipengaruhi oleh karakteristik
lingkungan (Objective Social Environment) dan karakteristik individu (Objective Person).
Dengan demikian jika salah satu dari kedua hal ini berubah, persepsi individu pun akan
berubah, sehingga pada akhirnya bobot stres yang dihayati akan berubah pula.
French juga mengemukakan bahwa stress yang dipersepsi dapat dikurangi melalui
dua mekanisme, yaitu “Social Support” dan “Ego Defence”. Artinya, jika individu
memperoleh dukungan sosial yang memadai dari lingkungan dan menggunakan ego defence
yang tepat, stress dapat menurun intensitasnya.
Dengan demikian, berdasarkan model P-E dari French di atas, usaha-usaha yang
diarahkan untuk menurunkan intensitas stres dapat dilakukan melalui perubahan persepsi dan
pembeian dukungan sosial. Cobb (1976) telah memberikan bukti yang mengesankan bahwa
di dalam suatu krisis, yang nyata-nyta merupakan suatu situasi penuh stres, dukungan sosial
dapat melindungi manusia dari aneka ragam kondisi patologis (Fraser).

Menurut Lieberman dkk, secara teoritis peran dukungan sosial adalah sebagai berikut
(Goldberger & Breznitz) :
 Social resources dapat mengurangi peluang terjadinya situasi yang mampu membangkitkan
stress.
 Bila situasi tersebut terjadi juga, interaksi dengan ‘significant orthers’ dapat
memodifikasikan persepsi indi-vidu terhadap situasi tersebut. Dengan demikian, intensitas
stres yang timbul dapat dikurangi.
 Tingkat stres yang dialami oleh individu erat hubungannya dengan tingkat perubahan yang
ditimbulkan oleh situasi tersebut, dalam hal ini adalah perubahan peran. Social resources
dapat mengubah persepsi individu tentang relasi antara perannya yang terancam dengan
situasi yang menimbulkan stres.
 Social resources dapat mengubah persepsi individu tentang strategi ‘coping’ yang tepat,
misalnya dengan cara mempengaruhi individu untuk menggunakan strategi tertentu.
 Social resources dapat memodifikasikan dampak stresor yang mengikis harga diri dan
keyakinan individu.
 Social resources berpengaruh langsung terhadap tingkat adaptasi yang dimiliki individu.
Dengan demikian, dukungan sosial tidak saja dapat meredam dampak stres melainkan
juga dapat mengurangi peluang terjadinya stres.
 
D.    KEPUASAN KERJA
Kepuasan kerja akhir-akhir ini semakin terasa penting artinya dalam lingkup organisasi.
Kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap produktivitas organisasi baik
secara langsung ataupun tidak langsung. Ketidakpuasan merupakan titik awal dari masalah-
masalah yang muncul dalam organisasi, seperti kemangkiran, konflik manager-pekerja, ‘turn-
over’, serta banyak masalah lainnya yang menyebabkan terganggunya proses pencapaian
tujuan organisasi. Dari sisi pekerja, ketidakpuasan dapat menyebabkan menurunnya motivasi,
menurunnya moril kerja, menurunnya tampilan kerja baik secara kualitatif maupun secara
kuantitatif.
Secara umum dapat dikemukan bahwa pemecahan masalah-masalah organisasi dari segi
manusianya dapat dilakukan melalui prinsip-prinsip kepuasan kerja. Dengan adanya kepuasan
kerja yang tinggi akan muncul ikatan yang positif antara pekerja dengan pekerjaannya, sehingga
dari pekerja ini dapat diharapkan suatu hasil yang optimal. Dari hampir semua perusahaan yang
mengalami kemajuan yang pesat ditandai dengan gejala kepuasan kerja yang tinggi di antara
para pekerjanya.
Pada dasarnya, prinsip-prinsip kepuasan kerja diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan pekerja. Milton menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan kondisi emosional
positif atau menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian pekerja berdasarkan pengalamannya
(Milton). Lebih jauh lagi, Milton mangatakan reaksi efektif pekerja terhadap pekerjaannya
tergantung kepada taraf pememnuhan kebutuhan-kebutuhan fisik dan psikologis pekerja tersebut
oleh pekerjaannya. Kesenjangan antara yang diterima pekerja dari pekerjaannya dengan yang
diharapkannya menjadi dasar bagi munculnya kepu-asan atatu ketidakpuasan. Beberapa ahli
telah mencoba mengemukakan faktor-faktor yang terlibat dalam kepuasan kerja. Herzberg,
seperti yang dikutif oleh Gilmer (1961), mengemukakan faktor-faktor kemapanan atau keamanan
pekerjaan, kesempatan untuk maju, pandangan pekerja mengenai perusahaan dan
manajemennya, gaji, aspek-aspek intrinsik pekerjaan, kualitas penyeliaan, aspek-aspek sosial
dari pekerjaan, komunikasi, serta kondisi kerja fisik dan jam kerja sebagai faktor-faktor yang
menentukan kepuasan kerja. Perlu dicatat bahwa hasil penelitian diatas diperoleh dari laporan
pekerja yang sebagian besar pekerja dalam kondisi yang cukup baik, dengan gaji yang
mencukupi dan hubungan dengan atasan-bawahan yang baik.
Ruth Johnston (1975) menekankan bahwa kebutuhan akan uang dan kondisi fisik relatif
tidak penting bila dua hal tersebut, paling tidak sampai pada taraf tertentu, telah terpenuhi. Lebih
lanjut lagi, penelitian yang dilakukan Johnston menunjukkan urutan preferensi di antara pekerja
pria untuk pekerjaan yang menarik adalah rekan sekerja yang ramah, manajemen yang efisien,
gaji yang tinggi, dan penyelia yang penuh perhatian. Sedangkan bagi pekerja wanita, urutan
prefensinya bergerak dari rekan sekerja yang ramah, penyelia yang penuh perhatian, manajemen
yang efisien, dan gaji yang tinggi. Dalam penelitian berikutnya (Johnston, 1975) menunjukan
bahwa pekerja menilai keramahan dan perhatian pada pekerjaan sebagi suatu sifat yang istimewa
(Fraser).
Dari kenyataan-kenyataan di atas tampak bahwa faktor-faktor relasi sosial yang baik dan
penghargaan terhadap prestasi kerja merupakan faktor-faktor yang sangat menetukan kepuasan
kerja. Faktor gaji dan imbalan lainnya walaupun masih dianggap penting, tidak memperoleh
penekanan yang khusus. Dengan demikian, untuk meningkatkan kepuasan kerja kedua hal itu
harus terpenuhi terlebih dahulu.
 
E.     STRES DAN KEPUASAN KERJA
Pekerjaan mengatur lalu lintas udara dianggap sebagi salah satu pekerjaan yang paling
menimbulkan stres. Jam demi jam mereka harus selalu waspada, mengawasi sejumlah pesawat
terbang yang datang dan pergi dengan kecepatan dan ketinggian masing-masing. Walaupun
demikian, dua buah penelitian (Singer & Ruterfranz, 1971; R.C Smith, 1973) menunjukan
bahwa aspek-aspek pekerjaan yang tidak disukai oleh pengawas lalu-lintas udara adalah
administrasi, kualitas manajemen, upah/gaji, kerja malam (saat lalu-lintas udara tidak padat),
dan yang disebut ‘stres’ (beban mental atau tanggung jawab yang besar) tidak termasuk
kedalam aspek pekerjaan yang tidak disukai dan bahkan terkadang termasuk ke dalam aspek
pekerjaan yang disukai.
Dari penelitian yang dilakukan Caplan dan kawan-kawan terhadap 2000 pekerja dari 23
jabatan di Amerika Serikat, Fraser menarik kesimpulan bahwa lingkungan stres yang dirasakan
secara subyektif lebih berperan sebagai penentu ketegangan daripada lingkungan itu sendiri, dan
bahwa reaksi subyektif seperti kecemasan, kemarahan, tekanan mental, dan gangguan-gangguan
psikosomatis berkaitan erat satu sama lainnya dan tampaknya lebih dipengaruhi oleh
ketidakpuasan terhadap pekerjaan daripada oleh sifat-sifat pekerjaan itu sendiri. Lebih jauh lagi,
Fraser juga mengatakan bahwa unsur-unsur yang sama, yang identik dengan pembangkit stres,
juga ditetapkan sebagai penyebab ketidakpuasan.
Salah satu kondisi kerja yang dapat menimbulkan stres pada diri pekerja adalah kerja
paruh waktu (shift work). Keluhan-keluhan yang muncul pada kondisi kerja ini antara lain
gangguan sulit tidur, gangguan pencernaan, dan gangguan-gangguan sosial (Goldberger &
Breznizt). Tetapi keadaan dapat diperbaiki oleh motivasi pekerja itu sendiri. Bila kerja lembur
atau kerja malam memang dikehendaki oleh pekerja itu sendiri, stres akan diperkecil dan
demikian pula ketegangan yang melaporkan bahwa masalah-masalah pembuluh darah jantung
(kardiovaskuler) lebih umum dialami oleh para pekerja siang hari daripada para pekerja malam
hari.
Dari penjelasan-penjelasan diatas tampak bahwa kepuasan kerja dapat mempengaruhi
kadar stres dan dapat mengurangi dampak menyakitkan dari stres tersebut. Robert R. Holt
menyatakan bahwa : “Job satisfaction is eudently highly relevant to occupational stress and its
pathogenics effects”.
 
F.     Macam-macam dari Strestor
1. Strestor Yang Bersumber dari Pribadi
Kepribadian dan persepsi memainkan peran penting terhaadap tinggi rendahnya stres. Saat
seseorang mempresepsikan bahwa penceraian itu adalah sesuatu yang sangat menyakitkan
dan tidak ada jalan keluar nya, individu akan merasa semakin stres. Beberapa tipe
kepribadian lebih mudah terkenal stres di banding tipe kepribadian lainnya. Orang
kepribadian A, emosinya tinggi sehingga lebih mudah terkena stres.
2. Strestor pekerjaan
Propesi-propesi tertentu mempunyai potensi memunculkan stres lebih besar di bandingkan
propesi lainnya. Misalnya Polisi pemadam kebakaran, dokter dan juga propesi lainnya.
3. Sterestor Lingkungan

G.    Dampak Stres
Apakah dampak stress? dampak stress dibedakan dalam 3 kategori, dampak Fisiologik,
dampak psikologik dan dampak perilaku.
1. Dampak Fisiologik
Secara umum orang yang mengalami stress mengalami sejumlah gangguan fisik seperti :
mudah masuk angin, mudah pening-pening, kejang otot (kram), mengalami kegemukan
atau menjadi kurus yang tidak dapat dijelaskan.
2. Dampak Psikologik
Adapun dampak psikologik antara lain:
a. Keletihan emosi, jenuh, penghayatan ini merupakan tanda pertama dan punya peran
sentral bagi terjadinya ‘burn out’. 
b. Terjadi ‘depersonalisasi’ ; Dalam keadaan stress berkepanjangan, seiring dengan
kewalahan /keletihan emosi, kita dapat melihat ada kecenderungan yang bersangkutan
memperlakuan orang lain sebagai ‘sesuatu’ ketimbang ‘sesorang’. 
c. Pencapaian pribadi yang bersangkutan menurun, sehingga berakibat pula menurunnya
rasa kompeten & rasa sukses.
3. Dampak Perilaku
Dampak perilaku seperti:
a. Manakala stress menjadi distress, prestasi belajar menurun dan sering terjadi tingkah
laku yang tidak berterima oleh masyarakat.
b. Level stress yang cukup tinggi berdampak negative pada kemampuan mengingat
informasi, mengambil keputusan, mengambil langkah tepat.
c. Mahasiswa yang stres berat seringkali banyak membolos atau tidak aktif mengikuti
kegiatan pembelajaran.
H.    Faktor Stres
Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan Stres disebut Stressors. Meskipun Stres
dapat diakibatkan oleh hanya satu Stressors, biasanya karyawan mengalami Stres karena
kombinasi Stressors.
Menurut Robbins (2001:565-567) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan
timbulnya Stres yaitu: 
1. Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh pembentukan
struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan. Dalam faktor lingkungan terdapat
tiga hal yang dapat menimbulkan Stres bagi karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi.
Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut
membuat seseorang mengalami ancaman terkena Stres. Hal ini dapat terjadi, misalnya
perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan
membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua
pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat dengan adanya
teknologi yang digunakannya.
2. Faktor Organisasi
Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan Stres yaitu role
demands, interpersonal demands, organizational structure dan organizational leadership.
Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Role Demands
Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan
mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk memberikan hasil akhir yang ingin
dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut.
b. Interpersonal Demands
Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam organisasi.
Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu dengan karyawan lainnya
akan dapat menyeba bkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan
dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat
perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya.
c. Organizational Structure
Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan
jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan
dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi.
d. Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu
organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group (Robbins, 2001:316)
dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau menekankan pada
hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik
pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja. Empat
faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya tingkat
Stres. Pengertian dari tingkat Stres itu sendiri adalah muncul dari adanya kondisi-kondisi
suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam
mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan, atau permintaan-permintaan dimana
semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai
sesuatu yang tidak pasti tapi penting.
3.      Faktor Individu
Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah
ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara
keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan
karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah
ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan
yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan
seperlunya.  Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat
menimbulkan Stres terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut.
Sehingga untuk itu, gejala Stres yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan
benar dalam kepribadian seseorang sehingga dapat digambarkan.

I.       Solusi
Orang sekarang katanya gampang terkena stres. Mungkin ini karena semakin tingginya
tuntutan. Baik tuntutan dari tempat kerja anda atau tuntutan dari sekitar kita. Tempat kerja
menuntut agar produktivitas kerjameningkat agar target perusahaan tercapai. Kebutuhan
keluarga makin meningkat, sementara “kemampuan” masih tetap.
Kalau segala macam tuntutan itu tidak mampu di-management dengan baik, stress mudah
timbul. Bagaimana tips management stress agar anda terhindar dari serangan stres?
1. Tidur cukup
Kurang tidur merupakan salah satu sebab terbesar seseorang terjangkit stres. Mungkin
karena harus kejar deadline pekerjaan yang bertumpuk sampai harus mengorbankan waktu
tidur anda. Sesekali boleh saja anda lemburan, tapi jangan keterusan dan kompensasikan
kekurangan tidur anda itu. Kalau anda keseringan melanggar jatah waktu istirahat anda,
pasti tubuh anda akan “berontak”. Akibatnya waktu pagi hari wajah anda terlihat kurang
fresh, kantung mata menggantung, stamina pun kurang bugar. Berapa waktu ideal tidur
setiap harinya? Kalau kata pakar sekurang-kurangnya kita butuh waktu tidur minimal
delapan jam. Namun saya percaya anda yang paling tahu kebutuhan tidur anda. Sebagai
pedoman, gampangnya begini. Kalau waktu bangun anda merasa badan anda kurang
segar, itu tandanya kalau anda masih kurang tidur. Tapi kalau sudah segar berarti waktu
tidur anda cukup. Namun pedoman di atas jangan anda jadikan alasan buat tidur
berlebihan ya, karena efeknya pasti juga sama tidak baiknya. Tidur yang cukup (dan
bukan berlebihan) itu ikut membantu mengurangi tingkat ketegangan atau stress tubuh
anda.
2. Olahraga cukup
Olahraga yang cukup itu pun bisa membantu mengurangi ketegangan anda. Biar tidak
suntuk selalu berada di depan layar monitor untuk menjalankan bisnis internet, lakukanlah
olahraga. Berolahraga membantu anda lebih sehat, meningkatkan energi dan stamina anda,
membuat pikiran lebih fresh–sehingga anda bisa bekerja online lebih baik dan membuat
tidur lebih pulas. Kalau anda belum rutin olahraga, saya sarankan mulai minggu ini. Bisa
dimulai dengan olahraga kecil seperti jalan-jalan, lari pagi, atau naik sepeda keliling
sekitar lingkungan rumah anda. Boleh juga kembali melakukan olahraga kegemaran yang
sudah lama tidak anda lakukan.
3. Makan teratur
Gara-gara telat makan akibat terlalu fokus memikirkan pekerjaan anda bisa berakibat fatal
dan meningkatkan potensi terkena stress. Makanlah makanan bergizi secara teratur.
Jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, anda jadi lupa atau telat makan.
4. Musik
Suara musik mampu membuat tubuh anda terasa lebih enteng. Anda bisa dengarkan musik
untuk mengurangi ketegangan tubuh anda. Cobalah dan biarkan tubuh anda bergoyang
mengikuti irama musik. Dendangkan juga syair lagunya.
5. Liburan
Berlibur bersama keluarga atau orang-orang yang anda sayangi untuk sejenak terbebas
dari rutinitas yang membelenggu perlu anda lakukan untuk melemaskan urat-urat syaraf
anda.
6. Hubungan Sosial
Bertemu dengan teman-teman lama atau paling tidak coba menghubungi mereka bisa
mempererat kembali hubungan anda. Anda bisa ngobrol mengingat kisah jaman dulu kala.
Pasti stres anda akan lenyap seketika mentertawakan cerita-cerita lucu yang anda alami.
Perluas juga hubungan sosial anda dengan sering-sering tambah teman, banyak teman
pasti banyak rejeki.
7. Hobi
Kerjakan hobi anda untuk meredakan ketegangan.
8. Doa
Dekatkan diri pada-Nya, panjatkan doa, dan senantiasa ucapkan syukur atas segala
limpahan nikmat-Nya. Ini berpengaruh besar agar anda terhindar dari serangan stress
berat. Pada intinya, kunci management stress itu adalah terciptanya keseimbangan. Anda
tidak memberatkan satu sisi kehidupan dan melupakan sisi lainnya.
BAB III
KESIMPULAN

Stres dan kepuasan kerja mempunyai hubungan timbal-balik. Kepuasan kerja dapat
meningkatkan daya tahan individu terhadap stres dan dampak-dampak stres dan sebaliknya, stres
yang dihayati oleh individu dapat menjadi sumber ketidakpuasan.
Kebutuhan utama pekerja pada era teknologi canggih ini adalah adanya hubungan sosial
yang baik dengan pekerja lainnya dan dengan penyelia/atasan serta penghargaan terhadap
prestasi kerjanya. Sehingga dengan demikian, agar kepuasan kerja dapat tercapai maka
perusahaan hendaknya memperhatikan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Pada sisi lain, adanya
hubungan sosial yang baik ini dapat dipersepsi pekerja sebagi dukungan sosial yang dapat
menurunkan ketegangan yang dihayatinya.
Usaha menurunnya stres dan dampaknya dari lingkungan pekerjaan dapat dilakukan
melalui perancangan kembali pekerjaan dan memilih pekerja sesuai dengan pekerjaan yang akan
dilaksanakannya. Tujuannya adalah agar pekerjaan tidak dipersepsi sebagai suatu tekanan atau
sumber ketegangan oleh pekerja.
Dalam usaha mengurangi kadar stres dan dampaknya tersebut penyelia atau atasan dapat
berperan sebagai konselor yang berusaha membantu pekerja mengatasi masalah-masalah yang
dihadapinya.
Stres muncul jika terdapat kesenjangan antara persepsi individu mengenai kebutuhan-
kebutuhannya dan persepsi individu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut dari
lingkungannya, serta adanya kesenjangan antara persepsi individu mengenai tuntutan
lingkungan. Kepuasan kerja, yang berarti terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pekerja,
menunjukkan kesesuaian antara persepsi individu mengenai kebutuhannya dan persepsi
mengenai pemenuhan kebutuhan tersebut dari lingkungan. Tampak jelas bahwa stres bahwa
kepuasan kerja sendiri berarti tidak adanya stres individu.
Kepuasan kerja merupakan kondisi emosional yang positif atau menyenangkan terhadap
pekerjaan, yang berarti bahwa makna pekerjaan bagi pekerja yang puas menjadi positif. Dengan
adanya makna pekerjaan yang positif ini pekerja menjadi lebih siap menghadapi tuntutan-
tuntutan pekerjaannya tersebut. Dengan demikian, walaupun individu dihadapkan pada pekerjaan
yang mempunyai kemungkinan memberikan stres yang besar, kadar stres dan dampak stres yang
dihayatinya tidaklah terlalu besar.
Makna pekerjaan bagi Pekerjaan-pekerjaan tertentu dapat kembali dirancang agar
tercapai kesesuaian dengan kemampuan dan kebutuhan pekerja. Misalnya dengan melakukan
pemerkayaan pekerjaan pada pekerjaan lini rakit. Pada perkerjaan-pekerjaan tertentu, misalnya
penjinak bom atau pelatih singa untuk sirkus, perubahan pada pekerjaan tersebut tidak dapat
dilakukan. Dalam hal ini, usaha mengu-rangi stres dan dampak stres lebih ditujukan pada
pemilihan pekerja yang sesuai dengan pekerjaan-pekerjaan Cara lain yang dapat dipergunakan
untuk mengurangi stres dan dampaknya adalah dengan mengubah persepsi pekerja mengenai
pekerjaan dan kemampuannya. Menurut pendekatan interaksional, persepsi memegang peranan
yang besar dalam menentukan kadar stres dan dampak stres tersebut. Di lingkungan pekerjaan
perubahan persepsi pekerja dapat dilaku-kan oleh atasan pekerjaan tersebut yang memberikan
keyakinan diri dan perasaan aman kepada pekerjanya.
Faktor lain yang mempengaruhi daya tahan terhadap stres dalam pekerjaan adalah
dukungan sosial, yaitu jalinan ikatan sosial dan keluarga dari pekerja. Dukungan sosial dan
keluarga ini dapat menurunkan akibat-akibat ketidakpuasan dalam pekerjaan, dengan memberi
kepuasan-kepuasan dan pencapaian-pencapaian yang lain diluar pekerjaan. Dukungan sosial dan
keluarga dapat menyalurkan perasaan-perasaan negatif pekerja terhadap pekerjaannya dan
menimbulkan harga diri, penerimaan, serta kepercayaan terhadap diri sendiri. Dari penelitian-
penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, tampak bahwa kebutuhan pekerja yang utama
adalah hubungan sosial yang baik antara pekerja dan penyelia. Dengan demikian, tampak jelas
bahwa dukungan sosial memiliki arti yang penting bagi pemuasan kebutuhan pekerja dan
penurunan kadar stres maupun dampaknya.
Adanya hubungan yang baik dengan penyelia atau atasan memungkinkan pekerja untuk
mengkomunikasikan masalah-masalah yang dihadapinya, yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Hal ini tentu memiliki dampak yang baik bagi penurunan ketegangan pekerja tersebut karena
melalui cara demikian pekerja sedikit banyak dapat menyalurkan ketegangannya (kartasis).
Selain itu, dengan adanya hubungan yang baik ini, pekerja memperoleh keyakinan bahwa pihak
manajemen memberikan penghargaan terhadap dirinya sebagai manusia, pihak manajemen dapat
memahaminya, dan bukan merupakan ancaman bagi dirinya. Di lain pihak, komunikasi dari
pekerja merupakan suatu informasi yang berharga bagi pihak manajemen yang dapat
dipergunakan untuk memperbaiki kondisi kerja di perusahaan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai