Anda di halaman 1dari 12

PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS

MATA KULIAH
ETIKA PROFESI DAN BISNIS
Tujuan Pembelajaran

Mahasiswa mampu menjelaskan perilaku etis dalam


lingkungan bisnis.
Mahasiswa mampu bersikap etis dan mempunyai
moral yang tinggi.
Mampu menerapkan perilaku etis, nilai-nilai moral
dalam lingkungan masyarakat.
PENDAHULUAN
Etika dan integritas merupakan suatu keinginan yang
murni dalam membantu orang lain. Kejujuran yang
ekstrim merupakan kemampuan yang digunakan untuk
menganalisa terhadap batas-batas kompetisi seseorang.
Etika dan Kompetisi ini yang harus dikejar tetapi tidak
lupa akan etika profesi tidak boleh lepas. Sebab etika
bersangkut pada moral.Apabila moral kita baik maka
bisnis itu akan berjalan seimbang, selaras dan serasi tanpa
adanya hambatan yang merintang.
Pendahuluan
Dalam menciptakan keadaan tersebut maka diperlukan
suatu etika dalam berbisnis yaitu, penguasaan diri
(pengendalian diri), pengembangan tangggung jawab sosial,
mempertahankan diri dari kemajuan zaman, menciptakan
persaingan yang sehat, menciptakan konsep pembangunan
yang berkelanjutan, menghindari dari 5 K (Katabelece,
Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi), mampu
menyatakan yang benar itu benar, menumbuhkan sikap
saling percaya, kosistensi, menumbuhkan kesadaran akan
saling memiliki daripada kesepakatan bersama, dan
penjustifikasian di dalam hukum yang termaktub di dalam
peraturan perundang-undangan.
MORAL BISNIS
Moral Bisnis itu diterapkan secara internal dan eksternal.
Bisnis yang beretika memperlakukan setiap konsumen
dan karyawannya dengan bermartabat dan adil. Moral
juga diterapkan di dalam ruang rapat direksi, ruang
negosiasi, di dalam menepati janji, dalam memenuhi
kewajiban terhadap karyawan, buruh, pemasok, pemodal
dll. Singkatnya, ruang lingkup Moral bisnis itu universal.
Moral Bisnis itu membutuhkan keuntungan. Bisnis yang
bermoral adalah bisnis yang dikelola dengan baik,
memiliki sistem kendali internal dan bertumbuh. Moral
adalah berkenaan dengan bagaimana kita hidup pada saat
ini dan mempersiapkan diri untuk masa depan. Bisnis
yang tidak punya rencana untuk menghasilkan
keuntungan bukanlah perusahaan yang bermoral.
Moral Bisnis itu berdasarkan nilai. Perusahaan
yang bermoral harus merumuskan standar nilai
secara tertulis. Rumusan ini bersifat spesifik,
tetapi berlaku secara umum. Moral menyangkut
norma, nilai dan harapan yang ideal. Meski
begitu, perumusannya harus jelas dan dapat
dilaksanakan dalam pekerjaan sehari-hari.
Moral Bisnis itu dimulai dari pimpinan. Ada
pepatah, “Pembusukan ikan dimulai dari
kepalanya.” Kepemimpinan sangat berpengaruh
terhadap corak lembaga. Perilaku seorang
pemimpin yang bermoral akan menjadi teladan
bagi anak buahnya
Pengembangan tanggung jawab sosial
 Banyak perusahaan yang melihat program tanggung jawab sosial
sebagai suatu program yang menghabiskan banyak biaya dan merugikan
bagi mereka. Perusahaan yang telah menjalankan program tanggung
jawab sosial pun ada yang menerapkan program tanggung jawab sosial
tersebut karena alasan untuk mengantisipasi penolakan dari masyarakat
dan lingkungan sekitar perusahaan. Masih jarang ada perusahaan yang
menjadikan program tanggung jawab sosial sebagai bagian dari
perencanaan strategis perusahaan. Mereka tidak melihat kenyataan di
lapangan bahwa perusahaan yang menjadikan menjadikan program
tanggung jawab sosial sebagai bagian dari perencanaan strategis
perusahaan mempunyai corporate image yang lebih tinggi sehingga
dapat berdampak pada loyalitas yang tinggi pada baik bagi masyarakat
yang telah di untungkan oleh perusahaan tersebut juga bagi konsumen
yang sering mengandalkan corporate image dalam mengonsumsi apa
yang mereka beli.
Michael Porter, Clayton Christensen, dan Rosabeth
Moss Kanter mengemukakan bahwa hanya dengan
menjadikan program tanggung jawab sosial sebagai
bagian dari strategi perusahaan, program-program
program tanggung jawab sosial tersebut bisa “abadi”.
Karena strategi perusahaan terkait erat dengan program
program tanggung jawab sosial, perusahaan tidak akan
menghilangkan program program tanggung jawab sosial
tersebut meski dilanda krisis, kecuali ingin merubah
strateginya secara mendasar. Sementara pada kasus-
kasus program tanggung jawab sosial pada umumnya,
begitu perusahaan dilanda krisis, program program
tanggung jawab sosial akan dipotong terlebih dahulu.
Persaingan yang sehat
Persaingan yang sehat untuk mengungguli potensi rekan
kerja kita secara otomatis justru akan membuat
perusahaan tempat kita bekerja menjadi lebih maksimal
dan lebih unggul. Indikator bahwa persaingan yang ada
mulai menjadi tidak sehat adalah ketika kita mulai saling
serang/saling menjatuhkan atau melakukan segala cara
untuk mendapatkan promosi. Contoh: ‘menjilat’
pemimpin demi mendapat ‘perhatian lebih’ adalah tanda
bahwa persaingan yang ada sudah mulai menjurus ke arah
yang negatif.
Kredibilitas, Profesionalisme, Kualitas
Kredibilitas adalah alasan yang masuk akal untuk bisa dipercayai.
Seorang yang memiliki kredibilitas berarti dapat dipercayai, dalam
arti kita bisa memercayai karakter dan kemampuannya. Sokrates
mengatakan, “Kunci utama untuk kejayaan adalah membuat apa
yang nampak dari diri kita menjadi kenyataan.”
Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan
dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat,
berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa
keterpanggilan serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima
panggilan tersebut untuk dengan semangat pengabdian selalu siap
memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung
kesulitan ditengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999).
Kualitas jasa dapat diperoleh dengan cara membandingkan antara
pengharapan konsumen dengan penilaian mereka terhadap
kinerja yang sebenarnya.
Kepercayaan
 Kepercayaan adalah kondisi mental atau psikologis seseorang, dimana
individu dapat mengevaluasi keseluruhan dari dirinya sehingga memberi
keyakinan kuat pada kemampuan dirinya untuk melakukan tindakan dalam
mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya. Ketika ini dikaitkan dengan
praktek hidup sehari-hari, orang yang memiliki kepercayaan rendah atau
telah kehilangan kepercayaan, cenderung merasa/bersikap sebagai berikut :
a. Tidak memiliki sesuatu (keinginan, tujuan, target) yang diperjuangkan
secara sungguh sungguh.
b. Tidak memiliki keputusan melangkah yang decissive (ngambang)
c. Mudah frustasi atau give-up ketika menghadapi masalah atau kesulitan
d. Kurang termotivasi untuk maju, malas-malasan atau setengah-setengah
e. Sering gagal dalam menyempurnakan tugas-tugas atau tanggung jawab
(tidak optimal)
f. Canggung dalam menghadapi orang
g. Tidak bisa mendemonstrasikan kemampuan berbicara dan kemampuan
mendengarkan yang meyakinkan
h. Sering memiliki harapan yang tidak realistis
i. Terlalu perfeksionis
j. Terlalu sensitif (perasa)
Kasus PT. Kereta Api
Komisaris PT Kereta Api mengungkapkan adanya manipulasi laporan keuangan
BUMN tersebut di mana seharusnya perusahaan merugi namun dilaporkan
memperoleh keuntungan.
“Saya tahu bahwa ada sejumlah pos yang sebetulnya harus dinyatakan sebagai
beban bagi perusahaan tetapi malah dinyatakan masih sebagai aset perusahaan.
Jadi ada trik akuntansi,” kata salah satu Komisaris PT Kereta Api, Hekinus
Manao di Jakarta, Rabu.
Ia menyebutkan, hingga kini dirinya tidak mau menandatangani laporan
keuangan itu karena adanya ketidakbenaran dalam laporan keuangan BUMN
perhubungan itu.
“Saya tahu laporan yang diperiksa oleh akuntan publik itu tidak benar karena
saya sedikit banyak mengerti akuntansi, yang mestinya rugi dibuat laba,” kata
penyandang Master of Accountancy, Case Western Reserve University,
Cleveland, Ohio USA tahun 1990.
Akibat tidak ada tanda tangan dari satu komisaris, rapat umum pemegang
saham (RUPS) PT Kereta Api yang seharusnya dilaksanakan sekitar awal Juli
2006 ini juga harus dipending.

Anda mungkin juga menyukai