Anda di halaman 1dari 31

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategik Manajemen Sumber Daya Manusia

Dosen Pengampu: Mun Yah Zahiroh, SE.,M.B.A.

Oleh Kelompok 9 :

1. Era Vazira (19108020095)


2. Fiera Dwi Hapsari (19108020108)
3. Ayu Ridya Lutfiani (19108020110)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok
untuk mata kuliah Strategik Manajemen Sumber Daya Manusia yang berjudul “Pelatihan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia”.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyumparnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan banyak ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini dan
penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 11 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3

2.1 Pengertian Pelatihan dan Pengembangan SDM .................................................................. 3

2.2 Manfaat Pelatihan dan Pengembangan ............................................................................... 4

2.3 Tanggung Jawab Pelatihan dan Pengembangan ................................................................. 5

2.4 Tahapan Proses Pelatihan dan Pengembangan ................................................................... 7

2.5 Pengembangan SDM dan Daya Saing Global .................................................................. 16

2.6 Melatih Karyawan dalam Menentukan Alternatif ............................................................ 18

2.7 Kendala dalam Transfer Pelatihan dan Pengembangan .................................................... 21

2.8 Evaluasi Pelatihan dan Pengembangan ............................................................................. 24

BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 26

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 26

3.2 Saran ................................................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 28

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hal penting dalam sebuah perusahaan adalah mensosialisasi para karyawannya ke
dalam budaya perusahaan agar mereka dapat menjadi karyawan yang produktif dan efektif,
segera setelah memasuki dan menjadi anggota sistem sosial pada perusahaan. Suatu cara
utama untuk melakukan hal itu adalah melalui pelatihan dan pengembangan. Mengapa
diperlukan? Karena penempatan karyawan dalam pekerjaan secara langsung tidak
menjamin mereka akan berhasi. Karyawan baru sering merasa tidak pasti tentang peranan
dan tanggung jawab mereka. Permintaan pekerjaan dan kapabilitas. karyawan haruslah
seimbang melalui program orientasi dan pelatihan. Keduanya sangat dibutuhkan. Sekali
para karyawan telah dilatih dan telah menguasai pekerjaannya, mereka membutuhkan
pengembangan lebih jauh untuk menyiapkan tanggung jawab mereka di masa depan. Ada
kecenderungan yang terus terjadi, yaitu semakin beragamnya karyawan dengan organisasi
yang lebih datar, dan persaingan global yang meningkat, upaya pelatihan dan
pengembangan dapat meyebabkan karyawan mampu mengembangkan tugas kewajiban
dan tanggung jawabnya yang lebih besar

Melalui pelatihan, karyawan terbantu mengerjakan pekerjaan yang ada, dapat


meningkatkan keseluruhan karier karyawan, dan membantu mengembangkan tanggung
jawabnya di masa depan Pengembangan dapat membantu karyawan agar mampu
mengatasi tanggung jawabnya di masa depan. Di situlah letak perbedaannya. Pelatihan
lebih berorientasi pada kondisi sekarang, sedangkan pengembangan lebih berorientasi pada
perspektif masa depan. Akan tetapi, yang jelas jika sebuah perusahaan ingin memiliki daya
saing tinggi di masa depan, maka salah satu upaya strategis yang perlu dilakukan adalah
menciptakan sebuah proses belajar berkelanjutan di seluruh lapisan karyawan melalui
paket pelatihan dan pengembangan. Hal demikian tidak bisa ditunda tunda lagi, khususnya
mereka yang bergerak di sektor agribisnis di Indonesia, yang persoalan utamanya adalah
kualitas SDM yang kurang berkualifikası. Padahal, di era masa depan salah satu indikator
daya saing tinggi adalah penguasaan SDM bermutu.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pelatihan dan pengembangan SDM?
2. Apa manfaat dari pelatihan dan pengembangan?
3. Bagaimana tanggung jawab pelatihan dan pengembangan?
4. Bagaiamana tahapan proses pelatihan dan pengembangan?
5. Bagaimana pengembangan SDM dan daya saing global?
6. Bagaimana melatih karyawan dalam menentukan alternatif?
7. Bagaimana kendala dalam transfer pelatihan dan pengembangan?
8. Bagaimana evaluasi pelatihan dan pengembangan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dari pelatihan dan pengembangan SDM.
2. Untuk mengetahui manfaat dari pelatihan dan pengembangan.
3. Untuk mengetahui tanggung jawab pelatihan dan pengembangan.
4. Untuk mengetahui tahapan proses pelatihan dan pengembangan.
5. Untuk mengetahui tahapan pengembangan SDM dan daya saing global.
6. Untuk mengetahui melatih karyawan dalam menentukan alternatif.
7. Untuk mengetahui kendala dalam transfer pelatihan dan pengembangan.
8. Untuk mengetahui evaluasi pelatihan dan pengembangan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pelatihan dan Pengembangan SDM
Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses untuk mengajarkan
pengetahuan keahlian tertentu, serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu
melakukan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar. Biasanya
pelatihan merujuk pada pengembangan keterampilan bekerja yang dapat digunakan dengan
segera. Dalam hal ini, manfaat finansial bagi perusahaan biasanya terjadi dengan cepat.
Sedangkan pendidikan memberikan pengetahuan tentang subjek tertentu, tetapi sifatnya
lebih umum dan lebih terstruktur untuk jangka waktu yang jauh lebih panjang, Di sisi lain,
pengembangan memiliki ruang lingkup lebih luas. Dapat berupa upaya untuk
meningkatkan pengetahuan yang mungkin digunakan segera untuk kepentingan di masa
depan. Pengembangan sering dikategorikan secara eksplisit dalam pengembangan
manajemen, organisasi, dan pengembangan individu karyawan. Penekanan lebih pokok
adalah pada pengembangan manajemen. Dengan kata lain, fokusnya tidak pada pekerjaan
kini dan mendatang lebih pada pemenuhan kebutuhan perusahaan jangka panjang.

Jika di sebuah perusahaan beberapa manajernya diajarkan penggunaan Lotus 123


untuk mengelola anggaran perusahaan, hal itu disebut proses pelatihan. Jika manajer yang
sama mengambil kursus dalam teori sistem umum dan sistem informasi manajemen, serta
manajemen kepemimpinan untuk membantu perusahaan agar perkembangannya lebih
efisien dan efektif dalam jangka panjang, maka upaya perusahaan tersebut lebih tepat
disebut sebagai kegiatan pengembangan.

Setiap sistem pelatihan dan pengembangan harus terintegrasi dengan strategi SDM
dalam perusahaan, jika ingin hal itu terlaksana secara efektif. Contohnya, integrasi dengan
hal penilaian kerja, promosi, atau sistem pembayaran upah/gaji. Integrasi ini membantu
pula untuk meyakinkan bahwa bantuan strategi pengembangan akan mendukung strategi
personil lainnya.

Menurut Michael R. Carrell et al., (1995), ada tujuh maksud utama program
pelatihan dan pengembangan, yaitu memperbaiki kinerja, meningkatkan keterampilan
karyawan, menghindari keusangan manajerial, memecahkan permasalahan, orientasi

3
karyawan baru, persiapan promosi dan keberhasilan manajerial, dan memberi kepuasan
untuk kebutuhan pengembangan personal. Sehubungan dengan itu, uraian tentang
pelatihan dan pengembangan secara eksplisit tidak dapat dipisahkan. Keduanya diuraikan
menyatu karena keduanya saling terkait.

2.2 Manfaat Pelatihan dan Pengembangan


Manfaat pelatihan dan pengembangan dapat dikategorikan untuk perusahaan, untuk
individual yang pada akhirnya untuk perusahaan pula, dan hubungan antarmanusia serta
implementasi kebijakan perusahaan (Keith Davis dan Werther W.B., 1996).

1. Manfaat untuk perusahaan


a. Memperbaiki pengetahuan dan keterampilan pada semua tingkat perusahaan.
b. Memperbaiki moral pekerja.
c. Membantu orang mengidentifikasi tujuan perusahaan.
d. Membantu menciptakan citra perusahaan yang lebih baik.
e. Membantu perkembangan kebenaran, keterbukaan, dan kepercayaan.
f. Memperbaiki hubungan antara atasan dan bawahan.
g. Membantu mengembangkan perusahaan.
h. Belajar dari karyawan yang dilatih.
i. Membantu dalam mempersiapkan petunjuk pekerjaan
j. Membantu dalam memahami dan melaksanakan kebijakan perusahaan.
2. Manfaat untuk individual
a. Membantu individu dalam mengambil keputusan yang lebih baik dan pemecahan
masalah yang efektif.
b. Membantu dalam mendorong dan mencapai pengembangan dan kepercayaan diri.
c. Membantu seseorang dalam mengatasi stress, tensi, kekecewaan, dan konflik.
d. Menyediakan informasi untuk memperbaiki pengetahuan kepemimpinan,
keterampilan berkomunikasi dan sikap.
e. Meningkatkan pemberian pengakuan dan perasaan kepuasan pekerjaan,
f. Mengarahkan seseorang pada tujuan personal sambal memperbaiki keterampilan
berinteraksi.
g. Memuaskan kebutuhan personal bagi karyawan (yang dilatih) dan pelatih.

4
h. Mengembangkan jiwa untuk terus mau belajar.
i. Membantu seseorang dalam mengembangkan keterampilan berbicara dan
mendengarkan, juga keterampilan menulis.
j. Membantu mengurangi rasa takut atau khawator dalam mencoba melakukan tugas
baru.
3. Manfaat untuk personal, hubungan manusia dan pelaksanaan kebijakan
a. Memperbaiki komunikasi antara kelompok dan individual.
b. Membantu dalam orientasi untuk karyawan baru dan mendapatkan pekerjaan baru
melalui pengalihan dan atau promosi.
c. Menyediakan informasi tentang kesempatan yang sama dan kegiatan yang
disepakati.
d. Menyediakan informasi tentang hukum pemerintah yang berlaku dan kebijakan
administrasi.
e. Memperbaiki keterampilan hubungan lintas personal.
f. Membuat kebijakan, aturan, dan regulasi perusahaan yang dapat dilaksanakan.
g. Memperbaiki moral.
h. Membangun kepaduan gerak.
i. Menyediakan lingkungan yang baik untuk belajar, berkembang, dan koordinasi.
j. Membuat perusahaan menjadi tempat yang lebih baik untuk bekerja dan hidup.

2.3 Tanggung Jawab Pelatihan dan Pengembangan


Tanggung jawab pelatihan dan pengembangan dibagi-bagi menurut struktur
perusahaannya, yaitu manajemen top, departemen SDM, penyelia senior, dan karyawan
(Anthony et al.; 1996).

a. Manajemen Top
Komitmen dari kalangan eksekutif dan manajemen top sangat menentukan
terselenggaranya sebuah pelatihan yang efektif, karena hal itu mempengaruhi semua sisi
perusahaan. Tiap program pengembangan yang tidak memiliki perhatian, pengertian,
dan komitmen dari manajemen top, berarti mereka tidak mempedulikan faktor-faktor
perubahan yang dinamis. Padahal, faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kemajuan
perusahaan.

5
Manajemen top memiliki tanggung jawab untuk menyediakan kebijakan umum dan
prosedur yang dibutuhkan untuk melaksanakan pelatihan, termasuk kebijakan
penyediaan anggaran. Oleh karena itu, dibutuhkan pengendalian administrasi untuk
menjamin bahwa para manajer dan karyawan mengikuti program dengan komitmen
yang tegas. Pembentukan budaya yang baik untuk mendorong pelatihan dan
pengembangan, tanggung jawabnya terletak pada manajer top. Jika manajemen top tidak
melakukan hal itu, pengembangan iklim kerja yang baik dalam perusahaan akan
mengalami kesulitan.
b. Departemen Sumber Daya Manusia
Departemen SDM dalam perusahaan secara esensial melakukan fungsi pendukung.
la membantu manajer lini dalam pelatihan dan pengembangan dengan meyediakan
keahlian dan sumber daya, serta terlibat dalam mensponsori program pelatihan. Silabus
pelatihan pun harus sudah disiapkan berikut rencana, jangka panjang program pelatihan
dan pengembangan, termasuk didalamnya proses evaluasi pelatihan.
c. Penyelia Senior
Tiap penyelia senior dan mereka yang memiliki hierarki yang lebih tinggi memiliki
tanggung jawab langsung untuk menjamin pelatihan dan pengembangan berjalan
dengan baik. Penyelia hendaknya mendorong karyawan untuk mengembangkan diri
mereka dan harus menyediakan waktu agar pelatihan dapat berjalan. Di samping itu,
perlu mengembangkan atmosfer proses, belajar mengajar, menyediakan sumber daya,
dan dorongan untuk pengembangan diri di kalangan karyawan.
d. Karyawan
Meskipun SDM profesional dan manajer lini harus memfasilitasi dan mengelola
proses pelatihan dan pengembangan, namun tanggung jawab utama terletak pada
individual karyawan. Para karyawan memiliki tanggung jawab untuk menunjukkan
minat dalam pengembangan karier dan sekaligus pencapaian tujuan perusahaan. Tiap
karyawan pun hendaknya mendorong karyawan lain untuk mengambil manfaat dari
kesempatan untuk mengembangkan diri. Mengapa demikian? Karena belum tentu
seluruh karyawan sudah atau selalu siap, bahkan mendapat kesempatan untuk mengikuti
pelatihan. Bisa jadi ada perasaan segan atau motivasi yang kurang di kalangan

6
karyawan. Oleh karena itu, tugas manajer dan departemen SDM harus secara
berkelanjutan melakukan sosialisasi di kalangan karyawan.

2.4 Tahapan Proses Pelatihan dan Pengembangan


Sebelum pelatihan dapat diselenggarakan, kebutuhan akan hal itu perlu dianalisis
lebih dahulu. Hal demikian disebut sebagai Langkah atau tahapan penilaian dari proses
pelatihan. Mengapa penilaian diperlukan? Karena penilaian kebutuhan mendiagnosis
permasalahan yang ada sekarang dan tantangan-tantangan masa depan yang diharapkan
dapat diatasi, antara lain melalui pelatihan dan pengembangan.

Dalam tahapan penilaian ini, kebutuhan pelatihan dari perusahaan, pekerjaan, dan
kebutuhan individual perlu dianalisis dahulu.

1. Penilaian Kebutuhan Pelatihan


Sebagai contoh sumber dan metode pengumpulan data untuk tahap penilaian kebutuhan
dari model proses pelatihan dapat ditunjukkan sebagai berikut (Anthony et al., 1996).
a. Sumber tertulis
1) Dokumen karyawan
a) Permohonan untuk pelatihan
b) Permohonan untuk pengalihan pekerjaan
c) Alasan meninggalkan perusahaan
d) Laporan eksiden
e) Keluhan karyawan
f) Penilaian kinerja
2) Uraian pekerjaan
3) Spesifikasi pekerjaan
4) Laporan analisis pekerjaan
5) Catatan batas waktu akhir yang hilang
6) Keluhan pelanggan
7) Peralatan untuk memperbaiki permohonan
8) Tes pekerjaan
b. Sumber lain
1) Para karyawan

7
2) Para pelanggan
3) Manajemen
4) Konsultan
c. Metode
1) Wawancara individual
2) Wawancara kelompok
3) Daftar pertanyaan
4) Kelompok fokus
5) Pengamatan
6) Ujian sumber tertulis
7) Analisis pekerjaan
8) Penilaian kinerja
9) Tes dan ujian
a. Penilaian Kebutuhan Perusahaan
Untuk menganalisis kebutuhan sebuah perusahaan, seseorang harus
mengkaji usulan proyek pelatihan dalam kaitannya dengan tujuan, sasaran, dan
strategi perusahaan. Bila tujuan dan strategi utama perusahaan sudah ditentukan
dan faktor penentu keberhasilan sudah pula diidentifikasi, maka seharusnya dapat
diidentifikasi segi kelemahan nyata atau potensial yang dapat dikoreksi melalui
pelatihan.
Juga penting untuk dicatat bagaimana usulan pelatihan akan mempengaruhi
bidang lain yang mungkin dapat atau tidak dijadwalkan untuk pelatihan.
Pengeluaran biaya untuk usulan program pelatihan juga harus dipertimbangkan
ketika pelaksanaan penilaian kebutuhan perusahaan disusun. Jika anggaran
dikeluarkan, maka upaya prioritas program pelatihan hendaknya untuk kebutuhan
akan pelatihan.
Perusahaan harus memperhitungkan sejumlah faktor yang dapat
mempengaruhi persyaratan pelatihan yang meliputi sebagai berikut.
a. Perubahan Staf
Semakin banyak tenaga baru, semakin besar kebutuhan pelatihan dalam
keahlian pekerjaan dan pelatihan untuk pengenalan.

8
b. Perubahan Teknologi
Sistem dan proses baru akan membutuhkan staf yang benar-benar terlatih
di bidangnya; banyak sistem komputer baru yang gagal bukan karena alasan
teknis, tetapi karena staf belum terlatih bagaimana harus menggunakannya.
c. Perubahan Pekerjaan
Pekerjaaan banyak berubah sesuai dengan berubahnya waktu, terutama
karena perubahan pada organisasi itu sendiri dan pegawai harus dilatih untuk
beradaptasi.
b. Penilaian Kebutuhan Tugas
Tujuan penilaian kebutuhan pekerjaan adalah mengisolasi syarat-syarat
khusus pekerjaan yang dipersoalkan. Sebagai contoh, pemegang jabatan dapat
diwawancara untuk menentukan apa saja sebenarnya pekerjaan yang dapat
dilaksanakan, dan penyelia dapat ditanyakan untuk menentukan apa yang
seharusnya dikerjakan.
Misalnya, jika ditemukan adanya kelemahan, seperti dalam penerapan
program departemen SDM tentang analisis dan rancangan rekrutmen, seleksi, dan
penempatan, maka tim penyusunan pelatihan harus memprogramkan dimensi mana
saja yang dapat menyebabkan perusahaan tidak berjalan semestinya dan perlu
dilakukan pelatihan. Begitu pula tim pengelola dan pelatih seharusnya juga
mengkaji beragam sumber informasi yang menyangkut catatan produksi, laporan
pengendalian mutu, statistik ketidakhadiran, dan perputaran karyawan dalam
kaitannya dengan tujuan dan rencana perusahaan.
c. Penilaian Kebutuhan Karyawan

Penilaian kebutuhan kayawan menentukan apakah terjadi perbedaan antara


syarat-syarat pekerjaan dan keterampilan karyawan untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut. Kekuatan dan kelemahan karyawan untuk melaksanakan pekerjaannya
sangat ditentukan faktor-faktor internal dan eksternal karyawan. Faktor internal
dapat berupa keterampilan, pengetahuan, sikap, dan motivasi yang berpengaruh
terhadap kemampuan kerja nyata yang berada di bawah kemampuan kerja standar
perusahaan. Sementara faktor eskternal dapat berupa iklim kerja dan persaingan
pasar kerja. Hasil determinasi ini dapat menentukan bentuk dan materi, serta

9
muatan yang dibutuhkan dalam pelatihan. Dengan kata lain, bagaimana melalui
pelatihan, karyawan dapat mengatasi kekurangan kemampuan kerjanya.

2. Perumusan Tujuan Pelatihan


Tujuan adalah sebuah pernyataan tentang kehendak terjadinya perubahan dari
sebuah proses. Dalam pencapaian harapan, tujuan dan hasil pelatihan harus dapat
diamati dan diukur, spesifik, dengan lamanya waktu pelatihan dan upaya pencapaiannya
dapat dikelola dengan baik. Dalam pelatihan dan pengembangan, ditinjau dari sisi
individu karyawan, perubahan yang diinginkan dapat berupa peningkatan pengetahuan,
sikap, keterampilan, dan pengembangan karier. Sementara ditinjau dari kepentingan
perusahaan adalah tercapainya kinerja perusahaan yang maksimum sebagai buah dari
hasil pelatihan yang terjadi pada karyawan. Dengan kata lain, harus ada keterkaitan
antara input, output, outcome, dan impact dari pelatihan. Sebagai contoh, dikemukakan
hierarki sebuah proses pelatihan sebagai berikut.

Input

▪ Karyawan peserta pelatihan (jumlah, pengetahuan, dan motivasi belajar). Bentuk dan
materi pelatihan (isi dan mutu).
▪ Pelatih/Instruktur jumlah dan mutu). Tim pengelola jumlah dan mutu).
▪ Waktu dan tempat (kenyamanannya).
▪ Anggaran (kecukupannya). Fasilitas lain (unsur pendukung).
Output
▪ Jumlah kehadiran karyawan/peserta pelatihan
▪ Intensitas interaksi pelatihan.
▪ Jumlah kehadiran pelatih.
▪ Kepuasan karyawan dan pelatih serta pengelola.
Outcome
▪ Peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan karyawan.
Impact
▪ Peningkatan kinerja karyawan.
▪ Pengembangan karier karyawan.
▪ Peningkatan kinerja perusahaan.

10
3. Prinsip-prinsip Belajar/Pelatihan
Prinsip-prinsip belajar/pelatihan merupakan petunjuk berupa cara-cara agar peserta
belajar dapat mengikuti pelatihan dengan efektif. Semakin efektif prinsip prinsip
direfleksikan dalam pelatihan, semakin efektif pelatihan yang mungkin terjadi. Prinsip-
prinsip itu berupa partisipasi, pengulangan, relevansi, pengalihan, dan umpan balik, serta
suasana nyaman.
a. Partisipasi
Bentuk pelatihan bagi karyawan hendaknya dilakukan melalui pendekatan
pendidikan orang dewasa. Partisipasi dari peserta belajar harus proaktif, terutama ketika
teknik pelatihan di luar bentuk kuliah, seperti permainan peran, studi kasus, simulasi,
praktikum, dan sebagainya. Dengan pendekatan partisipasi, pelatihan akan memperbaiki
motivasi dan mengajak peserta lebih memperkuat proses dan wawasan belajar. Hasil dari
penerapan prinsip ini (partisipasi), karyawan akan belajar lebih cepat dan akan selalu
mempertahankan proses belajar dalam kehidupannya.
b. Pendalaman
Pendalaman merupakan salah satu prinsip dari pelatihan yang berkelanjutan.
Kebanyakan orang yang pernah mengikuti pelatihan, pendalaman merupakan proses
penanaman daya ingat, Misalnya, pada pertengahan dan akhir proses pelatihan, peserta
pelatihan akan diuji seberapa jauh daya ingat dan kemampuan analisis atau gagasan dalam
menjawab pertanyaan dan memecahkan masalah.
c. Relevansi
Keberhasilan proses belajar/pelatihan sangat dipengaruhi oleh materi/muatan yang
bermanfaat atau selaras dengan kebutuhan tertentu. Dalam hal ini, sebagai contoh, para
pelatih yang baik biasanya menjelaskan secara menyeluruh maksud sebuah pekerjaan
kepada seluruh peserta pelatihan sebelum menjelaskan tugas-tugas spesifik. Kemudian
para peserta pelatihan memberikan respons-respons yang biasanya baru. Hal ini membuat
karyawan/peserta pelatihan mengerti relevansi tiap tugas dan prosedur lebih lanjut yang
benar atau tepat. Dengan demikian, respons-respons baru terhadap materi latihan memiliki
hubungan positif dengan motif belajar dari para karyawan melalui penghayatan dan
penerapannya.
d. Pengalihan

11
Semakin dekatnya kebutuhan sebuah program pelatihan yang sepadan dengan
kebutuhan dari pekerjaan, semakin cepat seorang peserta pelatihan menyerapnya dalam
menguasai pekerjaan. Misalnya, semakin sering seorang perencana dilibatkan dalam
simulasi penyusunan rencana pengembangan produksi sektor agribisnis melalui
komputerisasi, akan semakin terbiasa dan terampil manakala yang bersangkutan akan
menyusun rencana aktual. Kesepadanan yang dekat antara simulator lewat komputer dan
kegiatan perencanaan menyebabkan peserta pelatihan cepat mengalihkan ilmu
pengetahuannya pada kondisi kerja yang nyata.

e. Umpan Balik
Umpan balik memberikan peserta pelatihan tentang informasi kemajuan mereka.
Dengan umpan balik, peserta yang termotivasi dapat menyesuaikan perilaku mereka untuk
mencapai proses belajar yang sangat cepat dan bermakna. Tanpa itu mereka tidak dapat
mengukur kemajuannya dan mungkin tidak terdorong untuk maju. Sebagai contoh, peserta
pelatihan hendaknya mengetahui hasil tesnya sebagai tanda kemajuannya selama proses
belajar. Melalui umpan balik, peserta belajar seharusnya terdorong untuk memperbaiki
kinerja pekerjaannya melalui diagnosis kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.
f. Suasana Nyaman
Peserta pelatihan harus terbebas dari tugas-tugas dan bahkan tekanan-tekanan
pekerjaan. Mereka diasumsikan memiliki hasrat belajar yang datang dari motivasi tinggi
didukung dengan fasilitas yang cukup.
g. Memiliki Kriteria
Untuk menentukan apakah program pelatihan telah mencapai tujuannya, beberapa
kriteria yang digunakan untuk mengukur hasil pelatihan perlu dibuat. Hal ini penting dan
perlu menggunakan lebih dari satu kriteria dalam upaya untuk menentukan efek
menyeluruh dari program pelatihan di suatu perusahaan. Efek tersebut bisa diukur dari
perubahan-perubahan yang sifatnya intelektual, sikap personal, dan penguasaan teknis para
peserta pelatihan, serta kinerja perusahaan. Selain itu, perlu pula diukur tingkat kataat-
asasan program pelatihan dengan tujuan dan strategi perusahaan itu sendiri. Dengan kata
lain, kriteria yang dibutuhkan mencakup bagaimana keterkaitan antara dimensi input,
output, outcome, dan impact memiliki derajat kekuatan dan kelemahan.
4. Merancang dan Menyeleksi Prosedur Pelatihan

12
Dalam merancang dan menyeleksi prosedur dan teknik pelatihan akan ditemukan
semacam "korbanan" atau "pertentangan" (trade-offs). Tidak ada satu pun teknik yang
selalu terbaik. Karena teknik terbaik sangat tergantung pada faktor-faktor keefektivitasan
ekonomi, isi/muatan program yang diinginkan, prinsip-prinsip belajar, ketepatan
kecukupan fasilitas, preferensi, dan kemampuan peserta dan pelatih dalam pelatihan.
a. Pelatihan Instruksi Pekerjaan
Pelatihan instruksi pekerjaan diajarkan langsung pada pekerjaan, dan sering disebut
pelatihan "on-the-job". Hal utamanya digunakan untuk mengajar pekerja bagaimana
melaksanakan pekerjaan yang sekarang. Pelatih, penyelia, atau pembantu pekerja melayani
karyawan dengan kedudukan sebagai instruktur. Ada beberapa langkah dalam pelatihan
"on-the-job". Pertama, peserta pelatihan menerima gambaran ikhtisar tentang pekerjaan,
maksudnya, dan outcome yang diharapkan dengan penekanan pada relevansi pelatihan.
Kemudian pelatih mendemontrasikan pekerjaan itu untuk memberi karyawan sebuah
model untuk diikutinya. Karena karyawan ditunjukkan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan
pekerjaan, maka isi/muatan atau teknik pelatihan mampu diterapkan pada pekerjaan.
Selanjutnya, karyawan diminta untuk meniru contoh yang telah diberikan pelatih.
Demonstrasi dilakukan oleh pelatih, sedangkan praktiknya oleh peserta, diulang-ulang
hingga pekerjaan itu dapat dikuasai.
b. Perputaran Pekerjaan
Perputaran karyawan dapat dikategorikan sebagai bentuk pelatihan "on-the-job".
Karyawan mengikuti pelatihan silang antarjenis pekerjaan. Di sini, pelatih memindahkan
karyawan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Biasanya tiap kepindahan didahului
dengan pelatihan instruksi. Di samping itu, memberi para pekerja dengan beragam
pekerjaan mereka. Pelatihan silang membantu perusahaan ketika lowongan,
ketidakhadiran, penyusutan usaha, atau pengunduruan diri terjadi. Partisipasi peserta
pelatihan dan kemampupindahan pekerjaan yang tinggi merupakan keunggulan belajar dari
perputaran pekerjaan. Meskipun perputaran adalah paling terkait dengan karyawan tipe per
jam (waktu), hal itu dapat digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan pada banyak tingkat di
dalam perusahaan.
c. Magang dan Pelatihan

13
Magang merupakan pembelajaran bagi para karyawan yang sudah lebih
berpengalaman dari karyawan lainnya, meskipun hal itu mungkin dilengkapi dengan
pelatihan di luar kelas pekerjaan.
Pelatihan adalah sama dengan magang, karena pelatihan mencoba untuk
menyediakan sebuah model untuk peserta pelatihan untuk meniru apa yang dilakukan atau
ditunjukkan pelatih. Kebanyakan perusahaan menggunakan model pelatihan ini. Bentuk
ini memang kurang begitu formal daripada program magang karena kurang terdapat sesi
formal di dalam kelas. Oleh karena itu, baru disediakan manakala dibutuhkan sebagai
bagian dari program yang sudah disiapkan secara hati-hati.
d. Kuliah dan Presentasi
Kuliah dan teknik off-the-job lainnya cenderung memiliki derajat kesulitan dalam
berkomunikasi daripada pemodelan. Metode-metode ini dipakai dalam pelatihan dan
pengembangan. Kuliah merupakan pendekatan populer, karena hal itu menawarkan
keuntungan ekonomis dan bahan-bahan tentang perusahaan yang bermanfaat. Akan tetapi,
partisipasi, umpan balik, pengalihan, dan pengulangan, kadarnya sering rendah. Umpan
balik dan partisipasi dapat diperbaiki apabila dalam proses perkuliahan diadakan pula
diskusi.
e. Permainan Peran dan Pemodelan Perilaku
Permainan peran adalah sebuah cara yang menempatkan para peserta pelatihan
dengan anggapan berada pada posisi identitas berbeda dengan kondisi sebenarnya. Sebagai
contoh, peserta laki-laki dapat diasumsikan sebagai wanita penyelia dan seorang wanita
penyelia bermain peran sebagai pekerja pria. Kemudian keduanya diberikan semacam
situasi pekerjaan tipikal dan meminta mereka merespons karena mengharapkan pekerjaan
lain yang dikerjakannya. Apa hasilnya? Para peserta mungkin melebih-lebihkan perilaku
mereka masing-masing. Idealnya, mereka seharusnya memahami diri mereka, seperti
halnya yang lain memahami mereka. Pengalaman dapat menciptakan empati yang semakin
besar dan toleransi dari perbedaan-perbedaan individual. Oleh karena itu, pelatihan ini
sangat cocok untuk menciptakan lingkungan kerja kondusif dalam situasi para pekerja yang
identitasnya beragam. Teknik ini digunakan untuk mengubah sikap, misalnya memperbaiki
pemahaman tentang rasial. Hal itu juga mampu mengembangkan keterampilan

14
antarpersonal. Meskipun ada partisipasi dan umpan balik, pencantuman prinsip-prisnsip
pelatihan lain tergantung pada situasi.
f. Studi Kasus
Dengan mempelajari sebuah kasus, peserta pelatihan belajar tentang lingkungan
nyata atau hipotetis. Di samping itu, belajar dari apa yang terjadi dalam kasus, seseorang
dapat mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan. Ketika kasus-kasus
bermanfaat dan serupa dengan situasi kerjanya, maka terjadilah proses pengalihan. Juga
terdapat keunggulan dari partisipasi melalui diskusi kasus.
g. Simulasi
Pelatihan simulasi terdiri atas dua bentuk. Pertama, melibatkan simulator mekanik
yang mereplikasi ciri-ciri pokok dari situasi kerja. Penggunaan simulator dalam program
pendidikan mengendarai kendaraan merupakan sebuah contoh. Simulator lebih sering
menyediakan umpan balik yang segera pada kinerja. Kedua, simulasi komputer merupakan
bentuk lain dari cara ini. Untuk maksud pelatihan dan pengembangan, metode ini sering
dipertunjukkan dalam bentuk permainan-permainan, Pemain membuat keputusan, dan
komputer menentukan hasil dalam konteks dari kondisi-kondisi sesuatu yang sudah
diprogramkan. Teknik ini digunakan kebanyakan untuk melatih para manajer. Intinya, para
manajer dibawa ke dalam uji coba dalam belajar mengambil keputusan.
h. Studi Mandiri dan Pembelajaran Terprogram
Bahan-bahan instruksional yang terencana dengan hati-hati dapat digunakan untuk
melatih dan mengembangkan para karyawan. Teknik studi mandiri bisa terdiri atas teknik
manual sampai ke teknik kaset dan video. Beberapa prinsip pembelajaran termasuk dalam
tipe pelatihan ini.
Bahan-bahan pembelajaran yang terprogram merupakan bentuk lain dari studi
mandiri. Biasanya bentuk itu merupakan program-program komputer atau booklet cetakan
yang berisi sebuah seri pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban. Setelah membaca
dan menjawab sebuah pertanyaan, pembaca mendapatkan umpan balik segera. Jika benar,
pelajar meneruskan, tetapi jika salah, pembaca diarahkan untuk menelaah kembali bahan-
bahan yang menyertainya. Tentu saja, program komputerisasi dengan penampilan visual
dapat digunakan sebagai pengganti booklet.
i. Pelatihan Laboratorium

15
Pelatihan laboratorium dirancang untuk meningkatkan keterampilan antarpersonal.
Hal itu juga dapat digunakan untuk mengembangkan perilaku yang diinginkan untuk
memenuhi tanggung jawab pekerjaan di masa datang. Para peserta mencari cara untuk
memperbaiki keterampilan hubungan antarmanusia dengan pengertian yang lebih baik dari
mereka dan lainnya. Hal ini termasuk pembagian pengalaman dan pengujian perasaan,
perilaku, persepsi, dan reaksi yang dihasilkan. Biasanya profesional yang terlatih bertindak
sebagai fasilitator. Proses ini menyandarkan diri pada perlunya partisipasi, umpan balik,
dan pengulangan-pengulangan. Bentuk populer dari pelatihan laboratorium adalah
pelatihan sensivitas yang mencari upaya untuk meningkatkan sensivitas seseorang
terhadap perasaan orang lain atau pada masalah tertentu.
j. Pembelajaran Aksi
Pembelajaran aksi menempatkan kelompok-kelompok kecil yang mencari
penyelesaian permasalahan nyata yang dihadapi perusahaan/organisasi, dibantu oleh
seorang fasilitator yang dapat berasal dari luar dan atau dari dalam perusahaan. Fokus
kelompok diarahkan pada masalah yang menjadikan sebuah alat pembelajaran. Di sini,
anggota mengeksplorer penyelesaian-penyelesaian masalah, menempatkan para fasilitator
untuk membimbing kelompok dalam pemecahan masalah dan masalah lainnya yang
terkait. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan muncul dan sering menjadi bukti diri
ketika kelompok merasa bingung secara teknis dan prosedural tentang jenis pekerjaan baru.
Oleh karena itu, diperlukan seorang pionir dalam pembelajaran aksi, eksekutif senior, yang
bekerja dalam tim untuk mengajukan setiap persoalan yang sebelumnya diidentifikasi oleh
manajemen atas. Kemudian pada akhir pelatihan mereka membuat presentasi di hadapan
eksekutif senior. Dengan demikian, pembelajaran aksi berfokus pada mempelajari perilaku
baru dari suatu masalah.

2.5 Pengembangan SDM dan Daya Saing Global


Langkah-langkah proses pengembangan diawali dari perumusan perencanaan
SDM. Langkah awal ini penting karena dalam perencanaan ada proses menganalisis,
meramalkan, dan mengidentifikasi kebutuhan akan SDM organisasi kini dan masa depan.
Perencanaan SDM ini juga penting untuk mengantisipasi mobilitas karyawan karena
pensiun, promosi dan pindah ke organisasi lain. Juga perencanaan SDM penting untuk
mengidentifikasi kebutuhan kemampuan karyawan bagi organisasi di masa depan dan

16
pengembangan SDM yang dilakukan. Kemudian, mengidentifikasi kapabilitas pokok yang
dibutuhkan, perencanaan suksesi, menilai kebutuhan pengembangan, melaksanakan
perencanaan pengembangan SDM (organisasi dan individu), menentukan pendekatan
pengembangan (dalam dan luar pekerjaan), mengevaluasi aspek prospek dan keberhasilan,
dan memberi umpan balik untuk penyusunan perencanaan SDM berikutnya.

Pada umumnya pengembangan SDM yang dilakukan dalam peningkatan


kapabilitas karyawan adalah dalam hal orientasi pada pekerjaan, kualitas pengambilan
keputusan, nilai-nilai etika dan keterampilan teknis. Dalam hal kapabilitas non-teknis, yang
dibutuhkan organisasi meliputi kemampuan bekerja dalam situasi penuh tekanan, bekerja
secara independen, memecahkan masalah secara tepat, dan kemampuan memanfaatkan
pengetahuan yang lalu dalam situasi yang baru.

Seperti halnya pelatihan, untuk merumuskan perencanaan pengembangan SDM


maka perlu dilakukan analisis kebutuhan akan pengembangan bagi individu dan organisasi.
Untuk itu, diperlukan analisis kekuatan dan kekurangan organisasi dan individu. Metode
yang digunakan berupa assessment centers, tes psikologi dan penilaian kinerja.

Pada gilirannya, penilaian terhadap output pengembangan SDM bisa menjadi


indikator kuat seberapa jauh karyawan mampu menunjukk daya saing bisnis internasional.
Berikut merupakan berbagai tantangan dalam menghadapai daya saing global.

1. Ketertinggalan Karyawan
Ketertinggalan terjadi ketika seorang karyawan tidak lagi memiliki pengetahuan
atau kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan yang penuh tantangan
dengan sukses. Dalam perubahan yang cepat di bidang teknis tinggi, seperti keteknikan
dan komputerisasi administrasi, ketertinggalan dapat terjadi dengan cepat. Ketertinggalan
bisa jadi sebagai hasil dari kegagalan seseorang untuk mengadaptasikan dirinya pada
teknologi baru, prosedur baru, dan perubahan-perubahan lainnya. Semakin cepat
perubahan lingkungan, semakin memungkinkan hal itu menjadikan karyawan tertinggal.
2. Keragaman Karyawan Domestik dan Internasional
Kecenderungan menghadapi bisnis global dan keragaman karyawan juga
menjadikan tantangan tersendiri bagi departemen SDM. Sebagai contoh, sikap budaya
tentang peranan perempuan yang meningkat dalam pekerjaan menyebabkan banyak

17
perusahaan melakukan rancangan kembali program pengembangan mereka dan
menempatkan perempuan dalam pekerjaan-pekerjaan yang telah dilakukan laki-laki.
Keragaman tingkat pendidikan di antara para pekerja telah mengarahkan perusahaan untuk
meningkatkan sejumlah fasilitas, seperti bahan bacaan, tulisan, aritmatik, dan bahasa
Inggris bagi karyawan asing, Bagi sebagian besar karyawan yang tidak berbahasa Inggris
di beberapa perusahaan, bahan-bahan pelatihan terkadang diadaptasikan ke bahasa yang
dikuasainya. Departemen SDM yang proaktif akan mengembangkan program-programnya
termasuk pelatihan yang beragam. Ketika sebuah perusahaan menyediakan pelatihan untuk
orang-orang asing, konten atau muatan dan pelayanan harus disesuaikan dengan kebiasaan
dan harapan lokal, termasuk susunan tempat duduk, periode dan waktu pelatihan, makanan,
dan akomodasi. Ketika pelatihan tingkat internasional diterapkan, beberapa perusahaan
memfasilitasinya dengan program pementoran, yang biasanya dilakukan oleh tingkat wakil
direktur utama atau di atasnya. Di sini, mentor berfungsi mengurangi rasa khawatir atau
asing di kalangan karyawan dengan memfasilitasi bimbingan dan kontak-kontak
perorangan.
3. Perubahan Teknologi
Perubahan teknologi yang cepat mendorong perusahaan-perusahaan secara teknis
melaksanakan pengembangan yang bersinambung.
4. Perputaran Karyawan
Perputaran karyawan menciptakan tantangan khusus untuk pengembangan SDM.
Keluarnya karyawan dari perusahaan sebagai sesuatu yang tidak dapat diperkirakan. Oleh
karena itu, kegiatan pengembangan harus dilakukan perusahaan dalam menyiapkan para
karyawan untuk berhasil hidupnya manakala mereka keluar.

2.6 Melatih Karyawan dalam Menentukan Alternatif


Setiap karyawan, pada posisi apa pun, pasti memiliki gagasan tertentu ada yang
sederhana dan ada yang brilian, ada yang tersembunyi dan ada yang terbuka. Gagasan bisa
hadir secara alami atau sebagai buah dari proses pembelajaran. Dalam perspektif
perusahaan, itu berarti harus dipandang sebagai suatu sumber daya. Kalau perusahaan jeli,
maka sumber daya tersebut seharusnya bisa menjadi aset perusahaan. Tinggal masalahnya
adalah bagaimana cara mengoptimumkannya agar tidak hilang percuma. Di sini pemimpin

18
perusahaan harus membuat suatu program pengembangan gagasan bagi para karyawannya
secara bersinambung.
Tahap awal adalah mengidentifikasi potensi karyawan. Sejak proses rekrutmen
dilakukan maka sebaiknya perusahaan sudah dapat mengidentifikasi tingkat pengetahuan,
keterampilan, pengalaman dan integritas kepribadian karyawannya. Dengan cara tes dan
wawancara, dapat diketahui seberapa besar setiap karyawan memiliki potensi gagasan,
baik yang menyangkut gagasan produksi, pengolahan hasil, pemasaran, manajemen
administrasi, manajemen keuangan, manajemen informasi maupun manajemen personalia.
Tahap berikutnya adalah pelatihan dan pengembangan kepada setiap karyawan.
Polanya lebih berorientasi pada proses pengambilan keputusan. Karena itu, para karyawan
dilatih bagaimana mengidentifikasi dan menganalisis masalah. Pendekatan pembelajaran
yang terpusat pada peserta belajar (karyawan) sangat dianjurkan. Dengan kata lain,
karyawan dikondisikan untuk berpartisipasi aktif dalam pelatihan. Orientasi lainnya adalah
pelatihan seharusnya berbasis kompetensi. Artinya, sesuai dengan kompetensi perusahaan
dan bidang pekerjaan para karyawan. Penerapan hasil pelatihan dalam bentuk umpan balik
bagi kelancaran pekerjaan lalu diamati secara intensif, termasuk apa saja gagasan-gagasan
yang muncul selama mereka berlatih dan bekerja. Di sini karyawan dilibatkan dalam
menentukan pilihan-pilihan kegiatan yang layak diterapkan perusahaan.
Dalam tahap pelibatan karyawan agar terampil dalam menentukan pilihan, posisi
manajer menjadi sangat strategis. Manajer melibatkan karyawannya untuk melakukan
sumbang saran dalam menggunakan pendekatan dan pendefinisian masalah-masalah
perusahaan. Ketika karyawan sudah dianggap mampu, maka berikutnya dilatih dalam
bagaimana membuat pendekatan pengambilan keputusan dari beragam pilihan kegiatan
yang ada. Untuk itu, disajikan (adaptasi dari Dave Ulrich dan Norm Smallwood, 2003,
How Leaders Build Values), beberapa cara agar karyawan mampu meningkatkan
kemampuannya dalam membuat pilihan terbaik.
Cara pertama adalah mengembangkan kemampuan menganalisis banding. Para
karyawan, sebagai pembelajar, dilibatkan untuk mengetahui apa yang ada di sekitar
Iingkungan kerjanya termasuk apa yang sedang dikerjakan para rekan kerjanya. Mereka
didorong untuk mempelajari apa yang dilakukan rekan kerjanya ketika mengerjakan hal
yang sama tetapi dengan pendekatan berbeda. Lalu ditelaah mana kelompok yang berhasil

19
dan mana yang kurang berhasil, kemudian dicari unsur-unsur penyebabnya, lalu dibuat
suatu kesimpulan. Dalam prosesnya, para karyawan didampingi oleh seseorang yang
bertindak sebagai mentor.
Cara berikutnya adalah melakukan eksperimen. Para karyawan diminta untuk
membuat suatu yang baru dan siap dengan segala risiko yang mungkin timbul. Mereka
menciptakan cara-cara baru dalam mengerjakan beberapa hal kemudian membuat
eksperimen mini dimana mereka mengerjakan sesuatu dengan sa cara dan dilihat
pengaruhnya, kemudian diulang kembali dan tentukan mana yang berimp positif dan paling
nyata. Untuk menguji ketangguhan dalam memutuskan alternatif, me dapat menugaskan
karyawan dalam suatu proyek di wilayah yang tidak nyaman ata banyak tantangan.
Selain itu, para karyawan dikondisikan untuk mau menerima kelemahan
kelemahannya, mereka bukanlah orang yang sempurna yang luput dari kesalahan. Memang
ketika pertama kali berbuat sesuatu, mereka membuat kesalahan, namun bukan berarti
mereka akan terperangkap dalam setiap kesalahan. Karyawan harus mempelajari mengapa
berbuat salah, kemudian melakukan adaptasi ke hal-hal yang baru, dan mencoba untuk
tidak membuat kesalahan kedua kalinya. Dengan kata lain, mereka mencari alternatif
pemecahan yang terbaik dari kesalahan yang dibuatnya. Di samping itu, manajer memberi
kesempatan kepada karyawan untuk menambah pilihan-pilihan dalam melaksanakan
tugas-tugasnya. Tujuannya agar karyawan dapar mengembangkan pemikiran dan
pendekatan dalam membuat pilihan terbaik. Misalnya, manajer menempatkan kelompok
tertentu untuk bertugas dalam bidang penjualan. Sasarannya adalah meningkatkan jumlah
penjualan dan pangsa pasar pelanggan. Sementara itu, kelompok lainnya bekerja di proyek
lainnya, kemudian kedua kelompok berbagi pengalaman. Manfaatnya adalah setiap
karyawan dapat belajar dari sisi luar bidangnya untuk digunakan memperkaya
kemampuannya dalam mencari alternatif pemecahan masalah.
Jadi, pada dasarnya, para karyawan dilatih untuk menciptakan pilihan-pilihan jalan
keluar ketika mereka menghadapi masalah tertentu. Semua itu, berdasarkan pengalaman
dirinya dan yang diperoleh dari orang lain. Semacam "trial and error" yang dikembangkan
menjadi "trial and improvement". Mereka mencari pendekatan-pendekatan baru ketika
menghadapi tantangan-tantangan baru. Pada gilirannya, mereka mendapatkan cara cara
baru untuk membuat hal yang baru. Gagasan dengan sendirinya akan semakin berkembang

20
ketika mereka dilibatkan dalam suasana belajar secara berkelanjutan. Intinya, pengalaman
adalah guru terbaik.
2.7 Kendala dalam Transfer Pelatihan dan Pengembangan
Kemungkinan kondisi kritis terbesar yang dihadapi perusahaan dalam
menempatkan pelatihan dan pengembangan sebagai program strategis adalah
ketidakmampuan peserta pelatihan untuk mempraktikkan hasil pelatihannya di dalam
pekerjaan. Sebagai contoh, banyak program pengembangan manajemen menekankan pada
gaya kepemimpinan partisipatif, manajemen humanistik, dan anggapan berlakunya teori Y
(karyawan yang sudah terinternalisasi termotivasi, komit pada organisasi, mencari dan
menerima tanggung jawab, inovatif dalam pemecahan masalah). Namun, dalam realitanya
tidak semua karyawan dapat secara riil diasumsikan dengan teori Y. Tidak jarang mereka
termasuk perilaku teori X (karyawan yang sering menghindari pekerjaan dan sangat kurang
memotivasi, sehingga mereka harus banyak dikendalikan dan dimonitor agar dapat
menyesuaikan dirinya dalam kultur organisasinya.
Kendala dari transfer pelatihan merupakan kesukaran yang amat serius untuk
membuat pelatihan menjadi efektif (Anthony et al, 1996). Jika perusahaan hanya memiliki
kebutuhan untuk mengubah dirinya dibanding dengan perubahan individual karyawannya,
kegiatan pelatihan baik bagi perusahaan maupun individu menjadi sangat tidak berarti.
Tujuan organisasi, kebijakan, struktur, prosedur, metode, dan filosofi seharusnya dapat
diuji sejauh mana hal tersebut secara konsisten dengan apa yang ingin dituju dari pelatihan
dan pengembangan. Oleh karena hendaknya pelatihan dan pengembangan sebagai bagian
yang tidak terpisah dari rencana srategis organisasi.
a. Teori
Peserta pelatihan membutuhkan pengetahuan teori yang diperolehnya melalui
pelatihan. Diskusi tentang teori membantu karyawan untuk mengerti bahwa mereka
meminta untuk melaksanakan pekerjaan tertentu dalam cara tertentu. Sebagai contoh, sesi
pelatihan dalam pemecahan masalah bisa jadi termasuk diskusi metode, teori, dan konsep-
konsep pemecahan masalah. Jika sebuah teori dijelaskan dalam bentuk sebuah cara tertentu
dan peserta pelatihan dapat memahaminya dan mengerti hubungannya dengan metode
pemecahan masalah, maka kesempatan-kesempatan yang mereka gunakan untuk
pemecahan masalah pada pekerjaan dapat semakin berarti. Penjelasan teori tidak

21
membutuhkan yang panjang-panjang dan melibatkan ceramah akademik. Sebaiknya hanya
dilakukan dalam bentuk uraian singkat dan langsung ke masalahnya.
b. Percontohan (Demonstrasi)
Ketika sebuah percontohan dari konsep dan metode diajarkan, kesempatan peserta
untuk memanfaatkan gagasan pada pekerjaan meningkat. Di sini, para peserta diberikan
kesempatan untuk secara aktual melihat bagaimana metode atau teknik pokok bekerja.
Sebagai contoh, jika teknik komunikasi diajarkan, para peserta akan lebih memungkinkan
menggunakan teknik itu jika mereka mampu mengamati dan mendiskusikan sebuah
percontohan teknik selama sesi pelatihan berlangsung. Hal ini membuat konsep, teori, dan
teknik menjadi sebuah fenomena yang hidup. Para peserta belajar melalui proses seolah
mengalami sendiri. Dengan kata lain, mereka belajar melalui contoh.
c. Praktik Laboratorium atau Simulasi
Manakala para peserta mampu mempraktikkan secara aktual teknik yang
diinginkan, transfer belajar pada pekerjaan akan meningkat. Di sini, peserta belajar sambil
bekerja. Mereka secara aktual diberikan kesempatan mengalami metode atau teknik yang
diinginkan dalam sebuah pengaturan yang disimulasi. Tipe belajar ini ditingkatkan lebih
jauh ketika umpan balik dan kritik diberikan pada para peserta oleh peserta lain dan atau
instruktur. Mereka mempraktikkan perilaku atau teknik yang diharapkan dalam ruang kelas
atau laboratorium, di mana mereka diharapkan mempraktikkan pada pekerjaannya. Tentu
saja, ini merupakan jenis pelatihan yang digunakan oleh kebanyakan kursus komputer.
Program pelatihan komunikasi, sebagai contoh, mengizinkan para peserta untuk
melaksanakan sesi komunikasi pura-pura dalam situasi permainan peran. Peserta dan atau
instruktur memberikan umpan balik dan mengkritik peserta pada sesi kesimpulan diskusi.
Praktik simulasi membiarkan para peserta untuk mengalami perilaku yang
diharapkan dan perasaan yang terkait dengannya. Orang memahami persoalan yang
dilibatkan dalam melakukan kegiatan yang diharapkan. Ketika persoalan-persoalan diatasi
dan berhasil dialami, peserta pelatihan memiliki sebuah kepercayaan diri yang meningkat,
hasil sebuah proses simulasi dan pengalaman diri. Tentu saja, jika gagal dialami dalam
simulasi, dan individual tidak sanggup mengatasi kegagalan dalam memberhasilkan
simulasi, maka mungkin sekali mereka akan mencoba teknik baru pada pekerjaan.
d. Praktik Pekerjaan dengan Umpan Balik

22
Ketika individu diberi kesempatan untuk mencoba secara aktual perilaku pada
pekerjaan di bawah bimbingan, ada kemungkinan yang lebih besar, peserta pelatihan akan
melanjutkan dalam mempraktikkan perilakunya di lingkungan pekerjaannya. Selama dan
sesudah kesempatan ini, kepada orang yang bersangkutan dilakukan umpan balik evaluasi
jenis pelatihan ini banyak dilakukan, seperti pelatihan sambil bekerja, dan merupakan basis
untuk kebanyakan jenis magang.
e. Praktik Pekerjaan dengan Coaching
Cara terbaik untuk mengikat pelatihan dan praktik pekerjaan ke dalam pekerjaan bersama
adalah memperpanjang periode selama umpan balik dan bimbingan, sementara peserta
mempraktikkan perilaku yang diinginkan. Metode ini berbeda dari yang di atas dalam
melatih pekerjaan dilihat dari sisi kesinambungan waktu sebagai suatu uji coba.
Metode ini tentu saja membutuhkan seseorang sebagai pelatih. Bisa jadi yang
dimaksud adalah penyelia. Jika peserta dilatih dalam perilaku yang diinginkan, konsultan
pelatihan disewa perusahaan atau seorang mentor ditempatkan di tempat lain dalam
perusahaan yang bertanggung jawab untuk membimbing para bawahan. Jika tanggung
jawab jatuh pada penyelia sementara, peranan penyelia berubah. Mereka menjadi seorang
pelatih atau katalis yang ahli dalam perilaku yang diinginkan sebagai bagian dari
subordinasi. Manajer dapat menjadi seorang guru, selain juga sebagai manajer.
Namun, secara jelas tidak semua manajer mampu menjadi pelatih dan guru yang
baik dan inilah keterbatasan yang serius. Persoalan bagaimana melatih dan mengajar jadi
mahal dan kurang bernilai jika manajer tidak menerima atau instruksi sebagai bagian yang
sah dari peran mereka. Akan tetapi, jika melatih sambil bekerja diadakan untuk periode
bersambung sesudah pelatihan, hasil pelatihan pelatihan itu amat mungkin digunakan pada
pekerjaan oleh para peserta pelatihan.
Semua manajer dalam organisasi, dari manajemen atas sampai penyelia, hendaknya
berorientasi pada pelatihan dan pengembangan. Pelatihan dan pengembangan merupakan
fungsi yang esensial. Staf pelatihan hendaknya mendorong perusahaan memiliki program
pelatihan dan pengembangan, membantu dan menasihati, tetapi tanggung jawab pokok
terletak pada manajer lini.

23
2.8 Evaluasi Pelatihan dan Pengembangan
Kriteria efektif yang digunakan untuk mengevaluasi pelatihan berfokus pada proses
dan outcome. Para manajer departemen SDM dan pelatih khususnya memperhatikan
beberapa hal penting berikut :
a. Reaksi peserta terhadap muatan isi dan proses pembelajaran, dari sangat tidak puas
sampai sangat puas
b. Pengetahuan dari pembelajaran yang diperoleh melalui pengalaman pelatihan dari
sangat kurang sampai sangat meningkat.
c. Perubahan dalam perilaku (sikap dan keterampilan) yang dihasilkan dari pelatihan dari
sangat kurang sampai sangat meningkat.
d. Hasil atau perbaikan terukur pada individual dan organisasi, seperti menurunnya
perputaran karyawan, kecelakaan kerja, dan ketidakhadiran bekerja.
Evaluasi pelatihan dan pengembangan dilakukan melalui langkah-langkah berikut.
Langkah 1:
Merumus kali kriteria yang terkait dengan tujuan dan pelatihan-pengembangan, dapat
berupa kriteria input-output proses, output, outcome, dan impact pelatihan terhadap kinerja
pekerjaan.
Langkah 2:
Para peserta mengikuti pretes untuk mengetahui tingkat pengetahuan mereka yang ada
sebelum pelatihan. Idealnya pretes ini juga diberikan kepada mereka yang bukan sebagai
peserta sebagai kontrol. Hal ini penting untuk melihat apakah ada perbedaan perubahan
perilaku antara mereka yang dilatih dan yang tidak.
Langkah 3:
Para peserta mengikuti pelatihan dan pengembangan yang dalam prosesnya terjadi
komunikasi interaktif dan tidak menutup kemungkinan pada saat itu pun dilakukan evaluasi
pada para peserta.
Langkah 4:
Setelah pelatihan dan pengembangan dilakukan seluruhnya, diadakan pasca tes yang
seharusnya hasilnya terjadi perubahan atau perbaikan pada perilaku peserta secara
signifikan. Hal ini merupakan cara bermanfaat untuk menentukan apakah informasi dalam
pelatihan telah dikomunikasikan dengan baik.

24
Langkah 5:
Menilai program ini apakah setiap perbaikan pada peserta memenuhi kriteria evaluasi dan
dapat dialihkan ke dalam pekerjaan. Selain itu, dilihat apakah perubahan perilaku yang
secara nyata juga.
Langkah 6:
Menindaklanjuti program ini untuk dapat dilaksanakan pada kesempatan lain yang tentunya
memerlukan evaluasi apakah perlu perbaikan dan penyesuaian-penyesuaian dengan
perkembangan baru.

25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa, Setelah pekerja diseleksi dan
mengikuti orientasi, mereka mungkin masih kurang memiliki keterampilan, pengetahuan,
dan kemampuan, serta sikap kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan
berhasil. Oleh karena itu, mereka perlu mengikuti pelatihan dan pengembangan dalam
periode tertentu agar kekurangan-kekurangan tersebut dapat dikurangi, di samping untuk
meningkatkan motivasi dan tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaannya.

Model atau pola pelatihan dan pengembangan harus didasarkan pada misi, tujuan,
strategi, dan program perusahaan. Selain itu, perlu didasarkan pada kebutuhan perusahaan,
tugas pekerjaan, dan kebutuhan karyawan-peserta pelatihan itu sendin. Semuanya
dilakukan secara terintegrasi. Tanggung jawab pelatihan dan pengembangan dibagi-bagi
menurut fungsi dan manfaat yang diperoleh, yaitu mulai dari manajemen atas, departemen
SDM, penyelia, dan karyawan.

Setiap perubahan yang terjadi, baik di lingkungan internal maupun eksternal


membawa implikasi pada setiap perusahaan untuk responsif dan sensitif dan terus menerus
melakukan program pelatihan dan pengembangan yang terarah, untuk setiap level posisi
karyawan. Intinya, agar perusahan memiliki daya saing yang semakin tinggi.

Ada beberapa kendala transfer pelatihan ke pekerjaan faktual, yang meliputi


dimensi penguasaan dan teknik penyampaian teori, percontohan (demonstrasi), praktik
laboratorium dan simulasi, praktik pekerjaan dengan umpan balik, dan praktik pekerjaan
dengan pelatihan. Keberhasilan nyata dari program pelatihan dan pengembangan tidak saja
diukur dan proses dan output, tetapi juga dari outcome dan impact bagi seluruh komponen
perusahaan. Untuk itu, diperlukan sebuah kerangka penilaian longitudinal yang bertahap
agar kemajuan dan kesehatan perusahaan selalu prima.

26
3.2 Saran
Program-program pelatihan dan pengembangan lebih banyak digalakkan kembali
oleh perusahaan-perusahaan dalam periode tertentu agar keterampilan, pengetahuan dan
kemampuan karyawan semakin bertambah karena hal tersebut berpengaruh pada motivasi
dan tanggung jawab mereka dalam melakukan pekerjaannya. Model pelatihan dan
pengembangan didasarkan dengan melihat kebutuhan dari perusahaan dan karyawan itu
sendiri, saling terintegrasi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Barthos, B. (1993). Manajemen Sumber Daya Manusia : Suatu Pendekatan Makro . Jakarta:
Bumi Aksara.
Dr. H. Suwatno, M. (2013). Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Bisnis. Bandung:
Alfabeta.
Mangkuprawira, P. D. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Marwansyah. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung : Alfabeta.
Prof. Dr. Sondang P.Siagian, M. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Wahjono, S. I. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta : Salemba Empat.

28

Anda mungkin juga menyukai