DAN
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Organisasi dalam era globalisasi dituntut untuk tanggap dalam melakukan perubahan
karena persaingan antar organisasi juga semakin ketat. Untuk itu organisasi harus
meningkatkan strategi dan kebijakan manajemennya khususnya pada sumber daya
manusia.
Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting dan harus dimiliki oleh setiap
perusahaan karena kemajuan suatu perusahaan tergantung pada sumber daya manusianya.
Tetapi seringkali sumber daya manusia dituntut oleh perusahaan untuk lebih meningkatkan
kemampuan dan keahliannya dalam melaksanakan suatu pekerjaan dan tanpa disadari, hal
ini bisa saja membuat karyawan merasa stress yang mana nantinya akan mempengaruhi
kepuasan kerja serta kinerja karyawan tersebut.
Manajemen sumber daya manusia mengatur sebuah hubungan dan peranan sumber daya
yang dimiliki oleh individu dapat digunakan secara efektif dan efisien sehingga tujuan
organisasi, individudan masyarakat tercapai. Organisasi pada umumnya percaya bahwa
untuk mencapai keberhasilan harus mengusahakan kinerja individu yang setinggi-
tingginya, karena pada dasarnya kinerja individual mempengaruhi kinerja tim atau
kelompok kerja dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja organisasi secara
keseluruhan.
Dalam zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini manusia semakin
sibuk. Di situ pihak peralatan kerja semakin modern dan efisien, dan di lain pihak
beban kerja di satuan-satuan organisasi juga semakin bertambah. Keadaan ini tentu
saja akan menuntut energi individu yang lebih besar dari yang sudah-sudah. Sebagai
akibatnya, pengalaman-pengalaman yang disebut stres dalam taraf yang cukup tinggi
menjadi semakin terasa (Qauliyah, 2006). Tidak jarang individu dituntut untuk bekerja
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang dapat kita ambil dari permasalahan di atas antara lain
sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan stres kerja dan penyebabnya
2. Menjelaskan dampak stres kerja terhadap produktivitas kerja
3. Langkah dalam memanajemen stres kerja
4. Menjelaskan apa itu OCB..
C. TUJUAN.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui penyebab stress kerja dan
bagaimana cara menghadapi stres kerja.
1. Mengetahui definisi dari stres.
2. Mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan stres.
3. Mengetahui gejala yang terjadi ketika stres.
4. Mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkan dari stress dan cara
pengendaliannnya
5. Mengetahui dampak OCB terhadap stress kerja..
Adapun jenis – jenis stress menurut Quick dan Quick (1984) ada 2 jenis, yaitu :
1. Eustres
Merupakan hasil dari respons terhadap stres yang bersifat sehat, positif dan
konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan
juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibelitas, kemampuan
adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi. Contohnya adalah dalam pekerjaan
kita di tuntut untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan dealine yang sudah
ditetapkan, apabila kita bisa menyelesaikan tugas tesebut sesuai dengan deadline
yang ditetapkan maka pemimpin perusahaan akan memberikan bonus kepada kita.
2. Disstres
Hasil dari respons terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negative, dan destruktif
(bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi,
seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi,
1. Stres tingkat pertama. Tahapan ini merupakan tingkat stres yang paling ringan dan
biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: semangat besar,
penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya, kemampuan menyelesaikan
pekerjaan lebih dari biasanya Tahapan ini biasanya menyenangkan sehingga orang
bertambah semangat tanpa disadari sebenarnya cadangan energinya sedang
menipis.
2. Stres tingkat kedua. Dalam tahapan ini dampak stres yang menyenangkan sudah
mulai hilang, keluhan yang sering muncul adalah: merasa letih sewaktu bangun
pagi, merasa lelah setelah makan siang, merasa lelah menjelang sore hari, terkadang
muncul gangguan sistem pencernaan, perasaan tegang pada otot punggung dan
tengkuk, perasaan tidak bisa santai.
3. Stres tingkat ketiga. Tahapan ini keluhan keletihan mulai tampak disertai dengan
gejala-gejala: gangguan usus lebih terasa, otot lebih tegang, gangguan tidur,
perasaan tegang semakin meningkat, badan terasa goyang dan mau pingsan.
4. Stres tingkat empat. Tahapan ini menunjuk pada keadaan yang lebih buruk dengan
ciri: sulit untuk bertahan sepanjang hari, kegiatan yang semula menyenangkan kini
terasa sulit, kehilangan kemampuan untuk menanggapi, situasi, pergaulan sosial,
dan kegiatan-kegiatan lainya terasa berat, tidur semakin susah, perasaan
negativistik, kemampuan berkonsentrasi menurun tajam, perasaan takut yang tidak
dapat dijelaskan.
5. Stres tingkat kelima. Tahap ini lebih mendalam dari pada tahap keempat, yaitu:
keletihan yang mendalam, pekerjaan sederhana saja kurang mampu dikerjakan,
gangguan sistem pencernaan, perasaan yang mirip panik 6. Stres tingkat keenam
Tahap ini merupakan keadaan gawat darurat tidak jarang penderita dibawa ke
2. Faktor Organisasi
Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan
untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam kurun waktu
terbatas, beban kerja berlebihan, bos yang menuntut dan tidak peka, serta rekan kerja
yang tidak menyenangkan. Dari beberapa contoh diatas, penulis
mengkategorikannya menjadi beberapa faktor dimana contoh-contoh itu terkandung
di dalamnya, yaitu:
1) Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau tekanan untuk
menunaikan tugasnya secara baik dan benar.
2) Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang
sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu.Konflik
peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali sulit dirujukkan atau
dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan
lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran tercipta bila
harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai
apa yang harus dikerjakan.
3) Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan
lain.Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi
yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya di antara para
karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi.
3. Faktor Individu
Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor persoalan
keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan.
1) Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten menunjukkan
bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai
sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya hubungan dan
kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang
menciptakan stres bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja.
2) Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola
sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi yang
dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian mereka
dalam bekerja.
3) Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang penting mempengaruhi
stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang. Artinya gejala stres yang
diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya berasal dari dalam kepribadian
orang itu.
Reaksi terhadap stres kerja bervariasi antara orang yang satu dengan yang lain,
perbedaan ini sering disebabkan oleh faktor psikologis dan sosial yang tampaknya dapat
merubah dampak stres bagi individu. Menurut Smet (1994:131) faktor yang
mempengaruhi pengalaman stres kerja menjadi lima (5), yaitu:
1. Variabel dalam kondisi individu: umur, tahap perkembangan, jenis kelamin,
temperamen, faktor genetik, inteligensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status
ekonomi, dan kondisi fisik.
2. Karakteristik kepribadian: introvert-ektrovert, stabilitas emosi secara umum, tipe
kepribadian A, locus of control, kekebalan dan ketahanan.
3. Sosial-kognitif: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial.
4. Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima
3. Kelompok
Keefektifan setiap organisasi dipengaruhi oleh sifat hubungan diantara kelompok.
Karakteristik kelompok menjadi stresor yang kuat bagi beberapa
individu.Ketidakpercayaan dari mitra pekerja secara positif berkaitan dengan peran
ganda yang tinggi, yang membawa pada kesenjangan komunikasi diantara orang-
orang dan kepuasan kerja yang rendah. Atau dengan kata lain adanya hubungan
yang buruk dengan kawan, atasan, dan bawahan.
4. Organisasional
Adanya desain struktur organisasi yang jelek, politik yang jelek dan tidak adanya
kebijakan khusus.
C. GEJALA STRES
Secara umum seseorang yang mengalami stres pada pekerjaannya akan menampilkan
gejala-gejala yang meliputi 3 aspek, yaitu :
1. Physiological memiliki indikator yaitu : terdapat perubahan pada metabolisme
tubuh, meningkatnya kecepatan detak jantung dan nafas, meningkatnya tekanan
darah, timbulnya sakit kepala dan menyebabkan serangan jantung.
2. Psychological memiliki indikator yaitu : terdapat ketidakpuasan hubungan kerja,
tegang, gelisah, cemas, mudah marah, kebosanan dan sering menunda pekerjaan.
3. Behavior (perilaku) memiliki indikator yaitu : terdapat perubahan pada
produktivitas, ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan,
meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol, berbicara dengan intonasi cepat,
mudah gelisah dan susah tidur, meningkatnya agresivitas dan kriminalitas,
menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman,
kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.
Adapun gejala stres ditempat kerja yang sering terjadi, yaitu:
1. Kepuasan kerja rendah
2. Kinerja yang menurun
3. Semangat dan energi menjadi hilang
4. Komunikasi tidak lancar
5. Pengambilan keputusan jelek
F. PENGENDALIAN STRES
Manajemen stres dan teknik pengurangan stres
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh
dampak yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni
belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk
mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para
pengidap stres ditempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara
bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukan cara efektif yang bahkan tidak
menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah
masalah lebih jauh.
Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu,
harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan
penanggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang
mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait
dengan penyebab stres dalam hubungannya ditempat kerja. Stres dapat timbul pada
beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan
tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak
adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak
menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat. (margiati, 1999:76)
1. Pendekatan individual
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level stresnya.
Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu: pengolahan waktu,
latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengolahan waktu
yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa
adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat
meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi
tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang dihadapi
pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi terakhir
untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga
yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
2. Pendekatan Organisasional
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur
organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor
itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang yang mungkin digunakan
oleh manajemen untuk mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi
dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan
partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui
strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka
Dalam mengatasi stres terdapat banyak teknik yang dapat dipergunakan untuk
pengurangan stres yang terjadi. Ada 4 pendekatan yang sering digunakan adalah
relaksasi otot, biofeedback, meditasi dan retrukturisasi kognitif yang semuanya
membantu para karyawan mengatasi stres yang berkaitan dengan pekerjaan.
1. Relaksasi otot
Sebutan persamaan yang umum dari berbagai teknik relaksasi otot adalah
pernafasan yang lambat dan dalam suatu usaha yang sadar untuk memulihkan
ketegangan otot. Diantara berbagai teknik yang tersedia, relaksasi
progresif kontinjensi adalah yang paling sering digunakan. Teknik ini terdiri
atas menenangkan dan mengendurkan otot secara berulang-ulang yang diawali
dari kaki dan terus meningkat ke muka. Relaksasi dicapai dengan berkonsentrasi
pada kehangatan dan ketenangan yang berkaitan dengan otot yang dirileksasikan.
2. Biofeedback
Dalam biofeedback, perubahan kecil yang muncul dalam tubuh atau otak di
deteksi, diperkuat dan ditunjukan kepada orang tersebut. Peran potensial
dari biofeedback sebagai teknik manajemen stres individu dapat dilihat dari
fungsi tubuh hingga tekanan tertentu yang dikendalikan secara sukarela atau
sadar. Potensi biofeedback adalah kemampuannya untuk membantu relaksasi
dan mempertahankan fungsi tubuh pada keadaan non-stres.
Salah satu keunggulan teknik biofeedback dibandingkan dengan non
biofeedback adalah bahwa teknik ini memberikan data yang tepat mengenai
fungsi tubuh. Pelatihan biofeedback telah bermanfaat dalam mengurangi
kegelisahan, menurunkan keasaman lambung, mengendalikan tekanan dan
migren, dan secara umum mengurangi manifestasi fisiologis negatif dari stres.
4. Restrukturisasi kognitif
Alasan yang mendasari beberapa pendekatan individual dalam manajemen stres
dikenal sebagai retrukturisasi kognitif, adalah respons seseorang terhadap
stressor menggunakan sarana proses kognitif, atau pemikiran. Asumsi dasar dari
teknik ini adalah bahwa pikiran orang dalam bentuk ekspektasi, keyakinan dan
asumsi merupakan label yang mereka terapkan pada situasi. Teknik kognitif dari
manajemen stres berfokus paa mengubah label atau kognisi sehingga orang
tersebut menilai situasi secara berbeda. Semua teknik kognitif memiliki tujuan
yang serupa yaitu untuk membantu orang memperoleh lebih banyak kendali atas
reaksi meraka terhadap stresor dengan memodifikasi rasionalisasi mereka.
Penilaian kinerja terhadap individu biasanya didasarkan pada job description yang
telah disusun oleh organisasi tersebut. Dengan demikian, baik buruknya kinerja
seorang individu dilihat dari kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas
sesuai dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, sebagaimana tercantum
dalam job description. Melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas yang ada dalam
job description ini disebut sebagai in-role behavior (Greenberg & Baron2003,
dalam Soegandhi et al .2013). Sudah seharusnya bila organisasi mengukur kinerja
individu tidak hanya sebatas tugas-tugas yang terdapat dalam deskripsi kerjanya
saja. Bagaimanapun diperlukan peran ekstra demi terselesaikannya tugas-tugas itu.
Kontribusi pekerja di atas dan lebih dari deskripsi kerja formal inilah yang disebut
Jagaratnam, G., and P. Buchanan. 2004. Balancing The Demand of School and
Work: Stress nd Employed Hospitality Student. International journal of
Contemporary Hospitality Management. 16(4), pp:237-245.
Nugroho, A. 2008. Analisis Pengaruh Job Stres dan Job Satisfaction Terhadap
Turover Intention (Studi Pada PT.Astra Graphia.Tbk). Tesis. Magister