Anda di halaman 1dari 31

STRESS KERJA

DAN
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Organisasi dalam era globalisasi dituntut untuk tanggap dalam melakukan perubahan
karena persaingan antar organisasi juga semakin ketat. Untuk itu organisasi harus
meningkatkan strategi dan kebijakan manajemennya khususnya pada sumber daya
manusia.
Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting dan harus dimiliki oleh setiap
perusahaan karena kemajuan suatu perusahaan tergantung pada sumber daya manusianya.
Tetapi seringkali sumber daya manusia dituntut oleh perusahaan untuk lebih meningkatkan
kemampuan dan keahliannya dalam melaksanakan suatu pekerjaan dan tanpa disadari, hal
ini bisa saja membuat karyawan merasa stress yang mana nantinya akan mempengaruhi
kepuasan kerja serta kinerja karyawan tersebut.
Manajemen sumber daya manusia mengatur sebuah hubungan dan peranan sumber daya
yang dimiliki oleh individu dapat digunakan secara efektif dan efisien sehingga tujuan
organisasi, individudan masyarakat tercapai. Organisasi pada umumnya percaya bahwa
untuk mencapai keberhasilan harus mengusahakan kinerja individu yang setinggi-
tingginya, karena pada dasarnya kinerja individual mempengaruhi kinerja tim atau
kelompok kerja dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja organisasi secara
keseluruhan.
Dalam zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini manusia semakin
sibuk. Di situ pihak peralatan kerja semakin modern dan efisien, dan di lain pihak
beban kerja di satuan-satuan organisasi juga semakin bertambah. Keadaan ini tentu
saja akan menuntut energi individu yang lebih besar dari yang sudah-sudah. Sebagai
akibatnya, pengalaman-pengalaman yang disebut stres dalam taraf yang cukup tinggi
menjadi semakin terasa (Qauliyah, 2006). Tidak jarang individu dituntut untuk bekerja

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 1


secara optimal dalam waktu yang singkat dan berada dalam tekanan seperti keinginan
para pemakai jasa, ketidakpuasan atas gaji, beban pekerjaan yang terlalu berat,
suasana kerja yang tidak kondusif, yang memungkinkan timbulnya stres kerja. Nugroho
(2008) menyatakan stres sebagai bentuk dari perasaan tertekan, ketidaknyamanan,
ketidakmudahan dan hambatan yang dirasakan secara emosional.
Stres merupakan istilah umum yang dapat diartikan sebagai tekanan hidup yang dirasakan
terlalu sulit bagi seseorang. Stres akan terjadi jika seorang individu tidak mampu
memahami keterbatasannya akan suatu hal. Ketidakmampuan ini nantinya akan
menimbulkan rasa frustasi, gelisah, serta rasa bersalah yang merupakan awal dari
permulaan stres tersebut.
Stres di tempat kerja merupakan hal yang hampir setiap hari dialami oleh para pekerja
dikota besar. Masyarakat dikota-kota besar seperti Jakarta sebagian besar merupakan
urbanis dan industrialis yang selalu disibukan dengan deadline penyelesaian tugas, tuntutan
peran ditempat kerja yang semakin beragam dan terkadang bertentangan satu dengan yang
lain,masalah keluarga,beban kerja yang berlebihan dan masih banyak tantangan lainnya
yang membuat stress menjadi suatu faktor yang hampir tidak mungkin untuk dihindari.
Karyawan sering dihadapkan dengan berbagai masalah dalam perusahaan sehingga sangat
tidak mungkin untuk terkena stres. Stres pekerjaan dapat diartikan sebagai tekanan yang
dirasakan karyawan karena tugas-tugas pekerjaan tidak dapat mereka penuhi. Artinya, stres
muncul saat karyawan tidak mampu
Robbins and Judge (2008:377) menjelaskan bahwa salah satu dampak stres secara
psikologis adalah dapat menurunkan kepuasan kerja karyawan dimana kepuasan kerja
merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Husein
(2004:36) mengemukakan bahwa dampak dari kepuasan kerja nantinya akan dikaitkan
dengan beberapa output yang dihasilkan, salah satunya adalah dengan kinerja (prestasi
kerja) dimana kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang/sekelompok
orang dalam organisasi sesuai dengan tanggung jawab masing-masing guna mencapai suatu
tujuan. Ukuran kinerja ini dapat dilihat berdasarkan tingkat efisiensi dan efektivitas yang
dicapai oleh perusahaan.
Usaha untuk meningkatkan kinerja karyawan, diantaranya adalah dengan memperhatikan
stres kerja. Stres merupakan suatu kondisi keadaan seseorang mengalami ketegangan
karena adanya kondisi yang mempengaruhinya, kondisi tersebut dapat diperoleh dari dalam

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 2


diri seseorang maupun lingkungan di luar diri seseorang. Stres dapat menimbulkan dampak
yang negatif terhadap keadaan psikologis dan biologis bagi karyawan.
Untuk mencapai kinerja yang setinggi-tingginya dituntut "perilaku sesuai" individu
dengan harapan organisasi. Oleh karena itu ada deskripsi formal tentang perilaku yang
harus dikerjakan (perilaku intra-role). Realitas yang ada adalah banyak perilaku
yang tidak terdeskripsi secara formal yang dilakukan oleh individu, misalnya
membantu rekan kerja menyelesaikan tugas, kesungguhan dalam mengikuti rapat-
rapat perusahaan, sedikit mengeluh banyak bekerja, dan
lain-lain. Perilaku-perilaku ini disebut sebagai perilaku extra-role (Hardaningtyas,
2004).
Perilaku extra-role dalam organisasi juga dikenal dengan istilah
organizational citizenship behavior (OCB), dan orang yang menampilkan perilaku
OCB disebut sebagai individu yang baik (good citizen). Contoh perilaku yang termasuk
kelompok OCB adalah membantu rekan kerja, sukarela melakukan kegiatan ekstra
di tempat kerja, menghindari konflik dengan rekan kerja, melindungi properti
organisasi, menghargai peraturan yang berlaku di organisasi, toleransi pada situasi yang
kurang ideal/menyenangkan di tempat kerja, memberi saran-saran yang membangun di
tempat kerja, serta tidak membuang-buang waktu di tempat kerja (Robbins dalam Elfina
P, 2004: 105-106).
OCB merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi perilaku individu
sehingga dia dapat disebut sebagai “angota yang baik” (Sloat dalam Novliadi, 2007).
Perilaku ini cenderung melihat seseorang (individu) sebagai makhluk sosial (menjadi
anggota organisasi), dibandingkan sebagai makhluk individual yang mementingkan
diri sendiri. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kemampuan untuk
memiliki empati kepada orang lain dan lingkunganya dan menyelaraskan nilai-
nilai yang dianutnya dengan nilai-nilai yang dimiliki lingkungannya untuk melakukan
segala sesuatu yang baik manusia tidak selalu digerakkan oleh hal-hal yang
menguntungkan dirinya, misalnya seseorang mau membantu orang lain jika ada
imbalan tertentu. Jika individu dalam organisasi memiliki OCB, maka usaha untuk
mengendalikan individu menurun, karena individu dapat mengendalikan perilaku
sendiri atau mampu memilih perilaku terbaik untuk kepentingan organisasinya (
Novaldi, 2007).
Borman dan Motowidlo dalam Novliadi (2007) mengatakan bahwa OCB dapat

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 3


meningkatkan kinerja perusahaan (organizational performance) karena perilaku ini
merupakan “pelumas” dari mesin sosial dalam organisasi, dengan kata lain dengan
adanya perilaku ini maka interaksi sosial pada anggota-anggota organisasi menjadi
lancar, mengurangi terjadinya perselisihan, dan meningkatkan efisiensi.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang dapat kita ambil dari permasalahan di atas antara lain
sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan stres kerja dan penyebabnya
2. Menjelaskan dampak stres kerja terhadap produktivitas kerja
3. Langkah dalam memanajemen stres kerja
4. Menjelaskan apa itu OCB..

C. TUJUAN.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui penyebab stress kerja dan
bagaimana cara menghadapi stres kerja.
1. Mengetahui definisi dari stres.
2. Mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan stres.
3. Mengetahui gejala yang terjadi ketika stres.
4. Mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkan dari stress dan cara
pengendaliannnya
5. Mengetahui dampak OCB terhadap stress kerja..

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 4


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Stres dan Stres Kerja.


Stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik
(badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol.
Menurut Dr. Hans Selye “stres adalah satu abstraksi, orang tidak dapat melihat
pembangkit stres (stressor). Yang dapat dilihat ialah akibat dari pembangkit stress”.
Menurut Charles D, Spielberger menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan
eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu
stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai
tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri
seseorang.
Selye mengamati serangkaian perbahan biokimia biokimia dalam sejumlah organisme
yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan, rangkaian perubahan
tesebut ia namakan general adaptation syndrome, yang terdiri dari tiga tahap, yaitu ; tahap
pertama adalah tahap “alarm” (tanda bahaya), tahap kedua adalah tahap “resistance”
(perlawanan) dan yang terakhir tahap ketiga yaitu tahap tahap “exhaustion” (kehabisan
tenaga). Kejadian yang dapat menyebabkan stress ada yang bersifat positif dan negatif,
kejadian positif yang dapat menyebakan stress contohnya adalah mempunyai rumah baru
atau kenaikan jabatan karena perubahan status dan memiliki tanggung jawab yang baru,
selain itu jatuh cinta juga dapat menyebabkan stres karena akan terjadi putus cinta.
Sedangkan dari sisi negatif seperti cedera, sakit atau kematian orang yang sangat di cintai.
Dalam kejadian terjadinya stress ada tiga hal yang saling mengkait, yaitu : keadaaan yang
menjadi sumber stress (stressor), orang yang mengalami stress (the stressed), dan
hubungan antara orang yang mengalami stress dengan hal yang menjadi penyebab
terjadinya stress (transaction) serta segala yang bersangkutan olehnya (Hardjana,1994).
Menurut Morgan dan King (Khaerul Umam, 2010: 203) stres adalah keadaan yang bersifat
internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan) atau lingkungan, dan situasi
sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol.

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 5


Selain itu, menurut Heger (1994) stress sangat bersifat individual dan pada dasarnya
bersifat merusak apabila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu
dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dan suatu stressor (sumber stress)
tidak selalu mengakibatkan gangguan scara psikologis maupun fisiologis.
Menurut Anwar (1993:93) Stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa
tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya. Yoder dan Staudohar
(1982 : 308) mendefinisikan Stres Kerja adalah Job stress refers to a physical or
psychological deviation from the normal human state that is caused by stimuli in the work
environment. yang kurang lebih memiliki arti suatu tekanan akibat bekerja juga akan
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi fisik seseorang, di mana tekanan itu
berasal dari lingkungan pekerjaan tempat individu tersebut berada. Beehr dan Franz
(dikutip Bambang Tarupolo, 2002:17), mendefinisikan stres kerja sebagai suatu proses
yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan,
tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu. Stres merupakan suatu kondisi ketegangan
yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Jika seseorang /
karyawan mengalami stres yang terlalu besar maka akan dapat menganggu kemampuan
seseorang / karyawan tersebut untuk menghadapi lingkungannya dan pekerjaan yang akan
dilakukannya(Handoko 1997:200).
Stres menghubungkan kepuasan kerja dengan keseluruhan kinerja individu. Karena
organisasi lebih menutut hasil kinerja yang baik dan maksimal. Individu yang puas
dengan pekerjaannya akan menghasilkan pekerjaan yang maksimal daripada individu
yang tidak merasa puas dengan pekerjaannya. Sehingga apabila individu merasa puas
dengan pekerjaannya maka merasa senang setiap melakukan tugas -tugas yang diterima,
jarang bolos bahkan sukarela datang diluar hari kerja Penelitian seperti ini telah banyak
dilakukan sebelumnya. Charisma (2014) menjelaskan stres kerja berpengaruh secara
negatif dan signifikan terhadap kinerja individu, artinya semakin tinggi stres yang dialami
akan menurunkan kinerja. Wijaya dkk (2014) menjelaskan bahwa stres kerja berpengaruh
secara negative terhadap kinerja,hasil tersebut mengindikasikan bahwa kecerdasan emosi
melemahkan pengaruh stres kerja terhadap kinerja. Sanjaya (2012) menunjukkan bahwa
stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja individu, menunjukkan bahwa stres yang
tinggi menurun kinerja individu.
Stres menurut Robbins (2003) adalah suatu kondisi yang dinamik di mana seseorang
dihadapkan dengan kesempatan, permintaan, atau sumber yang berhubungan dengan

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 6


apa yang diinginkan oleh individu tersebut dan dimana hasilnya adalah merasa sama-
sama tidak pasti dan penting. Tiga kategori potensi pemicu stres (stressor) yaitu :
a. Ketidakpastian
lingkungan mempengaruhi dalam perencanaan struktur organisasi, dan
individu. Ketidakpastian mempengaruhi tingkat stres dikalangan para individu
dalam suatu organisasi.
b. Organisasi
Struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat
aturan dan peraturan, dan dimana keputusan diambil. Aturan yang berlebihan
dan kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan berdampak pada
individu merupakan potensi sumber stres.
c. Individu
Kondisi dan kepribadian individu menentukan rentan atau tidaknya individu
mengalami stres. Sehingga dapat disimpulkan dari definisi diatas bahwa stres
adalah suatu kondisi dengan respon yang dialami seorang individu dalam
memenuhi tuntutan individu lain dengan menggunakan sumber daya dan
kemampuan yang ada dalam dirinya sehingga menempatkan tuntutan psikologis
dan fisik yang dihadapi individu tersebut.

Adapun jenis – jenis stress menurut Quick dan Quick (1984) ada 2 jenis, yaitu :
1. Eustres
Merupakan hasil dari respons terhadap stres yang bersifat sehat, positif dan
konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan
juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibelitas, kemampuan
adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi. Contohnya adalah dalam pekerjaan
kita di tuntut untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan dealine yang sudah
ditetapkan, apabila kita bisa menyelesaikan tugas tesebut sesuai dengan deadline
yang ditetapkan maka pemimpin perusahaan akan memberikan bonus kepada kita.

2. Disstres
Hasil dari respons terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negative, dan destruktif
(bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi,
seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi,

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 7


yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan dan kematian. Contohnya adalah
perusahaan menuntut kita untuk meningkatkan produksi barang, tetapi tidak memiliki
alat yang memadai untuk meningkatkan produksi barang tersebut, sehingga para
karyawan harus bekerja lebih lama agar bisa memenuhi permintaan perusahaan
tersebut.
Gangguan stres biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan mulainya dan sering
kali tidak menyadari, menurut Robert (dalam Hawari; 1999:50) tahapan stres
dikemukakan sebagai berikut:

1. Stres tingkat pertama. Tahapan ini merupakan tingkat stres yang paling ringan dan
biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: semangat besar,
penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya, kemampuan menyelesaikan
pekerjaan lebih dari biasanya Tahapan ini biasanya menyenangkan sehingga orang
bertambah semangat tanpa disadari sebenarnya cadangan energinya sedang
menipis.
2. Stres tingkat kedua. Dalam tahapan ini dampak stres yang menyenangkan sudah
mulai hilang, keluhan yang sering muncul adalah: merasa letih sewaktu bangun
pagi, merasa lelah setelah makan siang, merasa lelah menjelang sore hari, terkadang
muncul gangguan sistem pencernaan, perasaan tegang pada otot punggung dan
tengkuk, perasaan tidak bisa santai.
3. Stres tingkat ketiga. Tahapan ini keluhan keletihan mulai tampak disertai dengan
gejala-gejala: gangguan usus lebih terasa, otot lebih tegang, gangguan tidur,
perasaan tegang semakin meningkat, badan terasa goyang dan mau pingsan.
4. Stres tingkat empat. Tahapan ini menunjuk pada keadaan yang lebih buruk dengan
ciri: sulit untuk bertahan sepanjang hari, kegiatan yang semula menyenangkan kini
terasa sulit, kehilangan kemampuan untuk menanggapi, situasi, pergaulan sosial,
dan kegiatan-kegiatan lainya terasa berat, tidur semakin susah, perasaan
negativistik, kemampuan berkonsentrasi menurun tajam, perasaan takut yang tidak
dapat dijelaskan.
5. Stres tingkat kelima. Tahap ini lebih mendalam dari pada tahap keempat, yaitu:
keletihan yang mendalam, pekerjaan sederhana saja kurang mampu dikerjakan,
gangguan sistem pencernaan, perasaan yang mirip panik 6. Stres tingkat keenam
Tahap ini merupakan keadaan gawat darurat tidak jarang penderita dibawa ke

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 8


ICCU, gejala tahap ini cukup mengerikan antara lain: debaran jantung yang amat
kuat, sesak nafas, badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran, dan pingsan.
Menurut Selye (dalam Hidayat; 1998:231) stres kerja dibagi menjadi tiga tahap,
yaitu:
a) Tahap Alarm Stage, awal pengerahan dimana tubuh bertemu tantangan yang
ditimbulkan penekanan. Jika penekanan sudah dikenali, otak segera mengirim
suatu pesan biokimia keseluruh sistem dalam tubuh. Dengan tanda terjadinya
dalam waktu yang sangat singkat, mempunyai ketegangan yang tinggi, denyut
jantung meningkat, tekanan darah naik
b) Tahap Resistance (perlawanan), bila stres terus berlangsung maka gejala yang
semula ada akan menghilang karena terjadi penyesuaian dengan lingkungan dan
peningkatan daya tahan terhadap stres.
c) Tahap Kolaps/Exhaustion (kehabisan tenaga), tubuh tidak mampu mengatasi
stres yang dialami, energi menurun dan terjadi kelelahan, akhirnya muncul
gangguan bahkan sampai kematian. Berdasarkan uraian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa tahapan stres kerja menunjukkan manifestasi di bidang fisik
dan psikis, di bidang fisik berupa kelelahan sedangkan di bidang psikis berupa
kecemasan dan depresi, hal ini dikarenakan penyediaan energi fisik maupun
mental yang mengalami defisit terus-menerus semakin habis, sehingga daya
tahan terhadap stres sangat lemah.

B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB STRES


Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres disebut stresor. Stresor dibedakan atas 3
golongan yaitu :
1. Stresor fisikbiologik : dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, pukulan dan lain-lain.
2. Stresor psikologis : takut, khawatir, cemas, marah, kekecewaan, kesepian, jatuh
cinta dan lain-lain.
3. Stresor sosial budaya : menganggur, perceraian, perselisihan dan lain-lain.
Menurut (Robbin, 2003, pp. 794-798) penyebab stres itu ada 3 faktor yaitu:
1. Faktor Lingkungan.
Ada beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan, yaitu :
1) Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila
perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi semakin mencemaskan
kesejahteraan mereka.

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 9


2) Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti yang terjadi di
Indonesia, banyak sekali demonstrasi dari berbagai kalangan yang tidak puas
dengan keadaan mereka. Kejadian semacam ini dapat membuat orang merasa
tidak nyaman. Seperti penutupan jalan karena ada yang berdemo atau mogoknya
angkutan umum dan membuat para karyawan terlambat masuk kerja.
3) Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka hotel pun
menambah peralatan baru atau membuat sistem baru. Yang membuat karyawan
harus mempelajari dari awal dan menyesuaikan diri dengan itu.
4) Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang semakin
meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam peristiwa penabrakan gedung WTC
oleh para teroris, menyebabkan orang-orang Amerika merasa terancam
keamanannya dan merasa stres.

2. Faktor Organisasi
Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan
untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam kurun waktu
terbatas, beban kerja berlebihan, bos yang menuntut dan tidak peka, serta rekan kerja
yang tidak menyenangkan. Dari beberapa contoh diatas, penulis
mengkategorikannya menjadi beberapa faktor dimana contoh-contoh itu terkandung
di dalamnya, yaitu:
1) Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau tekanan untuk
menunaikan tugasnya secara baik dan benar.
2) Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang
sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu.Konflik
peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali sulit dirujukkan atau
dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan
lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran tercipta bila
harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai
apa yang harus dikerjakan.
3) Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan
lain.Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi
yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya di antara para
karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi.

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 10


4) Struktur Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat
aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu diambil. Aturan yang berlebihan
dan kurangnya berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak
pada karyawan merupakan potensi sumber stres.

3. Faktor Individu
Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor persoalan
keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan.
1) Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten menunjukkan
bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai
sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya hubungan dan
kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang
menciptakan stres bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja.
2) Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola
sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi yang
dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian mereka
dalam bekerja.
3) Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang penting mempengaruhi
stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang. Artinya gejala stres yang
diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya berasal dari dalam kepribadian
orang itu.
Reaksi terhadap stres kerja bervariasi antara orang yang satu dengan yang lain,
perbedaan ini sering disebabkan oleh faktor psikologis dan sosial yang tampaknya dapat
merubah dampak stres bagi individu. Menurut Smet (1994:131) faktor yang
mempengaruhi pengalaman stres kerja menjadi lima (5), yaitu:
1. Variabel dalam kondisi individu: umur, tahap perkembangan, jenis kelamin,
temperamen, faktor genetik, inteligensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status
ekonomi, dan kondisi fisik.
2. Karakteristik kepribadian: introvert-ektrovert, stabilitas emosi secara umum, tipe
kepribadian A, locus of control, kekebalan dan ketahanan.
3. Sosial-kognitif: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial.
4. Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 11


5. Strategi koping, mempunyai dua fungsi menurut Lazarus & Folkam (dalam Smet;
1994:145), yaitu:
1) Emotion-Focused Coping (fokus pada emosi) di gunakan untuk mengatur respon
emosional terhadap stres, dengan cara penghindaran, pengambilan jarak,
perhatian yang bersifat selektif, dan pengambilan makna dari kejadian-kejadian
yang negatif.
2) Problem-Focused Coping (fokus pada pemecahan masalah). Individu akan
mengatasinya dengan mempelajari cara-cara atau ketrampilan yang baru,
individu akan cenderung melakukan strategi ini bila dirinya yakin akan dapat
mengubah situasi.
Menurut Sarafino (1990:94) faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja terdiri dari:
1. Lingkungan fisik yang terlalu menekan (kebisingan, temperature, udara yang
lembab, penerangan dikantor yang kurang terang.
2. Kurang control.
3 Kurangnya hubungan interpersonal.
4. Kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja.
Menurut Sunaryo (2004:216) faktor-faktor yang mempengaruhi stres adalah:
1. Faktor biologis, herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik
2. Faktor psiko-edukatif/sosio-cultural, perkembangan kepribadian, pengalaman, dan
kondisi yang mempengaruhi.
Ada 4 Penyebab Stres Kerja Menurut Gibson dkk (1996:343-350) yaitu:
1. Lingkungan fisik
Penyebab stres kerja dari lingkungan fisik berupa cahaya, suara, suhu, dan udara
terpolusi.
2. Individual
Tekanan individual sebagai penyebab stres kerja terdiri dari:
Konflik peran: Stressor atau penyebab stres yang meningkat ketika seseorang
menerima pesan- pesan yang tidak cocok berkenaan dengan perilaku peran
yang sesuai. Misalnya adanya tekanan untuk bergaul dengan baik bersama
orang- orang yang tidak cocok.
Peran ganda: Untuk dapat bekerja dengan baik, para pekerja memerlukan
informasi tertentu mengenai apakah mereka diharapkan berbuat atau tidak
berbuat sesuatu. Peran ganda adalah tidak adanya pengertian dari seseorang

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 12


tentang hak, hak khusus dan kewajiban-kewajiban dalam mengerjakan suatu
pekerjaan.
Beban kerja berlebih: Ada dua tipe beban berlebih yaitu kuantitatif dan
kualitatif. Memiliki terlalu banyak sesuatu untuk dikerjakan atau tidak cukup
waktu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan merupakan beban berlebih yang
bersifat kuantitatif. Beban berlebih kualitatif terjadi jika individu merasa
tidak memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
mereka atau standar penampilan yang dituntut terlalu tinggi.
Tidak adanya kontrol: Suatu stresor besar yang dialami banyak pekerja
adalah tidak adanya pengendalian atas suatu situasi. Sehingga langkah kerja,
urutan kerja, pengambilan keputusan, waktu yang tepat, penetapan standar
kualitas dan kendali jadwal merupakan hal yang penting.
Tanggung jawab: Setiap macam tanggung jawab bisa menjadi beban bagi
beberapa orang, namun tipe yang berbeda menunjukkan fungsi yang berbeda
sebagai stresor.
Kondisi kerja.

3. Kelompok
Keefektifan setiap organisasi dipengaruhi oleh sifat hubungan diantara kelompok.
Karakteristik kelompok menjadi stresor yang kuat bagi beberapa
individu.Ketidakpercayaan dari mitra pekerja secara positif berkaitan dengan peran
ganda yang tinggi, yang membawa pada kesenjangan komunikasi diantara orang-
orang dan kepuasan kerja yang rendah. Atau dengan kata lain adanya hubungan
yang buruk dengan kawan, atasan, dan bawahan.
4. Organisasional
Adanya desain struktur organisasi yang jelek, politik yang jelek dan tidak adanya
kebijakan khusus.

Dimensi Stres Kerja


Stress pada pekerjaan dapat diukur dengan beberapa dimensi yaitu menurut Leung
dalam Wibowo, et. al (2015) ada enam indikator stres kerja yang meliputi :
a. perilaku pribadi, yaitu keadaan atau aktifitas dari individu itu sendiri di dalam
organisasi.

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 13


b. Dukungan sosial, yaitu dukungan dari dalam organisasi maupun dukungan dari
luar organisasi.
c. Konflik peran, yaitu kondisi dimana individu memikul tugas atau jabatan dan
menanggung semua konsekuensinya yang berhubungan dengan pekerjaan dalam
perusahaan.
d. Lingkungan buruk, yaitu keadaan disekitar organisasi terutama di dalam ruang
kerja.
e. Beban kerja, yaitu keadaan pekerjaan yang dibebankan kepada individu atau
jenis pekerjaan yang harus diselesaikan tepat waktu.
f. Situasi rumah dan pekerjaan, yaitu kondisi antara keadaan di rumah tangga
dengan keadaan yang ada di perusahaan.

C. GEJALA STRES

Secara umum seseorang yang mengalami stres pada pekerjaannya akan menampilkan
gejala-gejala yang meliputi 3 aspek, yaitu :
1. Physiological memiliki indikator yaitu : terdapat perubahan pada metabolisme
tubuh, meningkatnya kecepatan detak jantung dan nafas, meningkatnya tekanan
darah, timbulnya sakit kepala dan menyebabkan serangan jantung.
2. Psychological memiliki indikator yaitu : terdapat ketidakpuasan hubungan kerja,
tegang, gelisah, cemas, mudah marah, kebosanan dan sering menunda pekerjaan.
3. Behavior (perilaku) memiliki indikator yaitu : terdapat perubahan pada
produktivitas, ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan,
meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol, berbicara dengan intonasi cepat,
mudah gelisah dan susah tidur, meningkatnya agresivitas dan kriminalitas,
menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman,
kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.
Adapun gejala stres ditempat kerja yang sering terjadi, yaitu:
1. Kepuasan kerja rendah
2. Kinerja yang menurun
3. Semangat dan energi menjadi hilang
4. Komunikasi tidak lancar
5. Pengambilan keputusan jelek

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 14


6. Kreatifitas dan inovasi kurang
7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif

Cary Cooper dan Alison Straw (1995:8-15) mengemukakan gejala stres


dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan
lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih
yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, saiah paham,
tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak
menarik,kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit
membuat kcputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan
dan hilangnya minat terhadap orang lain.
3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang
berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan,
penjengkel menjadi meledak-ledak.
Menurut Braham (dalam Handoyo; 2001:68), gejala stres dapat berupa
tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur lidak teratur, sakit kepala, sulit buang air
besar, adanya gangguan pencemaan, radang usus, kuiit gatal-gatal, punggung
terasa sakit, urat-urat pada bahu dan !eher terasa tegang, keringat berlebihan,
berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan
energi.
2. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif,
gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis
dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta
mudah menyerang, dan kelesuan mental.
3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit
untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu
pikiran saja.
4. Interpersonal, yailu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada
orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 15


kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup din secara
berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.

D. DAMPAK DARI STRES


Hasil Penelitian Menurut penelitian Baker dkk (1987), stress yang dialami oleh
seseorang akan merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh. Para peneliti ini juga
menyimpulkan bahwa stress akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan
penyakit dengan cara menurunkan jumlah fighting desease cells. Akibatnya, orang
tersebut cenderung sering dan mudah terserang penyakit yang cenderung lama masa
penyembuhannya karena tubuh tidak banyak memproduksi sel-sel kekebalan tubuh,
ataupun sel-sel antibodi banyak yang kalah.
Dua orang peneliti yaitu Plaut dan Friedman (1981) berhasil menemukan hubungan
antara stress dengan kesehatan. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa stress
sangat berpotensi mempertinggi peluang seseorang untuk terinfeksi penyakit, terkena
alergi serta menurunkan sistem auto-immune-nya. Selain itu ditemukan pula bukti
penurunan respon antibodi tubuh di saat mood seseorang sedang negatif, dan akan
meningkat naik pada saat mood seseorang sedang positif.
Peneliti yang lain yaitu Dantzer dan Kelley (1989) berpendapat tentang stress
dihubungkan dengan daya tahan tubuh. Katanya, pengaruh stress terhadap daya tahan
tubuh ditentukan pula oleh jenis, lamanya, dan frekuensi stress yang dialami
seseorang. Peneliti lain juga mengungkapkan, jika stress yang dialami seseorang itu
sudah berjalan sangat lama, akan membuat letih health promoting response dan
akhirnya melemahkan penyediaan hormon adrenalin dan daya tahan tubuh.
Banyak sudah penelitian yang menemukan adanya kaitan sebab-akibat antara stress
dengan penyakit, seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, alergi,
dan beberapa penyakit lainnya. Oleh karenanya, perlu kesadaran penuh setiap orang
untuk mempertahankan tidak hanya kesehatan dan keseimbangan fisik saja, tetapi
juga psikisnya.

Adapun dampak Negatif dan dampak Positif dari stres adalah:


1. Dampak negatif dari stres
Perlu diketahui, bawah biasanya Stress bisa menimbulkan dampak yang menonjol,
jika Stress tersebut bersifat lama. Jika seseorang itu menyimpan stress tersebut

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 16


dengan jangka waktu lama dan berkesinambungan di dalam tubuh dan jiwanya. Saya
mencoba mengambil 3 bagian dari diri kita sebagai tempat berlabuhnya stress ini.
a. Menurunnya sistem kekebalan dan kesehatan tubuh seseorang itu, sehingga tidak
jarang menimbulkan sakit perut, maag, mual, pening, meningkatnya detak jantung
dan tekanan darah, penyakit kulit seperti gatal dan alergi,dll.
b. Jika sistem kekebalan dan kesehatan tubuh seseorang sudah menurun, maka ini
akan mempengaruhi kesehatan jiwa. Orang yang larut akan kesedihan, ketakutan,
jengkel, emosi, frustrasi, dsb, maka lama lama ini akan menimbulkan dampak
yang tidak baik terhadap pikiran kita. Hal buruk ini akan menimbulkan keadaan
buruk lagi seperti; pelupa, tidak mampu untuk mengambil keputusan, kurang
kreatif, sering bingung, cepat capek, ngantuk dan lemas, dan masih banyak lagi.
c. Hati hati, jika hal kedua di atas sudah terjadi dengan jangka lama, maka
kepribadian seseorang bisa jadi berubah. Mereka akan memulai suatu kebiasaan
yang merupakan suatu bentuk pelarian dari semua ketakutan dan kegelisahan
tersebut. Mereka melakukan ini sebagai tindakan pelarian dan kompensasi untuk
melindungi diri sendiri. Misalnya seseorang yang tidak peminum dan perokok,
bisa berubah dengan seketika menjadi kelihatan seperti pecandu, minum
minuman beralkohol dengan ukuran banyak, sering melakukan kesalahan,
aggresiv, hingga kehilangan jati diri yang sebenarnya.

2. Sebagai dampak Positif dari stres


Kita akan semakin kuat dalam menjalani hidup yang penuh dengan tantangan, mata
kita akan semakin jeli untuk melihat tantangan yang akan datang, dan sudah
mempunya suatu pengalaman bagaimana untuk mengatasi hal tersebut. Karena
itulah tidak jarang kita mendengar bahwa Buku, guru dan pelajaran yang terbaik
adalah PENGALAMAN itu sendiri.

E. Strategi Manajemen Stres


Dalam mengatasi stress pada setiap individu berbeda satu dengan yang lainnya,
karena setiap individu memiliki tingkatan stres yang berbeda-beda dan hanya
individu itu sendiri yang mengetahui seberapa besar stres yang dialaminya. Menurut
Anwar Prabu Mangkunegara (2001) dalam menghadapi stres terdapat tiga strategi,
yaitu:

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 17


a. Memperkecil dan mengendalikan sumber-sumber stres.
Melakukan penilaian terhadap situasi sumber-sumber stres, mengembangkan
alternatif tindakan, mengambil tindakan yang dipandang paling tepat,
mengambil tindakan yang positif dan memanfaatkan umpan balik.
b. Menetralkan dampak yang timbul oleh stres.
Mengendalikan berbagai reaksi baik jasmaniah, emosional, maupun bentuk-
bentuk mekanisme pertahanan diri, seperti menangis, menceritakan masalah
kepada orang lain, humor dan istirahat.
c. Meningkatkan daya tahan pribadi .
Memahami diri, memahami orang lain, mengembangkan ketrampilan
pribadi, beribadah, olahraga secara teratur, pola kerja yang teratur dan
disiplin, mengembangkan tujuan dan nilai-nilai yang realistik.

F. PENGENDALIAN STRES
Manajemen stres dan teknik pengurangan stres
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh
dampak yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni
belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk
mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para
pengidap stres ditempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara
bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukan cara efektif yang bahkan tidak
menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah
masalah lebih jauh.
Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu,
harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan
penanggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang
mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait
dengan penyebab stres dalam hubungannya ditempat kerja. Stres dapat timbul pada
beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan
tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak
adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak
menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat. (margiati, 1999:76)

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 18


Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan bahwa dari sudut pandang organisasi,
manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan.
Alasannya karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat positif, karena
hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat
stres yang tinggi atu ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi,
tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan.
Maka manajemen mungkin akan berfikir untuk memberikan tugas yang menyertakan
stres ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun
sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka diperlukan
pendekatan yang tepat dalam mengola stres, ada 2 pendekatan yaitu: pendekatan
individu dan pendekatan organisasi

1. Pendekatan individual
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level stresnya.
Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu: pengolahan waktu,
latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengolahan waktu
yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa
adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat
meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi
tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang dihadapi
pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi terakhir
untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga
yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.

2. Pendekatan Organisasional
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur
organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor
itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang yang mungkin digunakan
oleh manajemen untuk mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi
dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan
partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui
strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 19


inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan
terhadap kondisi fisik dan mental.

Dalam mengatasi stres terdapat banyak teknik yang dapat dipergunakan untuk
pengurangan stres yang terjadi. Ada 4 pendekatan yang sering digunakan adalah
relaksasi otot, biofeedback, meditasi dan retrukturisasi kognitif yang semuanya
membantu para karyawan mengatasi stres yang berkaitan dengan pekerjaan.

1. Relaksasi otot
Sebutan persamaan yang umum dari berbagai teknik relaksasi otot adalah
pernafasan yang lambat dan dalam suatu usaha yang sadar untuk memulihkan
ketegangan otot. Diantara berbagai teknik yang tersedia, relaksasi
progresif kontinjensi adalah yang paling sering digunakan. Teknik ini terdiri
atas menenangkan dan mengendurkan otot secara berulang-ulang yang diawali
dari kaki dan terus meningkat ke muka. Relaksasi dicapai dengan berkonsentrasi
pada kehangatan dan ketenangan yang berkaitan dengan otot yang dirileksasikan.

2. Biofeedback
Dalam biofeedback, perubahan kecil yang muncul dalam tubuh atau otak di
deteksi, diperkuat dan ditunjukan kepada orang tersebut. Peran potensial
dari biofeedback sebagai teknik manajemen stres individu dapat dilihat dari
fungsi tubuh hingga tekanan tertentu yang dikendalikan secara sukarela atau
sadar. Potensi biofeedback adalah kemampuannya untuk membantu relaksasi
dan mempertahankan fungsi tubuh pada keadaan non-stres.
Salah satu keunggulan teknik biofeedback dibandingkan dengan non
biofeedback adalah bahwa teknik ini memberikan data yang tepat mengenai
fungsi tubuh. Pelatihan biofeedback telah bermanfaat dalam mengurangi
kegelisahan, menurunkan keasaman lambung, mengendalikan tekanan dan
migren, dan secara umum mengurangi manifestasi fisiologis negatif dari stres.

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 20


3. Meditasi
Meditasi mengaktifkan suatu respons relaksasi dengan mengarahkan ulang
pemikiran seseorang jauh dari dirinya sendiri. Respon relaksasi adalah kebalikan
fisiologis dan psikologis dari respon stres berperang atau lari.
Herbert Benson menganalisis banyak program meditasi dan mendapatkan suatu
respons relaksasi 4 langkah.
Keempat langkah tersebut adalah :
a. Menemukan suatu lingkaran
b. Menggunakan suatu perangkat mental seperti suatu kata tang penuh dengan
kesan yang menyenangkan untuk mengubah fikiran dari fikiran yang
berorientasi secara eksternal.
c. Mengabaikan pemikiran yang mengganggu dengan bersandar pada suatu
sikap yang pasif.
d. Mengasumsikan suatu posisi yang nyaman.

Maharishi Mahes Yogi mendefinisikan meditasi transcendentalsebagai mengalihkan


perhatian ke tingkat pemikiran yang lebih dalam dan mencapai sumber dari pemikiran.
Tidak semua orang yang bermeditasi mengalami hasil yang positif, akan tetapi
sejumlah besar orang melaporkan meditasi sebagai hal yang efektif dalam mengelola
stres.

4. Restrukturisasi kognitif
Alasan yang mendasari beberapa pendekatan individual dalam manajemen stres
dikenal sebagai retrukturisasi kognitif, adalah respons seseorang terhadap
stressor menggunakan sarana proses kognitif, atau pemikiran. Asumsi dasar dari
teknik ini adalah bahwa pikiran orang dalam bentuk ekspektasi, keyakinan dan
asumsi merupakan label yang mereka terapkan pada situasi. Teknik kognitif dari
manajemen stres berfokus paa mengubah label atau kognisi sehingga orang
tersebut menilai situasi secara berbeda. Semua teknik kognitif memiliki tujuan
yang serupa yaitu untuk membantu orang memperoleh lebih banyak kendali atas
reaksi meraka terhadap stresor dengan memodifikasi rasionalisasi mereka.

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 21


Selain teknik pengurangan stres diatas ada beberapa kiat lagi yang dapat digunakan.
Agar stres tidak berkelanjutan, adapun beberapa kiat yang dikemukakan oleh Alex :

1. Sediakan waktu rileks


Menurut penelitian, stres yang berhubungan dengan pekerjaan dimulai sejak
pagi, sebelum anda berangkat kerja daripada memikirkan beban pekerjaan (tapi
tidak ada solusinya) , lebih baik digunakan waktu anda yang terbatas tersebut
untuk melakukan relaksasi seperti meditasi dan yoga. Teknik pernapasan adalah
teknik relaksasi yang paling mudah untuk dilakukan. Caranya dengan menarik
nafas dalam-dalam, lalu hembuskan sampai tak ada lagi udara yang tersisa di
paru-paru. Lakukan minimal 3x sampai beban anda merasa berkurang.

2. Bersikap lebih asertif


Kebanyakan masalah pekerjaan berpangkal dari kurangnya kesempatan untuk
membuat perubahan atau keputusan. Karenanya, bicarakan dengan atasan
tentang tugas anda dan tanggung jawab tambahan yang ingin anda pegang.
Dengan demikian, anda bisa menentukan pekerjaan yang bisa anda lakukan
dengan cara seperti yang diinginkan perusahaan.

3. Bekerja lebih efisien


Selalu kekurangan waktu untuk menyelesaikan tugas disebabkan tugas yang
berlebihan, melainkan menyangkut waktu dan cara mengerjakannya. Alex
memberikan contoh seorang wartawan yang produktif di waktu malam akan
merasa tertekan jika memaksakan diri menulis di waktu siang hari. Untuk
mengatasinya, sebaiknya pekerjaan dibagi. Siang hari membuat outline dan
mencari bahan, malam hari menyelesaikan tulisan. Untuk bekerja secara efisien,
anda juga harus trampilmenentukan prioritas. Adanya urutan prioritas dapat
membantu anda mengatur strategi.

4. Tingkatkan energi dengan tidur


“Ketika lelah, anda lebih mudah merasa stres karena hal-hal yang sepele,”
demikian tulis Camile Anthony dalam “the art of napping at work” (1999).
Kesalahan juga akan membuat perhatian anda menurun sehingga mudah

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 22


melakukan kesalahan. Dalam keadaan demikian, Alex menganjurkan agar tidur.
Tidur 15 menit di tengah waktu kerja akan sama manfaatnya dengan tidur malam
3 jam. Anda bisa memanfaatkan mushola kantor ( diluar waktu sholat) atau mobil
anda untuk tidur, Jangan lupa pasang alarm agar tidak tidur terlalu lama. Jika
keduanya tidak tersedia, meja kerja anda bisa jadi pilihan terakhir. Yang
penting tingkatkan energi segera jika sudah merasa terlalu lelah. Tidur selama
30 menit atau kurang, Menurut Anthony akan meningkatkan mood dan rasa
humor sehingga memperbaiki hubungan anda dengan rekan kerja. Anthony
menganjurkan agar membatasi tidur selama 30 menit saja agar tidak sampai
tertidur nyenyak, yang akan membuat anda lebih lelah ketika bangun.

5. Atur lingkungan kerja


Dalam feng shui, seni tata ruang dari tiongkok, tempat kerja yang teratur
menunjukan pikiran yang teratur. Jaga lingkungan kerja, terutama meja dari
tumpukan kertas atau file. Simpan kertas-kertas anda dalam map dan dalam
kotak file atau laci file. Anda juga bisa mencegah stres dengan mengubah letak
kursi sehingga bisa mengetahui siapa yang akan masuk ke ruangan anda. Jika
memungkinkan pindahkan meja sehingga anda dapat bekerja dengan cahaya
alami dari luar.

6. Kembangkan pola hidup sehat


Pola hidup sehat merupakan kunci untuk bebas stres. Pilihlah makanan dan
minuman yang bisa menurunkan stres yaitu makanan yang banyak mengandung
vitamin B kompleks seperti kacang-kacangan dan padi-padian. Kurangi
makanan berlemak dan perbanyak makan buah dan sayur.
Berolah raga secara teratur. Olahraga yang cukup tidak saja menyehatkan badan,
tetapi juga memperbesar kapasitas badan dan memperbesar kapasitas paru-paru
sehingga mampu menampung oksigen yang lebih besar. Dengan kadar oksigen
tinggal di dalam darah yang kemudian akan diedarkan ke seluruh tubuh anda,
sehingga akan berpikir lebih jernih.

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 23


7. Tingkatkan keterampilan
Tidak ada kata terlambat untuk mempelajari keterampilan baru. Jika anda merasa
kurang mampu berkomunikasi, anda bisa mempelajarinya melalui buku-buku
atau latihan kepemimpinan yang sering diadakan di kota-kota. Jika anda
mempunyai minat terhadap komputer, kembangkan minat anda. Peningkatan
ketrampilan akan membuat anda menjadi karyawan yang lebih berharga

8. Lupakan pekerjaan saat libur


Berlibur atau santai bukan berarti membuang waktu. Selain memberikan energi
tambahan yang akan membuat anda lebih kreatif, berlibur bersama akan
mempererat hubungan anda dengan keluarga.

9. Pekerjaan bukan segalanya


Diluar pekerjaan, masih banyak kegiatan lain yang dapat menimbulkan
perasaan berguna bagi anda. Dengan mengikuti kegiatan di luar pekerjaan, stres
anda di tempat pekerjaan akan berkurang. Anda dapat meyakinkan diri bahwa
walaupun anda tidak bisa memperbaiki keadaaan di tempat kerja, anda bisa
mengendalikan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan anda. Perasaan mampu
mengendalikan kehidupan anda sendiri adalah harta tak ternilai.

G. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Penilaian kinerja terhadap individu biasanya didasarkan pada job description yang
telah disusun oleh organisasi tersebut. Dengan demikian, baik buruknya kinerja
seorang individu dilihat dari kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas
sesuai dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, sebagaimana tercantum
dalam job description. Melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas yang ada dalam
job description ini disebut sebagai in-role behavior (Greenberg & Baron2003,
dalam Soegandhi et al .2013). Sudah seharusnya bila organisasi mengukur kinerja
individu tidak hanya sebatas tugas-tugas yang terdapat dalam deskripsi kerjanya
saja. Bagaimanapun diperlukan peran ekstra demi terselesaikannya tugas-tugas itu.
Kontribusi pekerja di atas dan lebih dari deskripsi kerja formal inilah yang disebut

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 24


dengan organizational citizenship behavior (OCB) (Greenberg & Baron, 2003).
Salah satu elemen penting yang dipertimbangkan mampu meningkatkan kinerja dan
efektifitas organisasi adalah kemauan individu melakukan kinerja extra-role
selain kinerja in-role. Organ et al. (1983) dalam Garay (2006) menamakan kinerja
extra-role dengan istilah organizational citizenship behaviors (OCB).
Definisi OCB yang dikemukakan oleh Organ et al. (2006) dalam Mangundjaya
(2010) yaitu: “Individual behavior that is discretionary, not directly or explicitly
recognized by the formal reward system, and in the aggregate promotes the
efficient and effective functioning of the organization.” OCB adalah tingkah
laku individu yang bersifat sukarela, tidak secara langsung atau eksplisit dilakukan
karena sistem ganjaran yang formal, dan secara keseluruhan dapat meningkatkan
efisiensi dan efektivitas fungsi organisasi. Menurut Kinicki & Kreitner (2003)
“organizational citizenship behaviour (OCB) consist of employee behaviours that
are beyond the call of duty.” Dalam pandangan mereka OCB diartikan sebagai
perilaku individu yang berada di luar panggilan tugas. OCB merupakan suatu
perilaku dimana seseorang dengan kerelaannya untuk bekerja diluar apa yang
diharapkan organisasi, hal ini tidak terikat pada perjanjian awal dimana ketika
orang tersebut bekerja melainkan keinginan tulus dan niat yang baik dari anggota
organisasi.
Dalam pandangan Schnake (1997) dalam Ningtyas (2016) “OCB is behavior that
goes beyond the formal requirement of” diartikan bahwa OCB adalah perilaku yang
melampaui persyaratan formal pekerjaan. Pendapat ini secara implisit menyatakan
bahwa OCB merupakan perilaku positif seorang individu yang berada di luar
tanggung jawab utama pekerjaannya,dan perilaku itu sangat bermanfaat terhadap
kinerja dan kemajuan organisasi.
Berbeda dengan stres yang berpengaruh negatif terhadap OCB, Budaya
sebaliknya mempengaruhi timbulnya OCB pada individu. Budaya adalah suatu
sistem pewarisan nilai dan bermanfaat yang berinteraksi dengan orang dalam
organisasi, struktur organisasi, dan sistem kontrol untuk menghasilkan norma
prilaku. Schein (1997) Menyatakan Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang
diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai
pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal
yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan atau

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 25


diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat dalam
memahami, memikirkan dan merasakan hal-hal yang terkait dengan masalah-
masalah tersebut. Sehingga dalam sutau organisasi juga tedapat budaya yang biasa
disebut dengan budaya organisasi. Budaya organisasi adalah pokok penyelesaian
terhadap masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan
secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian diwariskan kepada anggota-
anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan
merasakan terhadap masalah-masalah terkait (Tika, 2006). Pengaruh stres kerja dan
budaya organisasi dalam meningkatkan sikap Organizational Citizenship Behavior
individu. Sikap Organizational Citizenship Behavior diantara individu sangat
diperlukan, karena melalui sikap Organizational Citizenship Behavior dapat tercipta
kerjasama tim yang solid. Dengan terciptanya Organizational Citizenship Behavior
dikalangan individu maka akan meningkatkan kualitas kerja serta menumbuhkan
rasa tanggung jawab yang lebih tinggi terhadap pekerjaan.

Dimensi-dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Istilah organizational citizenship behavior (OCB) pertama kali diajukan oleh


Organ (1988), yang mengemukakan lima dimensi primer dari OCB (Allison, dkk,
2001 dalam Hardaningtyas, 2004):
a. Altruism, yaitu perilaku membantu individu lain tanpa ada paksaan pada tugas-
tugas yang berkaitan erat dengan operasi-operasi organisasional.
b. Civic virtue, menunjukkan pastisipasi sukarela dan dukungan terhadap
fungsi-fungsi organisasi baik secara profesional maupun sosial alamiah.
c. Conscientiousness, berarti individu mempunyai perilaku tepat pada waktunya,
tinggi dalam hal kehadirannya, dan melakukan sesuatu melebihi kebutuhan dan
harapan normal.
d. Courtesy,yaitu berbuat baik dan hormat kepada orang lain, termasuk
perilaku seperti membantu seseorang untuk mencegah terjadinya suatu
permasalahan, atau membuat langkah-langkah untuk mengurangi
berkembangnya suatu masalah.
e. Sportmanhip, yaitu lebih menekankan pada aspek-aspek positif organisasi
daripada aspek-aspek negatifnya, mengindikasikan perilaku tidak senang

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 26


protes, tidak mengeluh, dan tidak membesar-besarkan masalah kecil/sepele.
Organ (dalam Podsakoff dan Mackenzie,1994), juga menambahkan dengan
f. Peacekeeping, yaitu tindakan-tindakan yang menghindari dan menyelesaikan
terjadinya konflik interpersonal (sebagai stabilisator dalam organisasi) dan
g. Cheerleading, diartikan sebagai bantuan kepada rekan kerjanya untuk
mencapai prestasi yang lebih tinggi. Selain itu O’Bannon dan Pearce (1999)
menambahkan dengan (8) teamwork, yaitu “ikatan” satu orang dengan orang
lain dalam satu tim atau pengidentifikasikan seorang terhadap yang lain
sebagai satu tim. (Hardaningtyas, 2004)

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 27


BAB III
KESIMPULAN

Stres kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap organizational


citizenship behavior individu, menunjukkan bahwa semakin tinggi stres kerja
yang dirasakan individu maka semakin rendah penerapan organizational
citizenship behavior yang dilakukan oleh individu
Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
organizational citizenship, menunjukkan bahwa semakin baik pemahaman
budaya organisasi maka semakin tinggi penerapan organizational citizenship
behaviour
Sebagai saran antara lain : Pertama, untuk meningkatkan OCB, maka harus
memperhatikan stres kerja dan budaya organisasi. Hal ini menunjukkan jika stres
kerja yang dirasakan individu rendah maka akan ada peningkatan dalam hal
menerapkan OCB, sedangkan jika budaya organisasi yang dirasakan individu baik,
maka akan menuai penerapan organizational citizenship behavior pada individu.
Kedua, untuk meningkatkan perlu diperhatikan yaitu organisasi seharusnya
memperhatikan tingkat stres individunya dan memperhatikan budaya yang sudah
ditanamkan ke para individu, organisasi sebaiknya memberikan waktu refresing
dengan membuat acara diluar pekerjaan seperti outbound atau arisan agar
mengurangi tingkat stres individu dan dapat mempererat hubungan dan komunikasi
antara individu ke individu lainnya, lalu selalu menghimbaukan ke individu tentang
budaya suatu organisasi dengan sekedar mengingatkan agar selalu diingat dan
diindahkan oleh setiap individu, maka akan tercipta penerapan organizational
citizenship behavior pada individu.

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 28


DAFTAR PUSTAKA

Andraeni, Ni Nyoman Novitasari. 2003. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Motivasi


Kerja dan Kinerja Individu PT. H.M. Sampoerna Tbk Surabaya. Tesis
Dipublikasikan, adln.lib.unair.ac.id, Universitas Airlangga.
Arikunto, Suharsimi.2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek).
Jakarta: Rineka Cipta.
Asad, Moh, 1995. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.
Badra, I Wayan dan Prawitasari, Johana E. 2005. Hubunganb Antara Stres dan
Motivasi dengan Kinerja Dosen Tetap Pada Akper Sorong. KMPK. Working
Paper Series No. 8 Januari 2005. Diakses 27 Mei 2009.
Brahmana., Sunardi S dan Sofyandi, Herman, 2007, Transformational Leadership dan
Organizational Citizenship Behavior di Universitas Widyatama.
Makalah ipublikasikan.dspace.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/447/p0002.pdf?...1
Dwilita, Handriyani, 2008. Analisis Pengaruh Motivasi, Stres, dan Rekan Kerja
Terhadap Kinerja Auditor di Kantor Akuntan Publik di Kota Medan. Tesis
Dipublikasikan, library.usu.ac.id, Universitas Sumatera Utara.
Edwardin, Laras Tri Ambar Suksesi. 2006. Analisis Pengaruh Kompetensi,
Komunikasi, Kecerdasan Emosional dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Individu. Tesis Tidak Dipublikasikan. Magister Manajemen. Universitas
Diponegoro.
Elfina P. Debora., 2004., Pengaruh Kepribadian dan Komitmen Organisasi terhadap
Perilaku Citizenship Individu., Makara, Sosial Humaniora, Vol. 8, No. 3,
Desember 2004:105-111.http://repository.ui.ac.id/doc/jurnal/16
Ferdinand, Augusty.2006. Metode Penelitian Manajemen. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gibson, Ivancevich, Domelly. Jr. 1995. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses.
Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Erlangga.
Handoko, Hani. 1996. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi 2.
Yogyakarta: BPFE.
Hardaningtyas, Dwi., 2004., Pengaruh Tingkat Kecerdasan Emosi dan Sikap pada
Budaya Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Agung, N. D. 2011. Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepemimpinan


Transformasional Terhadap Komitmen Organisasi Dan Kinerja individu. Jurnal
management bisnis. 1(2), pp: 28-30.

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 29


Arif, A., dan Chohan A. 2012. How Job Satisfaction Is Influence The
Organizational Citizenship Behaviour (OCB): A Study On Employees Working In
Bankingsector Of Pakistan. International Journal of Contemporary Researchin
Business, 4(8) : 159-176.

Cheung, M. F. 2013. The Mediating Role Of Perceived Organizational Support In The


Effect Of Interpersonal And Informational Justice On Organizational
Citizenship Behavior. Leadrship & Organization Development Journal.
34(6), pp: 551-572.

Chiang, C. F., dan Hsieh, T. S. 2012. The Impact Of Perceived Organizational


Suport And Psyhchological Empowerment On Job Performance: The
Mediating Effect Of Organizational Citizenship Behavior. International
Journal Of Hospitality Management. 31(1), pp: 180-190.

Darsana, M.2013. The influence of personality and organizational culture on


employee performance throught organizational citizhenship behavior. The
international journal of management. 2(4), pp:38-63.

Didit, Dermawan. 2013. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Surabaya: Pena


Semesta.

Ivancevich, J.M., Konopaske, Robert., Matteson, Michael, T. 2006. Perilaku Dan


Manajemen Organisasi. Alih Bahasa Gina Gania. Jilid 1 edisi ketujuh.
Erlangga. Jakarta.

Jagaratnam, G., and P. Buchanan. 2004. Balancing The Demand of School and
Work: Stress nd Employed Hospitality Student. International journal of
Contemporary Hospitality Management. 16(4), pp:237-245.

Khan, Shahzad. 2012 “Determinants Of Customer Satisfaction In Fast Food


Industry. Internasional Journal Of Management And Strategy. 2(3), pp:1-5.

Kim, Sangmook. 2006. Public Service Motivation And Organizational Citizenship


Behavior In Korea. International Journal of Manpower. 27(8), pp: 722-740

Linawati. 2003. Sosialisasi Budaya Organisasi. Strategi Implementasi Nilai-Nilai


Budaya Organisasi. Jurnal Studi Bisnis. 3(6), pp:1693-2927.

Mei,Maemunah. 2008. Pengaruh Kewibawaan Pimpinan Terhadap Organizational


Citizenship Behavior (OCB) Dan Kinerja Individu STMIK Amikom
Yogyakarta, Jurnal Ilmiah Manajerial, Sekolah Tinggi Manajemen
Informatika dan Komputer Amikom Yogyakarta. 2 (2), pp: 48-75

Novliadi, F. 2007. Organizational Citizenship Behaviour individu ditinjau dari


persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan dan persepsi terhadap
dukungan organizational. Skripsi. Universitas Sumatera Utara

Nugroho, A. 2008. Analisis Pengaruh Job Stres dan Job Satisfaction Terhadap
Turover Intention (Studi Pada PT.Astra Graphia.Tbk). Tesis. Magister

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 30


Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

STRESS KERJA DAN OCB/UAS/SDM/UEU/KLP3/2018 31

Anda mungkin juga menyukai