Anda di halaman 1dari 27

ANALISIS IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT

(TQM) PELAYANAN RAWAT INAP DI RS KUMALASIWI MIJEN


KUDUS TAHUN 2015

Disusun Oleh Kelompok 5 :


Hanna Budimansyah 20160301305
Meliza Hana Pertiwi 20160301283
Tri Surya Maharani 20160301284

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
2018
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN ……………….…………………………………..…. 1
1.1 Latar Belakang ………….…………………………………………………..…. 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………..…. 1
1.3 Tujuan Penulisan ……….…………………………………………………...…. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……...…………………………………….……. 3
2.1 Pengertian Total Quality Management (TQM)…………………..…………….. 3
2.2 Era Total Quality Management (TQM) ………………...………….......…...…. 4
2.3 Konsep Dan Prinsip Total Quality Management (TQM)……………………… 5
2.4 Penerapan Total Quality Management (TQM)………………………………… 8
2.5 Pengantar The Seven Tools Of Total Quality Management (TQM)………….… 10
2.6 Pengantar Deming Cycle………………………...………………………….….. 13
BAB 3 PEMBAHASAN ………………………………………………………….. 16
3.1 Contoh Kasus ………………………………………………………………….. 16
3.2 Membandingkan Kasus dengan Teori ………………….……………………... 17
BAB 4 KESIMPULAN ……………………………………………………….... 21
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mutu pelayanan sangat menentukan persaingan dalam memenuhi kebutuhan
kesehatan dan merupakan suatu hal yang penting untuk tetap dapat menjaga
keberadaan rumah sakit (Pohan, 2007). Mutu pelayanan kesehatan bukan hanya di
tinjau dari sudut pandang aspek teknis medis saja.tetapi juga sIstem pelayanan
kesehatan secara keseluruhan termasuk manajemen administrasi, keuangan,
peralatan dan tenaga kesehatan lainnya (Wijono, 2000).

Berkaitan dengan sistem manajemen mutu, salah satu alat yang dianggap
dapat membantu memperbaiki kinerja organisasi untuk mencapai tujuan organisasi
adalah Total Quality Management (TQM). TQM merupakan satu sistem yang saat
ini mulai diterapkan oleh perusahaan-perusahaan karena dianggap mampu
mendukung kinerja manajerialnya. TQM juga dikenal dengan Manajemen Mutu
Terpadu. Sejalan dengan pergeseran paradigma organisasi dari ‘market oriented’ ke
‘resources oriented’, maka salah satu cara yang bisa ditempuh oleh perusahaan
adalah dengan membenahi sumber daya yang dimilikinya agar bisa bertahan dalam
persaingan jangka panjang. Salah satu cara yang tepat adalah dengan
mengimplementasikan Total Quality Management (TQM) (Muluk, 2003).

Penerapan TQM selama ini dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan yang


dilakukan di masing-masing unit atau instalasi Rawat inap di RS Kumalasiwi
Minjen Kudus . Sub variabel fokus pada pelanggan dan obsesi pada kualitas dapat
dilihat bahwa tugas karyawan dalam memberikan pelayanan baik medis,
keperawatan, kefarmasian maupun administrasi rawat inap kepada pasien belum
memenuhi standar SPM yaitu 90%. Sub variabel pendekatan ilmiah terlihat pada
banyaknya diskusi kasus dan kejadian yang dilakukan oleh karyawan di di unit kerja
masing- masing namun hasilnya kurang diimplementasikan kembali ke unit oleh
peneliti. Sub variabel komitmen jangka panjang dan kesatuan tujuan dilihat dari
proses rekruitmen karyawan yang melalui seleksi penerimaan dimana setiap
karyawan yang ditempatkan harus loyal, berkomitmen untuk mencapai visi misi
organisasi. Sub variabel kerjasama tim dan adanya keterlibatan dan pemberdayaan
pegawai serta pendidikan dan pelatihan terlihat bahwa bidang keperawatan
memberikan kesempatan kepada perawat di ruangan untuk melanjutkan pendidikan
atau mengikuti pelatihan. Diruang rawat inap sebanyak 4 orang (6%) petugas sedang
melanjutkan pendidikan keperawatan. Sebanyak 10 orang (12%) petugas telah
mengikuti pelatihan seperti pelatihan BTCLS dan penanganan tuberculosis serta 85
petugas (100%) sudah mengikuti pelatihan pelayanan prima. Pertemuan
keperawatan baik tingkat ruangan maupun tingkat bidang keperawatan dilakukan
secara mingguan dan bulanan. Sub variabel perbaikan system secara
berkesinambungan dapat dilihat dari usaha bidang keperawatan yang melakukan
pengukuran kepuasan pasien yaitu rata-rata 67,7% pada tahun 2013 dan audit
dokumentasi rata-rata 68,1% pada tahun 2013.

Namun, rekomendasi hasil survey belum maksimal dijalankan. Jadi, secara


umum TQM telah dijalankan di RS Kumalasiwi Mijen Kudus walaupun tidak secara
keseluruhan dan hasilnya belum maksimal sesuai harapan dan standar. Penelitian
tentang TQM sangatlah penting untuk memungkinkan manajemen RS Kumalasiwi
Mijen Kudus melakukan Continous Quality Improvement (CQI) sehingga dapat
menyediakan layanan yang berkualitas dan kompetitif tidak hanya secara lokal,
melainkan juga di tingkat global.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah Pengaruh Implementasi Total Quality Management pelayanan rawat
inap di RS Kumalasiwi Mijen Kudus Tahun 2015 ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui Pengertian TQM


2. Mengetahui Era TQM
3. Mengetahui Konsep dan Prinsip TQM
4. Mengetahui Penerapan TQM
5. Mengetahui Pengantar The Seven Tools of TQM
6. Mengetahui Pengantar Deming Cycle

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)


Manajemen Mutu Terpadu atau lebih dikenal Total Quality Management
(TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba
untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus
atas produk, jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya (Nasution, 2010). Total
Quality Management (TQM) merupakan suatu pedekatan yang berorientasi pada
pelanggan dengan memperkenalkan perubahan manajemen secara sistematis dan
perbaikan terus menerus terhadap proses, produk dan pelayanan suatu organisasi.
Proses Total Quality Management bermula dari pelanggan dan berakhir pada
pelanggan pula. Untuk memahami konsep Total Quality Management maka
terlebih dahulu harus memahami makna dasar dari kualitas dan manajemen agar
memperoleh gambaran yang jelas tentang TQM. Pengertian Total dalam bahasa
Indonesia sering diartikan dengan kata menyeluruh atau terpadu. Kata total
(terpadu) dalam Total Quality Management menegaskan bahwa setiap orang yang
berada dalam organisasi harus terlibat dalam upaya peningkatan terus menerus.
(Ismianto, 2009)
TQM juga diterjemahkan sebagai pendekatan berorientasi pelanggan yang
memperkenalkan perubahan manajemen yang sistematik dan perbaikan terus
menerus terhadap proses, produk, dan pelayanan suatu organisasi. Proses TQM
memiliki input yang spesifik (keinginan, kebutuhan, dan harapan pelanggan),
mentransformasi (memproses) input dalam organisasi untuk memproduksi barang
atau jasa yang pada gilirannya memberikan kepuasan kepada pelanggan (output).
Tujuan utama total quality management adalah perbaikan mutu pelayanan secara
terus menerus (Natha, 2008)
Karakteristik yang khas dari TQM adalah berfokus pada pelanggan (internal
dan eksternal), obsesi terhadap mutu, menggunakan pendekatan ilmiah dalam
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, komitmen jangka panjang, kerja
kelompok, keterlibatan karyawan dan pendelegasian wewenang, perbaikan proses
yang berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan dari bawah ke atas, kebebasan

3
yang terkontrol, dan kesatuan tujuan, semua sengaja diarahkan untuk mendukung
strategi organisasi. (Goetsch dan Davis, 2002)

2.2 ERA TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)

Menurut Burhan (2011), perkembangan mutu Total Quality Management


(TQM) terdiri dari:

1. Era Tanpa Mutu

2. Era Inspeksi
3. Era Statistical Quality Control
4. Era Quality Assurance
5. Era Strategis Quality Management/ Total Quality Management
6. Era Gugus Kendali Mutu/Quality Control circle

Uraian mengenai kutipan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Era Tanpa Mutu

Era ini dimulai sebelum abad ke-18, dimana produk yang dibuat tidak
memperhatikan mutu.Kondisi ini mungkin terjadi jika perusahaan tersebut
tidak memiliki pesaing (monopoli).

2. Era Inspeksi

Pada zaman ini, mutu hanya melekat pada produk akhir .dengan kata lain,
mutu hanya berkaitan dengan produk yang rusak atau cacat. Zaman ini
berlangsung di Negara Barat sekitar tahun 1800-an, dimana produsen mulai
mendapatkan pesaing dan produksi yang digunakan adalah produksi
missal.Pemilihan terhadap produk akhir dilakukan dengan melakukan
inspeksi.Perhatian produsen tehadap mutu sangat terbatas. Manajemen
puncak sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap kualitas produk, dan
tanggung jawab terhadap produk didelegasikan pada departemen
inspeksi/operasi dengan titik berat pada produk akhir sebelum dilepas ke
konsumen sehingga perbaikan terjadi kerika kesalahan telah terjadi.

4
3. Era Statistical Quality Control

Era ini dimulai pada tahun 1930 yang diperkenalkan oleh Walter A.
Shewart.Jika pada zaman inspeksi terjadi penyimpangan atribut produk yang
dihasilkan dari atribut standar (terjadi cacat), departemen tersebut tidak dapat
mendeteksi apakah penyimpangan tersebut disebutkan karena kesalahan pada
produksi atau hanya karena kebetulan.Dengan demikian, informasi yang
diperoleh tidak dapat digunakan untuk melakukan perbaikan terhadap
produksi untuk mencegah hal serupa. Tetapi pada Statistical Quality Control,
departemen inspeksi dilengkapi dengan alat dan metode statistic dalam
mendeteksi adanya penyimpangan yang terjadi dalam produk yang dihasilkan
selama proses produksi. Data penyimpangan tersebut dapat diberitahukan
kepada departemen produksi sebagai dasar diadakannya perbaikan terhadap
proses dan system yang digunakan untuk mengolah produk. Pada era ini,
deteksi penyimpangan signifikan secara statistic sudah mulai dilakukan
sehingga kualitas produk sudah mulai dikendalikan departemen
produksi.Akan tetapi, konsep kualitas masih terbatas pada atribut yang
melekat pada produk yang sedang dan telah diproduksi.

4. Era Quality Assurance

Di era ini, konsep mutu mengalami perluasan.Jika dulu hanya terbatas pada
tahap produksi kini mulai merambah ke tahap desain dan koordinasi dengan
departemen jasa (seperti bengkel, energy, perencanaan dan pengendalian
produksi, serta pergudangan).Keterlibatan maanjemen dalam penanganan
mutu produk mulai disadari pentingnya karena keterlibatan pemasok dalam
penentuan

mutu produk memerlukan koordinasi dan kebijakan manajemen. Pada zaman


ini mulai diperkenalkan konsep mengenai biaya mutu, yaitu pengeluaran akan
dapat dikrangi jika manajemen meningkatkan aktifitas pencegahan yang
merupakan hal yang lebih penting daripada upaya perbaikan mutu atas
penyimpangan yang sudah terlanjur terjadi.

5
5. Era Strategis Quality Management/ Total Quality Management

Banyak yang beranggapan bahwa TQM berasal dari Jepang, mengingat


konsep TQM banyak dipengaruhi perkembangan-perkembangan di
Jepang.Kesalahan Jepang pada perang dunia II, membangkitkan budaya
Kepang dalam membangun sistem kualitas modern. Hadirnya pakar kualitas
W. Edward Deming di Jepang pada tahun 1950 membuat para ilmuwan dan
insinyur Jepang lebih bersemangat dalam membangun dan memperbaiki
sistem kualitas. Keberhasilan yang cukup pesat perusahaan Jepang di bidang
kualitas mejadi perhaian perusahaan- perusahaan di Negara maju lainnya.
Perusahaan kelas dunia kemudian mempelajari apa yang pernah diraih oleh
perusahaan Jepang dalam mengembangkan konsep kualitas. Hasil studi
perusahaan-perusahaan industri kelas dunia ini menunjukan bahwa
keberhasilan perusahaan jepang ini salah satunya menerapkan apa yang
dikenal dengan Total Quality Management (TQM).

6. Era Gugus Kendali Mutu/Quality Control circle

Tahun 1961 sampai sekarang dikatakan sebagai periode pemantapan dan


pengembangan (New Quality Creation).Pada tahun 1962, Prof. DR. Kaoru
Ishikawa memperkenalkan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle).
TQM sangat mengutamakan adanya Gugus Kendali Mutu (Quality Control
Circle), yaitu sebuah mekanisme dan dinamika yang menjamin adanya
evaluasi terhadap berbagai hasil yang diperoleh secara kontinyu, dalam
sebuah kelompok. Setiap anggota kelompok melakukan hal tersebut dengan
motivasi dan kesadaran yang mendalam akan tanggung jawabnya sebagai
anggota organisasi, yang hidup matinya tergantung dari kondisi organisasi
tempat ia bekerja tersebut.

2.3 KONSEP DAN PRINSIP TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)


Konsep manajemen mutu terpadu atau TQM merupakan pendekatan
maajemen untuk menadukan upaya – upaya pengembangan mutu, pemeliharaan
mutu, dan peningkatan mutu dari berbagai kelompok dalam organisasi untuk
menghasilkan produk yang paling ekonomis serta terpenuhinya kepuasan konsumen.

6
Pada konsep TQM ini sudah melibatkan semua jajaran organisasi dan seluruh
anggota organisasi, serta lebih menekankan pada terlibatnya unsur – unsur manajer
mulai dari atas (top manager) sampai manajer paling bawah (lower manager).
Terdapat 3 kata kunci dalam manajemen mutu terpadu (TQM), yaitu :
1. Terpadu (total), berarti mutu menjadi bagian intergral dari setiap fase atau proses
dalam organisasi, dengan tumbuhnya saling keterkaitan dan ketergantungan satu
sama lain.
2. Mutu (quality), yaitu inti dari TQM. Apabila kita mengadopsi TQM, maka mutu
didasarkan kepada kebutuhan pelanggan, mutu dirancang ke dalam produk dari
proses, mutu mengalir dari proses, dan membudaya dalam organisasi. Mutu bukan
hasil dari pengawasan atau memperbaiki kesalahan.
3. Manajemen, adalah bagian yang penting sekali dari konsep TQM, oleh karena itu
dorongan untuk TQM harus datang dari unsur pimpinan puncak. (Goetsch dan
Davis, 2002)

TQM merupakan sistem manajemen yang berfokus pada semu orang/tenaga


kerja, bertujuan untuk terus menerus meningkatkan niali yang diberikan bagi
pelanggan dengan biaya penciptaan nilai yang lebih rendah daripada nilai suatu
produk.Konsep TQM ini memerlukan komitmen semua anggota organisasi terhadap
perbaikan seluruh aspek manajemen organisasi (Nasution, 2005). Pada dasarnya,
konsep TQM mengandung tiga unsur (Bounds et al. dalam Nasution, 2005), yang
berikut ini:

1. Strategi Nilai Pelanggan


Nilai pelanggan adalah manfaat yang dapat diperoleh pelanggan atas
penggunaan baranf/jasa yang dihasilkan perusahaan dan pengorbanan
pelanggan untuk memperolehnya. Strategi ini merupakan perencanaan bisnis
untuk memberikan nilai bagi pelanggan termasuk karakteristik produk, cara
penyampaian pelayanan dan sebagainya.
2. Sistem Organisasional
Sistem organisasional berfokus pada penyediaan nilai bagi pelanggan. Sistem
ini mencakup tenaga kerja, material, mesin/teknologi proses, metode operasi
dan pelaksanaan kerja, aliran proses kerja, arus informasi, dan pembuatan
keputusan.

7
3. Perbaikan Kualitas Berkelanjutan
Perbaikan kualitas diperlukan untuk menghadapi lingkungan eksternal yang
selalu berubah, terutama perubahan selera pelanggan.Konsep ini menuntut
adanya komitmen untuk melakukan pengujian kualitas produk secara
kontinu.Dengan perbaikan kualitas produk secara kontinu, maka dapat
memuaskan keinginan pelanggan.

TQM merupakan suatu konsep yang berupa melakukan sistem


manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu diperlukan perubahan besar dalam
budaya dan sistem nilai suatu organisasi. Menurut Hansler dan Brunell dalam
Nasution (2005), ada empat prinsip utama dalam TQM. Keempat prinsip
tersebut adalah:
1. Kepuasan pelanggan

Kebutuhan pelanggan internal dan pelanggan eksternal harus selalu


dipuaskan, baik dari segi produk, pelayanan, harga, keamanan, dan ketepatan
waktu. Kepuasan pelanggan akan terjadi apabila pelayanan yang diberikan
sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan, namun yang sering terjadi
ialah ada kesenjangan diantara keduanya, sehingga pelanggan sulit untuk
merasa puas. Suatu produk yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas
apabila sesuai dengan keingnan pelanggan, dengan demikian produk harus
diproduksi dan pelayanan harus diberikan sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan pelanggan. Dengan berorientasi pada kepuasan pelanggan,
perusahaan akan meningkatkan kinerjanya dan meningkatkan kualitas produk
dan pelayanannya secara terus- menerus dan cepat tanggap terhadap kenginan
pelanggan yang selalu berubah.

2. Respek terhadap semua orang

Setiap orang dalam perusahaan harus dipandang sebagai sumber daya yang
paling bernilai karena memiliki talenta tersendiri yanag unik, karena itu harus
diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan
berpartisipasi dalam tim pengambilan keputusan. Terkadang perusahaan
hanya melakukan perbaikan dan pemeliharaan terhadap produk saja dan
melupakan keberadaan karyawan sebagai kunci utama kesuksesan. Membina

8
hubungan baik dalam perusahaan akan membuat karyawan merasa dipercaya
dan diandalkan, sehingga memacu mereka untuk menciptakan ide dan
kreativitas baru yang nantinya dapat meningkatkan produktivita dan dapat
meningkatkan kualitas pelayanan yang dilakukan terhadap masyarakat dengan
tetap menanamkan sikap saling menghormati.

3. Manajemen berdasarkan fakta

Pengambilan setiap keputusan dalam perusahaan harus berdasarkan fakta


yang terjadi di lapangan, yang telah dipastikan kebenarannya, bukan hanya
berdasarkan perasaan dan pengalaman semata.Perubahan selalu terjadi secara
terus menerus, maka perubahanpun harus terus mengikuti perkembangan
jaman.Dengan melihat pada fakta yang telah dikumpulkan dan diolah menjadi
data, maka dapat diketahui kondisi perusahaan yang akurat, sehingga
manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap kaputusan dan tindakan yang
dilakukan dengan tepat. Dengan data itu pula, perusahaan dapat mengetahui
bagian-bagian yang perlu perbaikan, sehingga perbaikan dapat dilakukan pada
bagian yang paling memerlukan vital terlebih dahulu, karena perbaikan tidak
dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan dikarenakan
keterbatasan sumber daya. Perbaikan-perbaikan yang dilakukan perusahaan
tersebut pada akhirnya akan mampu meningkatkan kualitas produk dan
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

4. Perbaikan berkesinambungan

Setiap perusahaan perlu melakukan perbaikan berkesinambungan untuk


mencapai kesuksesan.Dalam perbakan berkesinambungan, produk dikatakan
gagal apabila menyimpang dari harapan pelanggan.Untuk melakukan
perbaikan berkesinambungan tidak hanya diperlukan peningkatan sumber
daya, tetapi peningkatan sistem.Dalam memecahkan masalah, perusahaan
harus mencari sumber atau penyebab masalah dan solusi masalah sekaligus,
tidak boleh hanya menekankan pada salah satunya saja. Hal yang paling
penting dalam perbaikan berkesinambungan adalaha komunikasi, agar
masing-masing bagian mengetahui job desk-nya dan saling melaporkan
kemajuan maupun kemunduran yang terjadi, serta tetap memantau perubahan.

9
Dengan dilaksanakannya perbaikan berkesinambungan, maka akan
berdampak terhadap peningkatan kualitas produk dan juga pelayanan
perusahaan.

2.4 PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)


Niat yang baik dan tekad yang bulat bukan merupakan jaminan bagi
keberhasilan Total Quality (TQ) dalam suatu organisasi. TQ adalah gerakan yang
di-manage dengan baik dan keberhasilannya tidaklah datang hanya dari antusiasme
para pelakunya, yaitu pihak manajemen dan karyawan. Sebagaimana motto dalam
kualitas yang menyatakan Do it right the first time, maka pertamatama yang harus
dilakukan oleh manajer adalah mengimplementasikan Total Quality Management
(TQM). Kegagalan untuk melaksanakan hal tersebut kemungkinan besar akan
mengakibatkan program sukar untuk dimulai lagi. Keadaan ini akan mengakibatkan
turunnya moril para karyawan dan pihak manajemen pun akan kehilangan muka,
sehingga akan berakibat kurang menguntungkan bagi kelangsungan hidup
organisasi.
Untuk menjamin keberhasilan dalam mengimplementasikan TQ sebenarnya
terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan secara berurutan dan secara
disiplin. Langkah-langkah tersebut sebagai berikut :
1. Tanamkan satu falsafah kualitas;
Pada proses ini manajemen dan karyawan harus memahami sepenuhnya bahwa
untuk mencapai kelangsungan hidup organisasi secara berkesinambungan dalam
iklim persaingan, maka perusahaan harus mencapai kualitas total.
2. Manajemen harus membimbing dan menunjukkan kepemimpinan yang bermutu;
Dari tahap pertama, maka CEO (Chief Executive Officer) harus mampu
memberikan contoh baik dalam pola sikap, pola pikir, maupun pola tindak dan
menunjukkan kepemimpinan yang teguh dalam gerakan mutu.
3. Adakan perubahan terhadap sistem yang lebih kondusif
Tahap ketiga adalah dengan melakukan evaluasi terhadap sistem dan prosedur
yang ada dalam organisasi, apakah sistem tersebut masih kondusif dan
konsistem terhadap kualitas total. Hal-hal yang perlu dievaluasi meliputi;
struktur organisasi, proses kegiatan, prosedur kendali mutu, kebijaksanaan
pengembangan sumber daya manusia, metode insentif dan lain-lain.

10
4. Didik, latih dan berdayakan (empower) seluruh karyawan.
Setelah tahap pembenahan sistem dan prosedur dalam organisasi, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan pelatihan tentang kualitas total kepada seluruh
anggota organisasi, termasuk para manajer. Dalam pemberdayaan ini seluruh
karyawan diberi kepercayaan, tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk
mengorganisasikan diri ke dalam self-managing teams guna perbaikan proses
dalam mencapai mutu produk atau jasa. (Harjosoedarmo,2002)

Lebih lanjut Mukti (2007) mengulas keempat prinsip yang dimiliki oleh
TQM dalam upaya peningkatan mutu layanan kesehatan. Keempat prinsip itu
adalah
1) Mengukur mutu sehingga dapat mengelolanya;
2) Melakukan perncanaan secara strategis sehingga dapat berpikir jangka
panjang, tetapi tetap melakukan aksi-aksi jangka pendek;
3) Menghimpun kekuatan otak dan gagasan dari setiap orang di organisasi
sehingga diperoleh manfaat dari sinergi yang sedang dan telah dibangun, serta
4) Berfokus kepada pasien (customer focused) sehingga dapat memberi mereka
kepuasan
Dengan demikian, terdapat beberapa asumsi mengenai pelaksanaan
TQM, yaitu fokus kepada konsumen, penglibatan secara total seluruh komponen
dalam organisasi layanan kesehatan termasuk dokter, karyawan dan seluruh
orang yang ada dalam strukturstruktur yang terdapat di dalamnya, serta
pengukuran, dukungan sistematis, dan peningkatan mutu layanan yang
berkelanjutan. Program TQM tersebut dikatakan berhasil apabila telah terjadi
serangkaian perubahan-perubahan mendasar tentang banyak hal termasuk
paradigma berpikir dan cara pandang. Misalnya, bagaimana anda melihat
pelanggan, melihat komunitas yang dihadapi, melihat karyawan, melihat
hubungan yang terjalin, dan juga perubahan dalam budaya organisasi atau
perusahaan dan perubahan dalam mindset atau cara berpikir. Oleh karena itu,
untuk menjamin agar program peningkatan mutu ini dapat berhasil dan berjalan
sukses, perlu keyakinan mengenai kesiapan dan iklim budaya organisasi,
komunikasi, dan komitmen berbagai pihak, serta perhatian terhadap pendidikan

11
dan perwujudan dari rencana strategis yang telah disusun bersama – sama.
(Muninjaya, 2004)

2.5 PENGANTAR THE SEVEN TOOLS OF TOTAL QUALITY MANAGEMENT


(TQM)
Dalam manajemen kualitas terdapat metode/teknik/alat yang digunakan untuk
mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan suatu proses agar berjalan sesuai
spesifikasinya. Sampai dengan saat ini metode/teknik/alat yang banyak digunakan
dapat dipisahkan dalam 2 bagian, antar lain:
a. Tujuh Alat Dasar Kualitas (7 Tools of Quality)
Kaoru Ishikawa adalah orang yang pertama kali mengembangkan
metode/teknik/alat ini, yang digunakan untuk melakukan perbaikan dan
pengendalian
kualitas suatu produk atau jasa.
Ketujuh alat dasar kualitas tersebut adalah sebagai berikut :
1) Diagram Alir (Flow Chart)
Adalah alat bantu yang memberikan gambaran visual dari urutan operasi yang
diperlukan untuk menyelesaikan suatu tugas. Diagram alir merupakan langkah
pertama dalam memahami suatu proses, baik administrasi maupun manufaktur.
Dalam diagram alir dapat dilihat unsur-unsur penyusun suatu pekerjaan dan urutan
proses-prosesnya. Setiap proses akan membutuhkan input untuk meyelesaikan
tugas, dan akan memebrikan output ketika tugas telah selesai.
2) Lembar Periksa (Check Sheet)
Adalah alat yang memungkinkan pengumpulan data sebuah proses yang mudah,
sistematis, dan teratur. Alat ini berupa lembar kerja yang telah dicetak sedemikian
rupa sehingga data dapat dikumpulkan dengan mudah dan singkat. Data yang
dikumpulkan dapat digunakan sebagai masukan data untuk peralatan kualitas lain.
3) Diagram Pareto (Pareto Chart)
Adalah grafik yang digunakan untuk melihat penyebab terbesar suatu masalah
(Rampersad, 2005). Grafik ini menampilkan distribusi variabel data-data. Biasanya
diagram pareto diguanakan sebagai identifikasi maslah yang paling penting. Dalam
diagram pareto berlaku aturan 80/20, artinya yaitu 20% jenis kesalaha/kecacatan
dapat menyebabkan 80% kegagalan proses.

12
4) Diagram Sebab-Akibat (Cause and Effect Diagram)
Adalah alat yang memungkinkan meletakkan secara sistematis representasi grafis
jalur terkecil (penyebab-penyebab) yang pada akhirnya mengarah pada akar
penyebab suatu masalah kualitas.
5) Histogram
Adalah alat bantu statistik yang memberikan gambaran tentang suatu proses operasi
pada satu waktu. Tujuannya adalah menentukan penyebaran atau variasi suatu
himpunan titik data dalam bentuk grafis. Alata ini secara grafis juga
memperkirakan kapasitas suatu proses, beserta hubungannya terhada[ spesifikasi
dan target. Selain itu, alat ini juga mengindikasi bentuk populasi dan dapat dapat
melihat jarak (gap) antar data.
6) Diagram Pencar (Scatter Diagram)
Alat ini digunakan untuk mengkaji hubungan (relasi) yang mungkin antara variable
bebas (x) dengan variabel terikar (y). Diagram ini juga digunakan untuk
mengidentifikasi korelasi yang mungkin ada antara karakteristik kualitas dan faktor
yang mungkin mempengaruhinya.
7) Diagram Kendali (Control Chart)
Alat ini digunakan untuk menganalisa proses menurut berjalannya waktu
(timebased) atau urutan (order-based). Diagram ini digunakan untuk mencari pola
data dan bersifat siklis. Tujuan dari diagram ini adalah untuk memastikan bahwa
suatuproses dalam kendali dan memonitor variasi proses secara terus menerus.

b. Tujuh Alat Manajemen Kualitas (7 New Tools of Quality)


Adalah metode/alat yang digunakan untuk mencari dan memecahkan masalah yang
bersifat kualitatif. Metode ini muncul karena ada kalanya suatu masalah tidak dapat
didefinisikan dengan besaran nilai atau angka atau yang sering disebut dengan data.
Dapat dimungkinkan yang terlihat dalam suatu masalah hanyalah akibat-akibat
yang dirasakan, yang biasanya fakta atau permasalahan kualitatif tersebut kompleks
dan sulit dipahami.
Metode yang termasuk dalam tujuh alat manajeman kualitas, antara lain:
1) Diagram Afinitas (Affinity Diagram)
Diagram ini digunakan untuk mengumpulkan dan mengorgaisir sejumlah fakta,
opini, dan ide. Selain itu, diagram ini ini juga memacu kreativitas yang mendorong

13
pengungkapan batas fakta dan opini serta kondisi yang ada melalui
pengelompokkan elemen-elemen informasi tersebut sesuai dengan kesamaan dan
pertaliannya. Konstruksi diagram afinitas membutuhkan bentuk brainstroming
dengan hasil berupa grafik.
2) Diagram Keterkaitan (Interrelationship Diagram)
Alat ini berfungsi untuk meletakkan suatu ide atau permasalahan, kemudian
memetakan faktor-faktor yang terkait dengan ide atau masalah tersebut dengan
faktor-faktor lainnya.
3) Diagram Pohon (Tree Diagram)
Alat ini berfungsi untuk mencari dan memetakan semua strategi dan aktivitas yang
harus dilakukan untuk mencapai tujuan atau subtujuan tertentu dengan sistematis.
4) Diagram Matrikx (Matrix Diagram)
Alat ini berfungsi untuk mengorganisasikan karakteristik, fungsi, dan tugas ke
dalam suatu bentuk sehingga titik-titik keterkaitan logis antar dua variabel dapat
ditentukan kekuatannya.
5) Analisa Data Matriks (Matrix Data Analysis)
Melalui alat ini, keterkaitan antar faktir dalam diagram matriks daoat dihitung
secara statistik, sehingga dapat diketahui tingkat keterkaitannya secara kuantitatif.
Salah satu caranya adalah dengan menggunakan cluster analysis (analisis
kelompok).
6) Process Decision Program Chart (PDPC)
Adalah alat untuk memetakan kemungkinan terjadinya suatu kejadian, saat akan
mencoba memecahkan masalah (from problem to solution).
7) Diagram Panah (Arrow Diagram)
Alat ini berfungsi melakukan perencanaan jadwal aktivitas secara grafis dan
pengontrolan pelaksanaannya.

2.6 PENGANTAR DEMING CYCLE


Pengendalian kualitas harus dilakukan melalui proses yang terus-menerus
dan berkesinambungan. Proses pengendalian kualitas tersebut dapat dilakukan
salah satunya dengan melalui penerapan PDCA (plan – do – check – action) yang
diperkenalkan oleh Dr. W. Edwards Deming (dalam Fakhri: 2010), seorang pakar

14
kualitas ternama berkebangsaan Amerika Serikat, sehingga siklus ini disebut siklus
deming (Deming Cycle/ Deming Wheel).
PDCA sangatlah cocok untuk dipergunakan untuk skala kecil kegiatan
continues improvement pada memperpendek siklus kerja, menghapuskan
pemborosan di tempat kerja dan produktivitas. Dalam hal mengimplementasikan
PDCA, kunci terlaksana atau tidaknya suatu aktivitas ada di wewenang dan
tanggungjawab, karena disinilah tempat fungsi perencanaan aktivitas yang akan
dilaksanakan yang merupakan deskripsi pekerjaan dan tugas yang akan
dilaksanakan oleh orang yang menduduki jabatan di divisi suatu perusahaan
tersebut. Di dalam ilmu manajemen, ada konsep problem solving yang bisa
diterapkan di tempat kerja kita yaitu menggunakan pendekatan P-D-C-A sebagai
proses penyelesaian masalah. Dalam bahasa pengendalian kualitas, P-D-C-A dapat
diartikan sebagai proses penyelesaian dan pengendalian masalah dengan pola
runtun dan sistematis. Secara ringkas, Proses PDCA dapat dijelaskan sebagai
berikut :

1. P (Plan = Rencanakan)
Artinya merencanakan sasaran (goal=tujuan) dan proses apa yang
dibutuhkan untuk menentukan hasil yang sesuai dengan spesifikasi tujuan yang
ditetapkan. plan ini harus diterjemahkan secara detil dan per sub-sistem.
Perencanaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi sasaran dan proses dengan
mencari tahu hal-hal apa saja yang tidak beres kemudian mencari solusi atau ide-
ide untuk memecahkan masalah ini. Tahapan yang perlu diperhatikan, antara lain:
mengidentifikasi pelayanan jasa, harapan, dan kepuasan pelanggan untuk
memberikan hasil yang sesuai dengan spesifikasi. Kemudian mendeskripsikan
proses dari awal hingga akhir yang akan dilakukan. Memfokuskan pada peluang
peningkatan mutu (pilih salah satu permasalahan yang akan diselesaikan terlebih
dahulu). Identifikasikanlah akar penyebab masalah. Meletakkan sasaran dan proses
yang dibutuhkan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan spesifikasi.
Mengacu pada aktivitas identifikasi peluang perbaikan dan/ atau identifikasi
terhadap cara-cara mencapai peningkatan dan perbaikan. Terakhir mencari dan
memilih penyelesaian masalah.

15
2. D (Do = Kerjakan)
artinya melakukan perencanaan proses yang telah ditetapkan sebelumnya.
ukuran-ukuran proses ini juga telah ditetapkan dalam tahap plan. dalam konsep do
ini kita harus benar-benar menghindari penundaan, semakin kita menunda
pekerjaan maka waktu kita semakin terbuang dan yang pasti pekerjaan akan
bertambah banyak. Implementasi proses. Dalam langkah ini, yaitu melaksanakan
rencana yang telah disusun sebelumnya dan memantau proses pelaksanaan dalam
skala kecil (proyek uji coba). Mengacu pada penerapan dan pelaksanaan aktivitas
yang direncanakan.

3. C (Check = Evaluasi)
artinya melakukan evaluasi terhadap sasaran dan proses serta melaporkan
apa saja hasilnya. kita mengecek kembali apa yang sudah kita kerjakan, sudahkah
sesuai dengan standar yang ada atau masih ada kekurangan. Memantau dan
mengevaluasi proses dan hasil terhadap sasaran dan spesifikasi dan melaporkan
hasilnya.
Dalam pengecekan ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu memantau
dan mengevaluasi proses dan hasil terhadap sasaran dan spesifikasi. Teknik yang
digunakan adalah observasi dan survei. Apabila masih menemukan kelemahan-
kelemahan, maka disusunlah rencana perbaikan untuk dilaksanakan selanjutnya.
Jika gagal, maka cari pelaksanaan lain, namun jika berhasil, dilakukan
rutinitas.Mengacu pada verifikasi apakah penerapan tersebut sesuai dengan rencana
peningkatan dan perbaikan yang diinginkan.

4. A (Act = Menindaklanjuti)
artinya melakukan evaluasi total terhadap hasil sasaran dan proses dan
menindaklanjuti dengan perbaikan-perbaikan. jika ternyata apa yang telah kita
kerjakan masih ada yang kurang atau belum sempurna, segera melakukan action
untuk memperbaikinya. proses act ini sangat penting artinya sebelum kita
melangkah lebih jauh ke proses perbaikan selanjutnya.
Menindaklanjuti hasil untuk membuat perbaikan yang diperlukan. Ini
berarti juga meninjau seluruh langkah dan memodifikasi proses untuk
memperbaikinya sebelum implementasi berikutnya. Menindaklanjuti hasil berarti

16
melakukan standarisasi perubahan, seperti mempertimbangkan area mana saja
yang mungkin diterapkan, merevisi proses yang sudah diperbaiki, melakukan
modifikasi standar, prosedur dan kebijakan yang ada, mengkomunikasikan kepada
seluruh staf, pelanggan dan suplier atas perubahan yang dilakukan apabila
diperlukan, mengembangkan rencana yang jelas, dan mendokumentasikan proyek.
Selain itu, juga perlu memonitor perubahan dengan melakukan pengukuran dan
pengendalian proses secara teratur.
Keempat proses di atas, Plan-Do-Check-Act (PDCA) merupakan satu
siklus yang tidak terputus dan saling berinteraksi satu sama lain. Siklus PDCA
sudah seharusnya digunakan untuk meningkatkan sistem manajemen mutu (kinerja
organisasi) secara terus menerus. Jadi PDCA merupakan proses yang kontinu dan
berkesinambungan. Jika produk sudah sesuai dengan mutu yang direncanakan
maka proses tersebut dapat dipergunakan di masa mendatang. Sebaliknya, jika
hasilnya belum sesuai dengan yang direncanakan, maka prosedur tersebut harus
diperbaiki atau diganti di masa mendatang. Dengan demikian, proses sesungguhnya
tidak berakhir pada langkah Act, tetapi merupakan proses yang kontinu dan
berkesinambungan sehingga kembali lagi pada langkah pertama dan seterusnya.

17
BAB III
PEMBAHASAN

1. Contoh Kasus
ANALISIS IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT
(TQM) PELAYANAN RAWAT INAP DI RS KUMALASIWI MIJEN KUDUS
TAHUN 2015

Rohmad Kafidzin Universitas Diponegoro

Studi mengenai manajemen mutu terpadu perlu untuk dilakukan. Hal ini
dikarenakan Manajemen mutu terpadu atau Total Quality Management (TQM)
merupakan perpaduan semua fungsi manajemen, semua bagian dari suatu
perusahaan dan semua orang ke dalam falsafah holistik yang dibangun
berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas dan kepuasan pelanggan.
Hasil studi mengenai manajemen mutu terpadu memberikan arahan bagi
perusahaan untuk menyusun suatu strategi berdasarkan sumber daya yang
dimiliki.

Hasil Penelitian
Tingkat penerapan TQM di RS Kumalasiwi Mijen Kudus berdasarkan
persepsi perawat dan petugas rawat inap menunjukkan bahwa sebagian besar
pasien masih merasa kurang puas. Itu terbukti dari banyaknya atribut yang perlu
dilakukan perbaikan dari hasil pengolahan data. Berikut ini atribut yang perlu
diperbaiki dan berbagai cara mengatasinya berdasarkan wawancara, observasi dan
pengolahan data kuesioner yaitu :

1. Unsur Pendekatan Ilmiah

a. Petugas tidak menganalisis hasil pekerjaan mereka dan belum mencari cara
untuk mengerjakan pekerjaan dengan lebih baik, rekomendasi yang diperoleh
yaitu, membuat sistem evaluasi diri perawat.

b. Manajemen ruangan kurang mensosialisasikan dan mengajarkan metode untuk


mengevaluasi kualitas pelayanan ke petugas pelayanan, rekomendasi yang
diperoleh yaitu mengadakan pelatihan manajemen kepala ruang dan manajemen

18
keperawatan dan mengadakan pelatihan Manajemen komunikasi dan informasi
rekam medis bagi petugas rawat inap.

2. Unsur keterlibatan serta pemberdayaan karyawan

a. Petugas kurang berani untuk menyatakan gagasan secara terbuka dan kurang
berani melakukan inovasi dan percobaan yang bekaitan dengan perbaikan
pelayanan, rekomendasi yang diperoleh yaitu, petugas pelaksana diundang pada
rapat tingkat bidang keperawatan mendampingi kepala ruangan sosialisasi
kebijakan dan aturan yang telah disepakati,

b. Kepala ruangan kurang berkoordinasi dan melibatkan anggotanya dalam


mengambil keputusan yang menyangkut perbaikan system manajemen mutu atau
kualitas pelayanan karena petugas merasa hal terpenting yang terjadi pada diri
saya adalah terlibat dalam pekerjaan saya, rekomendasi yang diperoleh yaitu,
setiap ruangan wajib mengadakan rapat koordinasi mingguan sebagai wadah
untuk membahas permasalahan yang ada sekaligus menyampaikan kebijakan dari
atasan. Selain itu kepala ruang harus memberikan tugas untuk setiap shift unuk
dapat meningkatkan kerjasama antar individu di ruangan rawatinap.

3. Unsur obsesi pada kualias

a. Petugas tidak terlibat/ memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu


pelayanan, rekomendasi yang diperoleh yaitu memberikan pemahaman kepada
petugas bahwa kinerja sangat penting dalam upaya peningkatan pelayanan,
memberi ide tentang inovasi-inovasi yang bisa dilakukan petugas pelaksana
untuk peningkatan pelayanan dan membuat pembagian tugas yang tepat dan
Activity daily living petugas setiap hari,.

19
2. Pembahasan :

Setelah melihat hasil penelitian diatas dan mengkaitkan nya dengan teori yang
ada menurut Goetsch & Davis, 1994 dalam Nasution, 2010 yang menyatakan TQM
mengandung sepuluh komponen atau unsur atau ciri - ciri yang meliputi :

a. Didasarkan pada strategi

b. Berfokus kepada pelanggan

c. Obsesi terhadap mutu

d. Pendekatan ilmiah terhadap pengambilan keputusan dan pemevahan masalah

e. Komitmen jangka panjang

f. Kerja Kelompok

g. Perbaikan system terus menerus

h. Pendidikan dan pelatihan

i. Kebebasan melalui kontrol

j. Kesatuan Tujuan

k. Pelibatan dan pemebrian wewenang kepada karyawan.

RS Kumalasiwi Wijen Kudus telah mencoba melakukan implementasi TQM


selama ini namun setelah dbuat penelitian dengan menghubungkan harapan pasien
rawat inap dengan kinerja dari petugas pemeberi asuhan didapatkan 3 unsur yang masih
jauh dari harapan pasien, sehingga menjadikan unsur ini dijadikan prioritas untuk
perbaikan.

Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan Manajemen Mutu


Terpadu / TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain
tersebut. Dengan demikian data yang diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun
patok duga (bench- mark) memantai prestasi dan melaksanakan perbaikan. (Nasution
2010). Hal ini telah sesuai dengan yang disarankan oleh peneliti sebelumnya bahwa

20
harus dilakukannya pencatatan dan pelaporan terhadap kinerja perawat selama ini,
perawat belum mampu untuk mengevaluasi hasil pekerjaan mereka sendiri, sehingga
mereka tidak dapat melakukan perbaikan berkelanjutan atas dasar pendekatan ilmiah,
dengan kata lain tidak ada bukti yang mengatakan sejauh mana performa pelayanan yag
mereka berikan kepada pasien, sedangkan hal ini diperlukan untuk melakukan
perbaikan. Hal ini juga sesuai dengan Deming Cycle yaitu system PDCA, dilakukannya
Check setelah do adalah bentuk evaluasi untuk perbaikan berkelanjutan.
Selanjutnya unsur keterlibatan karyawan, jika dilihat dari manfaatnya
melibatkan karyawan meningkatkan kemungkinan adanya suatu keputusan baik berubah
jadi suatu rencana yang lebih baik, atau suatu perbaikan yang lebih efektif demgan
membawa lebih banyak pemikiran tentang situasi ini, dan tentu orang oang yang
dilibatka harus orang – orang yang dekat dengan permasalahan tersebut. Keuntungan
kedua dalam melibatkan karyawan adalah menjadikan karyawan merasa menjadi bagian
dari perusahaan, mempromosikan kepemilikan atas keputusan dengan melibatkan orang
orang yang akan melaksanakannya. Pemberian wewenang ini bukan berarti sekedar
melibatkan orang melainkan melibatkan mereka dengan cara memberikan meeka satu
suara nyata. Salah satu cara ini dapat dilakukan dengan membuat struktur pekerjaan
yang memungkinkankaryawan mengambil keputusan menyangkut perbaikan proses
kerja dalam parameter yang dispesifikan dengan baik. (Goftsch dan Davis, 2002). Hal
ini telah sesuai dengan rekomendasi yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu
orang – orang di unit kerja harus mengerti permasalahan di unit mereka dalam usaha
memberikan saran kepada rumah sakit untu perbaikan karena yang mengerti
persoanalan sebenarnya adalah petugas pemberi asuhan langsung. Hal ini juga sesuai
dengan konsep dasar TQM yaitu melibatkan semua jajaran yang di pelopori oleh
pimpinan untuk dapat menggerakan karyawan nya untuk perbaikan berkelanjutan.
Terakhir yang menjadi prioritas masalah dalam penelitian ini adalah unsur
obsesi terhadap mutu. Dalam organisasi mutu total, pelanggan internal dan eksternal
yang menetapka mutu. Dengan mutu yang sudah ditetapkan, organisasi selanjutnya
harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi ketetapan ini. Ini berarti bahwa semua
personil pada semua tingkatan harus dapat melakukan pendekatan terhadap semua aspek
pekeraan dari sudut pandang bagaiman dapat melakukan hal ini dengan lebih baik. Bila
organisasi terobsesi pada mutu, cukup baik itu tidak pernah cukup baik. Adapun untuk
mencapai rencana strategi yang telah dirumuskan dalam menjalankan upaya perbaikan

21
terus menerus maka terdapat beberapa kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh
manajemen RS Kumalasiwi Mijen Kudus, yaitu sebagai berikut Manajemen RS
Kumalasiwi Mijen Kudus perlu membentuk suatu unit khusus, misalnya customer care
yang berfungsi menampung keluhan pasien sekaligus meneruskan kepada pihak- pihak
terkait dan berwenang untuk dicarikan solusi atau jalan keluarnya. Tidak hanya sebatas
solusi ataupun jalan keluar, keluhan-keluhan pasien tersebut dapat menjadi sarana
refleksi kualitas pelayanan yang ada di RS Kumalasiwi Mijen Kudus yang ada saat ini
sekagilus sebagai bahan monitoring dan evaluasi untuk perbaikan selanjutnya.
Setelah membentuk unit pelayanan keluhan pasien atau customer care maka
langkah selanjutnya adalah membuat sistem penangan keluhan. Sistem ini berfungsi
sebagai database keluhan pasien untuk selanjutnya dapat dikategorikan ke dalam
bentuk- bentuk unit pelayanannya apakah medis atau non medis. Sistem yang
terorganisasi ini nantinya dapat digunakan sebagai bahan evaluasi atas perbaikan yang
telah dilakukan. Apakah perbaikan yang telah dilakukan dapat menjawab keluhan atau
permasalahan yang ada dan apakah target perbaikan sudah tercapai. Sistem yang telah
tersusun tersebut selanjutnya akan dibuat Sistem Operasional Prosedur untuk masing-
masing unit pelayanan. Sistem Operasional Prosedur ini berfungsi agar pelayanan yang
diberikan kepada pasien dapat terukur sehingga akan dapat dengan mudah dianalisis
apabila terjadi kesalahan di lapangan dan akan mudah dilakukan perbaikan.

22
BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan paparan diatas dapat disumpulkan bahwa:


1. Manajemen Mutu Terpadu atau lebih dikenal Total Quality Management (TQM)
merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk
memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas
produk, jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya. Tujuan utama total quality
management adalah perbaikan mutu pelayanan secara terus menerus. Karakteristik
yang khas dari TQM adalah berfokus pada pelanggan (internal dan eksternal),
obsesi terhadap mutu, menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah, komitmen jangka panjang, kerja kelompok,
keterlibatan karyawan dan pendelegasian wewenang, perbaikan proses yang
berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan dari bawah ke atas, kebebasan yang
terkontrol, dan kesatuan tujuan, semua sengaja diarahkan untuk mendukung strategi
organisasi. Hal ini telah di implementasikan oleh RS Kumalasiwi Wijen Kudus
dengan berusaha menerapkan 11 unsur pendekatan TQM yang dikemukakan oleh
Geotsh dan Davis (2002) dengan hasil perlu dilakukan prioritas perbaikan di unsur,
pendekatan ilmiah, keterlibatan karyawan dan obsesi terhadap peningkatan mutu.
2. Menurut Burhan (2011), perkembangan mutu Total Quality Management (TQM)
terdiri dari:
Era Tanpa Mutu
Era Inspeksi
Era Statistical Quality Control
Era Quality Assurance
Era Strategis Quality Management/ Total Quality Management
Era Gugus Kendali Mutu/Quality Control circle
3. Konsep manajemen mutu terpadu atau TQM merupakan pendekatan maajemen
untuk menadukan upaya – upaya pengembangan mutu, pemeliharaan mutu, dan
peningkatan mutu dari berbagai kelompok dalam organisasi untuk menghasilkan
produk yang paling ekonomis serta terpenuhinya kepuasan konsumen. Pada
konsep TQM ini sudah melibatkan semua jajaran organisasi dan seluruh anggota

23
organisasi, serta lebih menekankan pada terlibatnya unsur – unsur manajer mulai
dari atas (top manager) sampai manajer paling bawah (lower manager).
4. Sebagaimana motto dalam kualitas yang menyatakan Do it right the first time,
maka pertamatama yang harus dilakukan oleh manajer adalah
mengimplementasikan Total Quality Management (TQM). Kegagalan untuk
melaksanakan hal tersebut kemungkinan besar akan mengakibatkan program
sukar untuk dimulai lagi. Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya moril para
karyawan dan pihak manajemen pun akan kehilangan muka, sehingga akan
berakibat kurang menguntungkan bagi kelangsungan hidup organisasi.
5. Tujuh Alat Dasar Kualitas (7 Tools of Quality) Kaoru Ishikawa adalah orang
yang pertama kali mengembangkan metode/teknik/alat ini, yang digunakan
untuk melakukan perbaikan dan pengendalian kualitas suatu produk atau jasa.
6. Ketujuh alat dasar kualitas tersebut adalah sebagai berikut :
Diagram Alir (Flow Chart)
Lembar Periksa (Check Sheet)
Diagram Pareto (Pareto Chart)
Diagram Sebab-Akibat (Cause and Effect Diagram)
Histogram
Diagram Pencar (Scatter Diagram)
Diagram Kendali (Control Chart)
7. Tujuh Alat Manajemen Kualitas (7 New Tools of Quality) Adalah metode/alat
yang digunakan untuk mencari dan memecahkan masalah yang bersifat
kualitatif. Metode ini muncul karena ada kalanya suatu masalah tidak dapat
didefinisikan dengan besaran nilai atau angka atau yang sering disebut dengan
data.
8. Pengendalian kualitas harus dilakukan melalui proses yang terus-menerus dan
berkesinambungan. Proses pengendalian kualitas tersebut dapat dilakukan salah
satunya dengan melalui penerapan PDCA (plan – do – check – action). PDCA
sangatlah cocok untuk dipergunakan untuk skala kecil kegiatan continues
improvement pada memperpendek siklus kerja, menghapuskan pemborosan di
tempat kerja dan produktivitas.

24
DAFTAR PUSTAKA

Goetsh, David L. Stanley B. Davis. 2002. Manajemen Mutu Total. Jakarta : PT.
Prenhallindo

Hardjosoedarmo, Soewarso. 1996. Total Quality Managgement. Yogyakarta :Penerbit


Andi

Ismanto. 2009. Manajemen Syari’ah implementasi TQM dalam lembaga keuangan


syariah’ah. Yogyakarta :Pustaka Pelajar

Mukti, Ali Ghufron. 2007. Strategi Terkini Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan:
Konsep dan Implementasi, Pusat Pengembangan Sistem Pembiayaan dan
Manajemen Asuransi/ Jaminan Kesehatan. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada

Muluk, M.K. 2003. Manajemen Pengetahuan: Kebingungan Praktek dan Peta.


Kajian, Usahawan, 04 Th. XXXII April 2003

Muninjaya, AA Gede. 2004. Manajemen Kesehata Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC

Nasution M.N., 2010. Manajemen Mutu Terpadu (TQM). Jakarta : Ghalia Indonesia

Natha, Ketut Suardhika. 2008. Total Quality Management Sebagai Perangkat


Manajemen Baru untuk Optimisasi. Buletin Study Ekonomi, Volume 13, Nomor
1, Tahun 2008.

Pohan, Imbalo. 2007. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan: Dasar- Dasar Pengertian
dan Penerapan. Jakarta : EGC

Wijono, Djoko. 2000. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya : Universitas


Airlangga

25

Anda mungkin juga menyukai