1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga makalah tentang ”
Mengatasi Stress Psikososial, Kekerasan Serta Pelecehan Di Tempat Kerja’.
Makalah ini dibuat kelompok 4 untuk memenuhi tugas mata kulia Kesehatan
Dan Keselamatan Kerja
Penyusunan Makalalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara
materil dan moril untuk itu pada kesempatan ini kami mengucapakan terimakasih
kepada :
1.Orang tua yang telah memberikan dukungan baik materil maupun moril
Serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna .Oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati,kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun.
Akhir kata,semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang terlibat dalam pembelajaran Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Penyusun
2
DAFTAR ISI
JUDUL UTAMA…………………………………………………………1
Daftar Isi…………………………………………………………..............2
KATA PENGANTAR…………………………………………………….3
BAB 1. PENDAHULUAN………………………………………………...4
BAB III.PENUTUP………………………………………………………..20
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perlu diketahui bahwa pekerja sering mengalami situasi dan lingkungan kerja
yang tidak kondusif, seperti bekerja dalam shift, beban kerja yang berlebihan,
bekerja monotoni, mutasi dalam pekerjaan, tidak jelasnya peran kerja, serta
4
konflik dengan teman kerja. Semua aspek tersebut merupakan beberapa faktor
psikososial yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan fisik, mental maupun
emosional para pekerja, seperti gangguan muskuloskeletal, stres, dan penyakit
psikomatis yang menjadi penyebab meningkatnya penyakit akibat hubungan
pekerjaan (Kementerian Kesehatan, 2019). Sedangkan pada beberapa hasil
penelitian diketahui bahwa stres, kelelahan, serta motivasi kerja termasuk ke
dalam faktor yang sangat rentan dalam menyebabkan kecelakaan kerja (Maurits
dan Widodo, 2018).Perlu diketahui bahwa waktu maksimal yang diperkenankan
untuk bekerja selama satu hari adalah 8 jam atau 40 jam dalam seminggu.
Bekerja melebihi jam yang seharusnya dapat menyebabkan penurunan
kebugaran tubuh dan kelelahan (UU No. 13 Tahun 2003). Artinya, semakin
tinggi tingkat kelelahan karyawan, semakin rendah kinerja dan produktivitas
kerjanya.
Selain itu pelecehan ditempat kerja dapat menimpa siapa saja dan merugikan
semua pihak.Bagi pekerja dapat menurunkan kinerja, yang selanjutnya dapat
menurunkan produktifitas kerja sehingga dapat berdampak pada kelangsungan
usaha bagi pegusahaa.setiap individu. Pada Juni 2019 konferensi Perburuan
Internasional di Genva yag mewakili unsur pemerintah, pengusaha, dan serikat
pekerja dari negara negara anggotanya : Mengdopsi ILO No.190 (KILO 190)
Tentang penghapusan kekerasan dan pelecehan di dunia Kerja. Ini adalah
perjanjian Internasional pertama yang mengakui hak setiap orang atas dunia
kerja yang bebas dari kekerasan dan pelecehan berbasis Gender.Masih
terbatasnya informasi tentang data , penelitian, dan laporan analisis kasus.
Pada makalah ini akan dibahas tentang stres psikosial,kekerasan serta pelecehan
di tempat kerja, serta bagaimana cara mecegahnya serta penaganan nya.Semoga
bermanfaat.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Stres Psikososial
Dampak negatif dari psikososial merupakan salah satu jenis bahaya yang
berpotensi mengakibatkan gangguan kesehatan di tempat kerja (Jeyaratnam dan
Koh, 2019: 14). Menurut Kementerian Kesehatan (2019), faktor psikososial
dapat mengakibatkan perubahan dalam kehidupan individu, baik bersifat
psikologis maupun sosial yang mempunyai pengaruh cukup besar sebagai
faktor penyebab terjadiya gangguan fisik dan psikis pada diri individu tersebut.
Faktor psikososial sering tidak disadari kehadirannya oleh para pekerja. Kajian
mengenai faktor psikososial di tempat kerja juga masih belum banyak
dilakukan. Adapun pembahasan mengenai psikososial masih belum
menyeluruh, meskipun telah diketahui bahwa aspek-aspek yang ada di
dalamnya cukup bervariasi. Salah satu contoh penelitian yang ada mengenai
hubungan antara dukungan sosial yang merupakan faktor psikososial dengan
kejadian stres kerja pada perawat di salah satu rumah sakit swasta di
Yogyakarta (Almasitoh, 2011). Pada sebuah buku berjudul Ultra Metabolisme
dikatakan bahwa faktor psikososial merupakan salah satu faktor pemicu stres,
yang berarti merupakan sebuah peristiwa sosial atau psikologis yang membuat
seseorang tertekan (Hyman, 2006: 158). Diketahui pula bahwa psikososial
6
berpotensi menyebabkan gangguan muskuloskeletal dan penyakit psikosomatis
yang menjadi penyebab meningkatnya penyakit akibat hubungan pekerjaan
(Irwandi, 2007). Dari beberapa pernyataan yang telah disebutkan dapat
diketahui bahwa dampak negatif dari psikososial tidak hanya berupa stres kerja.
Beberapa contoh faktor psikososial dalam kehidupan individu berkaitan dengan
peran dan harapan dari pekerjaan, keluarga, dan kegiatan komunitas (Bastable,
2002: 130). Sumber lain menyebutkan ada beberapa stresor psikososial yang
layak dipertimbangkan antara lain: pekerjaan, hubungan, situasi keuangan,
anak-anak, kelainan psikologis (depresi, kegelisahan, dan lain-lain), rendahnya
rasa percaya diri, kondisi dunia (masalah di lingkungan tempat tinggal, situasi
politik internasional, dan lain-lain). Stresor psikososial merupakan penyebab
stres yang berasal dari risiko bahaya potensial psikososial (Kementerian
Kesehatan, 2011). Sedangkan Kementerian Kesehatan (2011) menyebutkan
beberapa contoh faktor psikososial yang ada di tempat kerja meliputi: bekerja
dalam shift, beban kerja yang berlebihan, bekerja monotoni, mutasi dalam
pekerjaan, tidak jelasnya peran kerja, serta konflik dengan teman kerja. Adapun
berbagai variasi faktor psikososial dari berbagai sumber pada dasarnya tetap
mempunyai ruang lingkup yang sama yakni berkaitan dengan kondisi psikologi
dan sosial seseorang.
7
Berbagai macam gangguan kesehatan akibat dampak negatif dari faktor
psikososial berpotensi dirasakan oleh para pekerja di tempat kerja. Kementerian
Kesehatan (2011) menyebutkan setidaknya ada enam masalah kesehatan
sebagai akibat dari faktor psikososial di tempat kerja, antara lain:
8
1.2.3. Ansietas (Gangguan Cemas/ Gangguan Ansietas Menyeluruh)
Pada gangguan ansietas ini, pasien akan memperlihatkan gejala fisik yang
berkaitan dengan ketegangan, seperti: sefalgia, jantung berdebar keras,
insomnia. Selain gejala-gejala tersebut, terdapat ciri lain yang dapat diketahui
dengan pemeriksaan fisik, antara lain (Kementerian Kesehatan, 2011)
1.2.4. Depresi
Didefinisikan sebagai perasaan yang sedih dan kehilangan minat terhadap
segala sesuatu. Pada kondisi sedih, beberapa jenis neurotransmitter akan
mengalami perubahan dan terjadi pemindahan intraneuronal di otak, yang
kemudian akan menyebabkan hilangnya fungsi neuron tertentu dan hambatan
berlebih terhadap hubungan dalam synaps. Kondisi ini bisa disebabkan oleh
faktor risiko yang sama dengan penyebab stres kerja. Gejala-gejala yang
ditimbulkan antara lain (Kementerian Kesehatan, 2011)
9
tempat kerja, dan derajat kebebasan di tempat kerja. Pengaruh dimaksudkan
sebagai seberapa besar pengaruh seorang pekerja terhadap organisasi di tempat
dia bekerja. Kemungkinan pengembangan dimaksudkan sebagai kemungkinan
seorang pekerja untuk dapat berkembang di tempat kerjanya. Variasi
berhubungan dengan berbagai jenis pekerjaan yang dilakukan pekerja di tempat
kerja. Arti pekerjaan merupakan seberapa besar arti pekerjaan tersebut bagi
pekerja. Komitmen di tempat kerja merupakan seberapa besar komitmen
pekerja terhadap pekerjaannya. Derajat kebebasan di tempat kerja dimaksudkan
untuk mengetahui apakah pekerja merasa terkekang atau tidak selama bekerja
(Pejtersen, 2010).
Faktor ini hampir sama dengan konsep job control yang terdapat di kuesioner
JCQ milik Karasek (1998). Pada faktor ini diuraikan mengenai keterampilan
kebijaksanaan dan pembangunan serta keputusan otoritas, seperti: apakah
pekerjaan tersebut menyaratkan pemecahan masalah yang tidak terduga
terhadap diri pekerja sendiri, apakah pekerja belajar mengenai hal-hal baru atau
monoton atau berulang-ulang, apakah setiap pekerja tersebut mempunyai
pengaruh terhadap permintaan tugas atau keputusan, apakah seorang pekerja
dapat beristirahat ketika dia ingin, dan lain sebagainya (Eurofound, 2012).
Indikator yang terdapat di dalam faktor ini berisi tentang dukungan dari rekan-
rekan kerja maupun supervisor, iklim sosial (social climate), dan job rewards.
Dari beberapa hasil penelitian disebutkan bahwa dukungan sosial yang rendah
10
dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti stres, penyakit
kardiovaskuler, penyakit jantung koroner, gangguan mental yang umum,
depresi, serta sakit leher (Eurofound, 2017). Untuk menjaga kualitas iklim
sosial di tempat kerja biasanya didukung oleh adanya dukungan sosial dari
rekan kerja melalui beberapa kesempatan kontak yang menyenangkan dan
bermakna karena merasa sebagai bagian dari sistem sosial yang lebih besar,
serta memperoleh gambaran informasi strategis tentang kinerja diri sendiri dan
posisi kekuasaan informal di tempat kerja (Schabracq, 2003 dalam Eurofound,
2012). Reward yang terdapat di dalam faktor ini sering dikenal pada teori
pertukaran sosial yang diungkapkan oleh Cosmides dan Tooby (1992) dalam
Eurofound (2012) bahwa reward diperlukan sebagai akibat dari
ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan yang tinggi dan manfaat yang
rendah. Ketidakseimbangan yang tidak dicari penyelesaiannya diketahui dapat
memicu timbulnya stres.
11
kesehatan seperti poster, leaflet, penyuluhan, dan media audiovisual. -
Penyuluhan mengenai kebiasaan buruk seperti penyalahgunaan napza,
merokok, serta mengkonsumsi alkohol. - Membiasakan olahraga, meluangkan
waktu rekreasi, serta memperbanyak kegiatan keagamaan.
2. KEKERASAN
12
Sebagai Negara Hukum.Indonesia menjunjung tinggii hak asasi manusia yang
didukung oleh :UUD 1945 pasal 28 ayat 2 ayat ini menunjukan bahwa semua
orang sama tidak boleh diperlakukan semena-mena didalam lingkungan kerja,
termasuk menjadi korban Tindakan kekerasan yang dapt dijabarkan sebagai
berikut :
Jerat pidana apabila kekerasan telah menyrang kehormattan atau nama baik,
sesorang karyawan dapat mengadukan kepada polisi atas dugaan penghinaan
sebagaimana diatur dalam pasal 310 ayat ( 1) atau ayat (2 ) KUHP
a. Pengertian : Kekerasan adalah :Perilaku yang tidak sah atau perilaku yang
salah
13
2.Laporkan Ke sekuriti, atau bagian HRD, pada perusahan besarbisa
melaporkan secara anonym melali whistlebloer system
3,Minta ijin untuk meninggalkan tempat kerja, katakana kita membutuhkan
waktu sejenak untuk menenangkan diri, jika kkeerasan fisik bisa minta ijin ke
doketr atau rumah sakt.
4.Catat dan rekam
Setelah berada dirumah atau ditempat yang tenang cobalah mengigat Kembali
eristiwanya lalu catat secara detail,mulai dariucapan, Tindakan, sampai waktu
terjadinya peristiwa, jika saat kejadian kita memegang smartphone ,cobalah cari
cara untuk untuk bisa menghidupkan rekaman video atau suara,ekaman itu atau
video ditambah hasil visum dari dokter atau rumah sakit menjadi bukti
pendukung yang kuat , jika tempat kerja da CCTV, iTU lebih baik lagi
segeralah minta rekamanyya.
5 Bicarakan dengan kolegayang kita percaya
Jika sudah betul-betul tenang,cobalah hubungi orag-orang yang sangat kita
percaya. Mitalah waktu untuk dapat mengobrol dengan orag tersebut,Berbagi
Cerita setidak -tidaknya dapat meringankan beban kita.
6 Minta Pendampingan dan Lapor Polisis
Ini terjadi jika kekerasan sudahk keterlaluan sebainya kita cari pendamping dari
kantor pengacara, lalu lakukan langah hukum dengan laporan
Pada April 2011, Menteri Tenaga Kerja RI menerbitkan Surat Edaran Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE.03/MEN/IV/2011 tentang Pedoman
Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja. Pedoman ini memberi
pengertian pelecehan seksual sebagai berikut: segala tindakan seksual yang
tidak diinginkan, permintaan untuk melakukan perbuatan seksual, tindakan lisan
atau fisik atau isyarat yang bersifat seksual, atau perilaku lain apapun yang
bersifat seksual, yang membuat seseorang merasa tersinggung, dipermalukan
dan/atau terintimidasi.
14
1. Penyalahgunaan perilaku seksual
2. Permintaan untuk melakukan perbuatan seksual (undangan untuk melakukan
perbuatan seksual, permintaan untuk berkencan)
3. Pernyataan lisan atau fisik melakukan atau gerakan menggambarkan perbuatan
seksual, (pesan yang menampilkan konten seksual eksplisit dalam bentuk cetak
atau bentuk elektronik (SMS, WA, Email, Layar, Poster, CD, dll)
4. Tindakan ke arah seksual yang tidak diinginkan dapat dilihat dengan ciri:
a. Korban telah menyatakan bahwa perilaku itu tidak diinginkan
b. Korban merasa dihina, tersinggung dan/atau tertekan oleh perbuatan itu; atau
c. Pelaku menyadari dengan perbuatannya akan mengakibatkan orang lain
tersinggung, dipermalukan dan / atau terintimidasi oleh perbuatannya.
Pelecehan seksual dapat terjadi pada semua orang, baik laki-laki maupun
perempuan. Namun harus menjadi perhatian bahwa pelecehan seksual
merupakan salah satu bentuk dari kekerasan berbasis gender atau kekerasan
yang ditujukan pada orang-orang karena jenis kelamin atau gender mereka, atau
mempengaruhi orang-orang dari jenis kelamin atau gender tertentu secara tidak
proporsional. Dimana dalam konstruksi gender di masyarakat kita, ada relasi
kuasa yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan, mengakibatkan
(faktanya) Kekerasan Berbasis Gender khususnya pelecehan seksual lebih
banyak terjadi kepada perempuan daripada laki-laki.
Tindakan ini dapat berlangsung antara pekerja/atasan dan seorang pekerja lain
(hubungan vertikal) atau antara pekerja dengan pekerja (hubungan horizontal),
antara pemberi kerja dengan pekerja kontrak atau pekerja outsourcing dan
antara pekerja/penyedia jasa dengan klien/pihak ketiga. Perilaku yang tidak
diingkan tersebut tidak harus berulang-ulang atau terus-menerus dan dapat
berupa insiden tunggal dapat menjadi sebuah pelecehan seksual.
15
4. Pelecehan tertulis atau gambar termasuk menampilkan bahan pornografi ,
gambar, screensaver atau poster seksual, atau pelecehan lewat email dan moda
komunikasi elektronik lainnya
5. Pelecehan psikologis/emosional terdiri atas permintaan-permintaan dan ajakan-
ajakan yang terus menerus dan tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak
diharapkan, penghinaan atau celaan yang bersifat seksual
Sebuah tindakan pelecehan seksual di tempat kerja dapat dikenali oleh hal-hal
berikut:
1. Tindakan yang tidak diinginkan atau tidak dapat diterima oleh korban yang
berdampak atau berakibat menimbulkan ketersinggungan, malu, dan/atau takut.
Oleh karenanya dalam setiap tindakan pelecehan seksual, utamanya korban-lah
yang ditanya pendapatnya.
2. Perbuatan tersebut mempunyai efek untuk menciptakan sebuah lingkungan
kerja yang mengintimidasi, bermusuhan, atau menyinggung perasaan. Penilaian
lingkungan sekitar semacam ini juga penting, mengingat korban pelecehan
seksual seringkali takut, malu, dan bingung.
3. Memanfaatkan relasi kuasa pelaku atas korban untuk mempengaruhi proses
hubungan kerja atau kondisi kerja, misalnya meminta imbalan seksual untuk
kenaikan jabatan yang diberikan.
16
3. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE.03/MEN/IV/2011
tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja. Sayangnya
pedoman ini tidak bersifat mengikat, hanya panduan atau sebagai acuan bagi
pengusaha, pekerja maupun instansi yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan untuk mencegah dan menangani secara efektif pelecehan
seksual.
4. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 1
tahun 2020 tentang Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3)
di Tempat Kerja
5. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai kejahatan terhadap
kesusilaan, khususnya pada pasal 281 tentang kesusilaan di muka umum dan
pasal 289 - 294 tentang perbuatan cabul. Mengenai perbuatan cabul di tempat
kerja, terutama yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan (dalam struktur
kerja), pasal 294 ayat (2) angka 1 KUHP mengatur pemberatan pidana yaitu
diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun pejabat yang
melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah
bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau
diserahkan kepadanya.
6. Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE). Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1) mengatur ancaman
pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan.
17
seksual. Sayangnya hingga saat ini, RUU TPKS belum juga disahkan menjadi
Undang-undang.
18
v. Bukti lain-lain, seperti: surat, percakapan melalui handphone, email, media
sosial, rekaman suara, video, dsb.
7. Sebagai pihak pelapor/korban, Anda memiliki hak untuk menerima informasi
berlangsungnya proses hukum melalui dokumen Laporan Polisi dan Surat
Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan/Penyelidikan (SP2HP).
Informasi yang sama juga harus diberikan oleh Kejaksaan dan Pengadilan,
dalam hal proses hukum berlangsung hingga Pengadilan.
19
BAB III
PENUTUP
20
6.menyediakan pernyataan tentang program untuk mencegah resiko kekerasan
termasuk pelatihan jika diperlukan
7menyarankan bahwa korban menctata setiap insiden tersebut dengan saksinya
8.memberitahu tentang apa yang bisa dibantu perusahan pada korban
9.Menyediakan informsi bagaimana kebijakan tersebut dilaksanakan, di review
dan dimonitor
Selain perusahan yang menjamin lingkungan kerja yang aman , pekerja juga
harus bisa melindungi dirinya sendiri .Pekerja yang merasa mendapatkan
perlakuan kekerasan tersebut sebaiknya langsung melaporkan kejadian
tersebut pada manajement perusahan . jika manajemen perusahaan tidak
menangapi dengan baik maka dapat melaporkan kepada kelompok organisasi
pekerja atau pihak yang berwenang jika memang diperlukan.Pekerja harus
tetap disiplin dalam melaksanakan pekerjaanya dan tetap waspada agar dirinya
tidak menjadi korban kekerasan.Melatih kekuatan jiwa dan raga bisa dilakuan
agara para pekerja dapat melindungi dirinya sediri
21
DAFTAR PUSTAKA
Almasitoh, Ummu Hany. (2018). Stres Kerja Ditinjau dari Konflik Peran
Ganda dan Dukungan Sosial pada Perawat. Jurnal Psikologi Islam (JPI), 8(1),
63-82..
Jeyaratnam, J. dan David Koh. (2009). Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja.
Jakarta: EGC
Maurist, Lientje Setyawati dan Imam Djati Widodo. (2018). Faktor dan
Penjadualan Shift Kerja. Jurnal Teknoin, 12 (2), 11-22.
22
Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 1
tahun 2020 tentang Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3)
di Tempat Kerja
Internasional. Konvensi ILO No. 190 tahun 2019 dan Rekomendasi No. 206
tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja
23