Anda di halaman 1dari 33

HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL

DENGAN KELELEHAN KERJA PADA PT. RITA JAYA BEEF

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun oleh :

ARDI AGUSTIAWAN
1072191003

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MH. THAMRIN

JAKARTA

2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelelahan kerja merupakan situasi fisik tubuh, kegiatan,
dan motivasi yang melemah untuk mengerjakan pekerjaan
(Maharja, 2015). Kelelahan kerja menjadi salah satu persoalan
krusial yang perlu ditanggulangi karena kelelahan dapat
menyebabkan kecakapan kerja menghilang, kondisi kesehatan
menurun sehingga dapat memicu kecelakaan kerja, serta
produktivitas dan prestasi kerja menurun (Verawati, 2016).
Kelelahan kerja dalam jangka waktu yang lama juga akan
berpengaruh pada kesehatan pekerja. Beberapa risiko kesehatan
yang dapat timbul akibat kelelahan kerja yang berkepanjangan
meliputi anxiety, penyakit jantung, diabetes, tekanan darah tinggi,
gangguan gastrointestinal, penurunan kesuburan dan depresi
(Mustofani and Dwiyanti, 2019).
Menurut Maharja (2015), sekitar 20% pekerja memiliki
gejala kelelahan kerja yakni penurunan performa, motivasi serta
aktifitas mental dan fisik. Hasil penelitian yang dilakukan pada
salah satu perusahaan di Indonesia tepatnya pada bagian produksi,
menunjukkan bahwa rata-rata pekerja yang mengalami memiliki
gejala sakit di kepala, nyeri di punggung, pening dan kekakuan di
bahu. Apabila kelelahan kerja tidak segera ditangani dan segera
beristirahat, maka akan terjadi akumulasi kelelahan dalam sehari,
sehingga dapat berdampak lebih parah terhadap kesehatan. World
Health Organization (WHO) dalam model kesehatan yang dibuat
hingga tahun 2020, memperkirakan bahwa gangguan psikis berupa
perasaan lelah yang berat dan berujung pada depresi akan menjadi
penyakit pembunuh nomor dua setelah penyakit jantung.
Kelelahan kerja tentu dapat menimbulkan dampak buruk
pada pekerjaan, seperti prestasi kerja dan semangat kerja yang
menurun. Pekerja yang mengalami kelelahan kerja mudah
kehilangan konsentrasi sehingga tak jarang juga kelelehan menjadi
sebab terjadinya kecelakaan kerja. Kelelahan kerja memberi
kontribusi lebih dari 60 % untuk kejadian kecelakaan
kerja. National Safety Council melaporkan bahwa 13% cidera di
tempat kerja dikaitkan dengan kelelahan. Dari sekitar 2.000
pekerja yang pernah mengalami kecelakaan, menunjukkan bahwa
97% pekerja setidaknya memiliki satu faktor risiko kelelahan di
tempat kerja, sementara lebih dari 80% memiliki lebih dari satu
faktor risiko. Saat beberapa faktor tersebut bergabung maka
potensi cidera pada pekerjaan meningkat.
Faktor penyebab kelelahan kerja ada dua aspek, yaitu aspek
eksternal (lingkungan kerja dan pekerjaan) dan aspek internal
(karakteristik individu). Unsur pekerjaan meliputi beban kerja,
shift kerja, dan periode kerja. Unsur individu meliputi jenis
kelamin, keadaan gizi, kualitas tidur, usia, dan kebiasaan merokok
(Suma’mur, 2014). Unsur lingkungan kerja antara lain lingkungan
kerja fisik dan non-fisik. Bersumber pada Permenaker RI Nomor 5
Tahun 2018 mengenai K3 Lingkungan Kerja, faktor fisik
lingkungan kerja terdiri dari kebisingan, iklim kerja, gelombang
radio atau mikro, getaran, pencahayaan, sinar ultraviolet (UV),
tekanan udara, dan medan magnet statis. Lingkungan kerja
nonfisik meliputi ikatan kerja antara atasan dengan bawahan, serta
hubungan kekerabatan antar sesama pekerja. Faktor tersebut dapat
menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja dan apabila
berlangsung lama, kelelahan dapat terjadi (Juliana, Camelia, dan
Rahmiwati, 2018).
Berdasarkan penelitian Arwina Bangun et al., (2019)
menyatakan bahwa usia memiliki hubungan dengan kelelahan
kerja, dimana usia >30 tahun memiliki hubungan dengan kelelaan
kerja. Berdasarkan penelitian Hermawan et al., (2017) menyatakan
bahwa usia >35 tahun lebih berisiko 2.52 kali mengalami kelelahan
kerja dibandingkan usia <35 tahun. Hal tersebut dikarenakan usia
muda lebih kemampuan untuk melakukan kerja keras, sebaliknya
pada orang tua, kemampuan untuk melakukan kerja keras
berkurang (Suma’mur, 1989). Usia juga mempengaruhi kelelahan
kerja. Pekerja yang lebih tua cenderung lebih lemah (Setyawati,
2010).
Berdasarkan penelitian Sartono et al., (2016) menyatakan
bahwa status perkawinan memiliki hubungan dengan kejadian
kelelahan kerja, pekerja yang berstatus kawin berisiko 1,446 kali
mengalami kelelahan dibandingkin pekerja yang berstatus tidak
kawin. Hal ini sesuai dengan teori Hidayat (2003) bahwa rang
yang sudah menikah mengalami kelelahan lebih cepat daripada
yang masih lajang, meskipun mereka menyatakan bahwa kondisi
mereka juga mempengaruhi tingkat kelelahan mereka. Berdasarkan
penelitian Ihsania (2020) menyatakan bahwa status gizi yang tidak
normal memiiki hubungan dengan kelelahan kerja, status gizi tidak
normal lebih bersiko 2,71 kali untuk mengalami kelelahan kerja.
Menurut Suma’mur (1994) dalam Paulina & Salbiah (2016) bahwa
status gizi menjadi faktor yang pengaruhi intensitas kerja, asupan
gizi yang yang sehat dapat menambah stamina kerja yang baik.
Sedangkan jika keadaan gizi yang buruk pada beban kerja yang
berat dapat mengakibatkan penurunan intensitas kerja sehingga
terjadinya kelelahan kerja.
Menurut perkiraan Konstitusi Organisasi Ketenagakerjaan
Internasional/International Labour Organization (ILO) menetapkan
prinsip bahwa pekerja harus dilindungi dari sakit, penyakit dan
cedera yang timbul dari pekerjaan mereka. Namun bagi jutaan
pekerja kenyataannya sangat berbeda. Menurut perkiraan global
terbaru Konstitusi Organisasi Ketenagakerjaan
Internasional/International Labour Organization (ILO), tercatat
2,78 juta kematian terkait pekerjaan setiap tahun, di mana 2,4 juta
di antaranya terkait dengan penyakit akibat kerja. Selain
penderitaan besar yang dialami para pekerja dan keluarga mereka,
biaya ekonomi yang terkait sangat besar bagi perusahaan, negara,
dan dunia. Kerugian dalam hal kompensasi, hari kerja yang hilang,
gangguan produksi, pelatihan dan konversi, serta pengeluaran
perawatan kesehatan, mewakili sekitar 3,94 persen dari PDB
tahunan dunia (Lihat situs web Hari Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Sedunia 2018 ).
Mengingat angka kecelakaan kerja di Indonesia juga
terbilang tinggi. Dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Ketenagakerjaan mencatat pada 2019 Terdapat 114 Ribu
Kasus Kecelakaan Kerja, Dan Pada 2020 Kasus Tersebut Terjadi
Peningkatan. Pada Rentang Januari Hingga Oktober 2020, BPJS
Ketenagakerjaan Mencatat Terdapat 177 Ribu Kasus Kecelakaan
Kerja.
Kecelakaan kerja erat kaitannya dengan perusahaan, salah
satu sektor perusahaan adalah perusahaan sektor industri yang
merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang
industri di wilayah Indonesia (Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia tentang kawasan Industri). Suatu perusahaan industri
akan menghasilkan produk yang memiliki kriteria tersendiri dari
perusahaan tersebut untuk perkembangan, pertumbuhannya, dan
perlindungan hukum bisa di dapatkan dari hak-hak perusahaan
terhadap produk industri yang dihasilkan. Dalam hal mendirikan
perusahaan ini tidak terlepas dari pengawasan pemerintah.
(Hestanto, 2019).
Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 untuk
menjamin keselamatan dan kesehatan para pekerja dalam UU NO
13 Tahun 2003 dalam pasal 5 “Setiap tenaga kerja memiliki
kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh
pekerjaan”, dan pasal 6 “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh
perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari perusahaan”.
(KESOWO, 2003)
Berdasarkan latar belakang dan data-data di atas membuat
penulis memiliki ketertarikan untuk melakukan penelitian Analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kelelahan kerja pada
pekerja di PT. Rita Jaya Beef dan dampak terhadap kesehatan
kerja.

1.2 Rumusan Masalah


Kelelahan hampir selalu terjadi kepada semua orang,
utamanya pekerja yang memiliki aktifitas padat di tempat kerjanya.
Kelelahan kerja pasti terjadi pada berbagai situasi kerja dan dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan ringan hingga berat. Menurut
Cameron (1973) dalam Setyawati (2010), kelelahan kerja
menyangkut penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah,
penurunan motivasi, dan penurunan produktivitas kerja. Kelelahan
tidak dapat didefinisikan, namun bisa dirasakan sehingga penilaian
kelelahan dilakukan secara subjektif.
Kelelahan kerja umumnya disebabkan oleh rendahnya
kualitas dan kuantitas tidur (misalnya bekerja di waktu tidur
normal) atau karena aktivitas fisik dan mental yang berlebihan di
tempat kerja. Penyebab kelelahan kerja dapat dikarenakan
pekerjaan yang monoton, faktor fisik lingkungan kerja
(penerangan, iklim kerja dan kebisingan), beban kerja (intensitas
kerja, durasi kerja dan kapasitas kerja),  faktor psikologi
(tanggungjawab dan konflik di tempat kerja), kebiasan makan,
penyakit, dan status kesehatan. Beban kerja menjadi penyebab
terbesar terjadinya kelelahan kerja. Menurut Maharja (2015),
beban kerja fisik berkaitan kuat dengan kelelahan kerja. Semakin
tinggi beban kerja fisik, maka semakin tinggi pula tingkat
kelelahan kerja yang akan dialami.

1.3 Pernyatan Penelitian


Apakah ada hubungan antara faktor internal dan eksternal
dengan kelelahan kerja?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara faktor internal dan
eksternal dengan kelelahan kerja.
1.4.2 Tujuan Khusus
Tujuankhusus penelitian ini adalah untuk :
a. Mengetahui distribusi frekuensi kelelahan kerja pada
PT. Rita Jaya Beef .
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi usia, jenis
kelamin, dan status gizi.
c. Untuk mengetahui hubungan usia, jenis kelamin, status
gizi dengan beban kerja, lama kerja.

1.5 ManfaatPenelitian
1.5.1 Bagi PT. Rita Jaya Beef
Manfaat penelitian ini bagi PT. Rita Jaya Beef adalah
sebagai bahan acuan berbagai informasi dan edukasi tentang
hubungan faktor internal dan eksternal dengan kelelahan kerja
pada PT. Rita Jaya Beef sehingga pekerja agar mau dan mampu
dalam melakukan pencegahan kejadian kelelahan kerja serta
penanggulangannya secara dini.
1.5.2 Bagi Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kesehatan, Universitas Mohammad Husni
Thamrin
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber informasi,
bahan pustaka di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat
Universitas Mohammad Husni Thamrin.
1.5.3 Bagi Peneliti
Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah memberikan
pengalaman dan pembelajaran dalam melakukan penelitian, serta
sebagai media pengembangan kompetensi diri sesuai dengan
keilmuan yang di peroleh selama di perkuliahan dalam meneliti
masalah di kesehatan masyarakat.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini membahas tentang faktor – faktor yang
berhubungan antara kelelehan kerja secara internal (usia, jenis
kelamin, status gizi), secara eksternal (beban kerja, lama kerja).
Subjek penelitian ini adalah pekerja di PT. Rita Jaya Beef. Jumlah
sampel menggunakan jumlah populasi pekerja yang bekerja di PT.
Rita Jaya Beef yaitu sebanyak 110 pekerja. Data karakteristik
pekerja diperoleh melalui kuesioner, dan data persentase kelelahan
kerjadidapatkan melalui penelitian yang akan dilakukan. Penelitian
ini di analisis secara uji univariat dan uji bivariat. Penelitian ini
dilakukan oleh Mahasiswa Program Studi S1 Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Mohammad Husni
Thamrin pada bulan juli tahun 2023 di PT. Rita Jaya Beef.
BAB II

TINJAUANPUSTAKA
2.1 Kelelahan kerja
2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja
Kelelahan kerja merupakan suatu keadaan yang dialami
tenaga kerja yang dapat mengakibatkan penurunan vitalitas dan
produktivitas kerja. Kelelahan kerja yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kelelahan umum yang dialami tenaga
kerja, ditandai dengan perlambatan waktu reaksi dan perasaan
lelah (Suma’mur, 2009). Kelelahan diatur secara sentral oleh
otak. Pada susunan saraf pusat terdapat sistem aktivasi (bersifat
simpatis) dan ihibisi (bersifat parasimpatis). Istilah kelelahan
biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap
individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisien
dan penurunan kapasitas kerja ketahanan tubuh.
Pengaruh dari keadaan yang menjadi sebab kelelahan
tersebut seperti berkumpul dalam tubuh yang mengakibatkan
perasaan lelah. Perasaan lelah demikian yang berkadar tinggi
dapat menyebabkan seseorang tidak mampu lagi bekerja
sehingga berhenti bekerja sebagaimana halnya kelelahan
fisiologis yang mengakibatkan tenaga kerja yang bekerja fisik
menghentikan kegiatannya karena merasa lelah bahkan yang
bersangkutan tertidur karena kelelahan. Suma’mur (2009)
mengatakan kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai
penurunan efisiensi dan ketahan dalam bekerja, yang dapat
disebabkan oleh :

a. Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata

b. Kelelahan fisik umum

c. Kelelahan saraf
d. Kelelahan oleh lingkungan yang monoton
Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari
setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan
efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh
(Tarwaka, 2004). Seorang tenaga kerja akan merasa lelah
apabila sudah bekerja selama 6 jam sampai 8 jam.
2.1.2 Jenis Kelelahan Kerja
Jeniskelelahan Menurut (Suma’mur P, 2009) dan
(Tarwaka, 2014), kelelahan dapat dibedakan menjadi 2
(dua) kelompok, yaitu:
a. Kelelahan menurut proses
1) Kelelahan otot
merupakan kelelahan yang ditandai dengan
kondisi tremor atau perasaan nyeri pada otot. Kelelahan
ini terjadi karena penurunan kapasitas otot dalam bekerja
akibat dari kontraksi yang berulang, baik karena gerakan
yang statis maupun dinamis. Sehingga seseorang tampak
kehilangan kekuatannya untuk melakukan pekerjaan.
2) Kelelahan umum
merupakan kelelahan yang ditandai dengan
berkurangnya kemauan untuk bekerja karena pekerjaan
yang monoton, intensitas, lama kerja, kondisi
lingkungan, sesuatu yang mempengaruhi mental, status
gizi, dan status kesehatan. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh (S, 2011) juga membuktikan bahwa
sebesar 60% pekerja buruh angkut dengan sikap kerja
yang tidak baik mengalami kelelahan secara umum.
b. Kelelahan menurut waktu
1) Kelelahan akut
merupakan kelelahan yang ditandai dengan
kehabisan tenaga fisik dalam melakukan aktivitas, serta
akibat beban mental yang diterima saat bekerja.
Kelelahan ini muncul secara tiba-tiba karena organ
tubuh bekerja secara berlebihan.
2) Kelelahan kronis
juga disebut dengan kelelahan klinis yaitu
kelelahan yang diterima secara terus-menerus karena
faktor atau kegiatan yang dilakukan berlangsung lama
dan sering. Kelelahan ini sering terjadi sepanjang hari
dalam jangka waktu yang lama, serta kadang muncul
sebelum melakukan pekerjaan dan menimbulkan
keluhan seperti sakit kepala, sulit tidur, hingga masalah
pencernaan.
2.1.3 Faktor Penyebab Kelelahan Kerja
1) Penyebab Kelelahan Kerja
Menurut Setyawati (2010) penyebab kelelahan kerja
umumnya berkaitan dengan :
a) Sifat pekerjaan yang monoton.
b) Intensitas kerja dan ketahanan kerja mental dan fisik
yang tinggi.
c) Cuaca ruang kerja, pencahayaan dan kebisingan
serta lingkungan kerja lain yang tidak memadai.
d) Faktor psikologis, rasa tanggung jawab, ketegangan-
ketegangan dan konflik-konflik.
e) Penyakit-penyakit, rasa kesakitan dan gizi.
f) Cicardian rhytm.
2) Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan
Menurut Atiqoh dkk (2014), bahwa terdapat dua
faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja, antara lain :
a) Faktor dari Dalam Individu (Faktor Internal)
(1) Usia
Usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan
kapasitas kerja seseorang yang berakibat pada
kelelahan. Salah satu indikator dari kapasitas
kerja adalah kekuatan otot seseorang. Semakin
tua usia seseorang, maka semakin menurun
kekuatan ototnya. Kekuatan otot yang dipengaruhi
oleh umur akan berakibat pada kemampuan fisik
tenaga kerja untuk melakukan pekerjaannya. Laki-
laki maupun wanita pada umur sekitar 20 tahun
merupakan puncak dari kekuatan otot seseorang,
dan pada umur sekitar 50 – 60 tahun kekuatan otot
mulai menurun sekitar 15 – 25% (Setyowati dkk,
2014).
(2) Jenis Kelamin
Perbedaan secara fisik antara jenis kelamin
wanita dan laki-laki terletak pada ukuran tubuh
dan kekuatan ototnya. Kekuatan otot wanita relatif
kurang jika dibandingkan dengan kekuatan otot
laki-laki. Kekuatan otot ini akan mempengaruhi
kemampuan kerja seseorang yang merupakan
penentu dari terjadinya kelelahan. Permasalahan
wanita lebih kompleks dibandingkan laki-laki,
salah satunya adalah haid. Wanita yang sedang
mengalami haid cenderung cepat lelah
dibandingkan wanita yang tidak mengalami haid
(Suma’mur, 2009).
(3) Status Gizi
Status gizi merupakan salah satu penyebab
kelelahan. Seorang pekerja dengan status gizi yang
baik akan memiliki ketahanan tubuh dan kapasitas
kerja yang lebih baik, sedangkan seorang pekerja
dengan status gizi yang tidak baik akan memiliki
ketahanan tubuh dan kapasitas kerja yang tidak
baik juga (Budiono, 2003).
b) Faktor dari Luar Individu (Faktor Eksternal)
(1) Beban Kerja
Semakin meningkatnya beban kerja, maka
konsumsi oksigen akan meningkat secara
proporsional sampai didapat kondisi
maksimumnya. Beban kerja yang lebih tinggi yang
tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi aerobik,
disebabkan oleh kandungan oksigen yang tidak
mencukupi untuk suatu proses aerobik. Akibatnya
adalah manifestasi rasa lelah yang ditandai dengan
meningkatrnya kandungan asam laktat
(Nurmianto, 2004).
(2) Lama Kerja
Menurut Handoko (2002) Lama kerja adalah
suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu
bekerja di suatu tempat. Kurun waktu tersebut
dimulai dari seseorang mulai bekerja menjadi
karyawan disuatu perusahaan hingga jangka waktu
tertentu. Lama kerja merupakan variabel yang
paling penting dalam menjelaskan tingkat
pengunduran diri karyawan (turnover). Masa kerja
pekerjaan terdahulu dari seseorang karyawan
merupakan indikator perkiraan yang ampuh atas
pengunduran diri karyawan dimasa mendatang
(Robbins, 2006).
3) Pencegahan dan Penanggulangan Kelelahan Kerja
Menurut Budiono dkk (2003) untuk mencegah
dan mengatasi memburuknya kondisi kerja akibat faktor
kelelahan pada tenaga kerja disarankan agar :
(1) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat,
aman dan nyaman bagi tenaga kerja.
(2) Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga
kerja secara periodik untuk mendeteksi indikasi
kelelahan secara lebih dini dan menemukan solusi
yang tepat.
(3) Menerapkan sasaran produktivitas kerja
berdasarkan pendekatan manusiawi dan fleksibilitas
yang tinggi.
Menurut Setyawati (2010) kelelahan dapat
dikurangi melalui program penanggulangan kelelahan
kerja dengan kegiatan promosi kesehatan, pencegahan
kelelahan kerja, pengobatan kelelahan kerja dan
rehabilitasi kelelahan kerja, yang meliputi :
1) Primer
Promosi kesehatan dalam pelaksanaannya dapat
bekerjasama dengan berbagai pihak misalnya
departemen tenaga kerja, deprtemen kesehatan,
departemen perindustrian dan pihak-pihak lain baik
dalam pemerintahan maupun pihak swasta seperti media
masa dan organisasi pekerja. Promosi kesehatan dalam
program penanggulangan kelelahan ini dapat dilakukan
dengan penyuluhan kepada tenaga kerja. Materi
penyuluhan tentang kelelahan kerja, faktor-faktor
penyebabnya, dampak dan cara pencegahan terjadinya
kelelahan (Setyawati, 2010).
2) Sekunder
Pencegahan kelelahan dapat dilakukan dengan cara
menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman
dan nyaman bagi tenaga kerja, tidak menciptakan dan
menghindarkan stres buatan manusia (Budiono dkk,
2003).
3) Tersier
Pengobatan kelelahan kerja dapat dilakukan
dengan meminum vitamin atau obat-obatan yang
berfungsi untuk memulihkan tenaga seseorang,
perbaikan lingkungan kerja, mengupayakan sikap kerja
dan menggunakan alat kerja yang ergonomis,
penyuluhan mental dan bimbingan mental (Setyawati,
2010).
Penanggulangan terhadap kelelahan kerja dilakukan
dari lingkungan kerja yang baik, pemberian waktu
istirahat, pemberian gizi yang baik, beban kerja tidak
terlalu lama, tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin
dengan tempat kerja dan diberikan perhatian khusus
pada kelompok terentu seperti tenaga kerja beda usia,
wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja
gilir di malam hari, tenaga baru pindahan (Hasibuan,
2010).
Menghindari rasa lelah diperlukan adanya
keseimbangan antara masukan sumber datangnya
kelelahan tersebut (faktor-faktor penyebab kelelahan)
dengan jumlah keluaran yang diperoleh lewat
proses pemulihan. Proses pemulihan dapat dilakukan
dengan cara antara lain memberikan waktu istirahat yang
cukup baik yang terjadwal atau terstruktur atau tidak dan
seimbang dengan tinggi rendahnya tingkat ketegangan
kerja. Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara
yang ditunjukkan kepada umum dan lingkungan fisik
tepat kerja. Misalnya, banyak hal yang dapat dicapai
dengan jam kerja, pemberian kesempatan istirahat,
masa-masa libur atau rekreasi, dll (Roshadi, 2014).
2.1.4 Metode Pengukuan kelelahan kerja
1) Nasa Tlx
a. Nasa Task Load Index (NASA TLX)
NASA Task Load Index adalah suatu suatu
penilaian beban kerja secara keseluruhan dari
prosedur pembobotan dan rating multidimensional
yang didasarkan pada enam rating, kebutuhan mental,
kebutuhan fisik, kebutuhan waktu, performansi,
tingkat usaha dan tingkat frustasi.
Metode ini terdapat 15 perbandingan
berpasangan (pair wise comparations) dari 6
skala yang telah ditentukan. Selanjutnya jumlah
faktor yang masing-masing dipilih dijumlahkan.
Jumlah hitungan dapat berjumlah 0 (tidak relevan)
sampai dengan 5 (lebih penting dari faktor lainnya).
Serangkaian perbedaan pembobotan diperoleh dari
masing-masing pekerja yang terpisah. Persyaratan
kedua adalah memperoleh nilai rating dari setiap
skala yang merefleksikan faktor pekerjaan yang
dibebankan pada subjek.
NASA-TLX akan digunakan terhadap
penelitian ini sebagai metode untuk memberikan
jumlah optimal dari pekerja. Penetapan jumlah ini
akan menjadi dasar terhadap perolehan nilai rata- rata
WWL untuk setiap pekerja. Tersedia pengategorian
beban kerja mental untuk mengarahkan apakah suatu
pekerjaan yang dibebankan memiliki beban kerja
mental yang rendah ataupun tinggi sesuai dari hasil
tersebut. (Widiasari et al., 2017).
b. Subjective Self Rating Test
Kelelahan kerja dapat diukur untuk mentukan
tingkat dari kelelahan tersebut baik secara subjektif
maupun objektif. Penyebaran kuesioner Subjective
Self Rating Test yang diadopsi dari IFRC
(International
Fatigue Research Committee) sebagai
metode yang sifatnya subjektif dari peyebaran
kuesioner tersebut. Gejala awal kelelahan kerja yang
dialami oleh setiap pekerja dapat diketahui sebagai
salah satu metode subjektif dari kuesioner Subjective
Self Rating Test. Kemudian dilakukan pengukuran
lanjutan yang bersumber dari hasil kuesioner tersebut.
Kuesioner tersebut terdiri dari 10 bagian pertama
sebagai instrumen adanya pelemahan aktivitas, 10
bagian kedua instrumen pelemahan motivasi kerja
dan 10 bagian ketiga instrumen kelelahan fisik atau
kelelahan terhadap beberapa bagian tubuh (Juniar &
Astuti, 2016).
Empat skala Likert sebagai dasar skoring
terhadap jawaban kuesioner tersebut kemudian
kelompok skor dapat dijumlahkan menjadi total skor
individu. Perolehan antara skor individu terendah
yaitu 30 dan 120 untuk tertinggi dapat diperoleh
menurut desain penilaian kelelahan subjektif dengan
menggunakan 4 skala Likert tersebut. Tanggapan
terhadap kuesioner IFRC ini terdiri dari 4 kategori
sebagai berikut:
Skor 4 = sangat sering (SS)
Skor 3 = sering (S)
Skor 2 = kadang-kadang (K)
Skor 1 = tidak pernah (TP)
Semakin besar tingkat kelelahan maka semakin
tinggi pula tingkat frekuensi gejala kelelahan yang
muncul. Kuesioner tersebut bersifat subjektif karena
menurut pada pemikiran dari pekerja itu sendiri
sehingga diperlukan metode secara objektif untuk
dapat memastikan pekerja merasakan kelelahan saat
proses bekerja.
Tabel 1 : Klasifikasi Kelelahan Kerja

No HasilSkor Kategori

1 Skor 0-21 Rendah

2 Skor 22-44 Sedang

3 Skor 45-67 Tinggi

4 Skor 68-90 Sangat Tinggi


(Sumber: Widiasarietal.,2017)
Tabel Indikator NASA TLX

SKALA RATING KETERANGAN


MENTAL DEMAND Rendah, Tinggi Seberapa besar aktivitas mental
(MD) dan perceptual yang dibutuhkan
untuk melihat, mengingat dan
mencari. Apakah pekerjaan tsb
mudah atau sulit, sederhana atau
kompleks, longgar atau ketat .
PHYSICAL DEMAN Rendah, Tinggi Jumlah aktivitas fisik yang
D (PD) dibutuhkan (mis.mendorong,
menarik, mengontrol putaran,
dll)
TEMPORAL Rendah, Tinggi Jumlah tekanan yang berkaitan
DEMAND (TD) dengan waktu yang dirasakan
selama elemen pekerjaan
berlangsung. Apakah pekerjaan
perlahan atau santai atau cepat
dan melelahkan
PERFORMANCE Tidak tepat, Seberapa besar keberhasilan
(OP) Sempurna seseorang di dalam
pekerjaannya dan seberapa puas
dengan hasil kerjanya
FRUSTATION Rendah, Tinggi Seberapa tidak  aman, putus asa,
LEVEL (FR) tersinggung, terganggu,
dibandingkan dengan perasaan
aman, puas, nyaman, dan
kepuasan diri  yang dirasakan.
EFFORT (EF) Rendah, Tinggi Seberapa keras kerja mental dan
fisik yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan

2.1.5 Langkah Perhitungan Metode Nasa Tlx


Langkah-langkah pengukuran beban mental dengan
menggunakan NASA-TLX (Meshkati,1988) adalah
sebagai berikut :
a) Menghitung Produk
Produk diperoleh dengan cara mengalikan rating
dengan bobot faktor untuk masing-masing deskriptor.
Dengan demikian dihasilkan 6 nilai produk untuk 6
indikator tadi yaitu:
(MD, PD, TD, OP, FR dan EF)
Produk = rating* bobot kerja
b) Menghitung Weighted Workload (WWL)
WWL diperoleh dengan cara menjumlahkan ke
enam dari produk.

c) Menghitung Rata-rata WWL


Rata-rata WWL dipeoleh dengan cara membagi
WWL dengan bobot Total

Klasifikasi dari Beban Kerja Mental

Golongan Beban Kerja Nilai

Rendah 10-33
Sedang 34-56
Tinggi 57-79
Sangat tinggi 80-100

2.1.6 Metode IFRC


Penilaian kelelahan kerja dapat diperoleh dengan
melakukan berbagai cara menggunakan kuesioner
kelelahan subjektif seperti; dengan menggunakan 2
tanggapan yaitu ‘Ya’ (ada kelelahan) kemudian ‘Tidak’
(tidak ada kelelahan). Tetapi lebih terpenting untuk
mengunakan desain penelitian dengan penilaian dengan
skoring (seperti; 4 skala likert). Jika menggunakan
skoring dengan skala likert, maka masing-masing skor
harus memiliki penjelasan operasional yang mudah
dipahami dan jelas bagi responden. Berikut adalah
tanggapan sebagai penilaian kelelahan subjektif
berdasarkan 4 skala likert, yaitu:
Skor 1 = tidak pernah (TP)
Skor 2 = kadang-kadang (K)
Skor 3 = sering (S)
Skor 4 = sangat sering (SS)
Setelah wawancara selesai dilakukan dan pengisian
kuesioner, maka langkah selanjutnya yaitu
menjumlahkan skor pada masing-masing kolom (1, 2, 3
dan 4) berdasarakan 30 pertanyaan kelelahan tersebut,
kategori kelelahan dari tiap responden akan bisa
digambarkan berdasarkan total nilai yang diperoleh.
Berikut adalah yang dapat digunakan sebagai pedoman
sederhana untuk menentukan klasifikasi tingkat
kelelahan subjektif.
Tabel klasifikasi tingkat subjektif
Total
Tingkat Klasifikasi
Skor Tindakan Perbaikan
Kelelahan Kelelahan
Individu
Tindakan perbaikan yang belum
1 0 – 21 Rendah
dibutuhkan
Tindakan perbaikan mungkin dibutuhkan
2 22 – 44 Sedang
dikemudian hari
3 45 – 67 Tinggi Tindakan perbaikan diperlukan segera
Tindakan perbaikan menyeluruh
4 68 – 90 Sangat Tinggi
diperlukan segera mungkin
(Sumber : Widiasari et al., 2017)
2.2 Kerangka Teori
Gambar 2.1 : Kerangka Teori

Faktor Internal :
▪ Usia
▪ Jenis Kelamin
▪ Status Gizi

Kelelehan Kerja
FaktorEksternal :
▪ Beban Kerja
▪ Lama Kerja
▪ Lingkungan kerja
BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN


HIPOTESIS

3.1 KERANGKA KONSEP


Gambar 3.1 : Kerangka Konsep

Faktor Internal :
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Status gizi

Kelelahan Kerja

Faktor eksternal :
1. Beban kerja
2. Lama kerja

3.2 Definisi Operasional


Berikut ini peneliti akan menampilkan data operasional
antara variabel bebas ( Independen ) dan variabel terikat
( Dependen ) dalam bentuk tabel :
Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Opersional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Variabel Dependen
1 Kelelahan Sesuatu yang dirasakan atau Kuesioner Menyebarkan 1. rendah = 0- Ordinal
Kerja yang dihasilkan suatu subjektif self kuesioner kepada 21
pekerjaan yang diawali setiap rating test 2. sedang =
selesai bekerja maupun saat 22-44
karyawan dan
bekerja 3. tinggi = 45-
mengisi
67
pertanyaan
4. sangat
tinggi = 68-90

Variabel Independen

Faktor Internal
2 Usia Lama hidup responden atau Kuesioner Mengisi kuesioner 1. umur Ordinal
seseorang yang terhitung saat produktif 15-
dilahirkan sampai saat 64
penelitian dilakukan 2. umur tua >
65
3 Jenis Kelamin Perbedaan biologis antara pria Kuesioner Mengisi kuesioner 1. Pria Nominal
dan wanita 2. Wanita
4 Status Gizi Kondisi yang menggambarkan Kuesioner Mengisi kuesioner 1. Kurus = Ordinal
keadaan gizi pekerja dengan <17,0-18,4
menghitung IMT berdasarkan 2. Normal =
skor berat badan (dalam kg) 18,5-25,0
dibagi dengan tinggi badan 3. berat =
(dalam m) yang dikuadratkan. 25,1-27,0
Pekerjadengan status gizi tidak ( Kemenkes
normal (kurus dan gemuk) RI)
lebih berisiko mengalami
kelelahan kerja.

Faktor Eksternal
5 Beban Kerja Beban yang dialami oleh Kuesioner Mengisi kuesioner 1. rendah = Ordinal
pekerja sebagai akibat dari 10-33
pekerjaan yang telah 2. sedang =
dilakukan. Semakin tinggi 34-57
beban kerja maka akan lebih 3. Tinggi =
berisiko untuk mengalami
kelelahan 57-79
4. sangat
tinggi = 80-
100
6 Lama Kerja Total waktu waktu bekerja dari Kuesioner Mengisi kuesioner 1. Tidak Ordinal
awal masuk kerja hingga Sesuai (> 8
sampai waktu kerja selesai, Jam Kerja /
bekerja dengan lama kerja > 8 hari)
jam kerja / hari berisiko untuk 2. Sesuai (≤ 8
mengalami kelelahan. Jam Kerja /
hari)

3.3 Hipotesis
a. Ada hubungan yang signifikan antara usia responden dengan
kelelahan kerja pada pekerja PT. Rita Jaya Beef.
b. Ada hubungan yang signifikan antara Jenis kelamin dengan
kelelahan kerja pada pekerja PT. Rita Jaya Beef.
c. Ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan
kelelahan kerja pada pekerja PT. Rita Jaya Beef.
d. Ada hubungan yang signifikan antara Beban Kerja dengan
kelelahan kerja pada pekerja PT. Rita Jaya Beef.
e. Ada hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan
kelelahan kerja pada pekerja PT. Rita Jaya Beef.
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Kerangka Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan
menggunakan metode penelitian survey analitik dengan desain
penelitian cross sectional dan data dianalisis secara deskriptif
analitik. Metode penelitian survey analitik merupakan sebuah
penelitian yang menganalisa dinamika antara hubungan dengan
suatu fenomena. Penelitian survey analitik bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana keterlibatan dari suatu factor terhadap
terjadinya suatu kejadian dari analisa korelasi. Pada penelitian
ini digunakan pendekatan cross sectional. Pendekatan cross
sectional adalah penelitian yang dimana menekan waktu
pengukuran atau observasi data variable dependen dan variable
Independen yang dihitung sekaligus dalam waktu yang sama
atau satu kali (Notoatmodjo, 2018).
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Jl. Rw. Mangun No.8,
RT.13/RW.14, Rawamangun, Kec. Pulo Gadung, Kota Jakarta
Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13220. Pada bulan
Agustus 2023
4.3 Populasi dan sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja di PT.
Rita Jaya Beef. Berdasarkan data yang diperoleh, sebanyak 110
pekerja yang bekerja di PT. Rita Jaya Beef.
4.3.2 Sampel
Dalam menentukan jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan jenis sampling jenuh yaitu jumlah
sampel menggunakan jumlah populasi pekerja yang bekerja di
PT. Rita Jaya Beef.
4.3.2.1 Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Pekerja yang bekerja di PT. Rita Jaya Beef
b. Pekerja yang bersedia menjadi responden
4.3.2.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria Ekslusi pada penelitian ini meliputi :
a. Pekerja yang sedang cuti atau tidak masuk kerja
b. Pekerja prempuan yang sedang hamil
4.4 Instrumen Penelitian
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini, meliputi:
4.4.1 Kuesioner digunakan untuk meneliti faktor - faktor yang
memengaruhi Kelelahan Kerja
4.5 Pengumpulan Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data
skunder, yaitu:
4.5.1 Data Primer
a. Data karakteristik responden diperoleh secara langsung
melalui kuesioner yang diisi oleh pekerja di PT. Rita
Jaya Beef.
4.6 Pengelolahan Data
Pengolahan data yang telah diperoleh dapat dilakukan
beberapa tahap, sebagai berikut :
4.6.1. Editing
Sebelum data di analisis, data perlu di editter lebih
dahulu. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa
jawaban kuesioner lengkap , konsisten, dan tidak ada
kesalahan jawaban dalam kuesioner, sehingga dapat
diperbaiki jika ada kesalahan atau keraguan.
4.6.2. Coding
Proses mengubah data kalimat menjadi data angka atau
bilangan.
4.6.3. Entry
Data yang telah diberi kode dimasukkan ke dalam
program komputer agar dapat di analisis lebih lanjut.
4.6.4. Cleaning
Proses memeriksa kembali data yang telah dimasukkan
ke dalam program komputer. Untuk memastikan ada
tidaknya kesalahan kode, kelengkapan data atau kesalahan
lainnya,yang kemudian dapat dilakukan perbaikan.
4.7 Analisis Data
4.7.1. Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk mengambarkan
karakteristik dari variable dependen dan independen. Hasil dari
analisa univariat adalah presentase dan distribusi frekuensi pada
setiap variable (Notoatmodjo, 2018). Variabel yang di analis
dalam penelitian ini adalah Kelelehan Kerja, usia responden,
jenis kelamin, status gizi, beban kerja dan lama kerja.
4.7.2. AnalisisBivariat
Analisa bivariat bertujuan untuk menjelaskan hubungan
antara dua variabel yang diduga memiliki korelasi
(Notoatmodjo, 2018) .
Analisa bivariat dalam penelitian ini yang digunakan oleh
peneliti adalah Uji Chi-Square. Uji Chi-Square merupakan
analisa yang dilakukan untuk menentukan hubungan statistic
antara variabel independent dan variable dependen. Prinsip uji
ini ialah membandingkan frekuensi yang teruji dengan frekuensi
harapan. Dalam uji ini dapat mengetahui kemaknaan hubungan
antara variable dependen dan variable dependen. Hasil
perhitungan statistik yang diukur dengan batas kemaknaan alfa
0,05. Kemudian dilihat juga Odd Ratio (OR) (Hastono, 2007
dalamSavitri, 2022)
Hasil perhitungan statistic dapat dilihat pada batas
kemaknaan (p-value) 0,05yaitu:
a. Hasil perhitungan statistic bermakna / berhubungan jika di
dapatkan p-value <0,05.
b. Hasil perhitungan statistic tidak bermakna / berhubungan,
jika di dapatkan p-value >0,05.
Ketentuan dalam uji Chi Square (Besral, 2005 dalam
Savitri, 2022)
a. Apabila pada tabel 2x2 diketahui nilai Expected kurangdari 5
maka digunakan Fisher Exact Test
b. Apabila pada tabel 2x2 dan tidak terdapat nilai E dari 5 maka
digunakan Continuity Correction
c. Apabila table lebih dari 2x2, misal 2x3 atau 3x2 maka
digunakan Person Chi Square
Menggabungkan masing-masing variabel independen
dengan variabel dependen. Dalam tabulasi silang 2x2, nilai OR
di cari untuk menentukan derajat hubungan antara variabel
independent dan dependen.
Interprestasi Nilai OR sebagaiberikut;
a. Apabila OR = 1, maka ada hubungan yang signifikan
anatara variabel independent dengan variable dependen
b. Apabila OR < 1, maka hubungan antara variabel
independent dengan variable dependen bersifat negatif
c. Apabila OR > 1, maka hubungan antara variabel
independent dengan variable dependen bersifat positif.
4.8 Penyajian Data
Penyajian data berupa bentuk teks dan tabel, bentuk teks
digunakan untuk penyajian keterangan dan table digunakan
untuk penyajian hasil statistik yang di analisis menggunakan
software pengolahan data.
DAFTAR PUSTAKA

Maharja, (2015). Analisis Tingkat Kelelahan Kerja Berdasarkan


Beban Kerja Fisik Perawat di Instalasi Rawat Inap RSU Haji
Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and
Health, Vol. 4, No. 1: 93-102.
https://pdfs.semanticscholar.org/543e/
f385916e30cf1aa9e7d5e0afb9ca9aff67a5.pdf
Verawati, L. (2016). Hubungan Tingkat Kelelahan Subjektif dengan
Produktivitas pada Tenaga Kerja Bagian Pengemasan di CV
Sumber Barokah. The Indonesian Journal of Occupational
Safety and Health. 5(1): 51-60.
https://pdfs.semanticscholar.org/543e/
f385916e30cf1aa9e7d5e0afb9ca9aff67a5.pdf
Mustofani and Dwiyanti, E. (2019). Relationship between Work
Climate and Physical Workload with Work-Related Fatigue.
The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. 8(2):
150-157.
https://pdfs.semanticscholar.org/543e/
f385916e30cf1aa9e7d5e0afb9ca9aff67a5.pdf
Suma’mur, P. K. (2014). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
(Hiperkes). Jakarta: PT. Sagung Seto.
https://pdfs.semanticscholar.org/543e/
f385916e30cf1aa9e7d5e0afb9ca9aff67a5.pdf
Juliana, M., Camelia, A. dan Rahmiwati, A. (2018). Analisis Faktor
Risiko Kelelahan Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi PT.
Arwana Anugrah Keramik, Tbk. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat. 9(1): 53–63.
https://pdfs.semanticscholar.org/543e/
f385916e30cf1aa9e7d5e0afb9ca9aff67a5.pdf
Arwina Bangun, H., Nababan, D., & Yuliana, E. (2019). Hubungan
Karakteristik Pekerja dan Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja
Pemanen Sawit PT. Bakrie. Jurnal Endurance, 4(3), 583.
https://doi.org/10.22216/jen.v4i3.3973
Hermawan, B., Soebijanto, S., Haryono, W., 2017. Sikap dan Beban Kerja
dan Kelelahan Kerja pada Pekerja Pabrik Produksi Aluminium di
Yogyakarta. Ber. Kedokt. Masy. (BKM J. Community Med. Public
Heal. 33, Pp. 213-218.
Suma’mur 1989. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta
Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia:
Teori dan Praktik. Surakarta: Yuma Pustaka.
Sartono, Martaferry and Winaresmi (2016) ‘Hubungan Faktor Internal
dan Faktor Eksternal Karyawan Dengan Kelelahan Kerja pada
Karyawan Laundry Garment di Bagian Produksi CV. Sinergie
Laundry Jakarta Barat’, Artikel Kesehatan Masyarakat, 1(1), pp.
64–72.
Hidayat. 2003. Bahaya Laten Kelelahan Kerja. Jakarta: Harian Rakyat
Ihsania, (2020). analisis faktor risiko kelelahan kerja subjektif pada
kurir pengantar barang di wilayah tangerang selatan tahun 2020.
in prosiding forum ilmiah tahunan (fit) iakmi. 1-8.
Paulina dan Salbiah. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kelelahan pada Pekerja di PT Kalimantan Steel. Jurnal Vokasi
Kesehatan, Vol. 2, No. 2 Juli 2016 ISSN 165 - 172.
ILO. 2003. Encyclopedia of Occupational Health and Safety,
Geneva.Industrial Engineer, Fatal Work Injuries down.
Suma’mur. 2009. Hiegiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja.
Jakarta : CV Sagung Seto.
Tarwaka, Sholichul, Lilik Sudiajeng, 2004. Ergonomi Untuk
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas.
Tarwaka. 2014. Ergonomi Industri Revisi Edisi II. Surakarta: Harapan
Press
Setyawati. 2010. Selintas Tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta:
Asmara Books.
Atiqoh, J., Wahyuni, I., Lestantyo, D. (2014). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Konveksi
Bagian Penjahitan di CV. Aneka Garment Gunungpati
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat FKM Undip 2(2): 119-
122
Setyowati D, Shaluhiyah Z, Widjasena B. Penyebab Kelelahan Kerja
pada Pekerja Mebel. 2014:386-392
Budiono, S . 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Surabaya.
Robbins, P. Stephen. (2006). Perilaku Organisasi. Edisi Sepuluh.
Diterjemahkan oleh: Drs. Benyamin Molan. Erlangga, Jakarta.
Handoko, Hani T., 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Hasibuan, Y. (2010). Hubungan Kelelahan Kerja dan Kepuasan Kerja
dengan Produktivitas Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSU
Dr. Tengku Mansyur Tanjung Balai.
Roshadi, I., 2014. Hubungan Antara Perasaan Kelelahan Kerja
Dengan Produktivitas Kerja Karyawan di Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Keperawatan, 2
Widiasari, R., Isharyani, M. E., & Lina Dianati Fatimahhayati. (2017).
Analisa Beban Kerja Mental Dan Kelelahan Kerja Pada Pekerja
PT. Gapura Angkasa Balikpapan Unit Operation. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi IV.
Juniar, H. H., Astuti, R. D. Dan Iftadi, I. (2017) “Analisis Sistem
Kerja Shift Terhadap Tingkat Kelelahan dan Pengukuran Beban
Kerja Fisik Perawat RSUD Karanganyar,” PERFORMA : Media
Ilmiah Teknik Industri, 16(1), hal. 44–53. Doi:
10.20961/performa.16.1.12750.
Meshkati, N. (1988). Human Mental Workload

Anda mungkin juga menyukai