Anda di halaman 1dari 21

Mata Kuliah : Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja Lanjut

Dosen : dr. M. Furqaan Naeim, M.Sc.,Ph.D

IKHTISAR DAN RANGKUMAN KEPUSTAKAAN


HUBUNGAN PEKERJAAN DENGAN KESEHATAN
PADA BENGKEL PEMELIHARAAN MOBIL

KELOMPOK 2

Nur Akifa sartika putri K012211017


Aulia Apriliani K012211025
Alfina Hutbatul Ummah K012211026
Afiah Gani K012211033

PROGRAM PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pekerjaan umumnya merupakan cara yang paling penting untuk memperoleh
ekonomi yang memadai dimana ekonomi merupakan sumber daya yang penting untuk
kesejahteraan materi dan partisipasi penuh dalam masyarakat saat ini;Pekerjaan
memenuhi kebutuhan psikososial yang penting dalam masyarakat di mana pekerjaan
adalah norma;Pekerjaan adalah pusat identitas individu, peran sosial dan status
sosial;Pekerjaan dan status sosial-ekonomi adalah pendorong utama dari gradien sosial
dalam fisikdan kesehatan mental dan kematian ; berbagai aspek fisik dan psikososial
pekerjaan juga dapat menjadi bahaya dan menimbulkan risiko untukkesehatan (Burton et
al. 2006).
Lingkungan kerja dapat berupa apa saja yang ada di sekitar karyawan dan dapat
mempengaruhi bagaimana ia melakukan tugasnya. Alex S.Nitisemito (1992) menyatakan
bahwa lingkungan kerja adalah suatu kondisi eksternal dan internal yang dapat
mempengaruhi semangat kerja dan mengakibatkan pekerjaan segera selesai. Menurut
Sedarmayanti (2003), lingkungan kerja yang layak adalah suatu kondisi dimana individu
dapat melakukan pekerjaannya dengan cara yang ideal, aman, sehat, dan nyaman. Oleh
karena itu, banyak penelitian yang mengklasifikasikan lingkungan kerja menjadi
lingkungan yang beracun dan kondusif (Akinyele, 2010; Chaddha, Pandey dan Noida,
2011; Yusuf dan Metiboba, 2012; Assaf dan Alswalha, 2013). McGuire dan McLaren
(2007) percaya bahwa lingkungan fisik organisasi terutama tata letak dan desainnya dapat
memengaruhi perilaku karyawan di tempat kerja. Seperti yang ditunjukkan oleh
Nitisemito (2001), beberapa faktor yang mempengaruhi tempat kerja antara lain:
kebersihan, air, pencahayaan, pewarnaan, keamanan dan musik (Khaled & Haneen, 2017)
(Mangkunegara, 2009: 123) dalam Adhika, Resa, N,I (2020) Keselamatan dan
kesehatan kerja adalah upaya untuk menjamin dan memelihara kesehatan jasmani
dan rohani serta keutuhan tenaga kerja, khususnya manusia, menuju masyarakat
yang adil dan makmur. Keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk salah satu program
pemeliharaan di perusahaan. Penyelenggaraan programkeselamatan dan kesehatan kerja
bagi karyawan sangat penting karena bertujuan untuk menciptakan suatu kesatuan sistem
keselamatan dan kesehatan kerja yang melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja,
kondisi dan lingkungan kerja yang terpadu guna mengurangi kecelakaan. Masalah
kesehatan dan keselamatan kerja tidak semata mata menjadi tanggung jawab pemerintah
tetapi menjadi tanggung jawab semua pihak yaitu pengusaha, pekerja dan masyarakat.
Pendekatan tradisional terhadap kesehatan dan keselamatan kerja memandang pekerjaan
sebagai potensi bahaya dan menekankan efek buruk dari pekerjaan pada kesehatan, dan
kesehatan yang buruk pada kapasitas untuk bekerja. (Borton et al. 2006).
Masalah yang berhubungan dengan pekerjaan dapat mempengaruhi kesehatan fisik,
emosional dan mental kita.Beberapa orangmengalami ketidakpuasan kerja karena mereka
tidak bahagia atau tidak aman di tempat kerja. Ketidakberdayaan adalah masalah
kesehatan masyarakat yang penting baik di tingkat lokal maupunnasional dan disorot
dalam banyak strategi kesehatan dan kesejahteraan.Ada juga dasar bukti yang jelas yang
menunjukkan bahwa bagi sebagian besar orang yang 'bekerjadengan baik' lebih baik
untuk kesehatan mereka daripada tidak bekerja.'Kerja yang baik' berarti tidak hanya
memiliki lingkungan kerja yang aman tetapi jugamemiliki rasa aman, otonomi,
manajemen lini dan komunikasi yang baik dalam suatu organisasi (Varney, J. 2016)
Peralatan yang bagus dan mudah digunakan akan meringankan pekerjaan bagi
mekanik disaat melakukan perkerjaannya (service). Tetapi disamping meringankan
pekerjaan, peralatan tersebut juga bisa menimbulkan resiko terjadinya kecelakaan disaat
bekerja. Maka dari itu dibutuhkan softskill dan hardskill untuk mengoperasikan alat kerja.
Alat pelindung diri (APD) merupakan suatu alat yang berguna untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja, pencemaran lingkungan, serta penyakit yang mungkin timbul di
lingkungan kerja. Oleh karena itu kesadaran memerhatikan keselamatan dan kesehatan
kerja sangatlah penting dalam lingkungan kerja suatu perusahaan (Saputra, E, B, dkk.
2020)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mekanisme Hubungan Atau Pengaruh Pekerjaan Terhadap Kesehatan Fisik


Kesehatan merupakan hal mendasar bagi kesejahteraan manusia, pekerjaan
merupakan bagian integral dari kehidupan modern. Dalam masyarakat modern,
pekerjaan menyediakan materi untuk kehidupan dan kesejahteraan. Pekerjaan dan
tempat kerja kita dapat berdampak besar pada kesehatan dan kesejahteraan kita.
Faktanya, pekerjaan dapat berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung
pada individu, keluarga dan komunitas (Burton et al. 2006).
Beberapa faktor risiko fisik dan psikososial dalam pekerjaan dapat
mempengaruhi pensiun dini dari pekerjaan. Di antara pekerja dengan fisik yang
tinggi beban karena penanganan bahan manual dan postur canggung, seperti
konstruksi pekerja, kontak yang terlalu lama dengan beban fisik meningkatkan risiko
kecacatan. Saat ini di sebagian besar negara Eropa, disabilitas merupakan masalah
utama dan masalah sosial. Di berbagai negara proporsi orang tidak aktif karena
disabilitas melebihi proporsi orang yang menganggur, dan biaya disabilitas secara
signifikan lebih tinggi daripada biaya pengangguran (Alavinia M.S. 2008)
Cedera di tempat kerja dapat terjadi sebagai akibat dari : Terlalu sering
menggunakan atau teknik penanganan yang buruk, Kebisingan atau polusi udara,
Kecelakaan kendaraan, Kegagalan alat atau mesin atau penyalahgunaan, Jatuh,
sengatan listrik, Tenggelam, Kecelakaan dengan barang berbahaya atau zat
berbahaya – misalnya percikan cairan, Mati lemas atau asfiksia, Infeksi, Kekerasan
(Victoria State Government. 2012)
Pada bengkel pemeliharaan mobil, kondisi area kerja bengkel harus memiliki
suhu udara yang stabil, di mana jika area kerja tersebut memiliki suhu diatas suhu
pada umumnya maka akan mengakibatkan pekerjamengalami dehidrasi, demikian
juga denganmasalah mengenai kelembaban udara, getaran yangdisebabkan peralatan,
suara bising, buanganpelumas serta bahan bakar, pencahayaan serta sisadari suku
cadang. Semua tersebut jika tak diperlakukan secara optimal maka akan
menyebabkankecelakaan kerja (Budijanto. 2018)
Hasil survey awal dan wawancara pada beberapa bengkel mobil di
Kota Kendari didapatkan bahwa sering terjadi kecelakan ditempat kerja baik itu
kecelakaan ringan maupun kecelakaan berat. Namun, terkadang kecelakaan
tersebut tidakdilaporkan atau mendapatkan penangan denganalasan bukan
merupakan masalah kesehatan yangserius dan dianggap tidak mengurangi
produktifitas kerja. Selain itu dari hasil observasi terdapat banyak sumber
bahaya di beberapa bengkel yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja, dan
dilihat dari jenis pekerjaan yang sangat berpotensi terjadinya kecelakaan kerja,
hal yang mendasar berpotensiter jadinya kecelakaan kerja yaitu faktor manusia
yaituprilaku tidak aman (Unsafe action) dan factor lingkungan (Unsafe
Condition) (Aswar, dkk. 2016)
Kebutuhan kesehatan pekerja Kimberly Jinnett dan rekan menganalisis
penilaian risiko kesehatan dan data klaim kompensasi pekerja dari 17.000 pekerja di
314 perusahaan Colorado. Mereka menemukan bahwa ketidakhadiran sangat terkait
dengan tuntutan pekerjaan fisik, sedangkan kehadiran tertinggi ketika pekerjaan
menuntut secara fisik dan kognitif. (Alan, R,W. 2017)
Aswar, dkk (2016) meneliti tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kecelakaan Kerja pada Pekerja Bengkel Mobil Kota Kendari Tahun 2016,
penelitian tersebut merupakan peneilitian observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 49 orang. Penelitian tersebut
meneliti mengenai hubungan antara kecelakaan kerja dengan durasi kerja, kelelahan
kerja, sikap kerja, pengetahuan K3, serta penggunaan APD pada pekerja.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kelelahan kerja, sikap
kerja, pengetahuan K3, serta penggunaan APD dengan kecelakaan kerja.Namun
durasi kerja tidak berhubungan dengan kecelakaan kerja karena durasi kerja di
bengkel mobil tersebut disesuaikan dengan orderan sehingga pekerja tidak full time
bekerja.
Penelitian di Inggris menunjukkan bahwa dengan memperpendek jam kerja
dapat meningkatkan produktivitas setiap jam kerja. Sebaliknya dengan
memperpanjang jam kerja mengakibatkan kecepatan kerja menjadi turun dan
berkurangnya prestasi setiap jamnya. Lamanya waktu kerja berkaitan dengan
keadaan fisik tubuh pekerja. Pekerjaan fisik yang berat akan mempengaruhi
kerjaotot, kardiovaskuler, sistem pernafasan dan lainnya. Jika pekerjaan
berlangsung dalam waktu yang lama tanpa istirahat, kemampuan tubuh akan
menurun dan dapat menyebabkan kesakitan pada anggota tubuh, akan
mengalami kelelahan kerja sehingga menyebabkan kecelakaan kerja (Aswar, dkk.
2016)
Pengaruh cuaca kerja yang diakibatkan oleh paparan gas buang kendaraan
dan sirkulasi udara dapat mempengaruhi Tubuh manusia, karena tubuh memiliki
sistem untuk mempertahankan suhunya. Hal ini terjadi karena keseimbangan antara
panas yang dihasilkan didalam tubuh akibat dari metabolisme dan pertukaran panas
yang ada pada tubuh dengan lingkungan sekitar. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertukaran panas di antara tubuh dengan lingkungan sekitar adalah
konduksi, konveksi, radiasi, dan penguapan. Konduksi merupakan proses
pertukaranpanas yang ada dalam tubuh dengan benda-benda disekitarnya. Panas
tubuh dapat menghilang apabila benda-benda di sekitarnya suhunya lebih
dingin,dan dapat menambah panas tubuh apabila suhu disekitarnya juga panas.
Konveksi adalah pertukaran panas tubuh dengan lingkungan melalui kontak
udara. Tanda tubuh yang paling umum apabila mengalami suhu yangpanas
adalah dengan mengeluarkan keringat.Tekanan suhu yang tinggi pada akhirnya
dapat mengakibatkan heat cramps,heat exhaustion, heat stroke, dan miliaria (Aswar,
dkk. 2016)
Sikap terhadap kondisi kerja, kecelakaan dan praktik kerja yang aman
bisa menjadi hal yang penting karena ternyata lebih banyak persoalan yang
disebabkan oleh pekerja yang ceroboh dibandingkan dengan mesin-mesin atau
karena ke tidak pedulian karyawan. Pekerja yang tidak mendapatkan perhatian yang
serius tentang pencegahan kecelakaan kerja dalam hal ini penyuluhan dan
pengawasan K3,selain itu tidak adanya tenaga Safety Officer dimasing-masing
bengkel mobil menyebabkan pengetahuan K3 pekerja kurang sehingga tingkat
kecelakaan kerja sangat tinggi(Aswar, dkk. 2016)
Selain itu, pekerjaan yang melibatkan penggunaan bahan kimia dalam
kegiatan sehari-harinya salah satunya yaitu pekerjaan pengecatan mobil.Cat yang
digunakan merupakan susunan dari bahan kimia pewarna, pelarut, dan perekat yang
masing-masingnya memiliki potensi menyebabkan gangguan kesehatan pada
pekerja apabila masuk ke dalam tubuh pekerja. Zat kimia pelarut organik atau
Volatile Organic Compounds(VOC) yang banyak digunakan dalam cat antara lain
senyawa hidrokarbon aromatik benzena, toluena, dan xylen (Firsayanti, K. 2016).
Eka dan Mukono (2017) dalam Firsayanti, K (2016), selain bahan pelarut
dalam cat, bahan pewarna atau pigmen dalam cat yang mengandung timbal
dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah pekerja yang terpapar zat
tersebut selama bekerja. Penelitian lain yang dilakukan oleh Darwis et al.
(2018)menyatakan bahwa terdapat kandungan fenol yang melebihi batas normal
(20 mg/L) dalam urin pekerja pengecatan mobil akibat paparan benzena
yang terkandung dalam bahan cat yang digunakan. Benzena adalah cairan yang
mudah terbakar dan mudah menguap yang apabila uap benzena terhirup oleh
manusia dapat menyebabkan kelainan darah, salah satunya yaitu leukemia.
Sifat toksikan pada benzena juga dapat mengakibatkan aplastik anemia, yaitu anemia
yang diakibatkan karena rusaknya sumsum tulang, sehingga tidak bisa memproduksi
sel darah baru
Orang yang dalam pekerjaannya selalu berhubungan dengan asap
kendaraan seperti pekerja bengkel akan mendapat paparan gas buang kendaraan
jauh lebih banyak dari orang yang tidak berhubungan dengan asap kendaraan
dalam pekerjaannya. Zat timbal yang ada pada gas buangan kendaraan
bermotor berukuran kecil sehingga dapat menyebabkankannya masuk ke dalam
paru-paru melalui system pernafasan. Bila manusia yang terpapar timbal pada
batas toleransi, maka racun yang terdapat pada timbal tetap dapat bekerja dan jika
penyerapan timbal sampai nilai ambang batas atau lebih maka orang yang
terpapar timbal menunjukkan gejala keracunan timbal yang banyak menyerang
organ tubuhTimbal dengan wujud gas bisa masuk ke dalam tubuh dan diikat
oleh darah dan bisa menyebabkan dampak berbahaya pada kesehatan (Budianto.
2020)
Timbal menghalangi proses pembuatan sel darah merah sehingga
menimbulkan anemia, Larutnya timbal pada darah dalam saluran ginjal
menyebabkan rusaknya saluran ginjal karena lebihnya asam amino pada urin, Pada
pria dampak timbal seperti berkurangnya jumlah sperma dan menambah jumlah
sperma abnormal.saat pekerja terpapar timbal dengan kadar yg tinggi, para
pekerja menderita gejala kelelahan, pusing, hilang nafsu makan, depresi, dan
mudahupa. Dampak timbal pada anak dapat menurunkan IQ bahkan terhadap
paparan yang rendah (Budianto. 2020)
Faktor kebiasaan merokok merupakan salah satu factor yang menyebabkan
kadar timbal (Pb) dalam darah tinggi, hal ini karena timbal merupakan salah satu
komponen racun yang terdapat dalam sebatang rokok. Baik perokok aktif maupun
perokok pasif yang terpapar asap bagaimanapun kondisi paparan tersebut dapat
mempengaruhi kadar timbal dalam darah. Selain itu kebersihan diri yang terjaga
bisa mencegah atau mengurangijumlah timbal (Pb) yang masuk ke dalam
tubuh pekerja bengkel sepeda motor (Budianto. 2020)

B. Mekanisme Hubungan Atau Pengaruh Pekerjaan Terhadap Kesehatan Mental,


Kehidupan kerja kita adalah kontributor penting untuk apa yang membuat kita
tetap sehat dan apa yang membuat kita sakit (Sheila, et al. 2010). Situasi pandemi
saat ini telah mengakibatkan banyak perubahan mendadak dan tak terduga pada
praktik kerja yang berpotensi menciptakan ketidakpastian bagi karyawan, yang
memerlukan komunikasi rutin untuk memastikan kejelasan seputar ekspektasi peran,
ukuran kinerja yang jelas, beban kerja yang sesuai, dan akses ke dukungan sumber
daya manusia (Oakman, dkk. 2020)
Pada pekerja bengkel, pandemic Covid-19 memberikan efek negative dimana
tingkat stress pekerja meningkat dikarenakan turunnya pendapatan akibat dari WAH
(Work at Home) sehingga intensitas kendaraan yang beroperasi menjadi sedikit.
Namun jam kerja yang panjang juga bias menimbulkan efek yang kurang baik bagi
pekerja akibat kelelahan dalam bekerja. Sebuah meta-analisis studi longitudinal
tentang hubungan antara kesehatan dan keluar dari pekerjaan yang dibayar
menemukan bahwa kesehatan yang buruk (Larisa & Rachel, 2018).
Studi lain yang secara bersamaan memeriksa dan membandingkan efek relatif
pengangguran pada kesehatan mental dan kesehatan mental pada status pekerjaan
dalam sampel populasi umum tunggal menemukan kesehatan mental menjadi
konsekuensi dan faktor risiko pengangguran. Namun, bukti untuk pria khususnya
menunjukkan bahwa kesehatan mental adalah prediktor yang lebih kuat dari
pengangguran berikutnya daripada pengangguran adalah prediktor kesehatan mental
berikutnya (Larisa & Rachel, 2018).
Penelitian tambahan menunjukkan bahwa, dalam beberapa kasus,
karakteristik individu seperti pendapatan, ras, jenis kelamin, atau tingkat pendidikan
dapat memediasi hubungan antara kesehatan yang buruk dan pengangguran.
Penelitian juga menunjukkan bahwa kebutuhan yang tidak terpenuhi untuk
perawatan kesehatan mental atau gangguan penggunaan zat menghasilkan kesulitan
yang lebih besar untuk dapat dan mempertahankan kesehatan mental (Larisa &
Rachel, 2018)
Efek buruk pada kesehatan mental diamati pada karyawan yang bekerja
berjam-jam. Beban kerja yang berlebihan meningkatkan kelelahan pekerja dan
dengan demikian secara negatif mempengaruhi persepsi subjektif kesehatan. Selain
itu, kecemasan dan depresi lebih sering terjadi pada kelompok yang bekerja berjam-
jam. Dampak negatif pada kesehatan mental diwujudkan dalam banyak hal, termasuk
stres, depresi, dan ide bunuh diri.Ini adalah isu-isu penting tidak hanya untuk
individu tetapi juga untuk masyarakat (Sungjin, Park, et al. 2020)
Studi yang telah mengeksplorasi hubungan antara jumlah dan jenis risiko atau
kondisi kesehatan dan ketidakhadiran telah menemukan stres, depresi, dan tindakan
terkait kesehatan mental lainnya menjadi signifikan. Indeks massa tubuh yang tinggi
juga telah terbukti memainkan peran penting dalam ketidakhadiran karyawan.
Meskipun relatif sedikit penelitian yang menganalisis hubungan antara risiko
kesehatan dan ketidakhadiran karyawan, satu penelitian menemukan bahwa jumlah
risiko kesehatan yang lebih tinggi berhubungan dengan kinerja kerja yang lebih
rendah. (Myde Boles, et al, 2004)
Depresi dapat terjadi pada orang yang sering terkena stres, yang mengarah
pada perkembangan penyakit dan kualitas hidup yang buruk, dan pada akhirnya
dapat menyebabkan pemikiran bunuh diri yang serius. Pada gilirannya, impuls bunuh
diri memiliki dampak yang signifikan pada kualitas kesehatan mental dan fisik dan
dapat berkontribusi besar pada beban penyakit di seluruh dunia. Banyak negara
bertujuan untuk membatasi jam kerja karyawannya, karena diketahui bahwa jam
kerja yang lebih lama berdampak negatif pada kesehatan. Di sisi lain, waktu luang
dan istirahat yang terbatas bagi karyawan dengan jam kerja yang panjang, yang pada
akhirnya memberikan tekanan pada individu dan dapat berdampak negatif pada
kesehatan mentalnya (Sungjin, Park, et al. 2020)
Dalam tinjauan mereka tentang sejarah psikologi kesehatan kerja, Barling dan
Griffiths (2003) menyebutkan artikel Karasek (1979) tentang model kontrol
permintaan stres kerja sebagai salah satu laporan paling berpengaruh di lapangan.
Hal yang sama berlaku untuk publikasi model dalam versinya yang lebih lanjut,
model DCS (Karasek & Theorell, 1990). Model permintaan-kontrol berpendapat
bahwa sumber utama stres dapat ditemukan dalam dua karakteristik pekerjaan dasar:
tuntutan pekerjaan dan garis lintang keputusan pekerjaan. Menurut model, pekerjaan
yang paling cenderung membawa reaksi stres terkait pekerjaan (seperti kelelahan dan
keluhan psikosomatik) adalah mereka yang menggabungkan tuntutan tinggi dan
kebebasan keputusan yang rendah.Sebaliknya, kombinasi tuntutan rendah dan garis
lintang keputusan yang tinggi dianggap menghasilkan tidak adanya reaksi kesehatan
yang merugikan (Marc, et.al, 2005)
Selama dua decade terakhir model DCS telah menjadi titik acuan paling
penting untuk penelitian tentang dampak situasional pekerjaan terhadap kesehatan
dan kesejahteraan karyawan. Namun model DCS belum menjelaskan mengenai
konsep “keseimbangan” dari satu pekerjaan terhadap yang lain. Untuk itu
dikembangkan model alternative JDR yang berakar pada keseimbangan model stress
kerja. Teori ini mengasumsikan bahwa kesejahteraan dan kesehatan terkait dengan
dua kategori umum karakteristik pekerjaan yaitu tuntutan pekerjaan dan sumberdaya
(Marc, et.al, 2005). Terkait dengan pekerja bengkel, tuntutan pekerjaan yang tinggi
harus diselaraskan dengan sumberdaya yang cukup. Jika terjadi ketimpangan di salah
satunya maka akan berpengaruh pada kecemasan pekerja akibat tidak terpenuhinya
tuntutan kerja
Seiring dengan pertumbuhan penduduk di Indonesia yang sangat pesat, pasti
akan diikuti oleh pertumbuhan jumlah kebutuhan transportasi yang juga ikut
meningkat, dan setiap alat transportasi membutuhkan jasa pemeliharaan untuk
menjaga agar alat transportasinya tetap dapat difungsikan. Dampak dari aktivitas
maintenance dari bengkel pemeliharaan mobil berupa bising yang tidak diinginkan
atau kebisingan yang telah melampaui nilai ambang batas yang telah ditetapkan.
Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja no.Kep.51/Men/1999 disebutkan bahwa
nilai ambang batas untuk kebisingan adalah 85 dB untuk waktu pemaparan 8 jam
sehari dan 40 jam seminggu. (Kursiah, 2016)
Penelitian mengenai pengaruh kondisi kerja terhadap terjadinya stress kerja
pada pegawai lembaga pemasyarakatan, yang dilakukan oleh Sumarni (2009)
menunjukkan hasil adanya hubungan yang bermakna antara kondisi kerja dengan
stress kerja, dimana kondisi kerja yang kurang menyenangkan akan semakin tinggi
tingkat stress kerja (Kursiah, 2016)
Lingkungan kerja fisik dapat berpengaruh terhadap tenaga kerja, sehingga
dapat menimbulkan gangguan psikologis berupa terjadinya stres kerja (Nitisemito,
2000 ). Berdasarkan hasil penelitian Kursiah (2016) para pekerja mengatakan cepat
merasa lelah, pusing dan kurang nyaman dalam bekerja. Dan diantara pekerja ada
yang menggunakan alat pelindung diri ( APD ) saat proses pemotongan besi dan ada
yang tidak menggunakan APD
Kebisingan juga dapat mengganggu kesehatan non-auditori seperti gangguan
fisiologis tubuh, gangguan psikologis, dan gangguan komunikasi. Beberapa studi
telah menunjukkan adanya hubungan paparan kebisingan dengan munculnya stres
psikologis pada pekerja industry. Menurut Environmental Expert Council (EEC) of
Germany, kebisingan adalah sumber utama dari stres parah (Made, 2019)
Jika pekerja bekerja terlalu banyak, maka itu hanya akan berarti bahwa akan
menyebabkan tubuh dan pikiran mengalami lebih banyak stres, dan itu akan
menghambat fungsi sistem kekebalan tubuh ke titik di mana jauh lebih mungkin
untuk terkena penyakit dimasa depan. Ini jelas tidak baik sama sekali untuk
kesehatan, maka pekerja harus berusaha untuk mengambil istirahat secara teratur
ketika bisa, sehingga akan menjaga stres agar tidak menjadi terlalu banyak (Lyndsin
Real Life. 2019)
Pada penelitian (Ahmad & Hendra) memiliki kesimpulan yaitu
kepemimpinan kepala mekanik dan kedisiplinan mekanik memang memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja mekanik di bengkel bunul malang. Hal ini
menjadi tanda bahwa hubungan timbal balik antara kepala bengkel dan mekanik
yang baik akan mampu menciptakan kinerja yang diharapkan. Khusus untuk bengkel
bunul, kedisiplinan memiliki prioritas untuk ditingkatkan karena awal dari sebuah
kedisiplinan mekanik berawal dari kenyamanan bekerja karena kesesuaian karakter
antara mekanik dan kepala mekanik. Jika memang terjadi tindakan kurang tegas
kepala bengkel terhadap mekanik, sejatinya hanya sebagian dari bentuk toleransi
yang diberikan kepala bengkel kepada mekanik, dimana hal ini jangan sampai di
salah artikan oleh pihak manajemen (Ahmad, N,Y. 2021)

C. Pengaruh Positif Pekerjaan Terhadap Kesehatan, Pengaruh Negatif Pekerjaan


Terhadap Kesehatan,
Jumlah transportasi yang semakin meningkat dipicu oleh pertumbuhan
populasi dan kendaraan bermotor. Hal ini mendorong jumlah kegiatan usaha bengkel
yang melayani jasa perawatan dan perbaikan kendaraan bermotor. Bengkel adalah
tempat di mana seseorang mekanik melakukan pekerjaannya melayani jasa perbaikan
dan perawatan kendaraan. Perkembangan kegiatan usaha bengkel banyak terjadi di
kota-kota besar, kegiatan usaha bengkel memiliki dampak positif dan dampak negatif.
Dampak positifnya adalah memberi kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD),
memberikan kesejahteraan, serta memberikan kesempatan kerja (Apri, 2012).
Sebaliknya, kegiatan usaha bengkel berpotensi menimbulkan persoalan
lingkungan yang berupa kebisingan, pencemaran tanah, pencemaran air, pencemaran
udara, ataupun gangguan kesehatan. Selain itu, persoalan lingkungan yang lebih
serius dapat ditimbulkan oleh limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang berupa
oli bekas yang selanjutnya disebut minyak pelumas bekas sebagai akibat dari kegiatan
usaha bengkel. Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung B3. Karena sifatnya yang beracun dan berbahaya, limbah minyak
pelumas bekas perlu dikelola dengan baik guna untuk mengurangi resiko terjadinya
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup (Apri, 2012).
Adapun pengertian pengelolaan limbah B3 termasuk di dalamnya limbah
pelumas bekas adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan.
Banyak pengusaha bengkel membuang (dumping) limbah B3 ke media lingkungan
hidup, seperti ke gorong-gorong ataupun ke sungai, tanpa izin dan tidak melalui
proses netralisasi atau penurunan kadar racun limbah B3 terlebih dahulu. Karena
pengelolaan limbah minyak pelumas bekas beresiko terhadap lingkungan dan
kesehatan, maka limbah minyak pelumas bekas perlu dikelola dengan serius, salah
satunya berkaitan dengan persoalan penandaan (simbol dan label). Menurut Pasal 2
Ayat (1) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2013 tentang
Simbol dan Limbah B3, setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 wajib
melakukan pemberian simbol dan pelabelan limbah B3 yang dikelolanya. Di dalam
kehidupan sehari-hari, para pengusaha bengkel di Kota Yogyakarta tidak memberi
simbol dan label limbah B3 pada tempat penyimpanan limbah minyak pelumas bekas,
padahal penandaan limbah B3 penting untuk memberikan identitas limbah sehingga
kehadiran limbah B3 dalam suatu tempat dapat dikenali.
Kegiatan usaha bengkel memiliki dampak positif maupun dampak negatif.
Pada pekerjaan memberikan banyak manfaat seperti benefit keuangan. Memiliki
pekerjaan dapat memberikan individu rasa tujuan, rutinitas dan alasan untuk bangun
dari tempat tidur di pagi hari. Pekerjaan juga dapat berdampak positif pada
kesejahteraan dengan cara berikut : dengan membina hubungan social, pekerjaan
memberikan kesempatan untuk bertemu orang baru dan terhubung dengan orang lain.
Interaksi yang terjadi antar karyawan dapat mengakibatkan beberapa faktor yang
memiliki dampak positif pada kesejahteraan karyawan, termasuk kepercayaan dan
dukungan sosial (Conventry University. 2020)
CIPD (2012) Dengan melibatkan individu, hubungan antara keterlibatan
karyawan dan produktivitas adalah baik untuk diketahui. Namun, sedikit yang
diketahui tentang hubungan antara pertunangan dan kesejahteraan karyawan.
Penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan karyawan dapat memiliki dampak positif
dan berpengaruh signifikan pada organisasi tetapi berpendapat bahwa manajer
memainkan peran penting dalam memastikan keterlibatan dan kesejahteraan
(Conventry University. 2020)
Dan adapun dampak positifnya secara umum adalah dapat memberikan
kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD), memberikan kesejahteraan, dan
memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat. Adanya bengkel juga memudahkan
konsumen dalam membetulkan, memperbaiki, dan merawat kendaraan bermotor agar
tetap memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Dampak negatif yang dapat
ditimbulkan oleh kegiatan usaha bengkel adalah berpotensi menimbulkan persoalan
lingkungan dan kesehatan manusia Dengan karakteistik yang dimilikinya, B3
mempengaruhi kesehatan dengan mencelakakan manusia secara langsung (akibat
ledakan, kebakaran, reaktif dan korosif) dan maupun tidak langsung (toksik akut dan
kronis) bagi manusia. Zat toksik yang dihasilkan oleh limbah B3 masuk ke tubuh
manusia melalui:
 Oral yaitu melalui mulut kemudian saluran pencernaan, sulit mencapai
peredaran darah;
 Inhalasi yaitu melalui saluranpernapasan, bersifat cepat memasuki peredaran
darah;
 Dermal yaitu melalui kulit sehingga mudah masuk ke dalam peredaran darah
 Peritonial yaitu melalui suntikan, langsung memasuki peredaran darah.
Pengaruh limbah B3 terhadap mahluk hidup, khususnya manusia terdiri atas 2
kategori yaitu: (1) efek akut, dan (2) efek kronis. Efek akut dapat menimbulkan
akibat berupa kerusakan susunan syaraf, kerusakan sistem pencernaan, kerusakan
sistem kardio vasculer, kerusakan sistem pernafasan, kerusakan pada kulit, dan
kematian. Sementara itu, efek kronis dapat menimbulkan efek karsinogenik
(pendorong terjadinya kanker), efek mutagenik (pendorong mutasi sel tubuh), efek
teratogenik (pendorong terjadinya cacat bawaan), dan kerusakan sistem reproduksi.
Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn
serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfide, fenol dan sebagainya.
Selain itu jam kerja yang panjang diketahui mempengaruhi kesehatan secara
negatif. Salah satu penyebabnya adalah perilaku tidak sehat yang terkait dengan kerja
lembur, seperti peningkatan konsumsi alkohol dan kurang olahraga. Selain itu,
karyawan yang bekerja berjam-jam mungkin tidak punya waktu untuk mencari
dampak negatif pada kesehatan perawatan medis yang tepat ketika mereka jatuh
sakit. Selain itu, jam kerja yang panjang dapat menyebabkan hipertensi, diabetes, dan
sindrom metabolik dan terkait erat dengan penyakit jantung iskemik, stroke, dan
peningkatan kematian (Sungjin, 2019).
Studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja penting
untuk melindungi karyawan melalui pengendalian penyakit dan kecelakaan kerja dan
untuk menghilangkan bahaya yang mengancam kesehatan pekerja. Studi semacam
itu diperlukan untuk menjaga kualitas kerja dan lingkungan kerja dan untuk
mengembangkan masyarakat yang pada akhirnya mencapai pembangunan
berkelanjutan. Jam kerja yang panjang adalah fenomena di mana-mana di sebagian
besar organisasi dan perusahaan di mana lamanya waktu yang dihabiskan untuk
bekerja, yang terdiri dari tugas utama pekerjaan, tugas terkait, perjalanan, dan
perjalanan, terlalu lama dan merugikan kesehatan pekerja secara langsung atau tidak
langsung. Studi epidemiologis telah menunjukkan efek negatif dari jam kerja yang
panjang pada risiko penyakit kardiovaskular. kelelahan kronis, stres; keadaan
depresi, kecemasan, kualitas tidur, semua penyebab kematian, penggunaan alkohol
dan merokok. dan kesehatan yang dirasakan sendiri, status kesehatan mental,
hipertensi, dan perilaku kesehatan Hasil serupa telah ditemukan untuk jam kerja yang
panjang oleh penelitian lain, misalnya, infark miokard. kesehatan fisik yang buruk
dan cedera, konsumsi alkohol, merokok, kurang aktivitas fisik,dan depresi. (Kapo
Wong, et al, 2019)
Persoalan lingkungan yang ditimbulkan oleh bengkel dapat berupa
kebisingan, kerusakan tanah, pencemaran air, dan pencemaran udara. Persoalan
lingkungan yang lebih serius dapat ditimbulkan oleh limbah B3 yang berupa minyak
pelumas bekas (Rozali, dkk. 2018).
Hasil produksi limbah berbentuk cair adalah bahan-bahan pencemar dalam
bentuk cairan. Hasil jenis ini mengakibatkan lingkungan menjadi kotor dan senyawa-
senyawa pencemar yang terkandung di dalamnya menyebabkan kerusakan. Selain
itu, perubahan air menjadi kotor karena dilapisi bahan berminyak dan penutupan
permukaan air. Hasil ini berupa oli, solar, gemuk, thiner, deterjen (shampo), bensin,
air aki (accu) dan semacamnya Apabila limbah minyak pelumas/cair tumpah di tanah
dapat memberikan pengaruh bagi tanah dan berbahaya atau berdampak bagi
lingkungan. Karena itu harus benar-benar diperhatikan terutama dalam hal
pewadahanya atau hal tersebut menjadi sangat penting. Untuk mencegah terjadinya
hal-hal tersebut, bengkel-bengkel harus mampu mengelola limbah minyak pelumas
tersebut untuk dimanfaatkan kembali atau didaur ulang dengan menggunakan
teknologi tepat guna, jika bengkel tidak bisa menangani sebaiknya disalurkan kepada
usaha yang mampu dalam menanganinya (Nugroho, 2008).
Air Limbah dari usaha perbengkelan juga dapat berupa oli bekas, bahan
ceceran, pelarut atau pembersih, dan air. Bahan pelarut atau pembersih pada
umumnya mudah sekali menguap, sehingga keberadaannya dapat menimbulkan
pencemaran terhadap udara.Terhirupnya bahan pelarut juga dapat menimbulkan
gangguan terhadap pernapasan para pekerja. Bahan bakar yang merupakan cairan
yang mudah terbakar oleh nyala api, juga merupakan bahan yang mudah sekali
terbawa oleh aliran air. Bahan bakar bensin mudah sekali menguap dan terhirup oleh
para pekerja. Air limbah dari usaha perbengkelan banyak terkontaminasi oleh oli
(minyak pelumas), gemuk dan bahan bakar. Air yang sudah terkontaminasi mengalir
mengikuti saluran yang ada, sehingga air ini mudah sekali untuk menyebarkan
bahan-bahan kontaminan yang terbawa olehnya. Oli bekas jika tidak dikelola dengan
baik dapat menimbulkan kesan kotor dan sulit dalam pembersihannya, disamping itu
oli bekas dapat membuat kondisi lantai licin yang dapat berakibat mudahnya terjadi
kecelakaan kerja. Apabila limbah minyak pelumas/cair tumpah di tanah dapat
mempengaruhi air tanah maka akan berbahaya bagi lingkungan, untuk itu harus
benar-benar diperhatikan dalam pewadahanya hal tersebut sangat penting. Untuk
mencegah terjadinya hal-hal tersebut bila perlu bengkel-bengkel mampu dalam
mengelola limbah minyak pelumas tersebut untuk dimanfaatkan kembali atau didaur
ulang dengan menggunakan teknologi tepat guna, jika bengkel tidak bisa menangani
sebaiknya disalurkan kepada usaha yang mampu dalam menanganinya (Nugroho,
2008).
Air limbah dari aktivitas bengkel, pada umumnya selain mengandung organik
tinggi juga mengandung bahan bahan anorganik dan bahkan mengandung oli, B3,
minyak dan lemak, deterjen dan bahan yang mudah menguap akibat dari minyak
pelumas dan bensin atau bahan bakar didalamnya. Untuk limbah berbahaya dan
beracun (B3) yang berasal dari sisa suatu usaha kegiatan bengkel kendaraan
bermotor yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat atau
konsentrasinya. Limbah tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, serta dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lainnya (PP No. 101 Tahun 2014).
Limbah B3 tidak saja dihasilkan oleh kegiatan industri tetapi juga dari
berbagai aktifitas manusia lainnya misalnya diantaranya dari kegiatan perbengkelan,
rumah tangga dan lain lainnya. Air limbah bengkel kendaraan bermobil termasuk
kedalam karakteristik limbah B3, contohnya dalam air buangan bengkel yang telah
tercampur dengan tumpahan oli bekas, air sisa tambal ban, dan limbah dari aktifitas
cuci mobil mengandung zat-zat berbahaya yang dapat merusak lingkungan hidup.
Sedangkan air limbah dari pencucian kendaraan bermotor mengandung oli atau
minyak dan lemak yang terbawa ke dalam air detergen dan surfaktan lainnya, dan
selain itu limbah kegiatan bengkel kendaraan bermotor juga berupa oli bekas yang
mengandung sejumlah sisa hasil pembakaran yang bersifat asam, korosif, deposit,
dan logam berat yang bersifat karsinogenik (Bawamenewi, 2015).
Selain limbah dari kegiatan yang dilakukan dalam bengkel yang termasuk
pencucian, juga limbah yang dihasilkan dapat berasal dari fasilitas penunjang
bengkel seperti fasilitas toilet dan kantin (umumnya untuk bengkel besar) yang
termasuk dalam limbah domestik. Air limbah domestik yang dibuang harus
memenuhi standart baku mutu Kepmen LH No 68 Tahun 2016. Jadi air limbah dari
kegiatan bengkel selain air limbah yng bersifat B3 dan toksik juga air limbah yang
karakteristiknya seperti air limbah domestic. Dari uraian tersebut, berarti beberapa
masalah atau pencemaran dapat ditimbulkan air limbah bengkel apabila langsung
dibuang ke lingkungan tanpa pengelolaan dapat berakibat :
1. Merusak lingkungan.
2. Merusak dan membunuh kehidupan di perairan.
3. Membahayakan kesehatan.
4. Merusak keindahan dan estetika karena pemandangan menjadi tidak sedap dan
berbau busuk.
Pega, Fank, et al (2021) WHO berkolaborasi bersama ILO bekerjasama
membuat kerangka pedoman yang meninjau secara sistematis untuk memperkirakan
prevalensi paparan factor risiko pekerjaan terhadap kesehatan, yaitu :
1. Prevalensi pajanan kerja terhadap faktor risiko ergonomis
2. Pengaruh pajanan kerja terhadap risiko ergonomi
3. faktor-faktor osteonrthritis dan penyakit muskuloskeletal lainnya
4. Prevalensi dan tingkat pajanan debu dan/atau serat akibat kerja
5. Pengaruh pajanan debu dan/atau serat di tempat kerja terhadap pneumokoniosis
6. Prevalensi pajanan kerja terhadap radiasi ultraviolet matahari
7. Pengaruh pajanan kerja terhadap radiasi ultraviolet matahari pada kanker kulit
8. Pengaruh paparan pekerjaan terhadap radiasi ultraviolet matahari pada kanker
kulit melanoma dan non melanoma Prevalensi paparan pekerjaan terhadap
kebisingan Pengaruh paparan pekerjaan terhadap penyakit kardiovaskular
9. Prevalensi paparan pekerjaan pada jam kerja yang panjang
10. Pengaruh pajanan kerja terhadap jam kerja yang panjang terhadap penyakit
jantung iskemik
11. Efek pajanan kerja terhadap jam kerja yang panjang
12. Pengaruh pajanan kerja terhadap jam kerja yang panjang pada penyakit jantung
iskemik
13. Pengaruh pajanan kerja terhadap jam kerja yang panjang pada kebiasaan minum
alkohol
14. Pengaruh pekerjaan paparan asap las pada trakea, bronkus, dan kanker paru-paru
Dari analisis pada penelitian Tahir, M,T, dkk (2015) kita telah mencapai
kesimpulan bahwa lingkungan kerja adalah membantu peningkatan tingkat
produktivitas karyawan. Faktor-faktor seperti dukungan penyelia, hubungan baik
dengan pekerja, pelatihan dan pengembangan, insentif yang menarik dan cepat serta
rencana pengenalan dan beban kerja yang memadai sangat berguna mengembangkan
lingkungan kerja yang memiliki dampak positif pada tingkat produktivitas karyawan
di Organisasi. Hasilnya juga mendukung model yang dikembangkan untuk
melakukan penelitian Bank dan perusahaan asuransi di beberapa kota di Selatan
Punjab di Pakistan. Hasilnya juga mengirimkan sebuah pesan kepada organisasi
terutama institusi keuangan yang dengan mengembangkan lingkungan kondusif,
tingkat produktivitas karyawan dapat ditingkatkan dan dipertahankan.

D. Pengaruh Pekerjaan Terhadap Kesehatan Pada Hari Tua.


Kajitani (2011) dalam Straudinger (2016) Berkenaan dengan kesehatan fisik dan
mental, ditemukankeseluruhan bahwa aktivitas fisik, aktivitas intelektual, dan faktor
gaya hidup lainnya, yang semuanya sering terkait eratdengan pekerjaan atau kegiatan
sukarela, dapat memoderasi terkait usiaserta perubahan fisik dan psikis. Dengan
demikian, baru-baru ini studi longitudinal tentang pekerjaan dan kesukarelaan di
Jepang menemukan bahwa ada kecenderungan ke arah pengurangan jam kerja dengan
bertambahnya usia dan pekerjaan yang dibayar (kurang dari 35 jam) berkontribusi
pada pemeliharaan fisik dankesehatan mental pada usia yang lebih lanjut
Dalam penilaian kemampuan kerja, kemampuan pekerja dalam
menyelesaikan tugas dengan memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan
kemampuan mental dan fisik pekerja. Penuaan, gaya hidup tidak sehat, kesehatan
fisik yang buruk, dan berbagai penyakit memiliki efek buruk pada kemampuan kerja
individu. Kemampuan kerja yang buruk meningkatkan stres kerja dan akibatnya akan
menurunkan kualitas kehidupan kerja perawat. Kualitas kehidupan kerja mewakili
persepsi karyawan tentang kesehatan fisik dan psikologis mereka dalam kaitannya
dengan pekerjaan mereka dan kemampuan pekerja untuk memenuhi kebutuhan
pribadi mereka yang penting berdasarkan pengalaman mereka dalam organisasi.
(Milad, et al, 2017)
Luoh & Herzog, (2000) dalam Straudinger (2016) Menariknya, kegiatan
sukarela dalam penelitian ini berkontribusi secara mandiri pada pekerjaan berbayar
hingga pemeliharaan kesehatan di seluruhusia lanjut. Studi serupa di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa bahkan di antara orang tua yang lebih tua (yaitu, 80+ tahun)
menjadi sukarelawan dan/atau aktivitas kerja berbayar dengan intensitas 10 jam atau
lebih per bulan berkontribusi untuk menjaga fisik yang baik dan kesehatan mental
Maimaris, Hogan, & Lock, (2010) Dalam Straudinger (2016) Sebuah ulasan
tentang 10 studi cross-sectional pensiunan dari Australia, Jepang,dan Amerika Serikat
melaporkan bahwa tidak ada penelitian yang ditemukan memiliki efek negatif dari
bekerja atau menjadi sukarelawan melewati usia pensiun,sedangkan empat studi
menemukan efek positif
Baker, Cahalin, Gerst, & Burr (2005) dalam Straudinger (2016) Sebuah studi
longitudinal AS menggunakan sampel rentang hidup representatif dari kelompok usia
60+ ditunjukkan bahwa semakin besar komitmen waktu untuk kegiatan produktif,
semakin besar tingkat dan perbaikan (perubahan) dalam kepuasan hidup dari waktu
ke waktu
Studi Kohort Lingkungan Kerja Denmark (DWECS) menunjukkan bahwa
pensiun dini dibentuk pengangguran jangka panjang dipengaruhi oleh pekerjaan
psikososial yang terkait faktor-faktor seperti otoritas keputusan yang rendah dan
diskresi keterampilan yang rendah. 18 Psikososial lainnya faktor, seperti sikap positif
terhadap pekerjaan, tingkat komitmen kerja yang tinggi, dan kepuasan kerja yang
tinggi, telah dikaitkan dengan kemungkinan yang lebih rendah untuk masa pensiun.
19 Dalam studi lain, kebijaksanaan keterampilan rendah dan beban fisik tinggi adalah
prediktor independen untuk cuti sakit jangka panjang, cacat, dan pensiun dini
(Alivinia, 2008)
Penelitian Sahlgren (2013) dalam Straudinger (2016) Hasil menunjukkan
bahwa selesai pensiun menyebabkan peningkatan 23%-29% kesulitan terkait dengan
mobilitas dan aktivitas sehari-hari, peningkatan 8% kondisi menderita penyakit, dan
11% penurunan kesehatan mental. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pensiun nanti dapat mengurangi atau menunda hasil kesehatan yang buruk untuk
orang dewasa yang lebih tua, meningkatkan kesejahteraan,dan mengurangi
pemanfaatan layanan perawatan kesehatan, khususnya perawatan akut. Dalam ruang
lingkup yang sama, sebuah studi review menunjukkan bahwa ketika
memperhitungkan selektivitas dan heterogenitas yang tidak teramati dalam sampel
menggunakan dua strategi penelitian yang berbeda, efek kesehatan negatif yang besar
dari pensiun ditunjukan baik perempuan maupun laki-laki
Seperti telah dipaparkan diatas, pekerjaan di bengkel mobil memiliki dampak
terhadap kesehatan fisik juga kesehatan mental. Paparan dari bahan-bahan kimia serta
polusi yang merupakan risiko dari pekerjaan yang berasal dari alat dan bahan yang
digunakan ketika bekerja dapat memiliki dampak jangka panjang, misalnya paparan
timbal akibat terlalu sering menghirup asap dari gas buangan kendaraan bermotor
yang bias berakibat fatal bagi kondisi kesehatan bahkan menyebabkan kanker, begitu
juga dengan factor perilaku yang tidak mengindahkan kebersihan diri maupun
lingkungan tempat kerja.
Begitu pula dengan kesehatan mental, kondisi kelelahan karena waktu kerja yang
panjang ataupun pekerjaan yang berat dikarenakan banyaknya jumlah kendaraan yang
perlu diservice dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik yang mengakibatkan
menurunnya produktivitas pekerja. Misalnya paparan kebisingan yang terus menerus
dapat berakibat pada penurunan daya dengar pekerja. Selain itu, kecelakaan kerja
yang sering terjadi di bengkel pemeliharaan mobil yaitu cedera otot, luka gores,
menghirup gas beracun, serta kebisingan, jika pekerja terpapar terus menerus dalam
jangka waktu lama ini berakibat menurunnya produktivitas kerja dan
ketidakberdayaan pada hari tua
Potter, Helms, & Plassman (2007) dalam Schooler Mulatu, dan Oates (2004)
Menunjukkan bahwas elf-directedness pekerjaan (ukuran gabungan dari kompleksitas
pekerjaan, rutinitas, dan kedekatan pengawasan) terpengaruh fungsi intelektual 20
tahun kemudian atau lebih berfungsi mempengaruhi self-directedness (analisis ini
dikontrol untuk usia, jenis kelamin, ras, dan pendidikan). Analisis data dari sekitar
1.000 Veteran Perang Dunia II mengungkapkan bahwa tingkat tuntutan intelektual
umum yang lebih tinggi dan interaksi manusia dan komunikasi di tempat kerja
(retrospektif) dikaitkan dengan status kognitif yang lebih tinggi setelah mengontrol
kecerdasan usia dewasa awal, dan tahun pendidikan (Straudinger, 2016)

Data longitudinal dari Studi Penuaan Maastricht menunjukkan bahwa orang yang
lebih tua (rata-rata usia 61 tahun, kisaran 50-85 tahun) dengan tuntutan mental
pekerjaan (saat ini atau sebelumnya) memiliki risiko lebih rendah untuk gangguan
perkembangan kognitif 3 tahun kemudian (1,5% vs 4% untuk individu) dengan
tuntutan kerja mental yang tinggi dan rendah. Hubungan ini tidak tergantung pada
kemampuan intelektual pada dasarnya serta usia, jenis kelamin, pendidikan, merokok,
aktivitas fisik alkohol, depresi, dan riwayat keluarga dengan penyakit demensia.
Sebuah studi di Swedia menemukan bahwa kompleksitas dominan pekerjaan
individu, pekerjaan seumur hidup, dan khususnya, kompleksitas pekerjaan dengan
orang lain dan dengan data, memprediksi kejadian demensia dan penyakit
Alzheimerdi antara orang dewasa berusia 65-100 tahun (Straudinger, 2016) .
Bielak, Hughes, Small, & Dixon (2007) dalam Straudinger (2016) Sangat perlu
untuk setidaknya membedakan antara tiga dimensi yang relevan secara kognitif
pekerjaan yakni tingkat rutinitas, tingkat kesulitan, dan tingkat paparan. Perbedaan ini
mungkin berguna dalam mengungkap mekanisme berbeda yang mendasari hubungan
antara pekerjaan dan kesehatan otak melewati masa dewasa dan memasuki usia tua.
Dalam dukungan tentatif dari argumen ini, hasil studi longitudinal 6 tahun dariorang
dewasa yang lebih tua menemukan bahwa pemrosesan informasi baru adalah salah
satu dari sedikit domain keterlibatan (sebagai lawan dari keterlibatan misalnya,
aktivitas pemrosesan informasi sosial atau pasif) yang secara signifikan
memperkirakan penurunan longitudinal yang lebih sedikit dalam kecepatan kognitif
Kesimpulan sementara yang dapat ditarik adalah bahwa bukan pekerjaan itu
sendiri yang membuat pekerja sakit atau membuat mereka tetap sehat melainkan
karakteristik khusus dan pola kerja tugas dari waktu ke waktu. Dengan kata lain, jika
pekerjaan yang melelahkan secara fisik dan/atau mental, mengakibatkan hilangnya
kesehatan selama bertahun-tahun kecuali tugas pekerjaan tertentu berubah sepanjang
waktu. Perubahan seperti itu dalam tugas kerja dari waktu ke waktu menurun
penurunan kognitif yang berhubungan usia (Staudinger, UM, PhD, et al. 2016)
Ini bukan usia kronologis sendiri yang mengarah pada hilangnya produktivitas
dan motivasi tetapi melainkan karakteristik spesifik dari pekerjaan dan waktu
dihabiskan untuk pekerjaan tertentu. Berkenaan dengan kesehatan otak, ada bukti
tentatif yang menggaris bawahi pentingnya menerapkan kebaruan moderat dalam
tugas-tugas kerja untuk menjaga otak aktif dan untuk melawan penurunan fungsi
terkait perubahan usia (Staudinger, UM, PhD, et al. 2016)
Temuan ini seharusnya diterjemahkan dalam peraturan kesehatan kerja yang
menetapkan dan melindungi pola perjalanan hidup yang mengancam kesehatan
pekerjaan (Staudinger, UM, PhD, et al. 2016)

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pekerjaan merupakan suatu bentuk rutinitas yang hampir setiap harinya dilakukan,
berdasarkan banyak studi yang telah dilakukan disimpulkan bahwa pekerjaan sangat erat
kaitannya dengan kesehatan, baik itu fisik, maupun mental pekerja. Bahkan berdampak
pada kesehatan dimasa tua. Pengaruh pekerjaan pada kesehatan fisik dapat berasal dari
factor lingkungan, zat kimia, bahkan dari manusia itu sendiri.
Sedangkan untuk pengaruh terhadap kesehatan mental bias berupa stress dan
depresi akibat kelelahan kerja karena tuntutan kerja atau waktu kerja yang panjang,
sehingga dampak terhadap mental pada akhirnya juga berdampak pada fisik pekerja
seperti mengakibatkan serangan jantung iskemik, menurunnya daya dengar akibat
kebisingan, stroke, bahkan peningkatan kematian.
Paparan-paparan risiko pada pekerja bengkel pemeliharaan mobil apabila terjadi
terus menerus maka berakibat pada kesehatan dimasa tua seperti penurunan harapan
hidup pekerja karena paparan yang mengakibatkan dampak kesehatan yang serius
B. SARAN
 Sebaiknya dalam bekerja, pekerja melakukan shift kerja untuk mengatasi kelelahan
kerja
 Sangat penting untuk perusahaan atau pemberi kerja untuk membuat system
manajemen keselamatan kerja bagi pekerja bengkel untuk mengantisipasi kecelakaan
kerja
 Penggunaan APD dalam bekerja sangat dianjurkan untuk meminimalisir hazard
sebagai dampak dari pekerjaan
DAFTAR PUSTAKA

Adhika, Resa, N,I, et al. 2020. Effect Of Work Safety And Work Health (Ohs) On Employee
Performance With Job Satisfaction As Intervening Variable – A Case Study Of Fire And
Rescue Service Technical Unit Employees In South Badung, Indonesia. European Journal of
Human Resource Management Studies

Ahmad N. Y, Hendra L. P. 2021. Mengapa Kedisiplinan Mekanik Lebih Penting


Dibandingkan Kepemimpinan Untuk Meningkatkan Kinerja Bengkel.
https://jurnal.stie.asia.ac.id/index.php/jpro/article/view/341/150. Diakses pada tanggal 20
Oktober 2021

Alan, R,W. 2017. The Work/Health Relationship. Health Affair.org. Oktober, 14, 2021

Alavinia, M.S. 2008. The Effect of Work on Health and Work Ability. Optima Grafische
Communicatie, Rotterdam, the Netherland

Apri. 2012. Pengelolaan Limbah Minyak Pelumas (Oli) Bekas Oleh Bengkel Sebagai Upaya
Pengendalian Pencemaran Lingkungan. http://e-journal.uajy.ac.id/9228/. diakses pada tanggal
20 Oktober 2020, 19.30

Aswar, E, dkk. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecelakaan Kerja Pada
Pekerja Bengkel Mobil Kota Kendari Tahun 2016. Skripsi Universitas Halu Oleo

Bawamenewi. 2015, Pengelolaan Limbah Minyak Pelumas (Oli) Bekas Oleh Bengkel
Sebagai Upaya Pengendalian Pencemaran Lingkungan Di Kota Yogyakarta Berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Budianto. 2020. Paparan Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah Pekerja Bengkel Sepeda Motor
Di Jalan Jamin Ginting Tahun 2019. Skripsi Universitas Sumatera Utara.

Budijanto, dkk. 2018. Penerapan Keselamatan Kerja Pada Bengkel Sepeda Motor Di
Kelurahan Polowijen Kecamatan Blimbing Malang. Jurnal “FLYWHEEL”, Volume 9 Nomor
2, September 2018

Burton, et al. 2006. Is Work Good For Your Health And Well-Being?. TSO (The Stationery
Office) ; London

Conventry University. 2020. Positive And Negative Impacts of Work on Wellbeing.


https://www.futurelearn.com/info/courses/introduction-to-work-and-wellbeing-at-
work/0/steps/87902. Accessed on 15/10/2021at 10:01 AM

Firsayanti, K. J. 2016. Hubungan Konsentrasi benzena Dengan Degenerasi


DNA(Deoxyribonucleic-Acid) Pada Pekerja Bengkel Pengecatan Mobil Di Surabaya. 2021.
Skripsi Universitas Airlangga Surabaya

Kapo Wong, et al. 2019. The Effect of Long Working Hours and Overtimeon Occupational
Health: A Meta-Analysis of Evidence from 1998 to 2018. International Journal of
Environtmental Research and Public Health. Department of Systems Engineering and
Engineering Management, City University of Hong Kong, 13 June 2019

Khaled, A. & Haneen, O. 2017. The Influence of Work Environment on Job Performance: A
Case Study of Engineering Company in Jordan. International Journal of Applied Engineering
Research ISSN 0973-4562 Volume 12, Number 24 (2017)
Kursiah, W. N. Rahmi, P. F. 2016. Pengaruh Lingkungan Fisik Terhadap Terjadinya Stress
Kerja Pada Pekerja Industri Bengkel Las Di Kota Pekanbaru. Stikes Payung Negeri
Pekanbaru

Larisa, A. & Rachel, G. 2018. The Relationship Between Work and Health: Findings from a
Literature Review. Issue Brief, August 2018

Lyndsin Real Life. 2019. The relationship between Work and Health.
https://lyndsinreallife.com/category/health/. diakses pada tanggal 20 Oktober 2020

Marc, V. et al. 2005. The Relationship Between Work Characteristics and Employee Health
and Well-Being: How Much Complexity Do We Really Need?. International Journal of Stress
Management. Vol. 12, No. 1, 3–28, 2005

Made.et al. 2019. Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Tingkat Stres Kerja Pada
Pekerja Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar. E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8
NO.5,MEI, 2019

Milad, et al. 2017. Investigation of the Relationship between Work Ability and Work-
Related Quality of Life in Nurses. Vol. 46, No.10

Myde Boles, et al. 2004. The Relationship Between Health Risks and Work Productivity.
Journal of occupational and environmental medicine / American College of Occupational and
Environmental Medicine. August 2004. Volume 46, Nomor 7

NHS. 2019. Health Matters: Health And Work.


https://www.gov.uk/government/publications/health-matters-health-and-work/health-matters-
health-and-work. Aceessed on 10/15/21, 9:55 AM

Nugroho, Agung. 2008. Pengaruh Pendidikan, Disiplin dan Lingkungan Kerja Terhadap
Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. Kudus Karya Prima. Universitas Muria

Oakman, dkk. 2020. A Rapid Review Of Mental And Physical Health Effects Of Working At
Home: How Do We Optimise Health?. BMC Public Health. (2020) 20:1825

Pega, Frank, et al. 2021. Systematic reviews and meta-analyses for the WHO/ILO joint
Estimates of the Work Related Burden of Disease and Injury. Environtment International
155 (2021) 106605

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun Pasal 5 Ayat (2),
http://www.kemenkopmk.go.id/sites/default/files/prod ukhukum/PP%20Nomor
%20101%20Tahun%202014_ 0.pdf, Diakses pada tanggal 20 Oktober 2020, 19.20

Rozali, dkk. 2018. Pengaruh Motivasi Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT
Takeda Indonesia. Jurnal Manajemen & Bisnis. Vol 13, No 2 (2018)
Saputra, Eko, B, dkk. 2020. Pengaruh Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap
Produktivitas Kerja Mekanik Di Bengkel UMC Suzuki Madiun. JPTM. Volume 09 Nomor
03 Tahun 2020

Straudinger, UM. 2016. A Global View on the Effects of Work on Health in Later Life. The
Gerontologistcite as: Gerontologist, 2016, Vol. 56, No. S2, S281–S292

Sungjin, Park, et al. 2020. The Negative Impact Of Long Working Hours On Mental Health
In Young Korean Workers. PLoS ONE 15(8): e0236931. August 4, 2020
Sheila, B. 2010. Work And Health Exploring The Impact Of Employment On Health
Disparities. The Wellesley Institute

Tahir, M.T, dkk. 2015. Impact of working environment on employee’s productivity : A case
study of Banks and Insurance Companies in Pakistan. European Journal of Bussiness and
Management. Vol.7, No.1

Varney, J, Dr. 2016. Understanding the relationship between health, work and
worklessness.https://ukhsa.blog.gov.uk/2016/09/14/understanding-the-relationship-between-
health-work-and-worklessness/ accessed on 10/15/21, 9:50 AM

Victoria State Government. 2012. Work and Your Health.


https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/healthyliving/work-and-your-health#bhc-content
Diakses pada tanggal 20 Oktober 2021

Anda mungkin juga menyukai