Anda di halaman 1dari 23

Nama NIM Judul

: Carissa Riskiananda : 3027 : Analisis Faktor Fisik Lingkungan kerja dan Faktor Individu Pekerja Terhadap Timbulnya Stres pada Pekerja di industri Cor Aluminium WL Yogyakarta.

A. Latar Belakang 1. Alasan pemilihan judul Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia adalah pembangunan yang menitikberatkan pada sektor industri. Penataan industri nasional mengarah pada penguatan, peningkatan, perluasan, dan makin kukuhnya struktur industri yang didukung kemampuan teknologi yang semakin meningkat serta pembangunan sumber daya manusia. (Rosdiana, dkk, 2001). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah kepentingan

pengusaha, pekerja dan pemerintah di seluruh dunia. Menurut perkiraan ILO, setiap tahun di seluruh dunia 2 juta orang meninggal karena masalahmasalah akibat kerja. Jumlah ini, 354000 orang mengalami kecelakaan fatal. Setiap tahun ada 270 juta pekerja yang mengalami kecelakaan akibat kerja dan 160 juta yang terkena penyakit akibat kerja. Biaya yang harus dikeluarkan untuk bahaya-bahaya akibat kerja ini amat besar. ILO memperkirakan kerugian yang dialami sebagai akibat kecelakaankecelakaan dan penyakit-penyakit akibat kerja setiap tahun lebih dari US$1.25 triliun atau sama dengan 4% dari Produk Domestik Bruto (GDP) (Markkanen, 2004). Menurut Undang undang RI No : 13 Tahun 2013 tentang ketenagakerjaan, bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pasal 86 menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan dalam beberapa hal, diantaranya adalah K3, kemudian untuk

melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3. Pasal 87 UU ini mencantumkan bahwa setiap perusahaaan wajib menerapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.Tingkat kecelakaaan fatal di negara-negara berkembang empat kali lebih tinggi dibanding negara-negara industri karena berkurangnya konsentrasi kerja. Tingkat buta huruf yang tinggi dan pelatihan kurang memadai mengenai metode-metode keselamatan kerja mengakibatkan tingginya angka kesakitan berupa fisik dan mental. Selain itu masalah-masalah sosial kejiwaaan di tempat kerja seperti stres ada hubungannya dengan masalah-masalah kesehatan yang serius, termasuk penyakit-penyakit jantung, stroke, kanker yang ditimbulkan oleh masalah hormon, dan sejumlah masalah kesehatan mental (Markkanen, 2004). Pada tahun 1996, jauh sebelum job stress dan faktor psikososial menjadi ungkapan sehari-hari, suatu laporan khusus yang berjudul Perlindungan Kesehatan dari 87 juta pekerja-Suatu Tujuan Nasional bagi Kesehatan Kerja telah diterbitkan. Laporan tersebut menyebutkan bahwa stres yang disebabkan oleh faktor psikologis meningkat secara nyata. 30 tahun kemudian, laporan ini telah membuktikan ramalan secara luar biasa. Job stress telah menjadi penyebab kelainan terdepan di amerika utara dan eropa. Pada tahun 1990, 13% dari seluruh kasus ketidakmampuan pekerja, disebabkan oleh gangguan yang berhubungan dengan job stress (Rahayu, 2003). Penyakit dapat terjadi akibat lingkungan kerja yang buruk. Pengaruh lingkungan kerja ini tidak hanya diderita oleh pekerja tetapi dapat pula menimpa keluarga pekerja tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, karena berda di kawasan perusahaan ataupun terkontaminasi racun yang dibawa oleh pekerja. Proses produksi dalam perusahaan termasuk dalam bahan bahan baku yang dipakai, hasil hasil antara yang telah jadi, produk akhir, sampah sampah, yang kesemuanya akan sangat mempengaruhi lingkungan kerja di suatu perusahaan (Depkes RI, 1999).

Lingkungan kerja juga dapat berpengaruh terhadap timbulnya beberapa keluhan yang dapat menyebabkan stres kerja. Menurut Blum di dalam Sumamur (2003), derajat kesehatan seseorang yang optimal dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanann kesehatan dan keturunan. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang paling besar dalam hal mencapai derajat kesehatan masyarakat. Menurut Sumamur (1994), lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat seperti suhu, kelembaban, pencahayaan dan kebisingan akan mempercepat timbulnya stres kerja yang berakibat penurunan konsentrasi, gangguan komunikasi, efek pada pekerjaandan reaksi masyarakat. Apabila dalam bekerja dengan kondisi lingkungan kerja yang tidak nyaman lama kelamaan akan menimbulkan stress dan kelelahan kerja. Menurut Sumamur (1994), suhu yang nyaman bagi Indonesia adalah 24-26 0C bola basah dengan kelembaban relatif 60-65%, Pencahayaan untuk pekerja pada ruangan kerja sesuai NAB yaitu 500 lux nilai ambang batas untuk iklim kerja adalah 24-30 0C suhu basah. Kebisingan ruang industri rata-rata 85 dB yang berasal dari mesin produksi yang sering digunakan, dengan demikian, lamanya pekerja terpapar suhu tinggi selama proses produksi akan mempengaruhi sirkulasi darah dan menyebabkan stres pada pekerja. Stres yang disebabkan oleh faktor lingkungan fisik berdampak pada kesehatan tubuh manusia atau pekerja yang bekerja di suatu industri. Menurut Greenberg (2002) faktor-faktor yang secara khusus dianggap berhubungan dengan ketidakpuasan terhadap pekerjaan adalah kondisi lingkungan fisik kerja seperti suhu, kelembaban, pencahayaan, dan kebisingan. Suhu dan kelembaban yang kurang atau berlebih pada tempat kerja menyebabkan kelelahan kerja apabila dibiarkan terjadi terus akan menurunkan gairah bekerja atau bila terpaksa bekerja dapat mengakibatkan stres (Munandar, 2001). Pencahayaan yang kurang atau berlebihan di tempat kerja menyulitkan pekerja untuk bekerja secara optimal, sehingga hal ini terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan seorang pekerja

mengalami stres dan ketidaknyamanandalam bekerja (Sarlito, 1992 dalam Suprapto, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nugrahani (2008) memberikan hasil yang menyatakan bahwa 61% orang menyatakan kebisingan di tempat kerja mereka buruk dan 59% dari mereka mengalami stres tingkat sedang. Tidak hanya faktor lingkungan fisik kerja yang berpengaruh dalam penyebab timbulnya stres kerja tetapi dari faktor intrinsik individu juga mempunyai peran seperti pada umur pekerja dan masa kerja. Ada beberapa jenis pekerjaan yang sangat berpengaruh dengan umur para pekerjanya, terutama yang berhubungan dengan sistem indera dan kekuatan fisik. Biasanya pekerja yang memiliki umur yang lebih muda memiliki penglihatan dan pendengaran yang lebih tajam, gerakan yang lebih lincah dan daya tahan tubuh kuat. Namun, untuk beberapa jenis pekerjaan lain, faktor umur yang lebih tua biasanya memiliki pengalaman dan pemahaman kerja yang lebih banyak, sehingga pada jenis pekerjaan tertentu umur dapat menjadi kendala atau masalah yang dapat memicu terjadinya stres kerja (Munandar, 2001). Masa kerja mempunyai potensial terjadinya stres kerja sesuai pendapat Robins dalam Novendra (1994) berdasarkan teori pola hubungan U terbalik yang memberikan reaksi terhadap stres sepanjang waktu dan terhadap perubahan intensitas stres baik masa kerja yang lama maupun sebentar dapat menyebabkan terjadinya stres kerja. Menurut penelitian Evayanti (2003) yang dilakukan pada pengemudi bus kota PPD Jakarta diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan timbulnya stres kerja. Selain itu menurut Munandar (2001) bahwa pada masa jabatan yang berhubungan dengan stres kerja berkaitan dengan kejenuhan atau kebosanan dalam bekerja. Pekerja yang telah bekerja diatas 5 tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan yang lebih tinggi daripada pekerja yang baru bekerja. Sehingga dengan adanya tingkat kejenuhan dapat menyebabkan stres dalam bekerja. Stres kerja merupakan tahap awal terjadinya penyakit pada individu yang rentan dapat menimbulkan gangguan psikosomatik, neurotik, dan

psikosis yang dapat dilihat dengan meningkatnya angka absentisme, angka terlambat kerja, pergantian karyawan, kecelakaan kerja dan besarnya angka kerugian sehubungan dengan ketidakhadiran pekerja. Setiap aspek pada pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. Pekerja yang menentukan sejauh mana situasi yang dihadapi merupakan situasi stress. Selain itu, tenaga kerja dalam interaksinya dengan pekerjaan juga dipengaruhi oleh hasil interaksi di tempat lain seperti di rumah, di perkumpulan dan sebagainya (Sunyoto, 2001). Salah satu perubahan perilaku ketika seseorang mengalami stres kerja adalah kurang konsentrasi dalam bekerja. Stres kerja merupakan tahap awal terjadinya penyakit pada individu yang rentan karena menurunnya daya tahan tubuh sehingga menurunkan kesehatan pekerja yang juga diiringi menurunnya performa dan produktivitas kerja. Industri pengecoran aluminium yang terletak di daerah Nitikan, kelurahan Sorosutan, Kota Yogyakarta merupakan industri rumah tangga yang sudah berjalan sejak lama di wilayah tersebut yang diusahakan oleh beberapa warga setempat. Salah satunya yaitu Industri Aluminium Waluyo yang beralamat di Jl. Sidokabul Nitikan Baru. Sudah lama berkecimpung dalam dunia alat-alat dapur Proses produksi yang dilakukan mayoritas memproduksi alat atau perabotan rumah tangga seperti panci, wajan/ kuali, dandang dan ketel. Proses produksi alat dapur ini terbagi menjadi beberapa tahap. Tahap-tahap tersbut yaitu Peleburan, Pencetakan, Pengontrolan, Pengikiran, Pembubutan, Pengontrolan, Labelling, Pengemasan, Pemasaran. Tahapan pertama saat proses pembuatan panci yaitu pembuatan bawahan panci dengan cara ditekan (press) Mesin Press, Kemudian dipilih die yang sesuai dengan yang diproduksi, Cara mengoperasikan mesin tersebut sangat sederhana. Pemasangan benda kerja yang akan di press, Pengambilan benda kerja setelah di press, Sekali mengepress dapat langsung menghasilkan beberapa buah benda kerja, Setelah itu, bawahan panci disambung dengan badan panci dengan kawat dan di roll, dengan

Pemasangan badan panci, Dan, tutup panci dibuat dengan cara yang sama yaitu di press. Kelebihan produk alat dapur yang dihasilkan terutama panci adalah pelat yang digunakan tebal (0,9 mm), awet, kuat, dan dapat diperbaiki apabila rusak. Dengan pekerja yang berpengalaman, dan juga digunakan teknologi berupa Mesin Press, sehingga mengutamakan mutu dan produktivitas. Berbagai tekanan yang dirasakan oleh tenaga kerja dapat berasal dari faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja terutama pada faktor lingkungan fisik kerja (suhu, kelembaban, pencahayaan dan kebisingan kerja) serta faktor individu pekerja (umur dan masa kerja). Oleh karena itu, perlu dilakukannya penelitian tentang Analisis Faktor Fisik Lingkungan kerja dan Faktor Individu Pekerja Terhadap Timbulnya Stres pada Pekerja di industri Cor Aluminium WL Yogyakarta. 2. Seberapa besar tingkat keseriusan masalah yang dilengkapi dengan data penunjang Dari survey pendahuluan yang yang dilakukan pada tanggal 14 Mei 2013 pada industri aluminium Waluyo di yogyakarta pada 30 orang tenaga kerja memiliki panas, lembab, keluhan mata pedih, bising mengakibatkan berkurangnya konsentrasi dan menyebabkan timbulnya stres kerja karena dari 20 pekerja mengalami stres ringan. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan pada beberapa pekerja disana peneliti ingin melakukan penelitian Analisis Faktor Fisik Lingkungan Kerja dan Faktor Individu Terhadap Timbulnya Stress pada Pekerja di Industri Cor Aluminium WL di Yogyakarta. 3. Lokasi dan waktu pelaksanaan Lokasi pelaksanaan di Industri Cor Aluminium WL di Yogyakarta, Waktu pelaksanaan menyesuaikan dengan kondisi penelitian 4. Faktor kemudahan / yang memungkinkan untuk bisa dilaksanakan Faktor Kemudahan yang memungkinkan untuk melakukan penelitian adalah sudah mengetahui tempatnya dan mengamati keadaan disana serta

kemungkinan besar diijinkan oleh pihak industri Cor Aluminium WL dalam melakukan penelitian. B. Dasar Teori Jelaskan dasar teori utama yang mendukung penelitian ini Menurut Wantoro (1999), faktor fisik lingkungan kerja yang mempengaruhi stres kerja terdiri dari : a. Suhu dan Kelembaban Pada suhu dan kelembaban yang tidak sehat di lingkungan kerja menyebabkan pekerja mudah terkena kelelahan kerja. Efek suhu dan kelembaban di dalam dan di luar ruangan kerja, status kesehtan pekerja, kecepatan aliran udara dan jenis pakaian yang digunakan serta lama pemaparanapabila dibiarkan terjadi berlarut- larut menyebabkan pekerja tidak mampu bekerja dengan baik dapat menimbulkan stres kerja (Munandar, 2001). b. Pencahayaan Terlalu kuatnya cahaya penerangan di tempat kerja dapat menimbulkan dampak psikologis seperti stres pada pekerja, seperti kelelahan, dan pusing bahkan dapat menimbulkan kecelakaan kerja akibat silaunya penerangan di ruangan kerja, begitu pula sebaliknya dengan penerangan yang suram (Munandar, 2001). c. Kebisingan Kebisingan merupakan suara-suara yang tidak dikehendaki. Kebisingan sangat mengganggu pekerja dalam bekerja, baik dalam hal pemusatan perhatian terhadap pekerjaannya maupun berkomunikasi dengan orang lain. Keadaan ini dapat mengganggu pendengaran, terjadinya kecelakaan kerja, menimbulkan terjadinya gangguan atau pengaruh psikologis dari pekerja dalam bentuk gangguan emosi, temperamen, dan lain-lain. Paparan kebisingan dengan intensitas yang tinggi melebihi Nilai Ambang Batas yang ditetapkan pemerintah melalui Kepmenaker No.51/Men/1999 (85 dB untuk paparan 8 jam kerja dalam

sehari) akan membahayakan kesehatan pada telinga pekerja (Yanri, 2002 dalam Nawawinetu dan Adriyani, 2007). Menurut Nawawinetu dan Adriyani (2007) efek kebisingan dengan intensitas tinggi terhadap pendengaran berupa ketulian syaraf (Noise Induced Hearing Loss) tersebut telah banyak diteliti. Namun kebisingan selain memberikan efek terhadap pendengaran (Auditory effect) juga dapat menimbulkan efek bukan pada pendengaran (Non Auditory Effect) dan efek ini bisa terjadi walaupun intensitas kebisingan tidak terlalu tinggi. Efek non auditori terjadi karena bising dianggap sebagai suara yang mengganggu sehingga respon yang timbul adalah akibat stres bising tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa absenteisme pada tenaga kerja yang terpapar bising lebih tinggi dibanding yang tidak terpapar bising, hal ini cenderung disebabkan oleh efek psikologis atau fisiologis dari stres yang diakibatkan oleh bising (CCOHS, 2007 dalam Nawawinetu dan Adriyani, 2007). Selain itu berdasarkan penelitian Arianty (1999) yang dilakukan pada karyawan di divisi produksi dan divisi pemeliharaan PT Pupuk Kujang Cikampek berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa ada hubungan antara kebisingan dengan stres kerja. d. Umur Pekerja Berdasarkan sebuah penelitian terhadap 209 pekerja tenaga nuklir yang dilakukan oleh Ringenbach dan Jacobs (1995) yang dikutip oleh Suprapto (2008) bahwa pekerja yang lebih tua ( 50 tahun) memiliki waktu penyembuhan yang lebih lama terhadap kecelakaan yang terjadi. Penelitian ini juga melaporkan bahwa pekerja yang lebih tua, lebih peduli terhadap keselamatan kerja dibandingkan pekerja yang lebih muda. Selain itu, dari penelitian tersebut diketahui bahwa umur sangat berkaitan denga stres. Dijelaskan bahwa umur yang semakin tua menyebabkan organ dan kondisi fisik seseorang mengalami penurunan, sehingga lebih rentan terkena stres.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Cardiff University (2000) yang dikutip dalam Suprapto (2008) terhadap faktor-faktor demografi yang mempengaruhi timbulnya stres kerja, disimpulkan bahwa umur memiliki hubungan dengan timbulnya stres kerja. Dalam penelitian ini, umur dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu usia 18-32 thun, 33-40 tahun, 41-50 tahun dan diatas usia 50 1 tahun. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kategori usia 41-50 tahun memiliki persentase terbesar untuk terkena stres tingkat tinggi (20,8%). Sedangkan untuk kategori umur yang memiliki persentase terbesar yang mengalami stres tingkat rendah adalah usia 18-32 tahun dan umur 51 tahun keatas (83%). Hal ini disebabkan pada usia awal perkembangan keadaan emosi seseorang masih lebih labil. Sedangkan pada usia lanjut biasanya daya tahan tubuh seseorang sudah mulai berkurang sehingga sangat berpotensi untuk terkena stres. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suprapto (2008) yang dilakukan pada polisi lalu lintas di kawasan puncak Bogor diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan stres kerja. e. Masa Kerja Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu organisasi, lembaga dan sebagainya. Masa kerja seseorang dalam organisasi perlu diketahui karena masa kerja merupakan salah satu indikator tentang kecenderungan para pekerja dalam melaksanakan aktivitas kerjanya. Misalnya agar produktivitas kerja, semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi pula produktivitasnya karena semakin berpengalaman dan mempunyai keterampilan yang baik dalam menyelesaikan tugas yang dipercayakan kepadanya (Siagian, 1989). Pengertian masa kerja adalah sebagai pengalaman kerja yaitu lamanya seseorang bekerja di suatu instansi atai organisasi yang dihitung sejak pertama kali bekerja, semakin lama bekerja seseorang, tenaga kerja akan semakin dianggap berpengalaman. Semakin lama seseorang bekerja, maka semakin cepat terjadi kelelahan kerja. Pada pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan akan

mempercepat konstruksi tubuh sehingga hal ini dapat mempercepat timbulnya stres pada tubuh. Suatu pekerjaan yang biasa (kategori tidak terlalu berat atau ringan) produktivitas pekerja akan menurun setelah 4 jam bekerja (Sumamur, 1984). Setiap organisasi menginginkan para pekerja terus bekerja pada organisasi yang bersangkutan selama masa aktifnya. Dengan pertimbangan, jika banyak tenaga aktif meninggalkan organisasi dan pindah bekerja ke organisasi lain. Hal ini merupakan pencerminan bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam organisasi tersebut. Hal ini yang dipertimbangkan adalah semakin banyak orang lama yang pindah bekerja, organisasi yang ditinggalkan dapat menderita kerugian. f. Stress Kerja 1) Pengertian stress Stress lebih dianggap sebagai respon individu terhadap tuntutan yang dihadapinya. Tuntutan tuntutan tersebut dapat dibedakan dalam 2 bentuk, yaitu tuntutan internal yang timbul sebagai tuntutan fisiologis dan tuntutan eksternal yang muncul dalam bentuk fisik dan sosial. Tidak ada aspek tunggal dari stimulus lingkungan yang daapt mengakibatkan stress, tetapi semua itu tergabung dalam susunan total yang mengancam keseimbangan (homeostatis) individu (Andreas, 2010). Stress adalah reaksi seseorang secara psikologi, fisiologi, maupun prilaku bila seseorang mengalami ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan tersebut dalam jangka waktu tertentu (Tarupolo, 2002). Menurut Anoraga (2010) stress merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang baik secara fisik maupun mental terhadap sesuatu perubahan dilingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada. seseorang. Stres

membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau teori Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pads tubuh tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif atau negatif. Respons tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau penyebab tertentu (Isaacs, 2004). Stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka disebut mengalami distres (Hawari 2001). Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan (Sunaryo, 2004). 2) Pengertian Stress Kerja Setiap aspek pada pekerjaan dapat menjadi pembangkit stress. Pekerja yang menentukan sejauh mana situasi yang dihadapi merupakan situasi stress atau tidak. Pekerja dalam interaksinya dalam pekerjaan, dipengaruhi pula oleh hasil interaksinya di tempat lain, di rumah, di sekolah atau kampus, di perkumpulan, dan sebagainya (Sunyoto, 2004). Menurut Tarwaka, dkk (2004) stress muncul akibat beberapa stressor yang diterima oleh tubuh, yang selanjutnya tubuh memberikan reaksi (strain) dalam beraneka ragam tampilan. Stress juga merupakan tekanan psikologis yang dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit baik penyakit fisik maupun mental. 3) Macam-macam stres Kondisi stres seseorang dapat dikelompokkan (Hawari, 2001) menjadi dua macam: a) Kondisi eustres (tidak stres): seseorang yang dapat mengatasi stres dan tidak ada gangguan pads fungsi organ tubuh.

b) Kondisi distress (stres): pads saat seseorang menghadapi stres terjadi gangguan pada 1 atau lebih organ tubuh sehingga prang tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. 4) Tipe Kepribadian yang Terkena Stres a) Ambisius, agresif dan kompetitif (suka akan persaingan). b) Kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung dan marah (emosional). c) Kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, percaya diri berlebihan (over confidence). d) Cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, tidak dapat diam. e) Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic). f) Pandai berorganisasi, memimpin dan memerintah (otoriter). g) Lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan. h) Kaku terhadap waktu, tidak dapat tenang (tidak rileks), serba tergesa-gesa. i) Mudah bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan empati dan bila, tidak tercapai maksudnya mudah besikap bermusuhan. j) Tidak mudah dipengaruh, kaku (tidak fleksibel). k) Bila berlibur pikirannya ke pekerjaannya, tidak dapat santai. l) Berusaha keras untuk dapat segala sesuatunya terkendali. 5) Mekanisme Terjadinya Stress Menurut AERO (2003), proses stress dalam tubuh melalui 3 fase : a) Fase I, reaksi kewaspadaan yaitu seluruh sistem dirubah menjadi keadaan siaga, perubahan fisiologis yang terjadi menyebabkan kulit tampak pucat dan terasa dingin, berdebar debar, darah mengalir cepat, dan bersiap untuk lari atau melawan ancaman yang ada. Fase ini tidak berlangsung lama. b) Fase II, reaksi pertahanan yaitu tubuh mengerahkan seluruh daya tahannya untuk mengadakan perlawanan terhadap faktor faktor yang menyebabkan stress, tubuh berusaha melakukan adaptasi

terhadpa stress yang terjadi, akan tetapi daya tahan tubuh terbatas. Fase ini daya tahan sudah naik di atas daya tahan tubuh normal, apabila stres terjadi terus dan berat maka akan berlanjut ke fase III. c) Fase III, reaksi kelelahan yaitu tubuh mengalami kelelahan sehingga adaptasi yang baru dibangun runtuh. Daya tahan tubuh melemah, energi untuk adaptasi habis dan fase ini berkaitan dengan terganggunya kesehatan individu. Berdasarkan uraian diatas mekanisme terjadinya stress kerja akibat pekerjaan duduk monoton adalah berawal dari kurangnya variasi mengakibatkan gangguan fisik dan mental, gangguan fisik berupa kelelahan otot pada bagian tertentu akibat dari asam laktat yang terakumulasi pada bagian tertentu. Sedangkan gangguan mental atau gejala psikologi ditandai dengan munculnya perasaan kebosanan yang berasal dari kejenuhan dalam melakukan pekerjaan yang monoton atau tidak terjadi perubahan dalam waktu yang lama. Gejala nyata dari tidak dapat dikelolanya gangguan atau kelelahan mental adalah pemicu timbulnya stress kerja pada tenaga kerja. 6) Tahapan Stres Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena, perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat, dan baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fiungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan sosialnya. Menurut Dr. Robert Amberg (1979) dalam penelitiannya terdapat, dalam Hawari (2001) membagi tahapantahapan stres sebagai berikut : a) Stres tahap I 1. Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut. 2. Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting). 3. Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya.

4. Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

b)

Stres tahap II Dalam tahapan ini dampak stres yang semula menyenangkan sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang fidak lagi cukup sepanjang hari, karena, tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara, lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar. Merasa mudah lelah sesudah makan siang. Lekas merasa capai menjelang sore hari. Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort). Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar). Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang; Tidak bisa santai.

c) Stres tahap III Apabila seseorang tetap mernaksakan diri dalam peker aannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan 1. 2. keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu: Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan maag (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare). Ketegangan otot-otot semakin terasa.

3. 4.

Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat. Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (Late insomnia).

5.

Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.

d) Stres, tahap IV Gejala stres tahap IV, akan muncul: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit. Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit. Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai (adekuat) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin seharihari. Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan. Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tadak ada semangat dan kegairahan. Daya konsentrasi dan daya ingat menurun. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya. e) Stres tahap V Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V, yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:

1. 2. 3. 4.

Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam. (physical dan psychological exhaustion). Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana. Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal disorder). Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.

f) Stres tahap VI Tahapan ini merupakan, tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres; tahap VI ini adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Debaran jantung teramat keras, Susah bernapas (sesak dan megap-megap) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan Pingsan atau kolaps (collapse).

Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh, sebagai akibat stresor psikososial mengatasinya. 7) Faktor Penyebab Terjadinya Stress Kerja Menurut Tarwaka (2010) yaitu perbedaan reaksi antara individu sering disebabkan oleh faktor psikologis dan sosial yang dapat merubah dampak stressor bagi individu. Faktor faktor tersebut antara lain: 1) Kondisi individu, seperti: umur, jenis kelamin, temperamental, pendidikan, kebudayaan, dan lain lain. yang melebihi kemampuan seseorang untuk

2) Ciri kepribadian: introvert atau ekstrovert, tingkat emosional, kepasrahan, kepercayaan diri, dan lain lain. 3) Sosial Kognitif, seperti: dukungan sosial, hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya. 4) Strategi untuk menghadapi setiap stress yang muncul. Adapun faktor faktor yang mempengaruhi stress antara lain: 1) Faktor dari individu, seperti: usia, jenis kelamin, status gizi, kondisi kesehatan, keadaan psikologis, konflik peran, peran ganda. 2) Faktor dari luar, seperti: beban kerja, lingkungan kerja seperti suhu kelembaban, pencahayaan, kebisingan, hubungan kerja, dan organisasi kerja. 8) Gejala Stress Kerja Sebagai hasil dari adanya stress kerja pekerja mengalami beberapa gejala stress yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti: mudah marah, agresif, tidak santai, terburu buru, emosi tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mau terlibat dan susah tidur (Novitasari, 2009). 9) Dampak Stress Kerja Menurut Tarwaka dkk (2004) bahwa pengaruh stress ada 2 yaitu: a. Pengaruhnya terhadap individu seseorang 1) Reaksi emosi, tanda tandanya adalah mudah marah, emosi tidak terkontrol dan mudah curiga. 2) Reaksi perubahan kebiasaan, mudah merokok, minum minuman keras, penggunaan obat terlarang. b. Pengaruhnya terhadap organisasi Akibat stress pada organisasi kerja akan memberikan pengaruh yang kurang baik. Pengaruhnya dapt berupa tingginya angka tidak masuk kerja, turnover, hubungan kerja jadi tegang dan rendahnya kualitas kerja. 10) Pencegahan Stress Kerja

Menurut Tarwaka, dkk (2004) cara cara mencegah stress akibat kerja secara lebih spesifik yaitu: a. Redesain tugas tugas pekerjaan b. Redesain lingkungan kerja c. Menerapkan waktu kerja yang fleksibel d. Menerapkan manajemen partisipatoris e. Melibatkan karyawan dalam pengembangan karir dan menetapkan tujuan f. Mendukung aktivitas sosial g. Membangun kerja tim yang kompak C. Kerangka Pemikiran
Faktor Lingkungan Fisik 1. Suhu Kelembaban 2. Pencahayaan 3. Kebisingan

Faktor Individu 1. Umur Pekerja 2. Masa Kerja

Stress Kerja

D. Tujuan dan Manfaat Jelaskan apa tujuan yang ingin dicapai, serta apa manfaat yang dapat dihasilkan dan siapa yang memperoleh manfaat tersebut 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Analisis Faktor Fisik Lingkungan Kerja dan Faktor Individu Terhadap Timbulnya Stress Kerja Pada Pekerja di Industri Cor Aluminium WL di Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis pengaruh suhu dan kelembaban terhadap timbulnya stres kerja pada pekerja di Industri Cor Aluminium WL di Yogyakarta. b. Menganalisis pengaruh pencahayaan terhadap timbulnya stres kerja pada pekerja di Industri Cor Aluminium WL di Yogyakarta.

c. Menganalisis pengaruh kebisingan terhadap timbulnya stres kerja pada pekerja di Industri Cor Aluminium WL di Yogyakarta. d. Menganalisis pengaruh umur pekerja terhadap timbulnya stres kerja pada pekerja di Cor Aluminium WL di Yogyakarta. e. Menganalisis pengaruh masa kerja terhadap timbulnya stres kerja pada pekerja di Cor Aluminium WL di Yogyakarta. 3. Manfaat a. Secara Teoritis Sebagai pembuktian adanya Analisis Faktor Fisik Lingkungan Kerja dan Faktor Individu Terhadap Timbulnya Stress Kerja Pada Pekerja di Cor Aluminium WL di Yogyakarta. b. Secara Praktis 1) Bagi Ilmu Pengetahuan Menambah informasi yang dapat digunakan sebagai data pembanding atau dasar pertimbangan bagi peneliti lain tentang Analisis Faktor Fisik Lingkungan Kerja dan Faktor Individu Terhadap Timbulnya Stress Kerja Pada Pekerja di Cor Aluminium WL di Yogyakarta 2) Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan dalam hal merencanakan penelitian, melaksanakan penelitian dan mengetahui Analisis Faktor Fisik Lingkungan Kerja dan Faktor Individu Terhadap Timbulnya Stress Kerja Pada Pekerja di Cor Aluminium WL di Yogyakarta. 3) Bagi program Diploma IV Kesehatan Kerja Menambah referensi kepustakaan Program Diploma IV Kesehatan Kerja khususnya mengenai Analisis Faktor Fisik Lingkungan Kerja dan Faktor Individu Terhadap Timbulnya Stress Kerja Pada Pekerja di Cor Aluminium WL di Yogyakarta. 4) Bagi Pengusaha

Memberikan sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan upaya peningkatan produktivitas khususnya masalah stress pekerja. 5) Bagi Tenaga Kerja Menjadikan koneksi bagi pekerja dalam bekerja yang benar sehingga tidak menimbulkan beban tambahan akibat kerja. E. Metodologi Penelitian Jelaskan hal-hal yang berkaitan dengan : 1. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan crossectional, dimana data yang menyangkut variabel bebas dan variabel terikat akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Arief, 2004) 2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasionalnya dan skala data a. Variabel Penelitian 1) Variabel bebasnya terdiri dari Faktor Fisik Lingkungan Kerja a) Suhu Kelembaban Definisi operasional : suhu dan kelembaban atau kondisi keadaan di Industri Aluminium waluyo yang mempengaruhi kenyamanan dalam bekerja. Alat ukur Skala : Termohigrometer : interval

b) Pencahayaan Definisi operasional : sumber atau cahaya penerangan di Industri Aluminium waluyo yang mempengaruhi kenyamanan dalam bekerja. Alat ukur Skala c) Kebisingan : Luxmeter : interval

Definisi operasional : suara yang tidak diinginkan responden di tempat kerja yang berasal dari mesin-mesin atau peralatan kerja lainnya. Alat ukur Skala : Sound Level Meter : interval

Faktor Individu Pekerja d) Umur Definisi operasional : usia pekerja di Industri Aluminium waluyo yang dihitung sejak lahir sampai ulang tahun terakhir sebelum dilakukan penelitian dan tidak ada pembatasan umur. Alat ukur Skala e) Masa Kerja Definisi operasional : akumulasi tahun kerja mulai dari awal masuk di Industri Aluminium X sampai dengan waktu dilakukan penelitian dan tidak ada pembatasan masa kerja Alat ukur Skala a) Stress Kerja Stress dimana Kerja dia adalah terpaksa suatu kondisi ketegangan tanggapan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang memberikan melebihi kemampuan menyesuaikan diri terhadap suatu tuntutan yang diakibatkan karena pekerjaan Alat ukur Skala : kuesioner penilaian stress kerja dengan scoring : interval : kuesioner : rasio : kuesioner : rasio

2) Variabel terikatnya adalah stress kerj

3) Variabel pengganggunya adalah

a) Sex (jenis kelamin) Faktor resiko stres kerja salah satunya adalah dipengaruhi oleh jenis kelamin. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengendalian terhadap jenis kelamin tetapi dilakukan analisis sehingga hasilnya dapt menunjukkan bahwa variabel sex sebagai variabel pengganggu atau bukan dalam penelitian ini.

b) Alat transportasi Alat transportasi yang digunakan subyek penelitian, antara lain : sepeda motor dan bis, dll. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengendalian untuk variabel pengganggu ini tetapi dilakukan analisis sehingga hasilnya dapat menunjukkan bahwa variabel alat transportasi sebagai variabel pengganggu atau bukan dalam penelitian ini. c) Problem psikis Problem psikis merupakan masalah yang dihadapi karyawan yang muncul dari interkasinya dengan orang lain baik di dalam perusahaan maupun diluar perusahaan meliputi tanggung jawab dan kekhawatiran konflik dapat menyebabkan stres bagi pekerja. Variabel ini tidak dikendalikan penelitiannya karena berada di luar kemampuan peneliti. d) Kondisi Kesehatan Kondisi Kesehatan adalah suatu keadaan tenaga kerja yang tidak sedang dalam kondisi fit. Sehat/ tidaknya pekerja akan berpengaruh terhadap timbulnya stres kerja pada pekerja tersebut. Jika kondisi kesehatan sedang lemah maka ketahanannya terhadap masalah atau beban kerja yang diterima selama bekerja menjadi berkurang, sehingga cepat mengalami stres. Variabel ini dikendalikan dengan memilih karyawan yang yang sehat.

3. Populasi dan Sampel (Jumlah dan Metoda) Populasinya yaitu seluruh pekerja di home industri aluminium waluyo di yogyakarta dan sampelnya yaitu 30 orang pekerja. 4. Instrumen Pengumpulan Data Bahan dan alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi data kerja monoton, umur, masa kerja dan jarak tempat tinggal serta hasil kuesioner stres kerja. 5. Rencana Analisis Data Menggunakan uji non parametrik untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai rata rata antar dua kelompok. Uji Mann Whitney digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan dari suatu parameter dari dua sampel yang independent (Ridiwikdo, 2008)

Anda mungkin juga menyukai