Kelelahan kerja merupakan suatu keadaan yang dialami tenaga kerja yang dapat mengakibatkan penurunan vitalitas dan produktivitas kerja. Kelelahan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kelelahan umum yang dialami tenaga kerja, ditandai dengan perlambatan waktu reaksi dan perasaan lelah (Suma’mur, 2009). Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat terdapat sistem aktivasi (bersifat simpatis) dan ihibisi (bersifat parasimpatis). Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisien dan penurunan kapasitas kerja ketahanan tubuh. Pengaruh dari keadaan yang menjadi sebab kelelahan tersebut seperti berkumpul dalam tubuh yang mengakibatkan perasaan lelah. Perasaan lelah demikian yang berkadar tinggi dapat menyebabkan seseorang tidak mampu lagi bekerja sehingga berhenti bekerja sebagaimana halnya kelelahan fisiologis yang mengakibatkan tenaga kerja yang bekerja fisik menghentikan kegiatannya karena merasa lelah bahkan yang bersangkutan tertidur karena kelelahan. Suma’mur (2009) mengatakan kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahan dalam bekerja, yang dapat disebabkan oleh :
a. Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata
b. Kelelahan fisik umum
c. Kelelahan saraf
d. Kelelahan oleh lingkungan yang monoton
Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004). Seorang tenaga kerja akan merasa lelah apabila sudah bekerja selama 6 jam sampai 8 jam. 2.1.2 Jenis Kelelahan Kerja Jenis kelelahan Menurut (Suma’mur P, 2009) dan (Tarwaka, 2014), kelelahan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu: a. Kelelahan menurut proses 1) Kelelahan otot merupakan kelelahan yang ditandai dengan kondisi tremor atau perasaan nyeri pada otot. Kelelahan ini terjadi karena penurunan kapasitas otot dalam bekerja akibat dari kontraksi yang berulang, baik karena gerakan yang statis maupun dinamis. Sehingga seseorang tampak kehilangan kekuatannya untuk melakukan pekerjaan. 2) Kelelahan umum merupakan kelelahan yang ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja karena pekerjaan yang monoton, intensitas, lama kerja, kondisi lingkungan, sesuatu yang mempengaruhi mental, status gizi, dan status kesehatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (S, 2011) juga membuktikan bahwa sebesar 60% pekerja buruh angkut dengan sikap kerja yang tidak baik mengalami kelelahan secara umum. b. Kelelahan menurut waktu 1) Kelelahan akut merupakan kelelahan yang ditandai dengan kehabisan tenaga fisik dalam melakukan aktivitas, serta akibat beban mental yang diterima saat bekerja. Kelelahan ini muncul secara tiba-tiba karena organ tubuh bekerja secara berlebihan. 2) Kelelahan kronis juga disebut dengan kelelahan klinis yaitu kelelahan yang diterima secara terus-menerus karena faktor atau kegiatan yang dilakukan berlangsung lama dan sering. Kelelahan ini sering terjadi sepanjang hari dalam jangka waktu yang lama, serta kadang muncul sebelum melakukan pekerjaan dan menimbulkan keluhan seperti sakit kepala, sulit tidur, hingga masalah pencernaan. 2.1.3 Faktor Penyebab Kelelahan Kerja 1) Penyebab Kelelahan Kerja Menurut Setyawati (2010) penyebab kelelahan kerja umumnya berkaitan dengan : a) Sifat pekerjaan yang monoton. b) Intensitas kerja dan ketahanan kerja mental dan fisik yang tinggi. c) Cuaca ruang kerja, pencahayaan dan kebisingan serta lingkungan kerja lain yang tidak memadai. d) Faktor psikologis, rasa tanggung jawab, ketegangan- ketegangan dan konflik-konflik. e) Penyakit-penyakit, rasa kesakitan dan gizi. f) Cicardian rhytm. 2) Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Menurut Atiqoh dkk (2014), bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja, antara lain : a) Faktor dari Dalam Individu (Faktor Internal) (1) Usia Usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang yang berakibat pada kelelahan. Salah satu indikator dari kapasitas kerja adalah kekuatan otot seseorang. Semakin tua usia seseorang, maka semakin menurun kekuatan ototnya. Kekuatan otot yang dipengaruhi oleh umur akan berakibat pada kemampuan fisik tenaga kerja untuk melakukan pekerjaannya. Laki- laki maupun wanita pada umur sekitar 20 tahun merupakan puncak dari kekuatan otot seseorang, dan pada umur sekitar 50 – 60 tahun kekuatan otot mulai menurun sekitar 15 – 25% (Setyowati dkk, 2014). (2) Jenis Kelamin Perbedaan secara fisik antara jenis kelamin wanita dan laki-laki terletak pada ukuran tubuh dan kekuatan ototnya. Kekuatan otot wanita relatif kurang jika dibandingkan dengan kekuatan otot laki-laki. Kekuatan otot ini akan mempengaruhi kemampuan kerja seseorang yang merupakan penentu dari terjadinya kelelahan. Permasalahan wanita lebih kompleks dibandingkan laki-laki, salah satunya adalah haid. Wanita yang sedang mengalami haid cenderung cepat lelah dibandingkan wanita yang tidak mengalami haid (Suma’mur, 2009). (3) Status Gizi Status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan. Seorang pekerja dengan status gizi yang baik akan memiliki ketahanan tubuh dan kapasitas kerja yang lebih baik, sedangkan seorang pekerja dengan status gizi yang tidak baik akan memiliki ketahanan tubuh dan kapasitas kerja yang tidak baik juga (Budiono, 2003). b) Faktor dari Luar Individu (Faktor Eksternal) (1) Beban Kerja Semakin meningkatnya beban kerja, maka konsumsi oksigen akan meningkat secara proporsional sampai didapat kondisi maksimumnya. Beban kerja yang lebih tinggi yang tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi aerobik, disebabkan oleh kandungan oksigen yang tidak mencukupi untuk suatu proses aerobik. Akibatnya adalah manifestasi rasa lelah yang ditandai dengan meningkatrnya kandungan asam laktat (Nurmianto, 2004). (2)Lama Kerja Menurut Handoko (2002) Lama kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat. Kurun waktu tersebut dimulai dari seseorang mulai bekerja menjadi karyawan disuatu perusahaan hingga jangka waktu tertentu. Lama kerja merupakan variabel yang paling penting dalam menjelaskan tingkat pengunduran diri karyawan (turnover). Masa kerja pekerjaan terdahulu dari seseorang karyawan merupakan indikator perkiraan yang ampuh atas pengunduran diri karyawan dimasa mendatang (Robbins, 2006). 3) Pencegahan dan Penanggulangan Kelelahan Kerja Menurut Budiono dkk (2003) untuk mencegah dan mengatasi memburuknya kondisi kerja akibat faktor kelelahan pada tenaga kerja disarankan agar : (1) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman bagi tenaga kerja. (2) Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara periodik untuk mendeteksi indikasi kelelahan secara lebih dini dan menemukan solusi yang tepat. (3) Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan pendekatan manusiawi dan fleksibilitas yang tinggi. Menurut Setyawati (2010) kelelahan dapat dikurangi melalui program penanggulangan kelelahan kerja dengan kegiatan promosi kesehatan, pencegahan kelelahan kerja, pengobatan kelelahan kerja dan rehabilitasi kelelahan kerja, yang meliputi : 1) Primer Promosi kesehatan dalam pelaksanaannya dapat bekerjasama dengan berbagai pihak misalnya departemen tenaga kerja, deprtemen kesehatan, departemen perindustrian dan pihak-pihak lain baik dalam pemerintahan maupun pihak swasta seperti media masa dan organisasi pekerja. Promosi kesehatan dalam program penanggulangan kelelahan ini dapat dilakukan dengan penyuluhan kepada tenaga kerja. Materi penyuluhan tentang kelelahan kerja, faktor-faktor penyebabnya, dampak dan cara pencegahan terjadinya kelelahan (Setyawati, 2010). 2) Sekunder Pencegahan kelelahan dapat dilakukan dengan cara menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman bagi tenaga kerja, tidak menciptakan dan menghindarkan stres buatan manusia (Budiono dkk, 2003). 3) Tersier Pengobatan kelelahan kerja dapat dilakukan dengan meminum vitamin atau obat-obatan yang berfungsi untuk memulihkan tenaga seseorang, perbaikan lingkungan kerja, mengupayakan sikap kerja dan menggunakan alat kerja yang ergonomis, penyuluhan mental dan bimbingan mental (Setyawati, 2010). Penanggulangan terhadap kelelahan kerja dilakukan dari lingkungan kerja yang baik, pemberian waktu istirahat, pemberian gizi yang baik, beban kerja tidak terlalu lama, tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja dan diberikan perhatian khusus pada kelompok terentu seperti tenaga kerja beda usia, wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir di malam hari, tenaga baru pindahan (Hasibuan, 2010). Menghindari rasa lelah diperlukan adanya keseimbangan antara masukan sumber datangnya kelelahan tersebut (faktor-faktor penyebab kelelahan) dengan jumlah keluaran yang diperoleh lewat proses pemulihan. Proses pemulihan dapat dilakukan dengan cara antara lain memberikan waktu istirahat yang cukup baik yang terjadwal atau terstruktur atau tidak dan seimbang dengan tinggi rendahnya tingkat ketegangan kerja. Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditunjukkan kepada umum dan lingkungan fisik tepat kerja. Misalnya, banyak hal yang dapat dicapai dengan jam kerja, pemberian kesempatan istirahat, masa-masa libur atau rekreasi, dll (Roshadi, 2014). 2.1.4 Metode Pengukuan kelelahan kerja 1. Nasa Tlx a. Nasa Task Load Index (NASA TLX) NASA Task Load Index adalah suatu suatu penilaian beban kerja secara keseluruhan dari prosedur pembobotan dan rating multidimensional yang didasarkan pada enam rating, kebutuhan mental, kebutuhan fisik, kebutuhan waktu, performansi, tingkat usaha dan tingkat frustasi. Metode ini terdapat 15 perbandingan berpasangan (pair wise comparations) dari 6 skala yang telah ditentukan. Selanjutnya jumlah faktor yang masing-masing dipilih dijumlahkan. Jumlah hitungan dapat berjumlah 0 (tidak relevan) sampai dengan 5 (lebih penting dari faktor lainnya). Serangkaian perbedaan pembobotan diperoleh dari masing-masing pekerja yang terpisah. Persyaratan kedua adalah memperoleh nilai rating dari setiap skala yang merefleksikan faktor pekerjaan yang dibebankan pada subjek. NASA-TLX akan digunakan terhadap penelitian ini sebagai metode untuk memberikan jumlah optimal dari pekerja. Penetapan jumlah ini akan menjadi dasar terhadap perolehan nilai rata- rata WWL untuk setiap pekerja. Tersedia pengategorian beban kerja mental untuk mengarahkan apakah suatu pekerjaan yang dibebankan memiliki beban kerja mental yang rendah ataupun tinggi sesuai dari hasil tersebut. (Widiasari et al., 2017). b. Subjective Self Rating Test Kelelahan kerja dapat diukur untuk mentukan tingkat dari kelelahan tersebut baik secara subjektif maupun objektif. Penyebaran kuesioner Subjective Self Rating Test yang diadopsi dari IFRC (International Fatigue Research Committee) sebagai metode yang sifatnya subjektif dari peyebaran kuesioner tersebut. Gejala awal kelelahan kerja yang dialami oleh setiap pekerja dapat diketahui sebagai salah satu metode subjektif dari kuesioner Subjective Self Rating Test. Kemudian dilakukan pengukuran lanjutan yang bersumber dari hasil kuesioner tersebut. Kuesioner tersebut terdiri dari 10 bagian pertama sebagai instrumen adanya pelemahan aktivitas, 10 bagian kedua instrumen pelemahan motivasi kerja dan 10 bagian ketiga instrumen kelelahan fisik atau kelelahan terhadap beberapa bagian tubuh (Juniar & Astuti, 2016). Empat skala Likert sebagai dasar skoring terhadap jawaban kuesioner tersebut kemudian kelompok skor dapat dijumlahkan menjadi total skor individu. Perolehan antara skor individu terendah yaitu 30 dan 120 untuk tertinggi dapat diperoleh menurut desain penilaian kelelahan subjektif dengan menggunakan 4 skala Likert tersebut. Tanggapan terhadap kuesioner IFRC ini terdiri dari 4 kategori sebagai berikut: Skor 4 = sangat sering (SS) Skor 3 = sering (S) Skor 2 = kadang-kadang (K) Skor 1 = tidak pernah (TP) Semakin besar tingkat kelelahan maka semakin tinggi pula tingkat frekuensi gejala kelelahan yang muncul. Kuesioner tersebut bersifat subjektif karena menurut pada pemikiran dari pekerja itu sendiri sehingga diperlukan metode secara objektif untuk dapat memastikan pekerja merasakan kelelahan saat proses bekerja. Tabel 1 : Klasifikasi Kelelahan Kerja
No Hasil Skor Kategori
1 Skor 0-21 Rendah
2 Skor 22-44 Sedang
3 Skor 45-67 Tinggi
4 Skor 68-90 Sangat Tinggi
(Sumber : Widiasari et al., 2017)
Tabel Indikator NASA TLX
SKALA RATING KETERANGAN
MENTAL DEMAND Rendah, Tinggi Seberapa besar aktivitas mental (MD) dan perceptual yang dibutuhkan untuk melihat, mengingat dan mencari. Apakah pekerjaan tsb mudah atau sulit, sederhana atau kompleks, longgar atau ketat .
PHYSICAL DEMAN Rendah, Tinggi Jumlah aktivitas fisik yang
D (PD) dibutuhkan (mis.mendorong, menarik, mengontrol putaran, dll) TEMPORAL Rendah, Tinggi Jumlah tekanan yang berkaitan DEMAND (TD) dengan waktu yang dirasakan selama elemen pekerjaan berlangsung. Apakah pekerjaan perlahan atau santai atau cepat dan melelahkan
PERFORMANCE Tidak tepat, Seberapa besar keberhasilan
(OP) Sempurna seseorang di dalam pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya
FRUSTATION Rendah, Tinggi Seberapa tidak aman, putus asa,
LEVEL (FR) tersinggung, terganggu, dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman, dan kepuasan diri yang dirasakan.
EFFORT (EF) Rendah, Tinggi Seberapa keras kerja mental dan
fisik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
2.1.5 Langkah Perhitungan Metode Nasa Tlx
Langkah-langkah pengukuran beban mental dengan menggunakan NASA-TLX (Meshkati,1988) adalah sebagai berikut : a) Menghitung Produk Produk diperoleh dengan cara mengalikan rating dengan bobot faktor untuk masing-masing deskriptor. Dengan demikian dihasilkan 6 nilai produk untuk 6 indikator tadi yaitu : (MD, PD, TD, OP, FR dan EF) Produk = rating* bobot kerja b) Menghitung Weighted Workload (WWL) WWL diperoleh dengan cara menjumlahkan ke enam dari produk.
c) Menghitung Rata-rata WWL
Rata-rata WWL dipeoleh dengan cara membagi WWL dengan bobot Total
Klasifikasi dari Beban Kerja Mental
Golongan Beban Kerja Nilai Rendah 10-33 Sedang 34-56 Tinggi 57-79 Sangat tinggi 80-100
2.1.6 Metode IFRC
Penilaian kelelahan kerja dapat diperoleh dengan
melakukan berbagai cara menggunakan kuesioner kelelahan subjektif seperti; dengan menggunakan 2 tanggapan yaitu ‘Ya’ (ada kelelahan) kemudian ‘Tidak’ (tidak ada kelelahan). Tetapi lebih terpenting untuk mengunakan desain penelitian dengan penilaian dengan skoring (seperti; 4 skala likert). Jika menggunakan skoring dengan skala likert, maka masing-masing skor harus memiliki penjelasan operasional yang mudah dipahami dan jelas bagi responden. Berikut adalah tanggapan sebagai penilaian kelelahan subjektif berdasarkan 4 skala likert, yaitu: Skor 1 = tidak pernah (TP) Skor 2 = kadang-kadang (K) Skor 3 = sering (S) Skor 4 = sangat sering (SS) Setelah wawancara selesai dilakukan dan pengisian kuesioner, maka langkah selanjutnya yaitu menjumlahkan skor pada masing-masing kolom (1, 2, 3 dan 4) berdasarakan 30 pertanyaan kelelahan tersebut, kategori kelelahan dari tiap responden akan bisa digambarkan berdasarkan total nilai yang diperoleh. Berikut adalah yang dapat digunakan sebagai pedoman sederhana untuk menentukan klasifikasi tingkat kelelahan subjektif. Tabel klasifikasi tingkat subjektif Total Tingkat Klasifikasi Skor Tindakan Perbaikan Kelelahan Kelelahan Individu Tindakan perbaikan yang belum 1 0 – 21 Rendah dibutuhkan Tindakan perbaikan mungkin dibutuhkan 2 22 – 44 Sedang dikemudian hari 3 45 – 67 Tinggi Tindakan perbaikan diperlukan segera Tindakan perbaikan menyeluruh 4 68 – 90 Sangat Tinggi diperlukan segera mungkin (Sumber : Widiasari et al., 2017) 2.2 Kerangka Teori
Gambar 2.1 : Kerangka Teori
Faktor Internal : ▪ Usia ▪ Jenis Kelamin ▪ Status Gizi
Kelelehan Kerja Faktor Eksternal : ▪ Beban Kerja ▪ Lama Kerja