Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelelahan kerja

2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja


Kelelahan kerja merupakan suatu keadaan yang dialami
tenaga kerja yang dapat mengakibatkan penurunan vitalitas dan
produktivitas kerja. Kelelahan kerja yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kelelahan umum yang dialami tenaga
kerja, ditandai dengan perlambatan waktu reaksi dan perasaan
lelah (Suma’mur, 2009). Kelelahan diatur secara sentral oleh
otak. Pada susunan saraf pusat terdapat sistem aktivasi (bersifat
simpatis) dan ihibisi (bersifat parasimpatis). Istilah kelelahan
biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap
individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisien
dan penurunan kapasitas kerja ketahanan tubuh.
Pengaruh dari keadaan yang menjadi sebab kelelahan
tersebut seperti berkumpul dalam tubuh yang mengakibatkan
perasaan lelah. Perasaan lelah demikian yang berkadar tinggi
dapat menyebabkan seseorang tidak mampu lagi bekerja
sehingga berhenti bekerja sebagaimana halnya kelelahan
fisiologis yang mengakibatkan tenaga kerja yang bekerja fisik
menghentikan kegiatannya karena merasa lelah bahkan yang
bersangkutan tertidur karena kelelahan. Suma’mur (2009)
mengatakan kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai
penurunan efisiensi dan ketahan dalam bekerja, yang dapat
disebabkan oleh :

a. Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata

b. Kelelahan fisik umum


c. Kelelahan saraf

d. Kelelahan oleh lingkungan yang monoton


Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari
setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan
efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh
(Tarwaka, 2004). Seorang tenaga kerja akan merasa lelah
apabila sudah bekerja selama 6 jam sampai 8 jam.
2.1.2 Jenis Kelelahan Kerja
Jenis kelelahan Menurut (Suma’mur P, 2009) dan
(Tarwaka, 2014), kelelahan dapat dibedakan menjadi 2
(dua) kelompok, yaitu:
a. Kelelahan menurut proses
1) Kelelahan otot
merupakan kelelahan yang ditandai dengan
kondisi tremor atau perasaan nyeri pada otot. Kelelahan
ini terjadi karena penurunan kapasitas otot dalam bekerja
akibat dari kontraksi yang berulang, baik karena gerakan
yang statis maupun dinamis. Sehingga seseorang tampak
kehilangan kekuatannya untuk melakukan pekerjaan.
2) Kelelahan umum
merupakan kelelahan yang ditandai dengan
berkurangnya kemauan untuk bekerja karena pekerjaan
yang monoton, intensitas, lama kerja, kondisi
lingkungan, sesuatu yang mempengaruhi mental, status
gizi, dan status kesehatan. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh (S, 2011) juga membuktikan bahwa
sebesar 60% pekerja buruh angkut dengan sikap kerja
yang tidak baik mengalami kelelahan secara umum.
b. Kelelahan menurut waktu
1) Kelelahan akut
merupakan kelelahan yang ditandai dengan
kehabisan tenaga fisik dalam melakukan aktivitas, serta
akibat beban mental yang diterima saat bekerja.
Kelelahan ini muncul secara tiba-tiba karena organ
tubuh bekerja secara berlebihan.
2) Kelelahan kronis
juga disebut dengan kelelahan klinis yaitu
kelelahan yang diterima secara terus-menerus karena
faktor atau kegiatan yang dilakukan berlangsung lama
dan sering. Kelelahan ini sering terjadi sepanjang hari
dalam jangka waktu yang lama, serta kadang muncul
sebelum melakukan pekerjaan dan menimbulkan
keluhan seperti sakit kepala, sulit tidur, hingga masalah
pencernaan.
2.1.3 Faktor Penyebab Kelelahan Kerja
1) Penyebab Kelelahan Kerja
Menurut Setyawati (2010) penyebab kelelahan kerja
umumnya berkaitan dengan :
a) Sifat pekerjaan yang monoton.
b) Intensitas kerja dan ketahanan kerja mental dan fisik
yang tinggi.
c) Cuaca ruang kerja, pencahayaan dan kebisingan
serta lingkungan kerja lain yang tidak memadai.
d) Faktor psikologis, rasa tanggung jawab, ketegangan-
ketegangan dan konflik-konflik.
e) Penyakit-penyakit, rasa kesakitan dan gizi.
f) Cicardian rhytm.
2) Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan
Menurut Atiqoh dkk (2014), bahwa terdapat dua
faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja, antara lain :
a) Faktor dari Dalam Individu (Faktor Internal)
(1) Usia
Usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan
kapasitas kerja seseorang yang berakibat pada
kelelahan. Salah satu indikator dari kapasitas
kerja adalah kekuatan otot seseorang. Semakin
tua usia seseorang, maka semakin menurun
kekuatan ototnya. Kekuatan otot yang dipengaruhi
oleh umur akan berakibat pada kemampuan fisik
tenaga kerja untuk melakukan pekerjaannya. Laki-
laki maupun wanita pada umur sekitar 20 tahun
merupakan puncak dari kekuatan otot seseorang,
dan pada umur sekitar 50 – 60 tahun kekuatan otot
mulai menurun sekitar 15 – 25% (Setyowati dkk,
2014).
(2) Jenis Kelamin
Perbedaan secara fisik antara jenis kelamin
wanita dan laki-laki terletak pada ukuran tubuh
dan kekuatan ototnya. Kekuatan otot wanita relatif
kurang jika dibandingkan dengan kekuatan otot
laki-laki. Kekuatan otot ini akan mempengaruhi
kemampuan kerja seseorang yang merupakan
penentu dari terjadinya kelelahan. Permasalahan
wanita lebih kompleks dibandingkan laki-laki,
salah satunya adalah haid. Wanita yang sedang
mengalami haid cenderung cepat lelah
dibandingkan wanita yang tidak mengalami haid
(Suma’mur, 2009).
(3) Status Gizi
Status gizi merupakan salah satu penyebab
kelelahan. Seorang pekerja dengan status gizi yang
baik akan memiliki ketahanan tubuh dan kapasitas
kerja yang lebih baik, sedangkan seorang pekerja
dengan status gizi yang tidak baik akan memiliki
ketahanan tubuh dan kapasitas kerja yang tidak
baik juga (Budiono, 2003).
b) Faktor dari Luar Individu (Faktor Eksternal)
(1) Beban Kerja
Semakin meningkatnya beban kerja, maka
konsumsi oksigen akan meningkat secara
proporsional sampai didapat kondisi
maksimumnya. Beban kerja yang lebih tinggi yang
tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi aerobik,
disebabkan oleh kandungan oksigen yang tidak
mencukupi untuk suatu proses aerobik. Akibatnya
adalah manifestasi rasa lelah yang ditandai dengan
meningkatrnya kandungan asam laktat
(Nurmianto, 2004).
(2)Lama Kerja
Menurut Handoko (2002) Lama kerja adalah
suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu
bekerja di suatu tempat. Kurun waktu tersebut
dimulai dari seseorang mulai bekerja menjadi
karyawan disuatu perusahaan hingga jangka waktu
tertentu. Lama kerja merupakan variabel yang
paling penting dalam menjelaskan tingkat
pengunduran diri karyawan (turnover). Masa kerja
pekerjaan terdahulu dari seseorang karyawan
merupakan indikator perkiraan yang ampuh atas
pengunduran diri karyawan dimasa mendatang
(Robbins, 2006).
3) Pencegahan dan Penanggulangan Kelelahan Kerja
Menurut Budiono dkk (2003) untuk mencegah
dan mengatasi memburuknya kondisi kerja akibat faktor
kelelahan pada tenaga kerja disarankan agar :
(1) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat,
aman dan nyaman bagi tenaga kerja.
(2) Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga
kerja secara periodik untuk mendeteksi indikasi
kelelahan secara lebih dini dan menemukan solusi
yang tepat.
(3) Menerapkan sasaran produktivitas kerja
berdasarkan pendekatan manusiawi dan fleksibilitas
yang tinggi.
Menurut Setyawati (2010) kelelahan dapat
dikurangi melalui program penanggulangan kelelahan
kerja dengan kegiatan promosi kesehatan, pencegahan
kelelahan kerja, pengobatan kelelahan kerja dan
rehabilitasi kelelahan kerja, yang meliputi :
1) Primer
Promosi kesehatan dalam pelaksanaannya dapat
bekerjasama dengan berbagai pihak misalnya
departemen tenaga kerja, deprtemen kesehatan,
departemen perindustrian dan pihak-pihak lain baik
dalam pemerintahan maupun pihak swasta seperti media
masa dan organisasi pekerja. Promosi kesehatan dalam
program penanggulangan kelelahan ini dapat dilakukan
dengan penyuluhan kepada tenaga kerja. Materi
penyuluhan tentang kelelahan kerja, faktor-faktor
penyebabnya, dampak dan cara pencegahan terjadinya
kelelahan (Setyawati, 2010).
2) Sekunder
Pencegahan kelelahan dapat dilakukan dengan cara
menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman
dan nyaman bagi tenaga kerja, tidak menciptakan dan
menghindarkan stres buatan manusia (Budiono dkk,
2003).
3) Tersier
Pengobatan kelelahan kerja dapat dilakukan
dengan meminum vitamin atau obat-obatan yang
berfungsi untuk memulihkan tenaga seseorang,
perbaikan lingkungan kerja, mengupayakan sikap kerja
dan menggunakan alat kerja yang ergonomis,
penyuluhan mental dan bimbingan mental (Setyawati,
2010).
Penanggulangan terhadap kelelahan kerja dilakukan
dari lingkungan kerja yang baik, pemberian waktu
istirahat, pemberian gizi yang baik, beban kerja tidak
terlalu lama, tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin
dengan tempat kerja dan diberikan perhatian khusus
pada kelompok terentu seperti tenaga kerja beda usia,
wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja
gilir di malam hari, tenaga baru pindahan (Hasibuan,
2010).
Menghindari rasa lelah diperlukan adanya
keseimbangan antara masukan sumber datangnya
kelelahan tersebut (faktor-faktor penyebab kelelahan)
dengan jumlah keluaran yang diperoleh lewat
proses pemulihan. Proses pemulihan dapat dilakukan
dengan cara antara lain memberikan waktu istirahat yang
cukup baik yang terjadwal atau terstruktur atau tidak dan
seimbang dengan tinggi rendahnya tingkat ketegangan
kerja. Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara
yang ditunjukkan kepada umum dan lingkungan fisik
tepat kerja. Misalnya, banyak hal yang dapat dicapai
dengan jam kerja, pemberian kesempatan istirahat,
masa-masa libur atau rekreasi, dll (Roshadi, 2014).
2.1.4 Metode Pengukuan kelelahan kerja
1. Nasa Tlx
a. Nasa Task Load Index (NASA TLX)
NASA Task Load Index adalah suatu suatu
penilaian beban kerja secara keseluruhan dari
prosedur pembobotan dan rating multidimensional
yang didasarkan pada enam rating, kebutuhan mental,
kebutuhan fisik, kebutuhan waktu, performansi,
tingkat usaha dan tingkat frustasi.
Metode ini terdapat 15 perbandingan
berpasangan (pair wise comparations) dari 6
skala yang telah ditentukan. Selanjutnya jumlah
faktor yang masing-masing dipilih dijumlahkan.
Jumlah hitungan dapat berjumlah 0 (tidak relevan)
sampai dengan 5 (lebih penting dari faktor lainnya).
Serangkaian perbedaan pembobotan diperoleh dari
masing-masing pekerja yang terpisah. Persyaratan
kedua adalah memperoleh nilai rating dari setiap
skala yang merefleksikan faktor pekerjaan yang
dibebankan pada subjek.
NASA-TLX akan digunakan terhadap
penelitian ini sebagai metode untuk memberikan
jumlah optimal dari pekerja. Penetapan jumlah ini
akan menjadi dasar terhadap perolehan nilai rata- rata
WWL untuk setiap pekerja. Tersedia pengategorian
beban kerja mental untuk mengarahkan apakah suatu
pekerjaan yang dibebankan memiliki beban kerja
mental yang rendah ataupun tinggi sesuai dari hasil
tersebut. (Widiasari et al., 2017).
b. Subjective Self Rating Test
Kelelahan kerja dapat diukur untuk mentukan
tingkat dari kelelahan tersebut baik secara subjektif
maupun objektif. Penyebaran kuesioner Subjective
Self Rating Test yang diadopsi dari IFRC
(International
Fatigue Research Committee) sebagai
metode yang sifatnya subjektif dari peyebaran
kuesioner tersebut. Gejala awal kelelahan kerja yang
dialami oleh setiap pekerja dapat diketahui sebagai
salah satu metode subjektif dari kuesioner Subjective
Self Rating Test. Kemudian dilakukan pengukuran
lanjutan yang bersumber dari hasil kuesioner tersebut.
Kuesioner tersebut terdiri dari 10 bagian pertama
sebagai instrumen adanya pelemahan aktivitas, 10
bagian kedua instrumen pelemahan motivasi kerja
dan 10 bagian ketiga instrumen kelelahan fisik atau
kelelahan terhadap beberapa bagian tubuh (Juniar &
Astuti, 2016).
Empat skala Likert sebagai dasar skoring
terhadap jawaban kuesioner tersebut kemudian
kelompok skor dapat dijumlahkan menjadi total skor
individu. Perolehan antara skor individu terendah
yaitu 30 dan 120 untuk tertinggi dapat diperoleh
menurut desain penilaian kelelahan subjektif dengan
menggunakan 4 skala Likert tersebut. Tanggapan
terhadap kuesioner IFRC ini terdiri dari 4 kategori
sebagai berikut:
Skor 4 = sangat sering (SS)
Skor 3 = sering (S)
Skor 2 = kadang-kadang (K)
Skor 1 = tidak pernah (TP)
Semakin besar tingkat kelelahan maka semakin
tinggi pula tingkat frekuensi gejala kelelahan yang
muncul. Kuesioner tersebut bersifat subjektif karena
menurut pada pemikiran dari pekerja itu sendiri
sehingga diperlukan metode secara objektif untuk
dapat memastikan pekerja merasakan kelelahan saat
proses bekerja.
Tabel 1 : Klasifikasi Kelelahan Kerja

No Hasil Skor Kategori

1 Skor 0-21 Rendah

2 Skor 22-44 Sedang

3 Skor 45-67 Tinggi

4 Skor 68-90 Sangat Tinggi


(Sumber : Widiasari et al., 2017)

Tabel Indikator NASA TLX

SKALA RATING KETERANGAN


MENTAL DEMAND Rendah, Tinggi Seberapa besar aktivitas mental
(MD) dan perceptual yang dibutuhkan
untuk melihat, mengingat dan
mencari. Apakah pekerjaan tsb
mudah atau sulit, sederhana atau
kompleks, longgar atau ketat .

PHYSICAL DEMAN Rendah, Tinggi Jumlah aktivitas fisik yang


D (PD) dibutuhkan (mis.mendorong,
menarik, mengontrol putaran,
dll)
TEMPORAL Rendah, Tinggi Jumlah tekanan yang berkaitan
DEMAND (TD) dengan waktu yang dirasakan
selama elemen pekerjaan
berlangsung. Apakah pekerjaan
perlahan atau santai atau cepat
dan melelahkan

PERFORMANCE Tidak tepat, Seberapa besar keberhasilan


(OP) Sempurna seseorang di dalam
pekerjaannya dan seberapa puas
dengan hasil kerjanya

FRUSTATION Rendah, Tinggi Seberapa tidak  aman, putus asa,


LEVEL (FR) tersinggung, terganggu,
dibandingkan dengan perasaan
aman, puas, nyaman, dan
kepuasan diri  yang dirasakan.

EFFORT (EF) Rendah, Tinggi Seberapa keras kerja mental dan


fisik yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan

2.1.5 Langkah Perhitungan Metode Nasa Tlx


Langkah-langkah pengukuran beban mental dengan
menggunakan NASA-TLX (Meshkati,1988) adalah
sebagai berikut :
a) Menghitung Produk
Produk diperoleh dengan cara mengalikan rating
dengan bobot faktor untuk masing-masing deskriptor.
Dengan demikian dihasilkan 6 nilai produk untuk 6
indikator tadi yaitu :
(MD, PD, TD, OP, FR dan EF)
Produk = rating* bobot kerja
b) Menghitung Weighted Workload (WWL)
WWL diperoleh dengan cara menjumlahkan ke
enam dari produk.

c) Menghitung Rata-rata WWL


Rata-rata WWL dipeoleh dengan cara membagi
WWL dengan bobot Total

Klasifikasi dari Beban Kerja Mental


Golongan Beban Kerja Nilai
Rendah 10-33
Sedang 34-56
Tinggi 57-79
Sangat tinggi 80-100

2.1.6 Metode IFRC

Penilaian kelelahan kerja dapat diperoleh dengan


melakukan berbagai cara menggunakan kuesioner
kelelahan subjektif seperti; dengan menggunakan 2
tanggapan yaitu ‘Ya’ (ada kelelahan) kemudian ‘Tidak’
(tidak ada kelelahan). Tetapi lebih terpenting untuk
mengunakan desain penelitian dengan penilaian dengan
skoring (seperti; 4 skala likert). Jika menggunakan
skoring dengan skala likert, maka masing-masing skor
harus memiliki penjelasan operasional yang mudah
dipahami dan jelas bagi responden. Berikut adalah
tanggapan sebagai penilaian kelelahan subjektif
berdasarkan 4 skala likert, yaitu:
Skor 1 = tidak pernah (TP)
Skor 2 = kadang-kadang (K)
Skor 3 = sering (S)
Skor 4 = sangat sering (SS)
Setelah wawancara selesai dilakukan dan pengisian
kuesioner, maka langkah selanjutnya yaitu
menjumlahkan skor pada masing-masing kolom (1, 2, 3
dan 4) berdasarakan 30 pertanyaan kelelahan tersebut,
kategori kelelahan dari tiap responden akan bisa
digambarkan berdasarkan total nilai yang diperoleh.
Berikut adalah yang dapat digunakan sebagai pedoman
sederhana untuk menentukan klasifikasi tingkat
kelelahan subjektif.
Tabel klasifikasi tingkat subjektif
Total
Tingkat Klasifikasi
Skor Tindakan Perbaikan
Kelelahan Kelelahan
Individu
Tindakan perbaikan yang belum
1 0 – 21 Rendah
dibutuhkan
Tindakan perbaikan mungkin dibutuhkan
2 22 – 44 Sedang
dikemudian hari
3 45 – 67 Tinggi Tindakan perbaikan diperlukan segera
Tindakan perbaikan menyeluruh
4 68 – 90 Sangat Tinggi
diperlukan segera mungkin
(Sumber : Widiasari et al., 2017)
2.2 Kerangka Teori

Gambar 2.1 : Kerangka Teori

Faktor Internal :
▪ Usia
▪ Jenis Kelamin
▪ Status Gizi

Kelelehan Kerja
Faktor Eksternal :
▪ Beban Kerja
▪ Lama Kerja

Anda mungkin juga menyukai