Anda di halaman 1dari 32

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelelahan Kerja

2.1.1 Definisi Kelelahan

Fatigue berasal dari kata “fatigare” yang berarti hilang atau lenyap (waste-

time). Secara umum dapat diartikan sebagai perubahan dari keadaan yang lebih kuat

ke keadaan yang lebih lemah. Kelelahan merupakan kondisi yang ditandai dengan

perasaan lelah dan penurunan kesiagaan serta berpengaruh terhadap produktivitas

kerja (Grangjean, 1985 dalam Putri, 2008).

Kelelahan Adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar

dari kerusakan yang lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.

Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan Saraf terdapat sistim aktivasi

(bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Istilah kelelahan biasanya

menunjukan kondisi yang berbeda-beda pada setiap individu tetapi semuanya

bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan

tubuh (Tarwaka, 2010).

Kelelahan Adalah kondisi akut, yang dimulai dari rasa letih yang kemudian

mengarah pada kelelahan mental ataupun fisik dan dapat menghalangi seorang untuk

dapat melaksanakan fungsinya dalam batas-batas normal. Perasaan lelah ini lebih dari

sekedar perasaan letih dan mengantuk, perasaan lelah ini terjadi ketika seseorang

telah sampai kepada batas kondisi fisik atau mental yang dimilikinya (Australian

Safety and Compentation Counsil, 2006).


Ditambahkan pula oleh Suma’mur, (2009) mengemukakan bahwa kelelahan

sama halnya dengan lapar ataupun haus yaitu salah satu dari pilar-pilar penting

mekanisme penyangga untuk melindungi berlangsungnya kehidupan. Dimana pada

dasarnya Kata Lelah (Fatigue).

Kelelahan adalah berkurangnya kemampuan fisik dan mental sebagi akibat

dari penggunaan berlebih pada fisik, mental atau emosional, yang juga dapat

mengurangi hampir seluruh kemampuan fisik termasuk kekuatan, kecepatan,

kecepatan reaksi, koordinasi dan pengambilan keputusan atau keseimbangan

(www.wikipedia.com, 2009).

Kelelahan kerja adalah suatu kondisi yang dihasilkan sebelum stres yang

memperlemah fungsi dan performa, fungsi organ saling mempengaruhi yang akhirnya

menggangu fungsi kepribadian, umumnya bersamaan dengan menurunnya kesiagaan

kerja dan meningkatnya sensasi ketegangan (Cut, 2004)

Menurut Suma’mur (2009) kelelahan adalah reaksi fungsionil dari pusat

kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh 2(dua) sistem antagonistik yaitu

sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi) tetapi semunya

bermuara kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh.

Definisi kelelahan yang dikemukakan oleh banyak ahli sangat beragam,

namun dapat disimpulkan bahwa kelelahan merupakan kondisi fisiolgis tubuh yang

menunjukan penurunan daya kerja yang akhirnya dapat memengaruhi produktifitas.


2.1.2 Sistem Pengerak Kelelahan

(Suma’mur, 2009), menyatakan bahwa keadaan dan perasaan lelah adalah

reaksi fungsional pusat kesadaran yaitu otak (cortex cerebri), yang dipengaruhi oleh

dua sistem antagonis yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak

(aktivasi) Gambar 2.1. Sistem penghambat bekerja terhadap talamus (thalamus) yang

mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecendrungan

untuk tidur. Adapun sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis (formatio

reticularis) yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis

dari organ-organ dalam tubuh kearah kegiatan bekerja, berkelahi, melarikan diri dan

lain-lain.

Gambar 2.1 Sistem Penghambat dan Penggerak Aktifitas

Berdasarkan konsep tersebut, keadaan seseorang pada suatu saat sangat

tergantung pada hasil kerja antara kedua sistem antagonis tersebut. Apabila sistem

penghambat berada pada posisi lebih kuat daripada sistem penggerak, seseorang

berada pada kondisi lelah. Sebaliknya, manakala sistem penggerak lebih kuat dari
sistem penghambat, maka seseorang berada dalam keadaan segar untuk aktif dalam

kegiatan termasuk bekerja Gambar 2.2 (Suma’mur, 2009).

Low Relaxed
Tired High
Fresh
Sleepy
Excited

Sleeping Alarmed

Inhibition and/or Activation by the


minimal activation activating system

Gambar 2.2. A theoretical model to illustrate the neurophysiological mechanism

2.1.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan

Menurut Suma’mur (1996), ada 2 faktor yang dapay mempengaruhi terjadinya

kelelahan yaitu : faktor internal dan faktor eksternal

Secara umum faktor internal yang berasal dari dalam individu, terdiri dari 2

faktor yaitu: faktor somatis (fisik) seperti: kesehatan/ gizi/ pola makan, jenis kelamin,

usia. Dan faktor psikis, seperti: pengetahuan, sikap/gaya hidup/pengelolaan stress.

Sedangkan yang termasuk faktor eksternal yang merupakan faktor yang

berasal dari luar yaitu: faktor fisik, seperti: kebisingan, suhu, pencahayaan. Faktor

kimia, seperti: zat beracun. Faktor biologis, seperti: bakteri jamur. Faktor ergonomic,

serta faktor lingkungan kerja, seperti: kategori pekerjaan, sifat pekerjaan, disiplin

perusahaan, gaji/ uang lembur (insentif), hubungan sosial, posisi kerja


Grandjean (1991) dalam Tarwaka (2010) mengemukakan bahwa faktor

penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat berfariasi, dan untuk memelihara dan

mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan diluar

tekanan (cancel out the stress). Dari sekian banyak jenis kelelahan, maka timbulnya

rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang terakumulasi dari berbagai

faktor penyebab dan mendatangkan ketegangan (stress) yang dialami oleh tubuh

manusia. Faktor-faktor penyebab kelelahan diilustrasikan pada Gambar 2.3

Intensitas dan Problem fisik :


lamanya kerja fisik Tanggung jawab,
dan mental kekhawatiran

Lingkungan : iklim,
penerangan bising. Kenyerian dan
kondisi kesehatan

Circardiant
rhytem Monotoni

Tingkat
Pemulihan/ kelelahan
Penyegaran

Gambar 2.3 Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran

(Recuperation)
2.1.4 Klasifikasi Kelelahan

Ada beberapa pendapat mengenai tipe kelelahan akibat kerja. Muchinsky

(1987) dalam Putri (2008), menyatakan ada empat tipe kelelahan yakni:

1. Kelelahan otot (muscular fatigue), disebabkan oleh aktivitas yang

membutuhkan tenaga fisik yang banyak dan berlangsung lama. Tipe ini

berhubungan dengan perubahan biokimia tubuh dan dirasakan individu dalam

bentuk sakit yang akut pada otot. Kelelahan ini dapat dikurangi dengan

mendesain prosedur kerja baru yang melindungi individu dari pekerjaan yang

terlalu berat, misalnya dengan mendesain ulang peralatan atau penemuan alat-

alat baru serta melakukan sikap kerja yang lebih efisien.

2. Kelelahan mental (mental fatigue), berhubungan dengan aktivitas kerja yang

monoton. Kelelahan ini dapat membuat individu kehilangan kendali akan

pikiran dan perasaan, individu menjadi kurang ramah dalam berinteraksi

dengan orang lain, pikiran dan perasaan yang seharusnya ditekan karena dapat

menimbulkan konflik dengan individu lain menjadi lebih mudah

diungkapkan. Kelelahan ini diatasi dengan mendesain ulang pekerjaan

sehingga membuat karyawan lebih bersemangat dan tertantang untuk

menyelesaikan pekerjaan.

3. Kelelahan emosional (emotional fatigue), dihasilkan dari stres yang hebat dan

umumnya ditandai dengan kebosanan. Kelelahan ini berasal dari faktor-faktor

luar di tempat kerja, perusahaan dapat mengatasi kelelahan ini dengan

memberikan pelayanan konseling bagi karyawan agar kelelahan emosional


yang dirasakan karyawan dapat teratasi dan performansi kerja karyawan

meningkat.

4. Kelelahan ketrampilan (skills fatigue), berhubungan dengan menurunnya

perhatian pada tugas-tugas tertentu seperti tugas pilot atau pengontrol lalu

lintas udara. Pada kelelahan tipe ini standar akurasi dan penampilan kerja

menurun secara progresif. Penurunan ini diperkirakan menjadi penyebab

utama terjadinya kecelakaan mobil dan pesawat terbang, sehingga karyawan

harus selalu diawasi dan diupayakan agar terhindar dari kelelahan ini dengan

pemberian waktu istirahat yang cukup

Menurut Schultz & Schultz (2001), ahli-ahli di bidang psikologi membagi

kelelahan akibat kerja dalam dua tipe yakni kelelahan fisiologis yang disebabkan oleh

kerja otot yang berlebihan dan kelelahan secara psikis, yang mirip dengan kebosanan.

Kedua jenis kelelahan tersebut dapat menyebabkan penurunan penampilan kerja dan

menyebabkan terjadinya kesalahan, kecelakaan dan ketidakhadiran.

Tarwaka, (2004) menyatakan bahwa kelelahan akibat kerja diklasifikasikan

dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan

tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot. Sedangkan kelelahan umum biasanya

ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan karena

monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab

mental, status kesehatan dan keadaan gizi.


Soetomo (1981) dalam Adiningsari (2009) mengklasifikasikan kelelahan

berdasarkan faktor penyebabnya, diantaranya:

1. Kelelahan Fisik (physical/muscular fatigue)

Kelelahan fisik disebabkan oleh kelemahan pada otot. Suplai darah yang

mencukupi dan aliran darah ke otot sangat penting, dikarenakan menentukan

kemampuan metabolisme dan memungkinkan kontraksi otot tetap berjalan.

Kontraksi otot yang kuat mengakibatkan tekanan pada otot dan dapat

menghentikan aliran darah. Sehingga kontraksi maksimal hanya dapat

berlangsung beberapa detik. Gangguan pada aliran darah dapat menyebabkan

kelelahan otot yang berakibat otot tidak dapat berkontraksi, meskipun

rangsangan syaraf motorik masih berjalan.

2. Kelelahan Psikologi

Kelelahan psikologi berkaitan dengan depresi, gugup, dan kondisi psikologi

lainya. Kelelahan jenis ini diperburuk dengan adanya stress.

3. Kelelahan Mental (Mental Fatigue)

Kelelahan mental disebabkan karena faktor psikis. Pekerja memiliki persoalan

kejiwaan yang belum terselesaikan dan menyebabkan stress psikis.

4. Kelelahan Keterampilan (Skill Fatigue)

Kelelahan ini terjadi karena adanya tugas-tugas yang memerlukan ketelitian

dan penyelesaian permasalahan cukup sulit.

Silaban (1998), dalam Putri (2009) menerangkan mengenai jenis-jenis

kelelahan bahwa klasifikasi atau jenis kelelahan terbagi 3 yaitu, proses dalam otot,

waktu terjadi kelelahan, dan penyebabnya yaitu sebagai berik


1. Berdasarkan waktu kejadian

a. Kelelahan akut

Kelelahan akut terjadi pada aktifitas tubuh terutama yang banyak

menggunakan otot. Hal ini disebabkan karena suatu organ atau seluruh

tubuh bekerja secara terus menerus dan berlebihan. Kelalahan dengan

jenis ini dapat hilang dengan beristirahat cukup dan menghilangkan

gangguan-gangguannya.

b. Kelelahan kronis

Kelelahan kronis sebenarnya adalah kelelahan akut yang bertumpuk-

tumpuk. Hal ini disebabkan oleh adanya tugas terus-menerus tanpa

penggaturan jarak tugas yang baik dan teratur. Menurut Grandjean dalam

bukunya yang berjudul Fitting The Task to The Human kelelahan kronis

berlangsung setiap hari dan berkepanjangan, dan bahkan telah terjadi

sebelum memulai suatu pekerjaan. Kelelahan yang diperoleh dari tugas-

tugas terdahulu belum hilang dan disusul lagi dengan tugas berikutnya.

Kondisi ini terjadi secara berulang-ulang. Dengan beristirahat biasa belum

bisa menghilangkan kelelahan jenis kronis ini. Pekerja yang mengalami

kelelahan kronis ini sudah merasa lelah sebelum memulai pekerjaan,

ketika bangun tidur perasaan lelah masih ada. Jika kondisi ini dibiarkan

maka dapat membahayakan tugas yang sedang dilakukanya atau dalam

jangka waktu panjang dapat menyebabkan kecelakaan.


2. Berdasarkan proses dalam otot

a. Kelelahan otot

Kelahan otot yaitu menurunya kinerja setelah mengalami stress tertentu

yang ditandai dengan menurunya kekuatan dan kelambatan gerak.

b. Kelelahan umum

Kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya keinginan untuk bekerja

yang disebabkan oleh persyarafan ataupun psikis. Kelelahan umum ialah

suatu perasaan yang menyebar dan disertai dengan penurunan kesiagaan

dan kelambatan pada setiap aktivitas. Kelelahan umum pada dasarnya

adalah gejala penyakit dan erat hubungannya dengan faktor psikologis

seperti penurunan motivasi, dan kejenuhan yang mengakibatkan

menurunya kapsitas kerja seseorang. Kelelahan umum dicirikan dengan

menurunya perasaan ingin bekerja. Kelelahan umum disebut juga

kelelahan fisik dan juga kelelahan syaraf.

3. Berdasarkan penyebabnya

a. Faktor fisik dan psikologi di tempat kerja.

b. Faktor fisiologis yaitu akumulasi dari substansi toksin (asam laktat) dalam

darah dan faktor psikologis yaitu konflik yang menyebabkan stress

emosional yang berkepanjangan.

c. Kelelahan fisik (kelelahan karena kerja fisik); kelelahan patologis

(kelelahan yang ada hubunganya dengan penyakit); dan kelelahan

psikologis yang diatandai dengan menurunya prestasi kerja, rasa lelah dan

ada hubunganya dengan faktor psikososial.


2.1.5 Gejala Kelelahan

Suma’mur (2009), mengemukakan bahwa gejala atau perasaan atau tanda

yang ada hubunganya dengan kelelahan adalah:

Tabel 2.1. Gejala Kelelahan Subjektf pada Pekerja

Gejala Kelelahan Kerja

1. Perasaan berat dikepala 16. Cendrung untuk lupa

2. Menjadi lelah diseluruh badan 17. Kurang kepercayaan diri

3. Kaki meras berat 18. Cemas terhadap sesuatu

4. Menguap 19. Tidak dapat mengontrol sikap

5. Merasa kacau pikiran 20. Tidak dapat tekun dalam

6. Mengantuk melakukan pekerjaan

7. Merasa berat pada mata 21. Sakit kepala

8. Kaku dan canggung dalam 22. Kekakuan dibahu

gerakan 23. Merasa nyeri dipunggung

9. Tidak seimbang dalam berdiri 24. Merasa pernafasan tertekan

10. Mau berbaring 25. Merasa haus

11. Merasa susah berfikir 26. Suara serak

12. Lelah bicara 27. Pusing

13. Gugup 28. Spasme kelopak mata

14. Tidak dapat berkonsentrasi 29. Tremor pada anggota badan

15. Tidak dapat memfokuskan 30. Merasa kurang sehat.

perhatian terhadap sesuatu


Gejala perasaan atau tanda 1-10 menunjukan melemahnya kegiatan, 11-20

menunjukan melemahnya motivasi, dan 20-30 menunjukan kelelahan fisik sebagai

akibat dari keadaan umum yang melelahkan (Suma’mur, 2009).

Seseorang yang mengalami kelelahan akan menunjukan tanda-tanda sperti:

sakit kepala (pusing), melamun, kurang konsentrasi, penglihatan kabur, susah

menjaga mata agar tetap terbuka, konstan menguap bahkan tertidur saat bekerja,

mudah tersinggung, jangka waktu menyimpan memori (ingatan) singkat, motivasi

rendah, halusinasi, gangguan dalam mengambil keputusan dan penilaian,

memperlambat refleks dan tanggapan, fungsi sistem kekebalan tubuh berkurang,

frekuensi melakukan salah meningkat (Australian Safety and Compentation Counsil,

2006).

Kelelahan merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan

suatu keadaan yang dialami oleh seseorang yang ditandai dengan berbagai gejala

seperti, lemah, lesu, jenuh, menurunya perhatian konsentrasi berkurang, dan

sebaginya (Grandjean, 1985 dalam Adiningsari, 2009)

1. Gejala kelelahan otot: antara stimulus dengan kontraksi awal jaraknya sangat

lama. Kontaksi dan relaksasi melamban.

2. Gejala Kelelahan umum: perasaan subjektif lelah, mengantuk, pusing tidak

suka bekerja, pikiran loyo/lamban, berkurangnya kewaspadaan, persepsi

lamban, ketidakinginan untuk bekerja, performa menurun baik pekerjaan fisik

maupun mental.
3. Kelelahan kronis menunjukan gejala: sakit kepala, menggigil, kehilangan

waktu tidur, irregular heart rate, tiba-tiba berkeringat, kehilangan nafsu

makan, permasalahan pencernaan.

2.1.6 Pengukuran Kelelahan

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara

langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya

hanya berupa indiktor yang menunjukan kelelahan akibat kerja (Tarwaka, 2010)

1. Uji Performa Mental

Uji performa mental meliputi:

- Masalah aritmatika.

- Uji konsentrasi (crossing-out tes).

- Uji estimasi (dengan uji estimasi interfal waktu).

- Uji memori atau ingatan.

Pada uji ini seseorang dipacu untuk menentukan dan mengeluarkan tanda-

tanda kelelahan. Faktor lain yang berpengaruh adalah pelatihan dan

pengalaman. Apabila uji ini terus dilakukan maka gejala kelelahan akan

muncul dengan sendirinya (Grandjean, 1997 dalam Andiningsari, 2009)

2. Uji Schneider

Dalam penelitiannya dokter Soetomo, (1981) beliau memaparkan

bahwa dalam melakukan uji ini harus mempertimbangkan 6 hal:

- Frekuensi nadi dalam sikap berbaring

- Frekuensi nadi dalam sikap berdiri

- kenaikan antara Frekunsi nadi saat berdiri dan saat berbaring


- Kenaikan nadi setelah suatu kerja tertentu

- Waktu yang diperlukan nadi untuk kembali normal setelah melakukan

kerja tersebut.

- Perubahan tekanan sistol pada saat berbaring dan berdiri

Keenam variabel diatas kemudian diberi nilai bekisar +3 dan -3 yang

kemudian diklasifikasikan sebagai berikut:

Nilai <7 = unstatisfactory

Nilai 8-7 = doubfull (meragukan)

Nilai 10-9 = fair

Nilai 13-11 = very good

Nilai 18-14 = exclent

3. Kualitas dan kuantitas kerja

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai suatu jumlah proses

kerja (waktu yang digunakan dalam setiap item) atau proses operasi yang dilakukan

setiap unit waktu. Kelelahan dan rata-rata jumlah produksi tentunya saling

berhubungan. Namun uji ini tidak dapat dilakukan secara langsung mengingat

banyaknya faktor yang harus dipertimbangkan seperti: target produksi, faktor sosial

dan psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan

produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan kelelahan, tetapi faktor

tersebut bukanlah merupakan causal factor (Tarwaka, 2010).

4. Uji Psiko-motor (Psychomotor test)

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor.

Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi.
Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian rangsang sampai pada suatu saat

kesadaran atau dilaksanakanya kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan

nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan (Tarwaka, 2010).

Kelemahan dari uji ini ialah muncul suatu kenyataan bahwa pada uji ini sering

sekali membuat permintaan yang sulit pada subjek yang diteliti, sehingga dapat

meningkatkan ketertarikan (Granjean, 1997, dalam Putri, 2008).

5. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

Frekuensi kerlingan mulus (Flicker-fusion frecuensi) dari mata adalah

kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan cahaya yang

dipancarkan secara terus-menerus.Cara menguji kelelahan denagn metode hilangnya

kelipan adalah sebagai berikut: responden yang hendak diteliti didudukan didepan

sumber cahaya yang berkedip. Kedipan kemudian dari lambat (frekuensi rendah),

kemudian perlahan-lahan dinaikan semakin cepat. Dan cahaya tersebut bukan lagi

dianggap cahaya terputus-putus, melainkan cahaya kontiniu (mulus).

Frekuensi batas atau ambang dari kelipan itulah yang disebut “frekuensi

kelipan mulus”. Bagi orang yang tidak lelah, frekuensi ambang bernilai 2 Hz jika

menggunakan cahaya pendek atau 0.6 Hz. Pada orang yang lelah sekali atau setelah

menghadapi pekerjaan monoton, angka frekunsi kerling mulus bias antara 0.5 Hz atau

dibawah dari angka frekuensi kerling mulus orang yang tidak lelah (Suyanto dalam

Andiningsari, 2009).

6. Pengukuran kelelahan secara subjektif

Kuesioner kelelahan subjektif (Subjectif Self Rating Test) dari Industrial

Fatigue Research Committee (IFRC) merupakan salah satu kuesioner yang dapat
mengukur tingkat kelelahan subjektif. Berisi 30 daftar pertanyaan dimana pernyataan

nomor 1 sampai 10 mengenai pelemahan kegiatan, pertanyaan 11 sampai 20

pelemahan motivasi dan pertanyaan 21 sampai 30 untuk gambaran kelelahan fisik.

Dimana setiap pertanyaan diberi scoring dengan skala Likert (4 Skala) dimana:

- Skor 1 = Tidak pernah merasakan

- Skor 2 = Kadang-kadang merasakan

- Skor 3 = Sering merasakan

- Skor 4 = Sering sekali merasakan

Dimana untuk menentukan klasifikasi kelelahan subjektif berdasarkan total skor

individu menggunakan pedoman:

Tabel 2.2 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif berdasarkan total skor


individu
Tingkat Total Skor Klasifikasi
Kelelahan Individu Kelelahan
1 30 – 52 Rendah
2 53 – 75 Sedang
3 76 – 98 Tinggi
4 99 – 120 Sangat Tinggi
Sumber: Tarwaka, 2010

7. Beban Kardiovaskuler (cardiovascular load = %CVL)

Denyut nadi merupakan salah satu variabel fisiologis tubuh yang

menggambarkan tubuh dalam keadaan statis atau dinamis. Oleh karena itu denyut

nadi dipakai sebagai salah satu indicator yang dipakai untuk mengetahui berat

ringanya beban kerja seseorang. Semakin berat beban kerja, maka akan semakin

pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis

lainya (Azizah, 2005).


Beban Kardiovaskuler (cardiovascular load = %CVL) adalah perbandingan

antara peningkatan denyut nadi kerja dengan denyut nadi maksimum, yang dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

Grandjean dalam Tarwaka (2010), mendefinisikan beberapa jenis denyut nadi

yaitu sebagai berikut:

1. Denyut Nadi Istirahat: adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan

dimulai

2. Denyut Nadi Kerja: adalah rerata denyut nadi selama bekerja

3. Nadi Kerja: adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi

kerja.

Dimana untuk menentukan %CVL diketahui bahwa denyut nadi maksimum

adalah 220/menit (-umur) untuk laki-laki dan 200- umur/menit untuk wanita. Dari

hasil perhitungan %CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang

telah ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 2.3 Klasifikasi Berdasarkan Cardiovaskular Load (%CVL)

% CVL 100Klasifikasi
< 30 % Tidak terjadi kelelahan
30 % s.d <60% Diperlukan perbaikan
60 % s.d <80% Kerja dalam waktu singkat
80 % s.d <100% Diperlukan tindakan segera
>100 % Tidak diperbolehkan beraktivitas
Sumber : Tarwaka, 2010
2.1.7 Penanggulangan Kelelahan Kerja

Penanggulangan terjadinya kelelahan menurut Silaban (1998) dalam Putri

(2008) antara lain:

1. Seleksi tenaga kerja yang tepat mencakup fisik dan kesehatan secara umum.

2. Menciptakan kondisi lingkungan yang aman dan nyaman terutama disebabkan

oleh faktor fisik, kimia, dan psikologi serta penerapan ergonomik.

3. Penggunaan warna yang lembut, dekorasi, dan musik di tempat kerja.

4. Organisasi proses produksi yang tepat atau pelaksanaan kerja bertahap mulai

dari aktifitas ringan.

5. Rotasi pekerjaan secara periodik, libur kerja, serta rekreasi.

6. Memberi waktu istirahat yang cukup.

7. Latihan fisik. Latihan fisik secara fisiologis membantu kelancaran fungsi

organ tubuh agar dapat melakukan pekerjaan lebih kuat, cekatan dan efisien.

8. Peningkatan upah dapat meningkatkan kepuasan kerja.

9. Penyediaan sarana dan fasilitas tempat istirahat yang nyaman, ruang makan,

dan kantin.

10. Pemberian penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja.

Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindari sikap kerja yang

bersifat statis dab diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan

dengan merubah sikap kerja lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan merubah

sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi atau dinamis,

sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh

(Husein, 2009)
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kelelahan disebabkan oleh

banyak faktor yang sangat kompleks dan saling berkaitan, hal yang paling penting

adalah mengupayakan secepat mungkin untuk menangani kelelahan yang muncul

agar tidak menjadi kronis. Agar dapat menangani kelelahan dengan cepat, maka kita

harus mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan. Berikut akan

diuraikan faktor penyebab terjadinya kelelahan, penyegaran dan cara menangani

kelelahan (Tarwaka, 2010).

PENYEBAB KELELAHAN CARA MENGATASI

1. Aktifitas kerja fisik 1. Sesuai kapasitas kerja fisik


2. Aktifitas kerja Mental 2. Sesuai kapasitas kerja mental
3. Stasiun kerja tidak 3. Redesain stasiun kerja
ergonomi ergonomis
4. Sikap paksa 4. Sikap kerja alamih
5. Kerja statis 5. Kerja lebih dinamis
6. Kerja monoton 6. Kerja lebih bervariasi
7. Lingkungan kerja ekstrim 7. Redesain lingkungan kerja
8. Psikologis 8. Reorganisasi kerja
9. Kebutuhan kalori kurang 9. Kebutuhan kalori seimbang
10. Waktu kerja, istirahat 10. Istirahat setiap 2 jam kerja
dengan sedikit kudapan

RESIKO MANAJEMEN RESIKO


1. Motivasi kerja turun 1. Tindakan preventif melalui
2. Performansi rendah pendekatan inovatif dan
3. Kualitas kerja rendah partisipatoris
4. Banyak terjadi kesalahan 2. Tindakan kuratif
5. Produktifitas kerja rendah 3. Tindakan rehabilitative
6. Stress akibat kerja 4. Jaminan masa tua
7. Penyakit akibat kerja 5. Dan lain-lain
8. Cedera
9. Terjadi kecelakaan kerja

Gambar 2.4 Penyebab kelelahan, Cara mengatasi dan Manajemen Resiko

Kelelahan
Monica, (2010) Karakteristik kelelahan kerja akan meningkat dengan semakin

lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery)

adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup. Istirahat sebagai usaha

pemulihan dapat dilakukan dengan berhenti kerja sewaktu-waktu sebentar samapi

tidur malam hari Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya:

1. Sediakan kalori secukupnya sebagai input untuk tubuh.

2. Bekerja dengan menggunakan metoda kerja yang baik, misalnya bekerja dengan

memakai prinsip ekonomi gerakan.

3. Memperhatikan kemampuan tubuh, artinya mengeluarkan tenaga tidak melebihi

pemasukannya dengan memperhatikan batasan-batasannya

4. Memperhatikan waktu kerja yang teratur. Berarti harus dilakukan pengaturan

terhadap jam kerja, waktu istirahat dan sarana-sarananya masa-masa libur dari

rekreasi, dan lain-lain.

5. Mengatur lingkungan fisik sebaik-baiknya, seperti temperatur, kelembaban,

sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran bau/ wangi-wangian dan lain-lain.

6. Berusaha untuk mengurangi monotoni dan ketegangan-ketegangan akibat kerja.

Menurut Suma’mur (1996), kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara

yang ditujukkan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja.

Misalnya, dengan pemberian kesempatan istirahat yang tepat. Penerapan ergonomi

dalam hal pengadaan tempat duduk meja dan bangku-bangku kerja sangat membantu.

Demikian pula organisasi proses produksi yang tepat. Selanjutnya usaha-usaha perlu

ditujukkan kepada kebisingan, tekanan panas, pengudaraan dan penerangan yang

baik.
2.2 Karakteristik Pekerja

Istilah karakteristik diambil dari bahasa Inggris yakni characteristic, yang

artinya suatu sifat khas yang melekat pada seseorang atau suatu objek. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia Karakteristik adalah cirri-ciri khusus atau mempunyai

sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Ditambahkan oleh Wdianingrum

(1999), karakteristik adalah cirri-ciri dari demografi dan status sosial. Demografi

berkaitan dengan umur, stuktur prnduduk dan juga jenis kelamin, sedangkan statsu

sosial terdiri dari tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, status ekonomi dan sebagainya.

Ditambahkan lagi oleh Efendi (2004), ciri demografi karakteristik individu,

berkaitan dengan struktur penduduk, umur, jenis kelamin dan status ekonomi.

Sedangkan data cultural berkaitan dengan tingkat pendidikan, pekerjaan, agama, adat

istiadat, penghasilan dan sebagainya.

2.2.1 Usia

Usia seseorang akan memengaruhi kondisi, kemampuan, dan kapasitas tubuh

dalam melakukan aktivitasnya. Produktivitas kerja akan menurun seiring dengan

bertambahnya usia. Berbagai perubahan fisiologis disebabkan oleh penuaan tetapi

semakin jelas bahwa banyak perubahan fungsi itu berhubungan dengan penyakit,

gaya hidup (misalnya: Kurang gerak badan) atau keduanya (WHO, 1996).

Usia berkaitan dengan kelelahan karena pada usia yang meningkat akan

diikuti dengan proses degenerasi dari organ sehingga dalam hal ini kemampuan organ

akan menurun. Dengan adanya penurunan kemampuan organ, maka hal ini akan

menyebabkan tenaga kerja akan semakin mudah mengalami kelelahan


Bertambanya usia akan memengaruhi komposisi tubuh manusia. Massa tubuh

tanpa lemak dan berat otot berkurang yang mengakibatkan berkurangnya kekuatan,

ketahanan, dan volume otot. Dari segi histologinya, perubahan-perubahan tersebut

ada hubunganya dengan berkurangnya serabut otot tipe 2 dan berkurangnya aktivitas

enzim-enzim otot. Hal ini lah yang dapat memacu terjadinya kelelahan (Putri, 2008).

Hal itu juga didukung oleh (ILO&WHO, 1996) yang mengemukakan bahwa

kapasitas kerja seorang pekerja akan berkurang hingga menjadi 80% pada usia 50

tahun dan akan lebih menurun lagi hingga tinggal 60% saja pada usia 60 tahun jika

dibandingkan dengan kapasitas kerja mereka yang berusia 25 tahun. Dengan

menurunya kapasitas kerja seseorang maka kesanggupan untuk bekerja akan

semaakin berkurang akibatnya perasaan lelah akan lebih cepat timbul.

Seseorang dengan usia menjelang 45 tahun akan lebih cepat merasakan lelah.

Hal ini dikarenakan seseorang dengan usia tersebut akan mengalami penurunan

kapasitas kerja yang meliputi kapasitas fungsional, mental dan sosial. Menurut

laporan, untuk beberapa pekerjaan (bukan semua) kapasitas kerja akan terus menurun

menjelang usia 50 sampai 55 tahun (Adiningsari, 2009).

2.2.2 Status Gizi (IMT)

Status gizi adalah salah satu faktor dari faktor kapasitas kerja. Dimana

keadaan gizi buruk dengan beban kerja yang berat akan menganggu kerja dan

menurunkan efisiensi serta mengakibatkan kelelahan (Oentoro, 2004).

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan dari

nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Contohnya gondok endemik merupakan


keadaan seimbang tidaknya asupan dan pengeluaran yodium dalam tubuh (Supariasa,

2001).

Antropometri merupakan metode yang paling sering digunakan dalam

penilaian status gizi. Metode ini menggunakan parameter berat badan (BB) dan tinggi

badan (TB). Melalui kedua parameter tersebut, dapat dilakukan penghitungan Indeks

Masa Tubuh (IMT) dengan rumus sebagai berikut (Depkes RI, 2003):

Depkes RI (2003), mengklasifikasikan status gizi berdasarkan IMT dengan

didasari penyesuaian terhadap postur tubuh orang Indonesia yang lebih kecil

dibandingkan dengan postur tubuh orang luar.

Tabel 2.3 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan IMT Menurut DepKes RI (2003)

Keadaan Keterangan IMT Laki-Laki (Kg/m2)


Status Gizi Baik Normal 17,00-23,00
Status Gizi Buruk Kurang berat badan <17,00
Kelebihan berat badan >23,01
Modifikasi dari sumber: Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis, DepKes RI (2003)

Menurut Stellman dalam Astono (2003), status gizi sangat berpengaruh

terhadap kelelahan yang terjadi. Pekerja dengan status gizi yang baik akan memiliki

mekanisme pemulihan dari kelelahan kerja yang lebih baik. Dengan pemulihan yang

lebih baik akan memiliki mengurangi efek kumulatif dari kelelahan sehingga

kemungkinan kelelahan yang terjadi akan semakin rendah. Selain itu pengaturan pola

makan dan pengaturan berat badan berpengaruh terhadap kapasitas kerja sesorang.
Indicator yang dapat dipakai untuk menilai status gizi seseorang antara lain adalah

kadar Hb darah dan Indeks Masa Tubuh (IMT).

2.2.3 Riwayat Penyakit

Grandjean (1997) dalam Putri (2007), mengemukakan bahwa kelelahan secara

fisiologis dan psikologis dapat terjadi saat kondisi tubuh tidak fit/sakit atau seseorang

mempunyai keluhan terhadap penyakit tertentu. Semakin buruk kondisi kesehatan

seorang pekerja maka kelelahan akan semakin cepat timbul.

Individu dengan kondisi kesegaran jasmani secara umum baik memiliki resiko

lebih kecil terhadap terjadinya resiko Low Back Pain (LBP) dan penyembuhan akan

rasa nyeri akan lebih cepat pulih dibandingkan dengan individu lain (Dickerson dan

Chaffin, 1994 dalam Astono, 2003).

Menurut (NTC, 2006) kelelahan pada seorang pekerja juga dapat terjadi dari

riwayat penyakit seseorang yang dapat berkontribusi menimbulkan kelelahan seperti,

Penyakit Jantung, Diabetes, Anemia, gangguan tidur, Parkinson.

Oentoro (2004), adanya beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi

kelelahan, penyakit tersebut antara lain:

a. Penyakit Jantung

Seseorang yang mengalami nyeri jantung jika kekurangan darah, kebanyakan

menyerang bilik kiri jantung sehingga paru-paru akan mengalami bendungan dan

penderita akan mengalami sesak napas sehingga akan mengalami kelelahan.


b. Penyakit gangguan ginjal

Pada penderita gangguan ginjal, sistem pengeluaran sisa metabolisme akan

terganggu sehingga tertimbun dalam darah (uremi). Penimbunan sisa metabolisme

menyebabkan kelelahan.

c. Penyakit asma

Pada penderita penyakit asma terjadi gangguan saluran udara bronkus kecil

bronkiolus. Proses transportasi oksigen dan karbondioksida terganggu sehingga

terjadi akumulasi karbondioksida dalam tubuh yang menyebabkan kelelahan.

Terganggunya proses tersebut karena jaringan otot paru-paru terkena radang.

d. Tekanan darah rendah

Pada penderita tekanan darah rendah kerja jantung untuk memompa darah ke

bagian tubuh yang membutuhkan kurang maksimal dan lambat sehinggakebutuhan

oksigennya tidak terpenuhi, akibatnya proses kerja yang membutuhkan oksigen

terhambat. Pada penderita penyakit paru-paru pertukaran O2 dan CO2 terganggu

sehingga banyak tertimbun sisa metabolisme yang menjadi penyebab kelelahan.

f. Tekanan darah tinggi

Pada tenaga kerja yang mengalami tekana darah tinggi akan menyebabkan

kerja jantung menjadi lebih kuat sehingga jantung membesar. Pada saat jantung tidak

mampu mendorong darah beredar ke seluruh tubuh dan sebagian akan menumpuk

pada jaringan seperti tungkai dan paru. Selanjutnya terjadi sesak napas bila ada

pergerakan sedikit karena tidak tercukupi kebutuhan oksigennya akibatnya pertukaran

darah terhambat. Pada tungkai terjadi penumpukan sisa metabolisme yang

menyebabkan kelelahan.
2.2.4 Masa Kerja

Kelelahan berkaitan dengan tekanan yang terjadi pada saat bekerja yang dapat

berasal dari tugas kerja, kondisi fisik, kondisi kimia, dan sosial ditempat kerja.

Tekanan konstan, terjadi seiring dengan penambahan masa kerja dan adaptasi.

(Malkom, 1988 dalam Putri, 2007).

Masa kerja merupakan akumulasi dari waktu dimana pekerja telah memegang

pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang disimpan, maka semakin banyak

keterampilan yang dipelajari serta semakin banyak pekerjaan yang dikerjakan.

(Rohmert, 1988 dalam Andiningsari, 2008).

Lama kerja berkaitan dengan efek kumulatif dari stressor untuk menimbulkan

suatu strain. Semakin lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan, maka kelelahan

yang terjadi akan semakin sering (Stellman 1998, dalam Astono, 2003).

Masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik positif maupun negatif. Akan

memberikan pengaruh positif bila semakin lama seseorang bekerja maka akan

berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan memberikan

pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan

kebosanan. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah

terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Secara garis besar

masa kerja dapat dikategorikan menjadi 3 (Budiono, 2003), yaitu:

1. Masa kerja < 6 tahun

2. Masa kerja 6-10 tahun

3. Masa kerja >10 tahun


2.3 Pemanenan

Pemanenan adalah kegiatan memotong Tandan Buah Segar (TBS) dari pohon

hingga penganggkutan ke pabrik. Proses pelaksanaan kerja dimulai dengan, pemanen

terlebih dahulu memeriksa tandan buah yang sudah masak untuk selanjutnya

dilakukan proses pemanenan. Selanjutnya sebelum tandan buah yang matang tersebut

diturunkan (dipanen), pemanen harus terlebih dahulu memotong pelepah mati yang

menghalangi TBS yang sudah matang dengan sudut 300, dan menyusunya di

gawangan mati. Setelah pelepah dipotong, maka selanjutnya pemanen memotong

TBS dari pokok dengan tidak menyisakan brondolan di tangkai tandan buah. Jika

tandan buah masih panjang, maka diupayakan dipotong serapat mungkin dengan

buah. Rata-rata pemanen perhari dapat memanen tandan buah sawit (TBS) sebanyak

60 tandan dengan berat sekitar 1200 kg. TBS yang telah jatuh didekat pohon atau

disekitar piringan, dikumpulkan. Selanjutnya pemanen memuat angklong dengan

TBS, dimana isi muatan angklong tergantung ukuran dan berat TBS. Umumnya berat

TBS berkisar antara 15-50 kg tergantung usia tanaman dan kualitas TBS. Apabila

TBS berukuran besar, maka satu angkong hanya berisi 2 TBS, tetapi apabila TBS

berukuran kecil maka dapat mengangkut 3-4 TBS dan diangkut ke Tempat

Pemungutan Hasil (TPH). Selanjutnya berondolan yang jatuh dan masih tersisa akan

dikutip untuk selanjutnya juga diangkut dan dikumpulkan di TPH. Akhirnya bekas

potongan TBS yang sudah dipanen diberi penomoran yang menunjukan blok/petak

dan inisial pemanen (PTPN IV Unit Usaha Adolina, 2012).


2.3.1 Tahapan Proses Kerja Panen

Proses pemanenan kelapa sawit atau TBS terdiri dari beberapa tahapan

pekerjaan yaitu:

1. Pemotongan Pelepah dan Tandan Buah Segar (TBS)

Sebelum tandan buah diturunkan (dipanen), pemanen harus terlebih dahulu

memotong pelepah mati yang menghalangi TBS yang sudah matang dengan sudut

300, dan menyusunya di gawangan mati. Setelah pelepah dipotong, maka selanjutnya

pemanen memotong TBS dari pokok dengan tidak menyisakan brondolan di tangkai

tandan buah (PTPN IV Unit Usaha Adolina, 2012).

a. Tanaman berumur 3-5 tahun (ketinggian 2-5 m).

Ketika tanaman memiliki ketinggian masih dibawah 5 m, peralatan kerja yang

digunakan ialah dodos dengan lebar mata dodos 10-12,5 cm, disambung dengan

tongkat besi atau kayu dengan diameter gagang 4 cm (genggaman orang dewasa).

Gambar 2.5 Peralatan Panen Dodos dan Lebar Mata Dodos.


Gambar 2.6 Kegiatan Panen dengan Menggunakan Dodos.

Cara kerja panen tanaman dengan ketinggian dibawah 5 m diantaranya: tandan yang

telah memenuhi kriteria matang panen dipotong. Pada tanaman rendah (ketinggian <

5 m) pelepah daun tidak dipotong guna pertumbuhan pohon, yang dipotong hanya

buah saja. Selanjutnya pelepah dipotong menjadi 2 bagian dan disusun di gawangan

mati (tanah rata).

b. Tanaman berumur > 5 tahun (ketinggian > 5 m).

Ketika tanaman sudah berusia diatas 5 tahun maka pohon kelapa sawit akan

menjadi semakin tinggi. Sehingga peralatan kerja yang digunakan ialah egrek. Egrek

adalah alat potong TBS dengan bentuk mata pisau melengkung seperti arit tetapi

memiliki gagang dari bambu panjang untuk mencapai ketinggian tanaman.

Gambar 2.7 Peralatan Panen Egrek dan Mata Pisau Egrek


Gambar 2.8 Kegiatan Panen dengan Menggunakan Egrek

Sedangkan cara panen ketika dilakukan pemanenan adalah sebagi berikut:

buah yang telah memenuhi kriteria matang dipotong. Pelepah dibawah buah yang

dipanen dipotong mepet. Pelepah dipotong menjadi 2 bagian dan disusun di

gawangan mati (tanah rata)

2. Mengangkat, Memasukan, dan Membawa TBS dengan Angkong ke TPH.

Setelah Tandan Buah Segar (TBS) diturunkan dari pohon, selanjutnya

pemanen membawa kereta sorong, mengangkat satu persatu TBS yang telah dipanen,

memasukannya dalam kereta sorong, kemudian membawanya ke Tempat

Pemungutan Hasil (TPH). Pada saat memuat TBS ke dalam kereta sorong pemanen

akan membungkuk dan mengangkat ke dalam kereta sorong. Banyak TBS yang

dimuat ke dalam kereta sorong disesuaikan denga kapasitas isi kereta sorong.

Selanjutnya TBS di sussun di TPH sedangkan brondolan yang ada di sekitar

piringan/gawangan dikutip bersih dan dimasukan tersendiri kedalam karung dan

dibawa ke TPH. Gagang TBS dibentuk “V” (cangkem kodok) untuk diberi

penomoran inisial pemanen.


2.4 Kerangka Konsep

Karakteristik Pekerja
- Usia
- Status gizi
- Riwayat Penyakit
- Masa kerja

Cara Kerja Memanen Kelelahan Pekerja


Memotongan Pelepah dan
Tandan Buah Segar (TBS).
- Ketinggian tanaman 2-5 m
- Ketinggian tanaman > 5 m

Mengangkat, Memasukan,
dan Membawa TBS dengan
Angkong ke TPH.
- Tanaman berumur 3-5
tahun
- Tanaman berumur > 5
tahun.

Gambar 2.9 Kerangka Konsep Penelitian

Cara kerja dan karakteristik (Variabel independen) dapat memengaruhi

Kelelahan kerja sebagai variabel dependen. Dimana variabel independen terdiri dari:

karakteristik pekerja dan juga cara kerja. Karakteristik yang diteliti adalah usia, status

gizi, riwayat penyakit dan masa kerja. Cara kerja panen dibagi atas (1) Pemotongan

pelepah dan TBS yang dibagi lagi berdasarkan tinggi tanaman yang berbeda serta (2)

mengangkat, memasukan, dan membawa TBS dengan Angkong ke TPH yang juga

dilihat sesuai dengan usia tanaman.


2.4 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah:

Hipotesa Alternatif (Ha):

1. Ada hubungan antara karakteristik pekerja dengan kelelahan kerja pada

pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha

Adolina pada tahun 2012

2. Ada hubungan antara cara kerja memotong pelepah dan TBS menurut tinggi

tanaman dengan kelelahan kerja pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan

Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012.

3. Ada hubungan antara cara kerja mengangkat, memasukan, dan membawa

TBS dengan Angkong ke TPH pada usia tanaman yang berbeda dengan

kelelahan kerja pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV

(Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai