TINJAUAN PUSTAKA
pekerjaan, yang dapat dilakukan pada siang, sore dan malam hari. Waktu kerja adalah
penggunaan tenaga dan penggunaan organ tubuh secara terorganisasi dalam waktu
tertentu. Semakin lama waktu kerja yang dimiliki oleh seorang tenaga kerja maka
akan menambah berat beban kerja yang diterimanya dan sebaliknya jika waktu yang
digunakan oleh tenaga kerja itu dibawah waktu kerja sebenarnya maka akan
dalam hal waktu kerja meliputi, lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik,
hubungan antara waktu kerja dan istirahat, dan waktu bekerja menurut periode waktu
sebagai waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat
waktu (time) dan kurun waktu (duration). Bila waktu menyatakan siang/malam,
sedangkan kurun waktu atau durasi menunjukkan lamanya waktu yang dibutuhkan
dalam melakukan suatu kegiatan, seperti lamanya waktu kerja dalam satu hari adalah
8 jam. Menentukan durasi atau kegiatan biasanya dilandasi volume pekerjaan dan
Lamanya seseorang bekerja secara normal dalam sehari pada umumnya 8 jam,
kemampuan, biasanya tidak disertai efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja yang
optimal, bahkan biasanya terlihat penurunan kualitas. Bekerja dalam waktu yang
Tahun 2003 pasal 77 ayat 1, setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu
kerja meliputi, 7 jam dalam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja, atau 8
jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 5 hari kerja. Ketentuan ini tidak berlaku bagi
melebihi waktu kerja tersebut, wajib membayar upah kerja lembur. Selanjutnya pasal
79 ayat 1, pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja. Waktu
istirahat dan cuti meliputi, istirahat antara jam kerja sekurang-kurangnya setengah
jam, setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut
tidak termasuk jam kerja, istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja
dalam seminggu, dan cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja, setelah pekerja
memenuhi syarat:
2.Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam
dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
KEP.102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur dalam
pasal 1, waktu lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40
(empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu
atau 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan
Adapun dampak yang diakibatkan oleh jam kerja lembur adalah sebagai berikut:
lebih per harinya akan memiliki tingkat depresi yang cukup tinggi
et al., 2004).
dampak buruk dari terlalu lama duduk dapat menimbulkan diabetes, obesitas,
3. Berdampak Buruk Pada Kualitas Tidur. Jika seseorang sering bekerja lembur,
maka secara otomatis jam tidur yang dimilikinya berkurang. Berbagai dampak
buruk akan menimpa dari minimnya jam tidur seperti memori yang terus
yang bekerja 10 jam atau lebih per harinya beresiko terkena penyakit
seseorang menatap layar komputer ataupun laptop dalam jangka waktu yang
relatif lama. Tentu hal ini akan berefek serius pada organ mata seperti
ketegangan pada mata, gejala sakit kepala, mata yang kering yang disertai
seperti kelelehan mata memiliki beberapa penyebab yang mirip dan tidak bisa
6. Terganggunya Fungsi Organ Otak. Kerja lembur yang dilakukan secara terus-
dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan
perlindungan tubuh, agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi
terdapat dua jenis kelelahan meliputi, kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan
otot ditandai dengan gejala tremor atau rasa nyeri yang terdapat pada otot. Kelelahan
cara, dengan pengelolaan waktu bekerja dan lingkungan tempat kerja. Banyak hal
dapat dicapai dengan menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, pengaturan cuti yang tepat, penyelenggaraan tempat istirahat
bertalian dengan perlengkapan dan peralatan kerja, adalah merupakan upaya yang
Mengingat kelelahan kerja tidak dapat didefinisikan secara jelas tetapi dapat
dirasakan sebagai perasaan kelelahan kerja disertai adanya perubahan waktu reaksi
yang menonjol maka indikator perasaan kelelahan kerja dan waktu reaksi dapat
adalah gejala subjektif kelelahan kerja yang dikeluhkan pekerja yang merupakan
secara garis besar dapat dikatakan bahwa kelelahan merupakan suatu pola yang
Menurut Suma’mur (2009) Gejala atau perasaan atau tanda yang ada
d. Menguap.
f. Mengantuk.
j. Mau berbaring.
l. Lelah bicara
m. Gugup.
v. Suara sesak.
a. Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh
gejala yang tampak jelas akibat lelah kronis ini dapat dicirikan seperti
berbagai kondisi.
seseorang setiap hari dan tingkat kelelahan fisik akibat kerja. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi tingkat kelelahan yaitu : jam kerja, periode istirahat, cahaya,
suhu dan ventilasi yang berpengaruh pada kenyamanan fisik, sikap, mental dan
kelelahan tenaga kerja. Kebisingan dan getaran merupakan gangguan yang tidak
diinginkan, sejauh mungkin dikurangi atau dihilangkan. Hal ini sebaiknya dipahami
sehingga tercipta kondisi fisik yang menyenangkan dalam bekerja (Nasution dalam
Putra, 2011).
Secara pasti datangnya kelelahan yang menimpa diri seseorang akan sulit
bukanlah pekerjaan yang mudah. Prestasi ataupun performance kerja yang bisa
ditunjukkan dengan output kerja merupakan tolak ukur yang sering dipakai untuk
pengukuran terhadap kualitas output ataupun jumlah pokok cacat yang dihasilkan dan
frekuensi kecelakaan yang menimpa pekerja sering kali juga dipakai sebagai cara
yang patut diperhatikan adalah bahwa perubahan performa kerja ataupun kualitas
(Wignjosoebroto, 2000).
Menurut ILO dalam Setyawati yang dikutip dari Purnomo (2014), penyebab
kelelahan kerja umumnya berkaitan dengan:
b. Intensitas kerja dan ketahanan kerja mental dan fisik yang tinggi.
konflik-konflik.
1. Penurunan perhatian.
1. Keadaan monoton.
Salah satu penyebab kelelahan kerja adalah lamanya kerja mental dan fisik
tersebut berkumpul di dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah. Perasaan ini
aktivasi otot. Ataupun mungkin bisa dikatakan bahwa produk sisa ini mempengaruhi
serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan orang menjadi
peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot akan selalu diikuti oleh reaksi kimia
(oksida glukosa) yang merubah glikogen menjadi tenaga, panas dan asam laktat
(produk sisa). Dalam tubuh dikenal fase pemulihan, yaitu suatu proses untuk merubah
asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari pernafasan,
keseimbangan kerja bisa dicapai dengan baik apabila kerja fisiknya tidak terlalu
berat. Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena terakumulasinya produk-produk sisa
dalam otot dan peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja
Secara lebih jelas proses terjadinya kelelahan fisik adalah sebagai berikut :
2. Karbohidrat yang didapat dari makanan diubah menjadi glukosa dan disimpan
sejumlah glikogen yang ada dalam hati. Karena bekerja, persediaan glikogen
dalam hati akan menipis dan kelelahan akan timbul apabila konsentrasi
3. Dalam keadaan normal jumlah udara yang masuk melalui pernafasan kira-kira
15 liter/menit. Ini berarti pada suatu tingkat kerja tertentu akan dijumpai suatu
keadaan di mana jumlah oksigen yang masuk melalui pernafasan lebih kecil
dari tingkat kebutuhan. Jika ini terjadi maka kelelahan akan timbul, karena
reaksi oksidasi dalam tubuh yaitu untuk mengurangi asam laktat menjadi H
terakumulasi dalam otot atau dalam peredaran darah) (Nasution dalam Putra,
2011).
Untuk kelelahan fisiologis, para ahli meyakini bahwa keadaan dan perasaan
kelelahan yang timbul karena adanya reaksi fungsional dari pusat kesadaran (Cortex
cerebri) atas pengaruh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan
sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat ini terdapat dalam thalamus, dan
penggerak terdapat dalam formatio retikolaris yang bersifat dapat merangsang pusat-
reaksi. Dengan demikian, keadaan seseorang pada suatu saat tergantung pada hasil
Apabila sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka keadaan
orang tersebut ada dalam keadaan segar untuk bekerja. Sebaliknya, apabila sistem
penghambat lebih kuat dari sistem penggerak maka orang akan mengalami kelelahan.
Itulah sebabnya, seseorang yang sedang lelah dapat melakukan aktivitas secara tiba-
tiba apabila mengalami suatu peristiwa yang tidak terduga (ketegangan emosi).
Demikian juga kerja yang monoton bisa menimbulkan kelelahan walaupun beban
kerjanya tidak seberapa. Hal ini disebabkan karena sistem penghambat lebih kuat
Kelelahan dapat kita ketahui dari gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang sering
timbul seperti :
1. Perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh tubuh, kaki terasa berat,
menguap, pikiran kacau, mengantuk, mata berat, kaku dan canggung dalam
merasa tertekan, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata,
tremor pada anggota badan dan kurang sehat badan (Suma’mur, 2009).
Dalam studi efek kelelahan harus dipahami bahwa gejala umum dari
kelelahan kerja merupakan sebagai suatu hasil dari aktivitas yang panjang. Gejala
kelelahan berikut merupakan gejala yang jelas dilihat dan dirasakan, yaitu
(Grandjean,1985).
lain: Waktu reaksi Seluruh Tubuh atau Whole Body Reaction Tester (WBRT), uji
ketuk jari (Finger Taping Test), uji Flicker fusion, uji Critical Fusion, uji Bourdon
Wiersma, skala kelelahan IFRC (Industrial Fatique Rating Comite), skala Fatique
pengukuran kelelahan kerja secara ideal telah sejak lama diharapkan oleh para
pemegang unit-unit kerja maupun oleh pihak-pihak yang menaruh perhatian terhadap
masalah kelelahan kerja. Pada tahun 1957 diutarakan oleh Pearson bahwa belum
terdapat alat ukur yang dapat secara memadai untuk mengukur kelelahan, bahkan
oleh Broadbent tahun 1979 disebutkan bahwa penilaian perasaan kelelahan kerja
hanya sebagian saja yang ada hubungan dengan pengukuran secara fisiologis. Pada
tahun 1995 oleh Grandjean masih dikemukakan bahwa sampai saat itu belum terdapat
suatu cara pengukuran kelelahan fisiologis dan psikologis yang dapat dipakai secara
sempurna dalam setiap macam industri. Hampir semua ahli ergonomi mengakui
kebenaran pendapat Grandjean ini. Kesenjangan ini masih dilontarkan oleh Phoon
Waktu reaksi adalah waktu yang terjadi antara pemberian rangsang tunggal sampai
timbulnya respon terhadap rangsang tersebut. Waktu reaksi ini merupakan reaksi
sederhana atas rangsang tunggal atau reaksi yang memerlukan koordinasi. Parameter
bahwa waktu reaksi ini dipengaruhhi oleh faktor rangsangnya sendiri baik macam,
intensitas maupun kompleksitas rangsangnya, dan juga dapat dipengaruhi oleh motivasi
kerja, jenis kelamin, usia, kesempatan serta anggota tubuh yang dipergunakan.
tangan dalam suatu periode waktu tertentu. Uji ini sangat lemah karena banyak faktor
yang sangat berpengaruh dalam proses mengetukkan jari-jari tangan dan uji ini tidak
c. Uji Flicker-Fusion.
cahaya tampak berbaur sebagai cahaya yang kontinyu. Uji ini dipergunakan untuk
Uji Critical Flicker-fushion adalah modifikasi uji Flicker Fushion. Uji ini
digunakan untuk pengujian kelelahan mata yang berat, dan mempergunakan Flicker
Tester.
Skala IFRC yang di disain untuk pekerja dengan budaya Jepang ini
Kelemahan skala ini yaitu bahwa perasaan kelelahan yang dirasakan seorang pekerja
dan tiap butir pertanyaan dalam skala IFRC tidak dapat dievaluasi hubunganya. Uji
kelelahan yang lain yaitu skala kashiwagi, yang terdiri atas 20 butir pertanyaan yang
mengandung dimensi pelemahan aktivitas dan pelemahan motivasi. Kedua skala ini
tidak merupakan pendekatan yang menentukan karena dengan kedua skala ini tidak
kerja maupun kriteria lain yang mendukung. Diutarakan pula bahwa perlu dilakukan
survei psikososial dan ekologi diantara para pekerja untuk mengetahui sebab
Cara ini tidak dapat dipakai untuk mengukur kelelahan pada tiap orang
maupun pada tiap pekerjaan karena adanya tremor pada tangan dapat terjadi tidak
saja pada kelelahan tetapi juga dapat terjadi sebagai bagian dari penyakit tertentu.
h. Metode Blink.
dengan melihat objek yang bergerak dengan mata yang terkejab secara cepat dan
berulang-ulang. Cara ini pun tidak dapat untuk menguji jenis kelelahan kerja pada
tiap pekerjaan.
i. Ekskresi Katekolamin.
pekerja beberapa macam pekerjaan yang mengalami kelelahan kerja tidak terjadi
j. Stroop Test.
Dalam uji ini seseorang diminta menyebutkan nama warna-warna tinta suatu
seri huruf atau kata-kata. Pengujian ini kurang memadai untuk pengujian suatu
kerja yang di disain oleh Setyawati (1994) khusus bagi pekerja Indonesia. KUPK2
ada tiga macam yaitu KUPK2 I, KUPK2 II, dan KUPK2 III yang masing-masing
terdiri atas 17 butir pertanyaan, yang telah teruji kesahihan dan kehandalanya untuk
kelelahan.
yang disusun oleoleh Setyawati pada tahun 1994 yang terdiri dari 17 pertanyaan
tentang keluhan subjektif yang dapat diderita oleh tenaga kerja, antara lain: sukar
berpikir, lelah berbicara, gugup menghadapi sesuatu, tidak pernah konsentrasi dalam
mengerjakan sesuatu, tidak punya perhatian terhadap sesuatu, cenderung lupa, kurang
percaya diri, tidak tekun dalam melaksanakan pekerjaan, enggan menatap mata orang
lain, enggan bekerja dengan cekatan, tidak tenang bekerja, lelah seluruh tubuh,
lamban, tidak kuat berjalan, lelah sebelum bekerja, daya pikir menurun dan cemas
Selain itu KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) juga
yang sumber utamanya adalah mata (visual), kelelahan fisik umum, kelelahan mental,
kelelahan syaraf, kelelahan oleh karena lingkungan kerja yang monoton ataupun
Kelelahan merupakan komponen kelelahan fisik dan psikis. Kerja fisik yang
melibatkan kecepatan tangan dan fungsi mata serta memerlukan konsentrasi yang
untuk bekerja yang disebabkan oleh faktor psikis yang mengakibatkan kelelahan
bekerja sehingga kelelahan akibat bekerja dapat dikurangi dapat dilakukan dengan
input untuk tubuh, bekerja dengan menggunakan metode kerja yang baik (misalnya
istirahat dan sarana-sarananya, masa libur dan rekreasi dan lain-lain), mengatur
(warna dan dekorasi kerja, musik, menyediakan waktu untuk berolahraga, dan lain-
Ada hubungan antara jam kerja lembur terhadap kelehan kerja pada operator unit