Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

ERGONOMI
PHYSIOLOGICAL PERFORMANCE

Disusun oleh :

Kelompok :2
Kelas : K3 – VB
Anggota :
1. Maria Margaretha Octhaniasari (0517040031)
2. Mizbahul Zaman (0517040033)
3. Zulfadila Karunia Arini (0517040049)
4. Ananda Tri Wijaya (0517040052)

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan masa sekarang yang sangat berkembang, Banyak
sekali aspek yang dapat dikembangkan dari Sumber Daya Alam maupun
Sumber Daya Manusia yang sering berkerja untuk memperoleh sebuah hasil.
Agar dapat mengetahui kualitas kinerja fisik dari manusia, maka dilakukan
pengukuran denyut jantung. Pengukuran tersebut diperlukan karena manusia
sering dihadapkan pada suatu pekerjaan fisik yang tidak diimbangi oleh
waktu istirahat yang optimal. Disini kita dihadapkan pada recovery time yang
terlalu sebentar ataupun recovery time yang terlalu lama. Hal tersebut sama-
sama merugikan. Untuk waktu istirahat yang terlalu lama, pihak perusahaan
bisa dirugikan karena kerja menjadi kurang optimal. Sedangkan untuk waktu
yang terlalu cepat akan menyebabkan para pekerja menjadi cepat lelah dan
akhirnya hasil pekerjaan juga akan kurang optimal. Permasalahan tersebut
dapat diatasi dengan pendekatan physiological performance.
Bidang ilmu mengenai physiological performance ini adalah
melakukan pengukuran heart rate. Dimana kita juga dapat mengetahui data
tentang waktu yang dibutuhkan seseorang dalam mencapai kondisi normal
setelah melakukan aktifitas. Physiological perfomance juga dapat
mengetahui berapa banyak konsumsi energi dan recovery time yang
dibutuhkan seseorang saat melakukan aktifitas.
Untuk itu, diperlukan praktikum physiological performance agar kita
dapat menentukan jumlah recovery time dan konsumsi energi setiap pekerja
Pada praktikum ini akan dilaksanakan pengukuran denyut jantung untuk
mengetahui kualitas kinerja fisik pada seluruh mahasiswa K3-5B dengan cara
masing-masing mahasiswa mengoperasikan treadmill selama 5 menit dengan
kecepatan 6 m/s.

1.2 Rumusan Masalah


Perumusan masalah dalam Praktikum Physiological Performance ini antara
lain:
1. Bagaimana cara mengetahui recovery time tiap-tiap operator setelah
melakukan aktivitas ?
2. Bagaimana cara mengetahui heart rate nomal dan konsumsi energi/
konsumsi VO2 maksimal operator sebelum dan sesudah melakukan
aktivitas?

1.3 Tujuan
Tujuan dari Praktikum Physiological Performanceini antara lain :
1. Mengetahui recovery time tiap-tiap operator setelah melakukan aktivitas.
2. Mengetahui heart rate nomal dan konsumsi energi/ konsumsi VO2
maksimal operator sebelum dan sesudah melakukan aktivitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beban Kerja


Beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus
diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka
waktu tertentu Sunarso (2010). Menurut Kepmen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. 52 Tahun 2014, beban kerja adalah sejumlah target
pekerjaan atau target hasil yang harus dicapai dalam satu satuan waktu
tertentu.
Menurut Suma’mur (dalam Purwaningsih, 2016) bahwa kemampuan
kerja sesorang tenaga kerja berbeda satu kepada yang lainnya dan sangat
tergantung dari tingkat ketrampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis
kelamin, usia dan ukuran tubuh dari pekerja yang bersangkutan. Jika
kemampuan pekerja lebih tinggi daripada tuntutan pekerjaan, akan muncul
perasaan bosan. Namun sebaliknya, jika kemampuan pekerja lebih rendah
daripada tuntutan pekerjaan, maka akan muncul kelelahan yang lebih. Beban
kerja terbagi dua, yaitu beban kerja fisiologis dan beban kerja psikologis.
Beban kerja fisiologis dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat,
merawat, mendorong. Sedangkan beban kerja psikologis dapat berupa sejauh
mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan
individulainnya (Susilowati dalam Fithri, 2017).
Beban kerja yang dibebankan kepada karyawan dapat dikategorikan
kedalam tiga kondisi, yaitu beban kerja yang sesuai standar, beban kerja yang
terlalu tinggi (over capacity) dan beban kerja yang terlalu rendah (under
capacity). Menurut Gibson (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi beban
kerja, yaitu:
1. Time pressure (tekanan waktu), secara umum dalam hal tertentu waktu
akhir (dead line) justru dapat meningkatkan motivasi dan menghasilkan
prestasi kerja yang tinggi, namun desakan waktu juga dapat menjadi
beban kerja berlebihan kuantitatif ketika hal ini mengakibatkan
munculnya banyak kesalahan atau kondisi kesehatan seseorang
berkurang.
2. Jadwal kerja atau jam kerja jumlah waktu untuk melakukan kerja
berkontribusi terhadap pengalaman akan tuntutan kerja, yang merupakan
salah satu faktor penyebab stres di lingkungan kerja. Hal ini berhubungan
dengan penyesuaian waktu antara pekerjaan dan keluarga. Untuk jadwal
kerja ada tiga tipe, yaitu: night shift, long shift, flexible work schedule.
Dari ketiga tipe jadwal kerja tersebut, long shift dan night shift dapat
berpengaruh terhadap kesehatan tubuh seseorang.
3. Role ambiguity dan role conflict. Role ambiguity (kemenduaan peran)
dan role conflict (konflik peran) dapat mempengaruhi persepsi seseorang
terhadap beban kerjanya. Hal ini dapat sebagai hal yang mengancam atau
menantang.
4. Kebisingan, dapat mempengaruhi pekerja dalam hal kesehatan dan
performance-nya. Pekerja yang kondisi kerjanya sangat bising dapat
mempengaruhi efektifitas kerjanya dalam menyelesaikan tugasnya,
dimana dapat mengganngu konsentrasi dan otomatis mengganggu
pencapaian tugas sehingga dapat dipastikan semakin memperberat beban
kerjanya.
5. Informatian overload. Banyaknya informasi yang masuk dan diserap
pekerja dalam waktu yang bersamaan dapat menyebabkan beban kerja
semakin berat. Kemajemukan teknologi dan penggunaan fasilitas kerja
yang serba canggih membutuhkan adaptasi tersendiri dari pekerja.
Semakin komplek informasi yang diterima, dimana masing-masing
menuntut konsekuensi yang berbeda dapat mempengaruhi proses
pembelajaran pekerja dan efek lanjutannya bagikesehatan jika tidak
tertangani dengan baik.
6. Temperature extremes atau heat overload. Sama halnya dengan
kebisingan, faktor kondisi kerja yang beresiko seperti tingginya
temperatur dalam ruangan juga berdampak pada kesehatan. Hal ini
utamanya jika kondisi tersebut berlangsung lama dan tidak ada peralatan
pengamannya.
7. Repetitive action. Banyaknya pekerjaan yang membutuhkan aksi tubuh
secara berulang, seperti pekerja yang menggunakan komputer dan
menghabiskan sebagian besar waktunya dengan mengetik, atau pekerja
assembly line yang harus mengoperasikan mesin dengan prosedur yang
sama setiap waktu atau dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan
timbul rasa bosan, rasa monoton yang pada akhirnya dapat menghasilkan
berkurangnya perhatian dan secara potensial membahayakan jika tenaga
gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat.
8. Tanggung jawab. Setiap jenis tanggung jawab (responsibility) dapat
merupakan beban kerja bagi sebagian orang. Jenis-jenis tanggung jawab
yang berbeda, berbeda pula fungsinya sebagai penekan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tanggung jawab terhadap orang menimbulkan
tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan. Sebaliknya semakin
banyak tanggung jawab terhadap barang, semakin rendah indikator
tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan.

Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga kerja
dapat digunakan untuk menentukan berapa lama seorang tenaga kerja dapat
melakukan aktivitas kerjanya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja
yang bersangkutan. Di mana semakin berat beban kerja, maka akan semakin
pendek waktu seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan
fisiologis yang berarti atau sebaliknya. Sebaliknya, bila beban kerja yang
diberikan terlalu ringan maka akan menimbulkan kebosanan pada seseorang
atau operator. Kebutuhan utama dalam pergerakkan otot adalah kebutuhan
akan oksigen yang dibawa oleh darh ke otot untuk pembakaran zat dalam
menghasilkan energi. Sehingga jumlah oksigen yang dipergunakan oleh
tubuh merupakan salah satu indikator pembebanan selama bekerja. Dengan
demikian setiap aktivitas pekerjaan memerlukan energi yang dihasilkan dari
proses pembakaran. Berdasarkan hal tersebut maka kebutuhan kalori dapat
digunakan sebagai indikator untuk menentukan besar ringannya beban kerja
(Tarwaka, 2004) :
1. Beban kerja ringan: 100-200 Kilo kalori/ jam
2. Beban kerja sedang: > 200-350 Kilo kalori/ jam
3. Beban kerja berat: > 350-500 Kilo kalori/ jam
Kebutuhan kalori seorang pekerja selama 24 jam ditentukan oleh tiga
hal (Grandjean, 1988) :
1. Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal, dipengaruhi oleh jenis
kelamin dan usia.
2. Kebutuhan kalori untuk kerja, kebutuhan kalori sangat ditentukan dengan
jenis aktivitasnya, berat atau ringan.
3. Kebutuhan kalori untuk aktivitas lain-lain di luar jam kerja.

2.2 Pengukuran Beban Kerja


Pengukuran beban kerja memberikan beberapa keuntungan bagi
organisasi. Cain (2007) menjelaskan bahwa alasan yang sangat mendasar
dalam mengukur beban kerja adalah untuk mengkuatifikasi biaya mental
(mental cost) yang harus dikeluarkan dalam melakukan suatu pekerjaan agar
dapat memprediksi kinerja sistem dan pekerja. Tujuan akhir dari langkah-
langkah tersebut adalah untuk meningkatkan kodisi kerja, memperbaiki
desain lingkungan kerja ataupun menghasilkan prosedur kerja yang lebih
efektif.Menurut Tarwaka, pengukuran beban kerja dapat digunakan untuk
beberapa hal berikut, yaitu :
1. Evaluasi dan perancangan tata cara kerja
2. Keselamatan kerja
3. Pengaturan jadwal istirahat
4. Spesifikasi jabatan dan seleksi personil
5. Evaluasi jabatan
6. Evaluasi tekanan dari faktor lingkungan

Metode penentuan beban kerja psikologis/mental dapat dibedakan


sebagai berikut:
1. Secara Teoritis. Menurut Wignjosoebroto, secara teoritis metode
penentuan beban kerja psikologis/mental dapat dibedakan sebagai
berikut :
a. Pendekatan ergonomi-biomekanik Pendekatan ini mencakup
pengukuran proses persepsi, neuromotorik, dan biomekanik serta
level kelelahan/kejenuhan pekerja.
b. Pendekatan psikologis Pengukuran pendekatan psikologis
menggunakan atribut-atribut seperti keterampilan, dan batas
marginal kelelahan.
2. Secara Teknis. Secara teknis metode penentuan beban kerja
psikologis/mental dapat dibedakan sebagai berikut (Rauf, 2012) :
a. Pengukuran beban kerja mental secara objektif (Objective
Workload Measurement) adalah suatu pengukuran beban kerja di
mana sumber data yang diolah adalah data-data kuantitatif. Seperti
melakukan pengukuran denyut jantung, cairan dalam tubuh, waktu
kedipan mata, dan pola gerakan bola mata. Selain itu, pengukuran
dengan metode lainnya menggunakan alat ukur Flicker yang dapat
menunjukkan perbedaan performansi mata manusia, melalui
perbedaan nilai flicker dari tiap individu atau ukuran performansi
kerja operator antara lain adalah jumlah kesalahan (error) dan
perubahan laju hasil kerja (work rate).
b. Pengukuran beban kerja mental secara subjektif (Subjective
Workload Measurement) yaitu pengukuran beban kerja di mana
sumber data yang diolah adalah data yang bersifat kualitatif.
Pengukuran ini merupakan salah satu pendekatan psikologi dengan
cara membuat skala psikometri untuk mengukur beban kerja
mental. Cara membuat skala tersebut dapat dilakukan baik secara
langsung (terjadi secara spontan) maupun tidak langsung (berasal
dari respon eksperimen). Metode pengukuran yang digunakan
adalah dengan memilih faktor-faktor beban kerja mental yang
berpengaruh dan memberikan rating subjektif. Tahapan
pengukuran beban kerja mental secara subjektif adalah:
1. Menentukan faktor-faktor beban kerja mental pekerjaan yang
diamati.
2. Menentukan range dan nilai interval.
3. Memilih bagian faktor beban kerja yang signifikan untuk
tugas-tugas yang ssifik.
4. Menentukan kesalahan subjektif yang diperhitungkan
berpengaruh dalam memperkirakan dan mempelajari beban
kerja.

Metode penentuan beban kerja fisiologis/fisik dapat menggunakan


salah satu pendekatan untuk mengetahui berat ringannya beban kerja adalah
dengan menghitung nadi kerja, konsumsi energi, kapasitas ventilasi paru dan
suhu inti tubuh. Menurut Grandjean, pada batas tertentu ventilasi paru, denyut
jantung, dan suhu tubuh mempunyai hubungan yang linier dengan konsumsi
oksigen atau pekerjaan yang dilakukan. Adapun pengukuran denyut jantung
dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu (Utami, 2012) :
1. Merasakan denyut jantung yang ada pada arteri radial pada pergelangan
tangan.
2. Mendengarkan denyut jantung dengan stethoscope.
3. Menggunakan ECG (Electrocardio Graph), yaitu mengukur signal
elektrik yang diukur dari otot jantung pada permukaan kulit dada.

Salah satu yang dapat digunakan untuk menghitung denyut jantung


adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan Electroardio Graph
(ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia dapat memakai stopwatch
dengan metode 10 denyut. Dengan metode tersebut dapat dihitung denyut
nadi kerja sebagai berikut :
𝑑𝑒𝑛𝑦𝑢𝑡 10 𝑑𝑒𝑛𝑦𝑢𝑡
Denyut Nadi ( ) = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 x 60
𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

Selain metode denyut jantung tersebut, dapat juga dilakuakan


penghitungan denyut nadi dengan menggunakan metode 15 atau 30 detik.
Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringanya beban kerja memiliki
beberapa keuntungam. Selain mudah, cepat, dan murah juga tidak
memerlukan peralatan yang mahal, tidak menggangu aktivitas pekerja yang
dilakukan pengukuran. Kepekaan denyut nadi akan segera berubah dengan
perubahan pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika,
maupun kimiawi. Denyut nadi untuk mengestimasi index beban kerja terdiri
dari beberapa jenis, yaitu (Nurmianto, 1996) :
1. Denyut jantung pada saat istirahat (resting pulse) adalah rata-rata denyut
jantung sebelum suatu pekerjaan dimulai.
2. Denyut jantung selama bekerja (working pulse) adalah rata-rata denyut
jantung pada saat seseorang bekerja.
3. Denyut jantung untuk bekerja (work pulse) adalah selisish antara senyut
jantung selama bekerja dan selama istirahat.
4. Denyut jantung selama istirahat total (recovery cost) adalah jumlah
aljabar denyut jantung dan berhentinya denyut pada suatu pekerjaan
selesai dikerjakannya sampai dengan denyut berada pada kondisi
istirahatnya.
5. Denyut kerja total (Total work pulse or cardiac cost) adalah jumlah
denyut jantung dari mulainya suatu pekerjaan samapi dengan denyut
berada pada kondisi istirahatnya (resting level).
Lebih lanjut untuk menentukan klasifikasi beban kerja berdasakan
peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi
maskimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasiculair = % CVL) yang
dihitung berdasarkan rumus di bawah ini :
100 (𝑑𝑒𝑛𝑦𝑢𝑡 𝑛𝑎𝑑𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎−𝑑𝑒𝑛𝑦𝑢𝑡 𝑛𝑎𝑑𝑖 𝑖𝑠𝑡𝑖𝑟𝑎ℎ𝑎𝑡)
%CVL = 𝑑𝑒𝑛𝑦𝑢𝑡 𝑛𝑎𝑑𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚−𝑑𝑒𝑛𝑦𝑢𝑡 𝑛𝑎𝑑𝑖 𝑖𝑠𝑡𝑖𝑟𝑎ℎ𝑎𝑡

Di mana denyut nadi maskimum adalah (220-umur) untuk laki-laki dan (200-
umur) untuk wanita. Dari perhitungan % CVL kemudian akan dibandingkan
dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut :
1. < 30% = Tidak terjadi kelelahan
2. 30 - 60% = Diperlukan Perbaikan
3. 60 - < 80% = Kerja dalam waktu singkat
4. 80 - < 100% = Diperlukan tindakan segera
5. > 100% = Tidak diperbolehkan beraktivitas
Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolute denyut nadi pada
ketergantungguan pekerjaan (the interruption of work), tingkat kebugaran
(individual fitness), dan pemaparan panas lingkungan. Jika nadi pemulihan
tidak segera tercapai maka diperluakan redesain pekerjaan untuk mengurangi
tekanan fisik.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Timbangan badan
b. Observation sheet
c. Tread mill
d. Pulsemeter
e. Stopwatch

3.2 Prosedur Pelaksanaan Praktikum


1. Masing-masing anggota kelompok mengukur berat badan dan HR.
2. Setiap anggota menjalankan aktivitas Tread mill dengan berjalan cepat
atau berlari kecil (kec. 6 kph) selama 5 menit, kemudian istirahat selama
5 menit.
3. Mengukur HR operator selamat istirahat (5 menit) setiap detik ke-10.
4. Membuat rekap data berdasarkan variabilitas jenis kelamin, berat badan,
working time dan recovery time.
5. Membuat grafik (dari tiap rekap data) yang menunjukan hubungan HR
terhadap waktu, baik waktu operasi maupun waktu istirahat untuk
masingmasing treatment.
6. Menghitung recovery time dan waktu istirahat yang dibutuhkan
berdasarkan jenis kelaminnya.
7. Menghitung kebutuhan konsumsi energi oleh setiap operator sesuai
dengan jenis kelaminnya.
8. Membuat grafik konsumsi energi terhadap heart rate normal.
9. Membuat grafik hubungan antara VO2 max dengan HR normal.
10. Menganalisa data hasil praktikum.
11. Membuat kesimpulan dan saran.
3.3 Flow Chart (Diagram Alir)

MULAI

Pembuatan Laporan Pendahuluan

Memgukur berat badan

Pengambilan data Heart Rate

Membuat rekap data berdasarkan variabilitas jenis kelamin, berat badan, working
time dan recovery time

Pembuatan Grafik hubungan HR terhadap waktu

Menghitung kebutuhan konsumsi energi

Membuat grafik konsumsi energi terhadap heart rate normal


Membuat grafik hubungan antara VO2 max dengan HR normal.

Menganalisa data hasil praktikum.

Membuat kesimpulan dan saran

SELESAI
DAFTAR PUSTAKA

Cain, B. (2007). A Review of the Mental Workload Literature. Defence Research


and Development Canada Toronto Human System Integration Section.
Canada.

Fithri, Prima dan Windi Fitri Anisa. 2017. Pengukuran Beban Kerja Psikologis dan
Fisiologis Pekerja di Industri Tekstil. Padang: Universitas Andalas.

Gibson, Ivancevich Donelly. 2009. Organisasi. Jakarta: Erlangga

Grandjean, E. 1988. Fitting the Task to the Man, 4th edt. London: Taylor & Francis
Inc.

Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penyusunan Perencanaan Tenaga Kerja Mikro di Perusahaan, Badan Usaha
Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah.

Nurmianto, E. 1996. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: PT.


Guna Widya.

Purwaningsih, Ratna dan Aisyah. 2016. Analisis Pengaruh Temperatur


Lingkungan, Berat Badan dan Tingkat Beban Kerja terhadap Denyut Nadi
Pekerja Ground Handling Bandara. Semarang: Universitas Diponegoro.

Rauf, F. 2012. Analisis Beban Mental Menggunakan Metode National Aeronautics


And Space AdministrationTask Load Index (Nasa-Tlx) Di PPPPTK Bmti
Di Departemen Mesin Bandung [Tugas Akhir], Universitas Komputer
Indonesia.

Sunarso. 2010. Pengaruh kepemimpinan, kedisplinan, Beban Kerja dan Motivasi


Kerja terhadap Kinerja Guru Sekolah. Jurnal Managemen Sumber Daya
Manusia. Vol 4. No 1.

Tarwaka, S.H., A. Bakri dan L. Sudiajeng. 2004. Ergonomi Untuk Kesehatan dan
Keselamatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press.

Utami, S.W. 2012. Pengkuran Beban Kerja Psikologis dan Fisiologis yang Dialami
oleh Operator pada Produk Cup di PT Indomex Dwijaya Lestari [Laporan
Kerja Praktek]. Fakultas Teknik Universitas Andalas, Padang.

Wignjosoebroto, S. 2000. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Jakarta: Guna Widya.

Anda mungkin juga menyukai