Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ERGONOMI

JADWAL KERJA

Disusun Oleh:

1. Cessa Dela Faradina (12514302)


2. Fadhillah Hasna F. (13514746)
3. Maesyaroh (16514297)
4. Patricia Dethan (18614413)
5. Shafa Aisya (1A514182)

Kelas 4PA09

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS GUNADARMA

DEPOK

2018

ERGONOMI
JADWAL KERJA
Ergonomi adalah suatu kajian ilmu yang mempelajari tentang kenyamanan
manusia dalam melakukan kegiatanya sehari-hari, dan juga sangat mengutamakan
manusia dalam melakukan sejumlah pekerjaan yang ia lakukan. Dimana semua
dipertimbangkan untuk dapat memudahkan manusia dan mengoptimalkan
kemampuan manusia namun tetap membuat para pekerjanya tetap merasa nyaman
dan tidak ada aspek yang terbuang sia-sia dari kemampuan manusia itu.

A. PERIODE ISTIRAHAT
1. Pengertian Istirahat
Waktu istirahat merupakan salah satu komponen penting dalam sistem
kerja. Pemberian waktu istirahat tidak hanya penting untuk pekerjaan-
pekerjaan manual yang mengandalkan kekuatan otot, tetapi juga untuk
pekerjaan-pekerjaan yang mengandalkan kerja sistem saraf. Istirahat di tengah
kerja sangat berguna dalam mengurangi terjadinya kelelahan (fatigue). Adanya
waktu istirahat akan memberikan kesempatan untuk proses pemulihan
(recovery) baik bagi fisik maupun mental pekerja. Untuk itu lama waktu
istirahat harus cukup untuk mengembalikan kebugaran pekerja. Penjadwalan
waktu istirahat dapat dilakukan berdasarkan tingkat kelelahan mental dan fisik
yang dialami pekerja, terutama pada pekerjaan-pekerjaan dengan beban kerja
tinggi.
Istirahat yang besar membawa pemulihan, dan penambahan kekuatan
setelah digunakan. Tidur merupakan faktor penting dalam istirahat, dimana
selama tidur semua fungsi-fungsi tubuh terisi diperbaharui lagi. Istirahat tidak
hanya mercakup tidur, tetapi juga bersantai, perubahan dalam aktifitas,
menghilangkan segala tekanan-tekanan kerja atau maasalah-masalah lainnya.
Berjalan di udara segar, bermain tenis, menjernihkan pikiran, semuanya dapat
menenangkan otot-otot. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seseorang pada
saat ini sangat melelahkan, umat manusia berjuang/berusaha keras untuk
bekerja. Kita semua membutuhkan istirahat untuk melawan segala kepenatan.
Studi menunjukkan dimana setelah kita bangun dari tidur yang cukup,
otak kita kembali berfungsi dengan sangat baik. Pencapaian persetujuan,
pengertian/pemahaman segala jenis masalah biasanya dapat diselesaikan
dengan sukses apabila dilakukan pada pagi hari dibanding pada di waktu
malam hari. Pertumbuhan hormon penting untuk meningkatkan kualitas,
ukuran dan efisiensi otak, juga meningkatkan pengangkutan asam amino dari
darah ke otak, yang memungkinkan sel urat syaraf untuk dapat memiliki
pengetahuan yang permanen dan berguna. Kebanyakan dari pertumbuhan
hormon diproduksi pada saat kita itdur dengan tenang (tanpa beban).
Salah satu hormon yang penting lainnya adolah Kortisol, dimana waktu
produksi terfingginya adalah dari waktu tengah malam hingga di waktu pagi
(pagi-pagi sekali). Kortisol memainkan peranan yang besar dalam membantu
kita menghadapi stress/tekanan yang kita hadapi setiap hari, mengurangi rasa
penat dan peradangan. Bila manusia tidur terlambat, mereka membatasi
kemampuan tubuh untuk menangani segala kegiatan dan mengurangi tenaga
dan vitalitas pada keesokan harinya.
Tiwari dan Gite (dalam Umami & Subagyo, 2006) telah melakukan
evaluasi jadwal kerja-istirahat untuk operator rotary power tiller. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan tinjauan fisiologis dan psikofisik
durasi waktu kerja hendaknya tidak lebih dari 75 menit, terutama pada pagi
hari (sebelum makan siang). Sedangkan lama waktu istirahat setidak-tidaknya
15 menit untuk menghindari ketidaknyamanan postural yang berlebihan,
kecuali istirahat untuk makan siang.
Dalam perundang - undangan no 13 tahun 2003 pasal 79 ayat 2 tentang
ketenagakerjaan :
waktu istirahat dan cuti meliputi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,
meliputi:
a) Istirahat anatara jam kerja, sekurang-kurangnya setegah jam setelah
bekerja selama 4 jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut tidak
termasuk jam kerja;
b) Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari
untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu;
c) Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja/buruh
yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus; dan
d) Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada
tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 bulan bagi pekerja/buruh
yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus-menerus pada perusahaan
yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas
istirahata tahunannya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya berlaku
untuk setiap kelipanan masa kerja 6 tahun.

2. Efek istirahat dalam kerja


Dampak secara Psikologis dari hari libur adalah mengurangi tingkat
stress kerja,sehingga performa kerja menjadi optimal dan para pekerja
memiliki keseimbangan dalam hidupnya, karena ia memiliki waktu untuk
melakukan hobinya dan berbagai kegiatan yang menjadi kegemarannya. Serta
menjadi lebih bahagia dalam hidup ini, bagaimana pun, keseimbangan
menjadikan hidup lebih berarti karena merasa tidak banyak tekanan dan
berbagai ketegangan yang menguras otak. Serta dengan refreshing, seseorang
akan merasa lebih segar dan dapat mengatasi sejumlah permasalahan dalam
pekerjaan dan dalam hidupnya dengan lebih tenang dan lebih terarah,sehingga
masalah dapat teratasi dengan baik.
Dalam hidup ini semua harus seimbang, termasuk pekerjaan dan prifacy.
Waktu libur, dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan kepada
pekerja,agar ia mampu merefresh pikiranya sehingga keseimbangan bisa
dirasakan dan tingkat stres dapat diminimalisir.
Waktu libur,adalah salah satu aplikasi dari ergonomi. Berangkat dari
permasalahan mengenai kognitif maka, sebagian besar perusahaan
memberiakan waktu untuk libur kepada seluruh pegawainya. Lembaga institusi
menyadari, bahwa kognitf para pegawainya harus menjadi bahan pertimbangan
karena kognitif setiap orang memiliki tingkat optimal dimana ada saat jenuh
dan saat tegang bagi otak sehingga perlu peregangan dan perlu beristirahat
dengan refreshing.
Kognisi adalah fokus ergonomi pada penggunaan kerja otak. Semua di
pertimbangkan agar pekerjaan yang di jalani, meminimalisir kelebihan beban
yang ditanggung oleh otak dan berfokus pada penngunaan otak sesuai pada
porsinya, yaitu,mempertimbangkan seberapa besar otak dapat bekerja sehingga
tingkat stress dan kejenuhan dapat di kurangi.

3. Penelitian efek istirahat dalam kerja


Dalam riset peneliti menemukan bahwa para pekerja yang mengambil
empat kali istirahat per jam, dengan waktu istirahat 30 detik dan diikuti dengan
14-menit istirahat setelah dua jam duduk di depan komputer, melaporkan dapat
meningkatkan kinerja yang lebih tinggi dan bekerja lebih cepat, lebih akurat
daripada rekan kerja mereka (yang tidak melakukan hal ini).
Savage dan Pipkins dalam penelitiannya mengamati pengaruh periode
istirahat terhadap kelelahan pada tangan dan produktivitas pekerja, hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian waktu istirahat dapat
mengurangi tingkat kelelahan dan penurunan produktivitas yang lebih rendah.

B. MINGGU KERJA

Sesuai ketentuan Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transportasi KEP.234/MEN/2003 tentang waktu kerja dan istirahat pada
sektor usaha energi dan sumber daya mineral pada daerah tertentu bahwa waktu
kerja adalah:
“Waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan pada satu
periode tertentu”.

1. Pembagian kerja dalam hari atau minggu kerja


Pekan kerja di Negara Inggris disebut dengan minggu kerja, yaitu
bagian dari 7 hari/seminggu yang ditujukan untuk tenaga kerja. Di Negara-
negara muslim, termasuk Indonesia memiliki minggu kerja yang dimulai dari
Senin sampai Jumat, dengan Sabtu dan Minggu sebagai akhir pekan. Pada
tahun 2009, proposal formal juga sedang dibahas di Yaman dan Saudia
Arabia minggu kerja bergeser mejadi hari Sabtu hingga Kamis. Hal ini
dikarenakan hari Jumat adalah sebagai hari untuk doa Jummah di negara-
negara Muslim.
Salah satu bentuk paling awal dari jadwal kerja akternatif adalah
minggu kerja yang dipadatkan. Dalam bentuknya yang paling populer,
karyawan diberikan kesempatan untuk bekerja 10 jam selama empat hari dan
bukan waktu standar 8 jam selama lima hari. Program 4-40 memungkinkan
pekerja untuk berpergian menuju dan pulang dari tempat kerja pada jam lalu
lintas yang tidak sibuk. Sementara beberapa karyawan mungkin memilik
jadwal kerja yang dipadatkan dan karyawan yang lain tetap memilih jam kerja
standar.
Suatu pengaturan yang menyediakan karyawan pengendalian individu
yang lebih besar atas penjadwalan kerja adalah flextime. Dalam hal ini
karyawan dapat menentukan, dan beberapa batasan kapan mereka akan pergi
ketempat kerja. Namun dengan syarat karyawan diminta untuk hadir selama
jam “inti” yang sudah ditetapkan dalam perusahaan. Beberapa metode flextime
memungkinkan karyawan untuk mengakumulasikan jam kerja ekstra untuk
menukarnya sebagai tambahan hari setiap bulan.
Dalam perundang - undangan no 13 tahun 2003 pasal 77 ayat 2 tentang
ketenagakerjaan :
Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalama ayat 1 meliputi :
a) 7 jam satu hari dan 40 jam 1 minggu untu 6 hari kerja dalam 1 minggu;
atau
b) 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.

Dalam perundang-undangan no 13 tahun 2003 pasal 78 ayat 1 dan 2


tentang ketenagakerjaan :
1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melibihi waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
a) Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b) Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam
1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu.
2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.

2. Efek pembagian kerja menurut hari/minggu kerja


Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa karyawan dari
berbagai usia yang bekerja berlebihan bisa mengalami stres kronik, kerusakan
kognitif dan gangguan mental. Sementara itu, pekerja yang berusia lebih dari
40 tahun bekerja lebih lama dari 25 jam per minggu bisa berdampak pada
kecerdasan otak, menurut penelitian dari Melbourna Institute of Applied
Economic an d Social Research di Australia. Bekerja 25 jam per minggu
(parauh waktu atau tiga dari seminggu) adalah waktu optimaj dalam seminggu
bekerja untuk fungsi kognitif, dan bekerja kurang dari itu bisa berpengaruh
pada kecepatan otak baik laki-laki maupun perempuan.

Efek pembagian kerja menurut Asep Tamim dalam penelitiannya


mengenai pengaruh pembagian kerja terhadap efektifitas kerja pegawai
kecamatan rancasari kota Bandung menyimpulkan bahwa pembagian kerja
berpengaruh secara signifikan terhadap efektifitas kerja pegawai. Menurut
Adam Smith efek dari pembagian pekerjaan adalah sebagai berikut:
1. Kenaikan kecapakan para pekerja.
2. Mengurangi waktu yang biasanya bisa digunakan untuk menghasilkan
barang-barang yang sama.
3. Penemuan mesin-mesin dan peralatan yang lebih baik.

3. Penelitian tentang hari kerja


Menurt penelitian yang telah dilakukan oleh Tirtayasa (2000) dalam
jurnal psikologi mengatakan upaya pengaturan jadwal kerja secara felksibel
dan partipatore dan saling pengertian antara karyawan dan manajer akan
menciptakan suasana kerja yang menyenangkan.
Karyawan yang mementingkan keseimbangan antara kehidupan kerja dan
kehidupan pribadi melaporkan bahwa jadwal kerja yang fleksibel merupakan
faktor penting untuk dapat dicapainya kepuasan kerja. Aladdan equipment di
Sarasota, Florida menentukan waktu kerja 9 ja selama empat hari dan setengah
hari pada hari jumat. Hasilnya adalah peningkatan sebesar 50 persen dalam
produktivitas. Dalam suatu survey pada 6000 pekerja di Ranstad, 51 persen
pekerja berkata bahwa mereka akan tetap bergabung dengan perusahaan
walaupun mereka tidak menerima kenaikan gaji, jika Ranstad menawarkan jam
kerja yang fleksibel.

C. KERJA BERGILIR
1. Pengertian kerja bergilir
Kerja bergilir merupakan sistem pengaturan waktu kerja yang
memungkinkan karyawan berpindah dari satu waktu ke waktu yang lain setelah
periode tertentu, yaitu dengan cara bergantian antara kelompok kerja satu
dengan kelompok kerja yang lain sehingga memberi peluang untuk
memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk mengoperasikan
pekerjaan.
Bermacam-macam perusahaan menggunakan shift yang berbeda.
Biasanya dalam sehari dibagi menjadi tiga shift masing-masing selama delapan
jam (Muchinsky, 1997), yaitu :
a) Shift pagi pukul 07.00 – 15.00
b) Shift siang pukul 15.00 – 23.00
c) Shift malam pukul 23.00 – 07.00

Duchon (dalam Timpe, 1992), membagi jadwal shift kerja menjadi:


a) 8 jam yang terdiri dari shift pagi, shift siang dan shift malam
b) 12 jam yang terdiri dari shift pagi dan shift malam

Duchon juga menambahkan, bahwa shift kerja tersebut memiliki rotasi,


yang merupakan pergantian jadwal kerja antara karyawan yang satu dengan
karyawan yang lainnya. Ada dua bentuk rotasi, yaitu :
a) 4 – 4 : yaitu jadwal shift kerja 4 hari kerja dan 4 hari libur.
b) 2 – 3 – 2 : yaitu jadwal shift kerja 2 hari kerja, 3 hari libur dan 2 hari
kerja. Jadwal kerja 2 – 3 – 2 ini adalah jadwal shift kerja yang paling
sering digunakan oleh pabrik-pabrik atau perusahaan yang bergerak di
bidang jasa pelayanan.

2. Efek kerja bergilir dalam kerja


Banyak perusahaan beroperasi lebih dari 8 jam per hari untuk memenuhi
kebutuhan pasar dan karena keterbatasan sumber daya/fasilitas. Konsekuensinya,
perusahaan harus melakukan shift kerja. Shift kerja adalah periode waktu
dimana suatu kelompok pekerja dijadwalkan bekerja pada tempat kerja tertentu.
Disamping memiliki segi positif yaitu memaksimalkan sumberdaya yang ada,
shift kerja akan memiliki resiko dan mempengaruhi pekerja pada:
a) Aspek Fisiologis
Menurut Tayyari dan Smith (dalam Widodo dan Maurits, 2008) Circadian
rhythms adalah proses-proses yang saling berhubungan yang dialami tubuh
untuk menyesuaikan dengan perubahan waktu selama 24 jam. Circadian
rhythms menjadi dasar fisiologis dan psikologis pada siklus tidur dan
bangun harian. Fungsi dan tahapan fisiologis dan psikologis memiliki
suatu circadian rhythms yang tertentu selama 24 jam sehari,
sehingga circadian rhythms seseorang akan terganggu jika terjadi perubahan
jadwal kegiatan seperti perubahan shift kerja. Dengan
terganggunya circadian rhythms pada tubuh pekerja akan terjadi dampak
fisiologis pada pekerja seperti gangguan gastrointestinal, gangguan pola
tidur dan gangguan kesehatan lain. Circadian rhythms berhubungan dengan
suhu tubuh, tingkat metabolisme, detak jantung, tekanan darah, dan
komposisi kimia tertentu pada tubuh.Circadian rhythms dipengaruhi oleh
faktor lingkungan seperti terang, gelap, dan suhu lingkungan.
b) Aspek Psikologis
Stress akibat shift kerja akan menyebabkan kelelahan (fatigue) yang dapat
menyebabkan gangguan psikis pada pekerja, seperti ketidakpuasan dan
iritasi. Tingkat kecelakaan dapat meningkat dengan meningkatnya stres,
fatique, dan ketidakpuasan akibat shift kerja ini.
c) Aspek Kinerja
Menurut Tayyari dan Smith (dalam Widodo dan Maurits, 2008) dari
beberapa penelitian baik di Amerika maupun Eropa, shift kerja memiliki
pengaruh pada kinerja pekerja. Kinerja pekerja, termasuk tingkat kesalahan,
ketelitian dan tingkat kecelakaan, lebih baik pada waktu siang hari dari pada
malam hari, sehingga dalam menentukan shift kerja harus diperhatikan
kombinasi dari tipe pekerjaan, sistem shift dan tipe pekerja.
d) Domestik dan Sosial
Shift kerja akan berpengaruh negative terhadap hubungan keluarga seperti
tingkat berkumpulnya anggota keluarga dan sering berakibat pada konflik
keluarga. Secara sosial, shift kerja juga akan mempengaruhi sosialisasi
pekerja karena interaksinya terhadap lingkungan menjadi terganggu.
Menurut Bohle dan Tilley, kerja dengan sistem shift atau kerja bergilir
memberikan dampak terhadap karyawan yang dapat mempengaruhi:
a) Quality of Life
Shift kerja memiliki dampak terhadap kualitas kehidupan dari individu atau
karyawan yang bekerja dengan sistem shift. Hal tersebut berkaitan dengan
masalah kesehatan, kebiasaan makan, kebiasaan tidur (circadian rhytms),
stress, dan juga hubungan interpersonal dalam kehidupan sosial individu.
b) Performance
Dampak shift kerja pada karyawan terlihat dari performance mereka
selama melakukan pekerjaan. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana
tingkat absensi karyawan, kecelakaan kerja yang terjadi dan juga kinerja
karyawan.
c) Fatigue
Pada umumnya karyawan yang bekerja dengan sistem shift lebih sering
mengeluh mengenai kelelahan dalam bekerja. Hal tersebut merupakan
pemicu utama yang dapat menyebabkan karyawan stress dalam bekerja.

Secara garis besar, Mc.Cormick (dalam Widodo dan Maurits, 2008)


mengungkapkan sistem shift kerja akan memberikan pengaruh pada:
a) Karyawan itu sendiri; meliputi kesehatan fisik, hubungan keluarga,
partisipasi sosial, sikap keluarga dan sebagainya.
b) Perusahaan; seperti pada produktivtas, absensi, turn over dan sebagainya.

3. Beberapa penelitian tentang kerja bergilir


Aamodt (1991), melaporkan hasil penelitian dari beberapa survey yang
menunjukkan bahwa shift kerja cenderung menimbulkan terganggunya fungsi
tubuh, seperti gangguan tidur dan masalah pencernaan. Selain itu shift kerja juga
memberikan pengaruh pada karyawan yang berkaitan pada hubungan dengan
keluarganya, partisipasi sosial dan kesempatan untuk beraktivitas di waktu
luang.
Muchinsky mengungkapkan, bahwa karyawan yang bekerja dengan sistem
shift mengalami banyak masalah psikologis dan penyesuaian sosial.
Kebanyakan masalah psikologis dihubungkan dengan gangguan irama sirkulasi,
bahwa tubuh telah terprogram untuk mengikut i ritme tertentu. Shift kerja ini
mengganggu ritme tidur, makan dan percernaan serta ritme bekerja karyawan,
sehingga karyawan sering mengeluh kurang tidur, kurang nafsu makan dan
mudah marah. Menurut Aamodt, shift kerja memberikan efek lebih pada
karyawan laki-laki, sedangkan karyawan wanita cenderung menyesuaikan
jadwal mereka pada kebutuhan rumah tangga.
Landy (dalam Muchinsky, 1997), melakukan penelitian dimana terdapat
beberapa fakta bahwa pekerja yang sering berpindah-pindah dari satu shift ke
shift lainnya mengalami efek-efek kelembanan tergantung dari arah mana
mereka mulai bekerja. Meers, Maasen, dan Verhaagen (dalam Muchinsky, 1997),
melaporkan bahwa karyawan shift mengalami penurunan kesehatan selama 6
bulan pertama kerja, dan penurunan menjadi semakin berat setelah 4 tahun.
Banyak efek-efek psikologis dan sosial kerja shift dikarenakan tidak cocoknya
jadwal karyawan dengan jadwal lainnya. Karena ituah, karyawan yang bekerja
malam dan tidur pada pagi hari mungkin siap untuk bersosialisasi pada sore hari.
Sayangnya, hanya sedikit orang yang ada disekitarnya, dan ketika keluarganya
sedang beraktivitas, karyawan pekerja shift menggunakan waktunya untuk tidur
dan beristirahat.

DAFTAR PUSTAKA

______. 2004. Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.


Aamondt, M. G. (1991). Applied industrial or organizational psychology. USA:
Wadsworth Incorporation.
Ivancevich, J. M., Konopaske, R., Matteson, M. T. (2006). Perilaku dan
manajemen organisasi. Jakarta: Erlangga
Kenyon, G. (2016). Benarkan kerja 40 jam seminggu berdampak buruh buat
otak?.
http://www.bbc.com/indonesia/vert_cap/2016/08/160812_vert_cap_kerja_
40jam. Diakses pada hari Kamis, 29 Maret 2017, 10:00
Muchinsky, P. M. (1997). Organizatinal communication: relationships to
organizational climate and job satisfaction. Jurnal Management, 20 (4),
592-607.
Timpe, A. D. (1992). Kinerja. Jakarta: PT Gramedia.
Tiryatasa, K. (2000). Ergonomi pengaturan jadwal kerja karyawan hotel N dan P
di Sanur Bali dikaitkan dengan kegiatan sosio-kultural. Jurnal psikologi, vol
5 (4).
Umami, M. K. (2011). Pengaruh jeda-istirahat terhadap performansi pada
pekerjaan pengolahan kata (Word Processing) menggunakan komputer.
Jurnal Teknik Industri, 4 (1), 21-26.
Umami, M. K., Subagyo. (2011). Pengaruh lama waktu dan interval istirahat
terhadap produktivitas pekerja. Prosidin Seminar Nasional Perkembangan
Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke-17.
Widodo, I.D., Maurits, L. S. (2008). Faktor dan Penjadualan Shift Kerja. Jurnal
Kedokteran dan Teknik Industri, 13 (2), 11-22.

Anda mungkin juga menyukai