Anda di halaman 1dari 45

BAHAN AJAR

ERGONOMI

ELLY TRISNAWATI, SKM, M.Sc


NIDN. 1108117901

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2012

1
MANAJEMEN SHIFT WORK

Definisi :
Shiftwork kerja di luar waktu standar , yang berbeda dengan hari kerja biasa.
Termasuk kerja shift
Kerja sore, tengah malam, lembur, atau hari kerja yang sangat panjang
Pada hari kerja biasa, pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang telah ditentukan
sebelumnya, sedangkan shift kerja dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal
24 jam/hari.

Alasan Kerja Shift (Alasan Utama) :


Teknologi modern aktivitas setiap saat layanan penting tersedia setiap saat.
Servis keselamatan publik : polisi, militer, layanan kesehatan, transportasi, pembangkit listrik,
PAM, layanan telepon.
Industri beroperasi 24/hari krn proses produksi 8 jam dan hrs dikerjakan kontinue. Mesin
mahal, maka perlu dioperasikan agar profitable.
Layanan lain hrs memperpanjang waktu kerja unt mengakomodasi pekerja sore dan malam.
Mis: toko, SPBU, restoran buka 24 jam/hari, 7 hari/mg.

SHIFT KERJA mrpk salah satu konsekuensi dari adanya perkembangan industri yang proses
produksinya berlangsung 24 jam.
Bekerja pada pagi atau siang hari merupakan beban tugas yang alami sesuai dengan irama
kehidupan. Secara umum manusia bekerja pada pagi dan siang hari, sedangkan malam hari
untuk beristirahat dan tidur. Umumnya semua fungsi tubuh meningkat pada siang hari, mulai
melemah pada sore hari, dan menurun pada malam hari untuk pemulihan dan pembaharuan.
Hal seperti ini mengikuti pola jam biologik yang disebut circadian rhythms (Pulat, 1992).

PROBLEM YANG TIMBUL :


Pekerja shift bekerja pd waktu yg seharusnya unt uk pemulihan
Kualitas & kuantitas waktu pemulihan (terutama tidur) terganggu

SHIFT WORK MENIMBULKAN :


Gangguan perilaku
Gangguan tidur (60 80 %)

2
Gangguan pencernaan
Kelelahan (80 %)
Gangguan syarafi
Hormonal
Kardiovaskular, dll
Tidur malam --- Tubuh mengeluarkan hormon melatonin yang di produksi pineal body
--- membantu tubuh untuk tidur

PENGERTIAN DAN MACAM


Pembagian kerja dalam waktu (jam) yang meliputi waktu kerja
- Pagi
- Sore
- Malam
Guna memenuhi dan meningkatkan produksi untuk kepentingan individu/masyarakat

ROTASI
1. Amerika
Rotasi Fast (tiap minggu)
Slow (tiap bulan)
2. Eropa
Perubahan tiap 2 3 hari (Fast)
Tiap minggu (Slow)
Jenis Rotasi :
Metropolitan Rota ( 2 2 2 ) ( pp, ss, mm,ll)
Continental Rota ( 2 2 3 ) (pp, ss, mmm, ll)

KONSEKUENSI KERJA SHIFT


Fatigue (Lelah) = kondisi kelelahan yg diakibatkan oleh perpanjangan waktu jaga
(bangun) dg konsekuensi tdk/kurang tidur.
Fatigue = keadaan subyektif dan tak dpt diukur secara obyektif pekerja yg mengalami
fatigue tdk sepenuhnya menyadari.
Fatigue efek negatif thd kesiagaan, kewaspadaan, konsentrasi, keputusan, suasana
hati, kinerja kecelakaan, kesalahan, cidera.

PENANGGULANGAN DAMPAK NEGATIF SHIFT KERJA


Prinsip:

3
a. Kekurangan tidur sekecil mungkin agar kelelahan minimal.
b. Waktu untuk keluarga dan kehidupan sosial sebanyak mungkin.
Rekomendasi:
1. Tenaga kerja shift malam berusia lebih dari 25 tahun dan kurang dari 50 tahun.
2. Tidak menderita sakit perut kronis; tidak emosi labil; ada kecenderungan mengalami
psikosomatik; kekurangan tidur/insomnia.,tidak diabetes melitus,tidak hipertensi
berat,tidak sakit kronis
3. Tenaga kerja hidup dalam lingkungan yang tidak gaduh sehingga memungkinkan
sehabis bekerja dapat tidur pulas.
4. Shift kerja 6-14-22 diganti dengan 7-15-23 atau 8-16-24 disesuaikan dengan kebutuhan,
budaya dan peraturan.
5. Rotasi pendek lebih baik dari rotasi panjang.
6. Rotasi yang baik 2-2-2 atau 2-2-3.
7. Setelah dinas malam 2 atau 3 kali diberikan istirahat lebih dari 24 jam.
8. Memperhatikan keperluan weekends.
9. Pada setiap shift diberikan snack makanan kecil atau makanan panas.

BEBAN KERJA DAN KELELAHAN KERJA


BEBAN KERJA
Lama waktu yang digunakan untuk melakukan suatu pekerjaan atau jumlah aktivitas
yang dilakukan di tempat kerja.
Beban kerja : fisik, mental, sosial
Beban kerja yang diterima harus sesuai dengan kemampuan fisik, kognitif, maupun
keterbatasan seseorang.
Berbeda satu dengan yang lain

FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP BEBAN KERJA


1. Internal
a. Somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status gizi, dllP
b. Psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan, dll)
2. Eksternal
a. Lingkungan kerja yang member beban tambahan (fisik, kimia, biologi, ergonomi)
b. Tugas
- Fisik (tata ruang, alat dan sarana kerja, kondisi/medan kerja, sikap kerja dan
cara kerja, beban yang diangkut, alat bantu kerja, dll)
- Mental (kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, emosi, tanggung
jawab, dll)

4
c. Organisasi (waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem upah,
musik kerja, struktur organisasi)

KELELAHAN KERJA
o Keadaan yang ditandai oleh adanya perasaan kelelahan kerja dan penurunan kesiagaan.
o Keadaan pada saraf sentral sistimik akibat aktivitas yang berkepanjangan dan secara
fundamental dikontrol oleh sistim aktivasi dan sistim ihibisi batang otak.
o Merupakan fanomena komples yang disebabkan oleh faktor biologi pada proses kerja
dan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
o Merupakan kriteria lengkap tidak hanya menyangkut kelelahan fisik dan psikis tetapi
lebih banyak kaitannya dengan adanya penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah,
penurunan motivasi, dan penurunan produktivitas kerja.
o Adalah respon total terhadap stres psikososial yang dialami dalam satu periode waktu
tertentu dan cenderung menurunkan motivasi dan prestasi kerja.

Beberapa faktor yang mempengaruhi : intensitas dan durasi kerja fisik dan mental, monotoni,
iklim kerja, penerangan, kebisingan, tanggung jawab, kecemasan, konflik-konflik, penyakit
keluhan sakit dan nutrisi (ILO, 1983 dan Grandjean, 1985)
Kennedy (1987) : 24% orang dewasa yang datang ke poliklinik menderita kelelahan
(USA)
Kelelahan kerja diderita oleh :25% tenaga kerja wanita, 20% tenaga kerja laki-laki.
(England)

GEJALA KELELAHAN :
Gilmer(1966) dan Cameron (1973) :
a. Menurun kesiagaan dan perhatian,
b. Penurunan dan hambatan persepsi,
c. Cara berpikir atau perbuatan anti sosial,
d. Tidak cocok dengan lingkungan.
e. Depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisiatif,
f. Gejala umum (sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu
makan, gangguan pencemaan, kecemasan, pembahan tingkah laku, kegelisahan, dan
kesukaran tidur

5
Kelelahan kerja merupakan kelelahan umum dan sering disebut sebagai psychic fatique atau
nervous fatique (ILO. 1983). Gejala-gejala kelelahan kerja yang menonjol ialah kelelahan bersifat
umum, kehilangan inisiatif, tendensi depresi, kecemasan. peningkatan sifat mudah tersinggung,
penurunan toleransi, kadang-kadang perilaku bersifat asosial (Grandjean dan Kogi, 1971).

AKIBAT KELELAHAN KERJA


Prestasi kerja yang menurun,
Fungsi fisiologis motorik dan neural yang menurun,
Badan terasa tidak enak,
Semangat kerja yang menurun (Bartley dan Chute, 1982)

PENGUKURAN KELELAHAN KERJA


Waktu reaksi,
Uji ketukjari (fingger-tapping test),
Uji flicker fusion.
Critical flicker fusion,
Uji Bourdon Wiersma,
Skala kelelahan IFRC (Industrial Fatique Rating Committe),
Skala fatique rating (FR Scale),
Ekskresi katekolamin,
Stroop test,
Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2)

PENGUKURAN KELELAHAN KERJA melalui indikator waktu reaksi dan perasaan lelah.
Waktu reaksi : waktu antara pemberian rangsang tunggal sampai timbulnya respon terhadap
rangsang tersebut.
Nama Alat yang dimodifikasi oleh Setyiawati (1994): Alat Pemeriksa Waktu Reaksi / Reaction
Timer L77 Lakassidaya.
Angka Normal : 150.0-240.0 Milidetik

Perasaan kelelahan kerja sbg indikator kerja


Mrpkn gejala subyektif lelah pada pekerja yang mengalami kelelahan
kerja, yang mrpkn semua perasaan yg tdk menyenangkan.

KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) Setyawati, 1994

6
Dipergunakan untuk mendeteksi indikator perasaan kelelahan kerja.
Terdiri atas 17 butir pernyataan yang terdiri atas 3 aspek yaitu aspek pelemahan
aktivitas 7 butir; pelemahan motivasi 3 butir dan gejala fisik 7 butir.

MANAJEMEN KELELAHAN KERJA


Pengendalian fatigue hrs terintegrasi dgn manajemen K3 perusahaan.
Manajemen K3 bertujuan agar terselenggara tata kelola perencanaan sistem kerja,
metode kerja, lingkungan kerja, peralatan K3 saat pekerja bekerja, serta peralatan
perlindungan diri pekerja yg memenuhi standar K3 di tmpat kerja shg pekerja jauh dr
PAK, kecelakaan kerja dan pekerja dpt bekerja scr sehat.

4 PILAR MANAJEMEN K3 sebagai pedoman penerapan K3 di tempat kerja


Organisasi dan administrasi K3 yg memadai yg dibentuk oleh perusahaan
Peraturan dan prosedur
Pendidikan dan pelatihan
Pengontrolan potensi bahaya di tempat kerja. potensi bahaya diukur, dianalisis,
dikontrol dan dipantau.

INTI MANAJEMEN FATIGUE


Pembentukan organisasi Kendali Fatigue yang diikuti administrasi yang tertib, teratur
dan berkesinambungan
Prosedur dan peraturan yg terkait dgn K3
Pengadaan pendidikan dan pelatihan K3 bagi manajemen dan seluruh pekerja
Pengontrolan lingkungan kerja

REKOMENDASI PENGENDALIAN FATIGUE


Lingkungan kerja bebas dr zat2 berbahaya, pencahayaan memadai, pengaturan udara yg
adekuat, disamping bebas dr bising dan getaran
Selingan istirahat untuk waktu kerja yg berjam-jam
Memonitor kesehatan umum pekerja
Kegiatan yg menegangkan dan beban kerja yg berat tdk terlalu lama
Pengadaan transportasi bagi pekerja sarana antar jemput. Pemberian wktu yg cukup
utk bersosialisasi dan melaksanakan kehidupan pribadi

7
Pembinaan mental para pekerja scr teratur maupun berkala dan khusus dlm rangka
stabilitas pekerja
Fasilitas rekreasi, waktu rekreasi dan istirahat direncanakan scr baik dan
berkesinambungan
Cuti dan liburan diberikan kpd pekerja dan dilaksanakan sebaik2nya
Pemberian perhatian khusus utk kelompok pekerja ttt pekerja muda usia, wanita
hamil dan menyusui, pekerja usia lanjut, pekerja shift malam, pekerja pindahan dr bagian
lain
Pekerja harus bebas dr alkohol dan obat2an yg membahayakan

PENANGGULANGAN KELELAHAN KERJA


Jangka Pendek :
Melaksanakan pelatihan singkat bagi pengawas dan petugas bagian personalia dlm penggunaan
alat periksa KAUPK2 dan waktu reaksi serta administrasinya case finding, treatment, dan
menginformasikan kpd pekrja dlm pelatihan dan penyuluhan ttg pentingnya pengetahuan ttg
kelelahan perlu dilaksanakan scr periodik dan teratur.

Jangka Panjang :
Berupa promosi kesehatan kerja dlm bentuk pemberian ceramah, diskusi, dan peninjauan
peraturan kerja serta sikap kerja yg sesehat mungkin bagi pekerja.
Pembentukan tim kerja sehat di perusahaan, tdd pihak manajemen, pekrja dan pihak2 luar spt
: ahli epid, ahli ergonomi, ahli higiene perush.

PROGRAM PENANGGULANGAN KELELAHAN KERJA


Promosi kesehatan kerja perlu adanya kerjasama dg berbagai pihak
Pencegahan kelelahan kerja ditujukan kpd upaya menekan faktor2 yg brpengaruh scr
negatif pd kelelahan kerja dan meningkatkan faktor2 yg brpengaruh scr positif
Pengobatan kelelahan kerja dlm bentuk : terapi kognitif dan perilaku pekerja,
penyuluhan mental dan bimbingan mental, perbaikan lingkungan kerja, sikap kerja dan alat
kerja ergonomis, pemberian gizi kerja
Rehabilitasi kelelahan kerja melanjutkan tindakan dan program pengobatan
kelelahan kerja serta mmpersiapkan pekerja tsb utk bekerja scr lbh baik dan bersemangat.
Dlm bentuk : peningkatan kesadaran pekrja, peningkatan pelatihan, perbaikan lifestyle
utk mengurangi kelelahan, pengelolaan kebugaran jasmani. perush perlu membentuk
unit konseling pengendalian kelelahan kerja.

8
Evaluasi program pengendalian kelelahan kerja mrpk salah satu bagian program
perush yg antara lain brsifat pemantauan thd jalannya program scr terus menerus

KOMBINASI EFEK DARI BEBERAPA PENYEBAB KELELAHAN

SISTEM AKTIVASI DAN SISTEM INHIBISI

KELELAHAN KERJA (FATIGUE)

Pengertian Kelelahan
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh agar tubuh terhindar dari
kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara
sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat terdapat sistem aktivasi (bersifat simpatis) dan

9
inhibisi (bersifat parasimpati). Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-
beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan
penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan
otot dan kelelahan umum.
1. Kelelahan Otot (Muscular fatigue)
Kelelahan otot merupakan tremor pada otot/perasaan nyeri pada otot. Kelelahan otot
ditunjukkan melalui gejala sakit nyeri yang luar biasa seperti ketegangan otot dan daerah
disekitar sendi. Kelelahan otot dapat dilihat dari gejala yang tampak dari luar (exsternal
signs). Pada percobaan dengan menggunakan seekor katak, apabila sebagian otot katak
tersebut dialiri listrik, ternyata terjadi kontraksi dan berkurangnya kemampuan kerja otot
dalam melakukan aktivitas pembebanan. Dalam beberapa detik maka akan terlihat hal
sebagai berikut :
a. Menurunnya ketinggian beban yang mampu diangkat
b. Merendahnya kontraksi dan reaksi
c. Interval dan stimuli dan awal kontraksi menjadi lebih
lama
2. Kelelahan Umum (General fatigue)
Gejala kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua
aktivitas menjadi terganggu dan terhambat akibat gejala kelelahan tersebut. Tidak ada
gairah untuk kerja baik secara fisik maupun psikis. Kelelahan umum biasanya ditandai
dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni ;
intensitas dan lamanya kerja fisik ; keadaan lingkungan ; sebab-sebab mental ; status
kesehatan dan keadaan gizi (Grandjean, 1993). Gejalanya terasa berat dan terasa ngantuk.
Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang
sangat melelahkan. Kelelahan subyektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-
rata beban kerja melebihi 30 40% dari tenaga aerobik maksimal.
Jenis-jenis Kelelahan Umum :
a. Kelelahan penglihatan, muncul dari terlalu letihnya mata
b. Kelelahan seluruh tubuh, sebagai akibat terlampau besarnya beban
fisik bagi seluruh organ tubuh
c. Kelelahan mental, penyebabnya dipicu oleh pekerjaan yang bersifat
mental dan intelektual
d. Kelelahan syaraf, disebaban oleh terlalu tertekanya salah satu
bagian dari sistim psikomotorik.
e. Terlalu monoton pekerjaan dan suasana sekitarnya

10
f. Kelelahan kronis, sebagai akibat terjadinya akumulasi efek
kelelahan dalam jangka waktu yang panjang
g. Kelelahan siklus hidup sebagai bagian dari irama hidup siang dan
malam serta pertukaran periode tidur.
Teori Kelelahan
Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot, yaitu teori kimia dan teori
syaraf pusat. Teori kimia menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya
cadangan energi dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot.
Sumamur 1996, menyatakan bahwa produktivitas mulai menurun setelah empat jam bekerja
terus menerus (apapun jenis pekerjaannya) yang disebabkan oleh menurunnya kadar gula di
dalam darah. Itulah sebabnya istirahat sangat diperlukan minimal setengah jam setelah empat
jam bekerja terus menerus agar pekerja memperoleh kesempatan untuk makan dan menambah
energi yang diperlukan tubuh untuk bekerja.
Teori syaraf pusat menjelaskan bahwa bahwa perubahan kimia hanya merupakan
penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi menyebabkan dihantarkannya rangsangan
syaraf melalui syaraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen
ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial
kegiatan pada sel syaraf menjadi berkurang dan menyebabkan menurunnya kekuatan dan
kecepatan kontraksi otot serta gerakan atas perintah menjadi lambat. Sehingga semakin lambat
gerakan seseorang menunjukkan semakin lelah kondisi seseorang.

Kelelahan Kerja
Keadaan yang ditandai oleh adanya perasaan kelelahan kerja dan penurunan kesiagaan.
Keadaan pada saraf sentral sistimik akibat aktivitas yang berkepanjangan dan secara
fundamental dikontrol oleh sistim aktivasi dan sistim ihibisi batang otak.
Merupakan fanomena komples yang disebabkan oleh faktor biologi pada proses kerja dan
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Merupakan kriteria lengkap tidak hanya menyangkut kelelahan fisik dan psikis tetapi lebih
banyak kaitannya dengan adanya penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah,
penurunan motivasi, dan penurunan produktivitas kerja.
Adalah respon total terhadap stres psikososial yang dialami dalam satu periode waktu
tertentu dan cenderung menurunkan motivasi dan prestasi kerja

Kelelahan kerja adalah besarnya kelelahan yang dirasakan oleh seseorang yang ditandai
dengan gejala perasaan lelah (kelelahan mental) dan perubahan fisiologis dalam tubuh

11
(kelelahan jasmani) yang mengakibatkan penurunan vitalitas dan produktivitas (Tarwaka, dkk,
2004).
Menurut Dwivedi (2001), kelelahan kerja merupakan suatu kondisi yang dihasilkan sebelum
stres yang memperlemah fungsi dan performansi, fungsi organ saling mempengaruhi yang
akhirnya mengganggu fungsi kepribadian, umumnya bersamaan dengan menurunnya kesiagaan
kerja dan meningkatnya sensasi ketegangan.
Kelelahan kerja merupakan hal yang normal terjadi setiap hari. Kelelahan didefinisikan
sebagai perubahan pada mekanisme kontrol psiko-fisiologis yang mengatur perilaku tugas,
dihasilkan dari usaha mental dan / fisik yang kemudian menjadi beban dimana seseorang tidak
bisa lagi memenuhi tuntutan yang dibutuhkan fungsi mental pekerjaan, atau bahwa individu
tersebut mampu memenuhi tuntutan tersebut dengan kompensasi usaha peningkatan mental (F
J H Van Dijk dan G M H Swaen, 2003).
Terdapat beberapa penyebab terjadinya kelelahan kerja antara lain yaitu keadaan monoton,
beban kerja, keadaan lingkungan, dan faktor psikologis. Penyebab lain yang dapat mendukung
terjadinya kelelahan kerja adalah usia, jenis kelamin, status pernikahan, masa kerja, kesempatan
beristirahat, lama tidur, kondisi kesehatan, dan tipe kepribadian (Tarwaka, dkk, 2004).
Dwivedi (2001), membuat suatu model teoritis dari kelelahan kerja yang terdiri atas :
1. Dimensi fisik yang penyebabnya mesin, tipe pekerjaan, tempat kerja, shift kerja,
suhu, program libur kerja.
2. Dimensi psikologis yang meliputi perbedaan kepribadian individu, motivasi,
kemampuan, pelatihan, kebiasaan, kebosanan, kondisi kesehatan dan hubungan manusia.
3. Dimensi neurofisiologis yang meliputi sistem aktivasi retikuler, faktor inhibisi dan
faktor yang berhubungan dengan kesenangan.

Gejala kelelahan kerja :


a. Menurun kesiagaan dan perhatian,
b. Penurunan dan hambatan persepsi,
c. Cara berpikir atau perbuatan anti sosial,
d. Tidak cocok dengan lingkungan,
e. Depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisiatif,
f. Gejala umum (sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu
makan, gangguan pencemaan, kecemasan, pembahan tingkah laku, kegelisahan, dan
kesukaran tidur).

Tingkat kelelahan kerja tergantung pada faktor :


1. Jam kerja

12
Suatu penelitian menunjukkan bahwa 1/3 tenaga kerja tidak dapat menyesuaikan diri
pada shift malam dan banyak tidak menyukai rotasi shift kerja 1 minggu, sebab
mempengaruhi kesehatan dan kehidupan pribadi. Pada penelitian tersebut digunakan
skedul kerja 1 minggu setiap shift pagi, minggu depannya shift sore (pukul 16.00 hingga
tengah malam) dan minggu ketiganya shift tengah malam sampai pukul 08.00. dari pada
bekerja penuh seminggu setiap shift, rotasi shift sebaiknya 2 hari tiap shift dengan 2 hari
libur. Tujuan ini untuk menghasilkan produktivitas tinggi, biaya rendah, dan meningkatkan
kepuasan tenaga kerja.
2. Periode istirahat
Pada berbagai jenis pekerjaan berat dan ringan diperlukan periode istirahat dengan
alasan :
a. Periode istirahat meningkatkan jumlah pekerjaan yang dilakukan.
b. Periode istirahat dibutuhkan tenaga kerja.
c. Periode istirahat menurunkan keragaman pekerjaan dan cenderung mendorong
operator mempertahankan tingkat performans mendekati output yang maksimum.
d. Periode istirahat mengurangi kelelahan fisik.
e. Periode istirahat mengurangi jumlah waktu yang diperlukan selama jam kerja.
Periode istirahat biasanya ditempatkan pada pertengahan kerja pagi dan siang yang
lamanya 5 15 menit. Kesesuaian interval dan lama periode istirahat tergantung pada alam
kerja dan dapat ditentukan yang paling disukai berdasarkan percobaan atau dengan
pengukuran fisiologis. Umumnya periode istirahat yang pendek lebih baik.
3. Cahaya, suhu dan ventilasi berpengaruh pada kenyamanan fisik, sikap mental,
output dan kelelahan tenaga kerja. Persyaratan cahaya, suhu, dan ventilasi sebaiknya
dipahami agar dapat memberikan kondisi fisik menyenangkan dalam bekerja.
4. Kebisingan dan getaran merupakan gangguan dan tidak diinginkan, sejauh mungkin
dikurangi atau dihilangkan.
Selain faktor diatas, kelelahan kerja dapat dikurangi dengan penyediaan sarana tempat
istirahat, memberi waktu libur dan rekreasi, pengetrapan ergonomi, organisasi proses produksi
yang tepat, penggunaan warna dan dekorasi pada lingkungan kerja, musik di tempat kerja,
waktu waktu istirahat untuk latihan latihan fisik bagi pekerja yang bekerja sambil duduk
(Sumamur, 1994).

Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan Akibat Kerja


Faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk
memelihara/mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di
luar tekanan (cancel out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam,

13
tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran
(Tarwaka, dkk, 2004).
Faktor - faktor penyebab kelelahan antara lain :
1. Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental
2. Lingkungan : Iklim, penerangan, kebisingan, getaran
3. Circadian rhythm
4. Problem fisik : Tanggung jawab, kekhawatiran, konflik
5. Kenyerian dan kondisi kesehatan
6. Nutrisi
Sebagaimana kita ketahui, bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kelelahan yang kita kenal
mempunyai beragam penyebab yang berbeda, namun demikian secara umum dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Intensitas dan lamanya upaya fisik dan psikis
2. Masalah lingkungan kerja :
a. Kebisingan
b. Penerangan
3. Irama detak jantung
4. Masalah-masalah fisik :
a. Tanggung jawab
b. Kecemasan
c. Konflik
5. Nyeri dan penyakit lainnya
6. Gizi/Nutrisi (Budiono, 2003).
Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada
kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat
bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan tenaga < 20% kerja fisik dapat
berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar 15-20% akan
menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan berlangsung sepanjang hari (Tarwaka, dkk,
2004).
Astrand & Rodahl berpendapat bahwa kerja dapat dipertahankan beberapa jam per hari
tanpa gejala kelelahan jika tenaga yang dikerahkan tidak melebihi 8% dari maksimum tenaga
otot. Lebih lanjut Sumamur dan Grandjean (1993), juga menyatakan bahwa kerja otot statis
merupakan kerja berat (strenous). Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis mempunyai
konsumsi energi lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan diperlukan waktu istirahat yang lebih
lama (Tarwaka, dkk, 2004).

14
Waters & Bhattacharya dalam Tarwaka berpendapat agak lain, bahwa kontraksi otot baik
statis maupun dinamis dapat menyebabkan kelelahan otot setempat. Kelelahan otot setempat
terjadi pada waktu ketahanan (endurance time) otot terlampaui. Waktu ketahanan otot
tergantung pada jumlah tenaga yang dikembangkan oleh otot sebagai suatu persentase tenaga
maksimum yang dapat dicapai oleh otot. Kemudian pada saat kebutuhan metabolisme dinamis
dan aktivitas melampaui kapasitas energi yang dihasilkan oleh tenaga kerja, maka kontraksi otot
akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan terjadi (Tarwaka, dkk, 2004).
Sedangkan Annis & McConville dalam Tarwaka berpendapat bahwa saat kebutuhan
metabolisme dinamis dan aktivitas melampaui kapasitas energi yang dihasilkan oleh tenaga
kerja, maka kontraksi otot akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan akan terjadi.
Penggunaan energi tidak melebihi 50% dari tenaga aerobik maksimum untuk kerja 1 jam, 40%
untuk kerja 2 jam dan 33% untuk kerja 8 jam terus menerus. Nilai tersebut didesain untuk
mencegah kelelahan yang dipercaya dapat meningkatkan resiko cedera otot skeletal pada tenaga
kerja (Tarwaka, dkk, 2004).
Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap kerja yang bersifat statis
dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan merubah sikap
kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi sehingga sirkulasi darah dan oksigen
dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh. Sedangkan untuk menilai tingkat kelelahan
seseorang dapat dilakukan pengukuran kelelahan secara tidak langsung baik secara objektif
maupun subjektif (Tarwaka, dkk, 2004).

Langkah Langkah Mengatasi Kelelahan


Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa kelelahan disebabkan oleh banyak faktor
yang sangat kompleks dan saling terkait antara faktor yang satu dengan yang lain. Hal yang
paling penting adalah bagaimana menangani setiap kelelahan yang muncul agar tidak menjadi
kronis. Agar dapat menangani kelelahan dengan tepat, maka harus diketahui apa yang menjadi
penyebab terjadinya kelelahan. Secara skematis akan diuraikan antara faktor penyebab
terjadinya kelelahan, penyegaran dan cara menangani kelelahan agar tidak menimbulkan risiko
yang lebih parah, yaitu sebagai berikut :

15
PENYEBAB KELELAHAN CARA MENGATASI
1. Aktivitas kerja fisik 1. Sesuai kapasitas kerja fisik
2. Aktivitas kerja mental 2. Sesuai kapasitas kerja mental
3. Stasiun kerja tidak ergonomis 3. Redesain stasiun kerja ergonomis
4. Sikap paksa 4. Sikap kerja alamiah
5. Kerja statis 5. Kerja lebih dinamis
6. Kerja bersifat monotoni 6. Kerja lebih bervariasi
7. Lingkungan kerja ekstrim 7. Redesain lingkungan kerja
8. Psikologis 8. Reorganisasi kerja
9. Kebutuhan kalori kurang 9. Kebutuhan kalori seimbang
10. Waktu kerja istirahat tidak tepat 10. Istirahat setiap 2 jam kerja dengan
sedikit kudapan

RISIKO
1. Motivasi kerja turun MANAJEMEN PENGENDALIAN
2. Performansi rendah 1. Tindakan preventif melalui pendekatan
3. Kualitas kerja rendah inovatif dan partisipatoris
4. Banyak terjadi kesalahan 2. Tindakan kuratif
5. Stress akibat kerja 3. Tindakan rehabilitatif
6. Penyakit akibat kerja 4. Jaminan masa tua
7. Cedera
8. Terjadi kecelakaan akibat kerja

Pengukuran Kelelahan
Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung.
Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang
menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean dalam Tarwaka (2004)
mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok, yaitu:
1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan
Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang
digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun
demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti : target produksi, faktor sosial,
dan perilaku psikologis dalam bekerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk,
penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan,
tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.
2. Uji psiko-motor (Psychomotor test)

16
Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu
yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah
jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai pada suatu saat kesadaran atau
dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting
suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi
merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.
Waktu reaksi merupakan waktu antara pemberian rangsang tunggal sampai terjadinya
awal dari respon rangsang tersebut.
Waktu reaksi dipengaruhi : rangsangnya sendiri, motivasi kerja, jenis kelamin, usia,
kesempatan anggota tubuh yang dipergunakan (Philips dan Homak, 1979 cit. Setyawati,
1994).
Sanders & McCormick (1987) mengatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk
membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Waktu reaksi terpendek
biasanya berkisar antara 150 s/d 200 millidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli
yang dibuat ; intensitas dan lamanya perangsangan ; umur subyek ; dan perbedaan-
perbedaan individu lainnya.
Setyawati (1996) melaporkan bahwa dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap
cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli
suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya.
Alat ukur waktu reaksi yang telah dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan
nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli.
Nama Alat yang dimodifikasi oleh Setyawati (1994): Alat Pemeriksa Waktu Reaksi /
Reaction Timer L77 Lakassidaya. Uji validitas isi dan konstruk dilakukan; uji reabilitas
dengan metode Tes Retest: 0,89. Angka Normal : 150.0-240.0 Milidetik.
3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang.
Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua
kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan
kewaspadaan tenaga kerja.
4. Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjective feeling of
fatigue)
Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang,
merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subyektif.
Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari :
10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan :
a. Perasaan berat di kepala

17
b. Lelah seluruh badan
c. Berat di kaki
d. Menguap
e. Pikiran kacau
f. Mengantuk
g. Ada beban pada mata
h. Gerakan canggung dan kaku
i. Berdiri tidak stabil
j. Ingin berbaring

10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi :


a. Susah berfikir
b. Lelah untuk bicara
c. Gugup
d. Tidak berkonsentrasi
e. Sulit memusatkan perhatian
f. Mudah lupa
g. Kepercayaan diri berkurang
h. Merasa cemas
i. Sulit mengontrol sikap
j. Tidak tekun dalam pekerjaan
10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik :
a. Sakit di kepala
b. Kaku di bahu
c. Nyeri di punggung
d. Sesak nafas
e. Haus
f. Suara serak
g. Merasa pening
h. Spasme di kelopak mata
i. Tremor pada anggota badan
j. Merasa kurang sehat
Menurut Setyawati (1996), di Indonesia alat ukur perasaan kelelahan secara subyektif bisa
menggunakan KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) yang merupakan
alat yang dimodifikasi untuk tenaga kerja Indonesia :

18
KAUPK2 dipergunakan untuk mendeteksi indikator perasaan kelelahan kerja. Terdiri
atas 17 butir pernyataan yang terdiri atas 3 aspek yaitu aspek pelemahan aktivitas 7
butir; pelemahan motivasi 3 butir dan gejala fisik 7 butir.
Terdapat tiga macam KAUPK2 yaitu KAUPK2 I KAUPK2 II; KAUPK2 III yang masing-
masing terdiri atas 17 butir pernyataan, yang dapat dipergunakan secara paralel untuk
shift I, shift II dan shift III atau untuk keperluan 3 waktu pengukuran pada subjek yang
sama.
Butir-butir pada KAUPK2 I, II dan III telah diuji validitas dan reabilitasnya.
KAUPK2 dapat dipergunakan untuk penyaringan perasaan kelelahan kerja bagi tenaga
kerja Indonesia mengingat kuesioner IFRC yaitu Industrial Fatigue Rating Scale
merupakan kuesioner kelelahan kerja yang didesain dengan mempertimbangkan
budaya Bangsa Jepang
Butir butir KAUPK2 :
- Pernyataan tentang kesukaran berfikir.
- Pernyataan tentang perasaan lelah apabila berbicara.
- Pernyataan tentang merasa gugup bila menghadapi suatu peristiwa.
- Pernyataan tentang merasa saat bekerja sulit berkonsentrasi.
- Pernyataan tentang merasakan tidak mempunyai perhatian terhadap sesuatu
hal/kondisi.
- Pernyataan tentang merasakan kecenderungan lupa terhadap sesuatu hal kondisi.
- Pernyataan tentang merasa kurang percaya terhadap diri sendiri.
- Pernyataan tentang merasa tidak tekun dalam bekerja.
- Pernyataan tentang merasa enggan menatap mata orang lain.
- Pernyataan tentang merasa enggan untuk bekerja cekatan.
- Pernyataan tentang merasa tidak tenang dalam bekerja.
- Pernyataan tentang merasakan lelah seluruh tubuhnya.
- Pernyataan tentang merasa lamban dalam bertindak/bekerja.
- Pernyataan tentang merasa tidak kuat lagi untuk berjalan.
- Pernyataan tentang merasa lelah walau belum bekerja.
- Pernyataan tentang merasa daya pikir menurun.
- Pernyataan tentang merasakan cemas terhadap suatu hal/kondisi.
5. Uji mental
Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan
untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma Test
merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan
konstansi. Hasil tes akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat

19
kecepatan, ketelitian dan konstansi akan semakin rendah atau sebaliknya. Namun
demikian, Bourdon Wiersma Test lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas
atau pekerjaan yang lebih bersifat mental.

Penanggulangan Kelelahan Kerja


1. Lingkungan kerja bebas dari zat berbahaya, penerangan memadai, sesuai dengan jenis
pekerjaan yang dihadapi, maupun pengaturan udara yang adekuat, bebas dari kebisingan,
getaran, serta ketidaknyamanan.
2. Waktu kerja diselingi istirahat pendek dan istirahat untuk makan.
3. Kesehatan umum dijaga dan dimonitor.
4. Pemberian gizi kerja yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerja.
5. Beban kerja berat tidak berlangsung terlalu lama.
6. Tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja, kalau perlu bagi
tenaga kerja dengan tempat tinggal jauh diusahakan transportasi dari perusahaan.
7. Pembinaan mental secara teratur dan berkala dalam rangka stabilitas kerja dan
kehidupannya.
8. Disediakaan fasilitas rekreasi, waktu rekreasi dan istirahat diolaksankan secara baik.
9. Cuti dan liburan diselenggarakan sebaik-baiknya.
10. Diberikan perhatian khusus pada kelompok tertentu seperti tenaga kerja beda usia,
wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir di malam hari, tenaga baru
pindahan .
11. Mengusahakan tenaga kerja bebas alkohol dan obat berbahaya.

Pemulihan dan Penyegaran


Untuk memelihara kesehatan dan efisiensi, maka proses penyembuhan seharusnya dapat
menghilangkan stres. Proses penyembuhan terjadi terutama selama masa tidur malam hari,
tetapi waktu-waktu bebas siang hari dan setiap masa jeda/rehat kerja juga dapat memberi
kontribusi bagi istirahat psikis dan fisik. Dengan kata lain, perlu ditekankan bahwa antara
kondisi stres (karena aktifitas kerja) dengan penyembuhan harus seimbang dalam siklus 24 jam.
Apabila waktu istirahat terpaksa ditunda hingga malam hari berikutnya harus diupayakan
seefesien mungkin guna kemampuan toleransi tubuh. (Budiono, 2003)
Pemulihan pasca beraktifitas atau bekerja pada seseorang akan membantu memperbaiki
daya tahan tubuh. Dengan memperhatikan kesehatan tidur, kesehatan kita akan sempurna. Daya
tahan tubuh dapat tidak optimal apabila tidak ada pemulihan kondisi tubuh/ badan. Hal yang

20
perlu diperhatikan untuk memulihkan tubuh dari kelelahan setelah melakukan aktifitas adalah
dapat sebagai berikut.
1. Setiba di rumah, segera keringkan badan lalu berdiam diri untuk
menurunkan suhu tubuh. Jangan merokok
2. Langsung minum air Jangan minum minuman berenergi maupun
minuman lain berkafein menjelang tidur atau menjelang istirahat.
3. Bersihkan badan. Mandi malam tidak menyebabkan rematik. Yang benar,
orang yang sudah terkena rematik akan kambuh jika mandi malam karena dingin. Mandi air
hangat sangat dianjurkan. Setelah mandi, basuh badan dengan handuk basah hangat lalu
keringkan.
4. Setelah mandi, walaupun lelah jangan langsung tidur. Cobalah untuk
membaca sekurangnya 10 menit di ruang lain, baru masuk kamar dan tidur.
5. Pada wanita bisa melakukan berbagai perawatan wajah dan kulit. Ini
untuk menyiapkan tubuh dan pikiran sebelum tidur. Jika langsung tidur dengan adrenalin
tinggi, kualitas tidur akan buruk walaupun tubuh sebenarnya sudah amat lelah. Dalam
jangka panjang dapat mengembangkan insomnia.
6. Merokok juga harus dihindari sebelum tidur, karena sifat stimulan nikotin
akan menjauhkan kantuk sedangkan sifat adiktifnya akan menurunkan kualitas tidur. Baru
setelah mengantuk dan tubuh sudah mengendur santai, Anda dapat naik tempat tidur dan
beristirahat.

MUSCULOSKELETAL DISORDER (MSDS)

Gambaran Umum

Keluhan muskuliskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang


dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot
menerima beban ststis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan
keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah
yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorder (MSDS) atau cedera pada
sistem muskuloskeletal (Grandjean, 1993 ; Lemanster, 1996). Secara garis besar keluhan dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

21
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima
beban stastis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan
dihentikan, dan
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun
pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada oto masih terus berlanjut .

Studi tentang MSDS pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi
menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang
meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan , jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah.
Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian
pinggang (low back paint = LBP).

Laporan dari the Bureau of Labour Statistics (LBS) Departemen Tenaga Kerja Amerika
serikat yang dipublikasikan pada tahun 1982 menunjukkan bahwa hampir 20 % dari semua
kasus sakit akibat kerja dan 25 % biaya kompensasi yang dikeluarkan sehubungan dengan
adanya keluhan/sakit pinggang. Besarnya biaya kompensasi yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan secara pasti belum diketahui. Namun demikian, hasil estimasi yang dipublikasikan
oleh NIOSH menunjukkan bahwa biaya kompensasi untuk keluhan otot skeletal sudah mencapai
13 milyar US dolar setiap tahun. Biaya tersebut merupakan yang terbesar bila dibandingkan
dengan biaya kompensasi untuk keluhan/sakit akibat kerja lainnya. (NIOSH, 1996). Sementara
itu National Safety Council melaporkan bahwa sakit akibat kerja yang frekuensi kejadiannya
paling tinggi adalah sakit punggung, yaitu 22 % dari 1.700.000 kasus (waters, etal, 1996a).

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena konstraksi otot yang berlebihan
akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang.
Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak pernah terjadi apabila kontraksi otot hanya
berkisar antara 15-20 % dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi
20 %, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi
oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme
karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang
menyebabkan rasa nyeri otot (Sumamur, 1982;Grandjean, 1993).

Faktor penyebab terjadinya keluhan Muskuloskeletal

Peter Vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya keluhan otot skeletal.

22
1. Peregangan Otot Yang Berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya sering dikeluhkan oleh
pekerja diman aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas
mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang
berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan
optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko
terjadinya keluhan otot, bahwan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.

2. Aktivitas Berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan
mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dsb. Keluhan otot terjadi karena otot
menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan
untuk relaksasi.

3. Sikap Kerja Tidak Alamiah


Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh
bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu
membungkuk, kepala terangkat, dsb. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi
tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak
alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja
tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja (Grandjean, 1993;Anis &
McCnville, 1996;Waters & Anderson, 1996 & Manuaba, 2000).

Di Indonesia, sikap kerja tidak alamiah lebih banyak disebabkan oleh adanya ketidak
sesuaian antara dimensi alat dan stasiun dengan ukuran tubuh pekerja. Sebagai negara
berkembang, sampai saat ini Indonesia masih tergantung pada perkembangan terknologi
negara-negara maju, khususnya dalam pengadaan peralatan industri. Megingat bahwa
dimensi peralatan tersebut didesain tidak berdasarkan ukuran tubuh orang Indonesia, maka
pada saat pekerja Indonesia harus mengoperasikan peralatan tersebut, terjadilah sikap
kerja tidak alamiah. Sebagai contoh, pengoperasian mesin-mesin produksi di suatu pabrik
yang diimpor dari Amerika dan Eropa akan menjadi masalah bagi sebagian besar pekerja
kita. Hal tersebut disebabkan karena negara pengekspor di dalam mendesain mesin-mesin
tersebut hanya didasarkan pada antropometri dari populasi pekerja negara yang
bersangkutan, yang pada kenyataannya ukuran tubuhnya lebih besar dari pekerja kita.
Sudah dapat dipastikan, bahwa kondisi tersebut akan menyebabkan sikap paksa pada waktu
pekerja mengoperasikan mesin. Apabila hal ini terjadi dalam kurun waktu yang lama, maka

23
akan terjadi akumulasi keluhan yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya cedera
otot.

4. Faktor Penyebab Sekunder


Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat
tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima
tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat
menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.

Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah.
Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat
meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Sumamur, 1982).

Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan
kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai
dengan menurunnya kekuatan otot (Astrand & Rodhl, 1977;Pulat, 1992:Wilson &
Corlett, 1992). Demikian juga dengan paparan uadara yang panas. Beda suhu lingkungan
dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam
tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila
hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi
kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar,
suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi
penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot (Sumamur,
1982;Grandjean, 1993).

5. Penyebab Kombinasi
Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila dalam melakukan
tugasnya, pekerja dihadapkan pada beberapa faktor resiko dalam waktu yang bersamaan,
misalnya pekerja harus melakukan aktifitas angkat angkut dibawah tekanan panas matahari
seperti yang dilakukan oleh para pekerja bangunan.

Disamping kelima faktor penyebab terjadinya keluhan otot tersebut diatas, beberapa ahli
menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok,
aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat menjadi penyebab terjadinya
keluhan otot skelatal.

24
Umur
Chaffin (1979) dan Guo et al. (1995) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan otot
skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya
dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan
dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan
dan ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan otot meningkat.
Sebagai contoh, Bettie et al (1989) telah melakukan studi tentang kekuatan statik otot
untuk pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan diatas 60 tahun. Penelitian
difokuskan untuk otot lengan, punggung dan kak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara 20-29 tahun, selanjutnya terus
terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya umur. Pada saat kekuatan otot mulai
menurun maka resiko terjadinya keluhan otot akan meningkat. Riihimai et al. (1989)
menjelaskan bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot,
terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli lainnya menyatakan
bahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot.

Jenis Kelamin
Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli tentang pengaruh jenis
kelamin terhadap rsiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara
signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat resiko
keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang
lebih rendah daripada pria. Astrand & Rodahl (1997) menjelaskan bahwa kekuatan otot
wanita hanya sekitar dua pertiga kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian Bettie at el.(1989)
menunjukkan bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih 60 % dari kekuatan otot
pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil
penelititan Chiang et al.(1993), Benard et al.(1994), hales et al.(1994) dan
Johanson(1994) yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan
wanita adalah 1:3. dari uraian tersebut diatas, maka jenis kelamin perlu
dipertimbangkan dalam mendesain beban tugas.

Kebiasaan Merokok
Sama halnya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh merokok terhadap resiko keluhan
otot masih diperdebatkan dengan para ahli, namun demikian, beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama
dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tionggi frekuensi merokok,
semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Boshuizen et al.(1993)

25
menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot
pinggang, khususnya untuk pekerja yang memerlukan pengerahan otot. Hal ini
sebenarnya terkait erat dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Kebiasaan merokok
akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk
mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagi akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga
menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut
pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah
rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya
timbul rasa nyeri otot.

Kesegaran Jasmani
Pada umumnya keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam
aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang
dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan tenaga yang
besar, di sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahatm hampir dapat
dipastikan akan terjadi keluhan otot.

Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh. Laporan
NIOSH yang dikutip dari hasil penelitian Cady et al.(1979) menyatakan bahwa untuk
tingkat kesegaran tubuh yang rendah, maka resiko terjadinya keluhan adalah 7,1 %
tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3,2 % dan tingkat kesegaran tubuh tinggi adalah
0,8 %. Hal ini juga diperkuat dengan laporan Bettie et al.(1989) yang menyatakan
bahwa hasil penelitian terhadap para penerbang menunjukkan bahwa kelompok
penerbang dengan tingkat kesegaran tubuh yang tinggi mempunyai resiko yang sangat
kecil terhadap resiko cedera otot.

Dari uraian diatas dapat digarisbawahi bahwa, tingkat kesegaran tubuh yang rendah
akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan
dengan bertambahnya aktivitas fisik.

Kekuatan Fisik
Sama halnya dengan beberapa faktor lainnya, hubungan antara kekuatan fisik dengan
resiko keluhan otot skeletal juga masih diperdebatkan. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan, namun penelitian lainnya menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara kekuatan fisik dengan keluhan skeletal. Chaffin and
Park (1973) yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan adanya peningkatan keluhan
punggung yang tajam pada pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan
melebihi batas kekuatan otot pekerja. Bagi pekerja yang kekuatan ototnya rendah, resiko

26
terjadinya keluhan tiga kali lipat dari yang mempunyai kekuatan tinggi. Sementara itu,
Bettie et al.(1990) menemukan bahwa pekerja yang sudah mempunyai keluhan
pinggang mampu melakukan pekerjaan seperti pekerja lainnya yang belum memiliki
keluhan pinggang.

Terlepas dari perbedan kedua hasil penelitian tersebut diatas, secara fisiologis ada yang
dilahirkan dengan struktur otot yang mempunyai kekuatan fisik lebih kuat
diabandingkan dengan yang lainnya. Dalam kondisi kekuatan yang berbeda ini, apabila
harus melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan oto, jelas yang mempunyai
kekuatan rendah akan lebih rentan terhadap rsiko cedera otot. Namun untuk pekerjaan-
pekerjaan yang tidak memerlukan pengerahan tenaga, maka faktor kekuatan fisik
kurang relevan terhadap resiko keluhan otot skeletal.

Ukuran Tubuh (antropometri).


Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh
merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal. Vessy et al
(1990) menyatakan bahwa wanita yang gemuk mempunyai resiko dua kali lipat
dibandingkan dengan wanita kurus. Hal ini diperkuat oleh Werner et al (1994) yang
menyatakan bahwa bagi pasien yang gemuk (obesitas dengan mas tubuh > 29)
mempunyai resiko 2,5 lebih tinggi dibandingkan dengan yang kurus (masa tubuh <20),
khususnya untuk otot kaki. Temuan lain menyatakan bahwa pada tubuh yang tinggi
umumnya sering menderita keluhan sakit punggung, tetapi tubuh lebih tinggi tidak
mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu dan pergelangan tangan.

Apabila dicermati, keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih
disebabkan oleh kondisi struktur rangka di dalam menerima beban, baik beban berat
tubuh maupun beban tambahan lainnya. Sebagai contoh, tubuh yang tinggi pada
umumnya mempunyai bentuk tulang yang langsing sehingga secara biomekanik rentan
terhadap beban tekan dan rentan terhadap tekukan, oleh karena itu mempunyai resiko
yang lebih tinggi terhadap terjadinya keluhan otot skeletal.

Mengukur Dan Mengenali Sumber Penyebab Keluhan Muskuloskeletal

Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk
mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran
terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagi faktor subjetif seperti kinerja,
motivasi, harapan dana toleransi kelelahan (Waters & Anderson, 1996 a). Alat ukur ergonomik

27
yang dapat digunakan mulai dari yang sederhana seperti cheklist hingga sistem komputer,
seperti uraian berikut ini :

Checklist
Checklist merupakan alat ukur ergonomik yang paling sederhana dan mudah, oleh karena
itu pada umumnnya menjadi pilihan pertama untuk melakukan pengukuran yang masih
bersifat umum. Checklist terdiri dari daftar pertanyaan yang diarahkan untuk
mengidentifikasi sumber keluhan/penyakit. Untuk mengetahui sumber keluhan otot, pada
umumnya daftar pertanyaan yang diajukan dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertanyaan
yang bersifat umum dan khusus. Pertanyaan umum biasanya mengarah pada pengumpulan
data dan khusus. Pertanyaan umum biasanya mengarah pada pengumpulan data tentang
tingkat beban kerja, tingkat pekerjaan, kondisi lingkungan kerja, waktu dan sikap kerja.
Sedangkan pertanyaan khusus diarahkan untuk memperoleh data yang lebih spesifik
seperti berat beban, jarak angkat, jenis pekerjaan dan frekuensi kerja.

Checklist merupakan alat ukur egonomik yang sangat mudah untuk digunakan, tetapi
hasilnya kurang teliti. Oleh karena itu checklist lkebih cocok untuk studi pendahuluan dan
identifikasi masalah.

Model Biomekanik
Model Biomekanik menerapkan konsep mekanika teknik pada fungsi tubuh untuk
mengetahui resiko otot yang terjadi akibat tekanan beban kerja. Atas dasar teori
keseimbangan pada sendi, dapat dianalisis besarnya peregangan otot akibat beban dan
sikap kerja yang ada dan selanjutnya dapat dievaluasi apakah peregangan yang terjadi
melampaui kekuatan maksimal otot untuk kontraksi.

Beberapa faktor penting yang harus dicermati apabila pengukuran dilakukan dengan model
biomekanik adalah sebagai berikut :

1. Sifat dasar mekanik (statik atau dinamika);


2. Dimensi model (dua atau tiga dimensi);
3. Ketepatan dalam mengambil asumsi; dan
4. Input yang diperlukan cukup kompleks.
Walaupun model biomekanik dapat dipakai untuk mengenali sumber penyebab terjadinya
keluhan otot skeletal, namun dalam penerapannya, model biomekanik lebih banyak
digunakan untuk mendesain tingkat beban dan sikap kerja yang aman bagi pekerja.

Tabel Psikofisik

28
Psikofisik mnerupakan cabang ilmu psikologi yang digunakan untuk menguji hubungan
antara persepsi dari sensasi tubuh terhadap rangsangan fisik. Melalui persepsi dari sensai
tubuh dapat diketahui kapasitas kerja seseorang.

Stevens(1960) dan Snook & Ciriello (1991) menjelaskan bahwa tingkat kekuatan seseorang
dalam menerima beban kerja dapat diukur melalui perasaan subjektif, dalam arti persepsi
seseorang terhadap beban kerja dapat digunakan untuk mengukur efek kombinasi dari
tekanan biomekanik akibat aktivitas kerja yang dilakukan. Selanjutnya hasil pengukuran
biasanya ditampilkan dalam bentuk tabel yang memberikan informasi tentang batasan
berat beban yang masih mampu dipikul oleh pekerja seperti contoh dalam Tabel berikut ini.

Tabel 1 Tabel Psikofisik untuk Daya Dorong Maksimum

Daya dorong maksimum (kg) untuk jarak 15,2 m


Jarak Objek Jumlah
Satu kali dorong untuk setiap
dari lantai ke Pekerja
tangan (cm) wanita (%) 30
6 det 12 det 1 mnt 2 mnt 5 mnt 8 jam
mnt

90 5 6 6 7 7 8 10

75 7 8 9 10 11 11 14

89 50 9 11 13 13 14 15 19

25 12 14 16 16 18 19 24

10 14 17 19 19 21 23 28

Sumber : Waters & Anderson 1996. Manual Material Handling.

Untuk metode tabel psikofisik ini, satu hal yang perlu diingat bahwa hasil pengukuran
sangat tergantung dari persepsi perorangan dan sebagai konsekuensinya, kemungkinan
terjadi perbedaan antara persepsi yang satu dengan yang lainnya.

Model Fisik
Salah satu penyebab timbulnya keluhan otot adalah karena kelelahan yang terjadi akibat
beban kerja yang berlebihan. Oleh karena itu, salah satu metode untukl mengetahui sumber
keluhan otot dapat dilakukan secara tidak langsung dengan mengukur tingkat beban kerja.
Tingkat beban kerja dapat diketahui melalui indikator denyut nadi, konsumsi oksigen dan
kapasitas paru-paru. Melalui indikator tingkat beban kerja inilah dapat diketahui tingkat
resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Apabila beban kerja melebihi kapasitas kerja, maka
resiko terjadinya keluhan otot akan semakin besar.

29
Pengukuran dengan Videotape
Analisis Videotape dilakukan dengan menggunakan video camera. Melalui video casmera
dapat direkam setiap tahapan aktivitas kerja, selanjutnya hasil rekaman ini digunakan
sebagai dasar untuk melakukan analisis terhadap sumber terjadinya keluhan otot.
Pengukuran dengan videotape ini sangat mudah dilakukan dan hasilnya sangat mudah
untuk dipahami. Namun bagaimanapun video camera mempunyai kerterbatasan jangkauan.
Untuk dapat merekam seluruh tahapan aktifitas kerja secara detail, diperlukan beberapa
video camera yang ditempatkan diberbagai sudut pandang. Oleh karena itu memerlukan
biaya yang cukup mahal.

Pengamatan Melalui Monitor


Alat monitor telah dikembangkan untuk mengukur berbagai aspek dari aktivitas fisik yang
meliputi posisi, kecepatan dan percepatan gerakan. Sistem ini terdiri dari sensor mekanik
yang dipasang pada bagian-bagian tubuh pekerja yang akan diukur. Selanjutnya melalui
monitor dapat dilihat secara langsung karakteristik dari perubahan gerak yang terjadi yang
dapat digunakan untuk mengestimasi resiko keluhan otot yang akan terjadi serta sekaligus
dapat dianalisis solusi ergonomik yang tepat untuk mencegah terjadinya keluhan tersebut.

Selain metode pengukuran yang telah diuraikan diatas, metode pengukuran lain yang juga
sering digunakan, yaitu pengukuran secara analitik (Water & Anderson, 1996 a) dan
pengukuran dengan menggunakan Nordic Body Map (Corlett, 1992).

Metode Analitik
Metode analitik ini direkomendasikan oleh NIOSH untuk pekerjaan mengangkat. NIOSH
cara sederhana untuk mengestimasi kemungkinan terjadinya peregangan otot yang
berlebihan (overexertion) atas dasar karakteristik pekerjaan, yaitu dengan menghitung
Recommended Weight Limit (RWL) dan Lifting Index (LI). RWL adalah berat beban yang
masih aman untuk dikerjakan oleh pekerja dalam waktu tertentu tanpa meningkatkan
resiko gangguan sakit pinggang (low back pain) (Waters & Anderson, 1996b). RWL dihitung
berdasarkan enam variabel. Bersadarkan enam variabel tersebut, maka dapat dihitung RWL
dengan rumus sebagai berikut :

RWL = LC x HM x DM x AM x FM x CM

Dimana :

LC = load constant = 23 kg

HM = Horizontal multiplier = 25/H

30
VM = Vertical multiplier = (1 0.003 / V-75/)

DM = Distance multiplier = (0,28 + 4,5 / D)

AM = Arsymetric multiplier = (1-0.0032A)

FM = Frequency multiplier

CM = Coupling multiplier

Lifting Index (LI) adalah estimasi sederhana terhadap resiko cedera yang diakibatkan oleh
overexertion. Berdasarkan berat beban dan nilai RWL, dapat ditentukan besarnya LI dengan
rumus sebagai berikut :

Berat Badan
LI 3.0
RWL

Aktifitas mengangkkat dengan nilai LI > 1 (moderately stressful task), akan meningkatkan
resiko terhadap keluhan sakit pinggang (low back pain), oleh karena itu, maka beban kerja
harus didesain sedemikian rupa sehingga nilai LI 1. Untuk beban kerja dengan nilai LI > 1,
mengandung resiko keluhan sakit pinggang, sedangkan untuk Li > 3 (highly stressful task),
sudah dapat dipastikan menyebabkan terjadinya overexertion (Waters & Anderson, 1996b).

Nordic Body Map (NBM)


Melalui NBM seperti pada gambar di bawah ini dapat diketahui bagian-bagian otot yang
mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak sakit)
sampai sangat sakit (Corlett,1992) dengan melihat dan menganalisa peta tubuh (NBM)
seperti pada gambar 9.4 maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang
dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana nmamun kurang telitikarena
mengandung subjektivitas yang tinggi. Untuk menekan bias yang mungkin terjadi, maka
sebaiknya pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas kerja (pre and
post test).

Dari uraian tentang metode untuk mengukur dan mengenali sumber keluhan otot skeletal
tersebut diatas, terlihat bahwa masing-masing metode memiliki kelebihan dan kelemahan.
Oleh karena itu, sebelum memilih dan menetapkan metode yang akan digunakan,
hendaknya dikaji terlebih dahulu karakteristik dan aktivitas kerja yang ada.

31
Langkah-Langkah Mengatasi Keluhan Muskuloselektal

Berdasarkan rekomendasi dai Occupational Safety and Healt Administration (OSHA),


tindakan ergonomik untuk mencegah adanya sumber penyakit adalah melalui dua cara, yaitu
tekayasa teknik (desain stasiun dan alat kerja) dan rekayasa manajemen (kriteria dan organisasi
kerja) (Grandjean, 1993;Anis & McConville, 1996; Waters & Anderson, 1996; Manuaba, 2000;
Peter Vi, 2000). Langkah preventif ini dimaksudkan untuk mengeleminir overexertion dan
mencegah adanya sikap kerja tidak alamiah.

1. Rekayasa Teknik
Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa alternatif
sebagai berikut :

Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini jarang bisa
dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang mengharuskan untuk
menggunakan peralatan yang ada.
Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru yang aman,
menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur penggunaan alat.
Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja, sebagai
contoh, memisahkan ruang mesin yang bergetar dengan ruang kerja lainnya,
memisahkan alat peredam getaran, dsb.
Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi resiko sakit, misalnya
akibat suhu udara yang terlalu panas.
Pendekatan yang dianjurkan untuk mencegah & mengendalikan WMSD adalah
merancang pekerjaan, meliputi: layout tempat kerja, seleksi dan penggunaan alat,
metode kerja dengan mempertimbangkan kemampuan & keterbatasan tenaga kerja.
Strategi : (1) Mengubah cara transportasi meterial, bagian-bagian & produk, misal
penggunaan alat bantu untuk menghindari tugas mengangkat & bawa beban berat, beri

32
lubang handle pada dos ; (2) Mengubah proses atau produk untuk mengurangi paparan
faktor risiko ; (3) Mengubah cara menangani bagian-bagian, alat & material ; (4)
Mengubah desain alat ; (5) Mengubah pengepakan material menjadi lebih ringan ; (6)
Mengubah akses & urutan perakitan.
2. Rekayasa Manajemen
Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan tindakan sebagai berikut :

Pendidikan dan pelatihan


Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih memahami lingkungan dan alat
kerja sehingga diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan inovatif dalam melakukan
upaya-upaya pencegahan terhadap resiko sakit akibat kerja.

Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang


Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam arti disesuaikan dengan
kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan, sehingga dapat mencegah paparan
yang berlebihan terhadap sumber bahaya.

Melakukan rotasi kerja melalui beberapa pekerjaan dengan tuntutan fisik berbeda untuk
mengurangi stress di anggota badan / regio2 tubuh. Memperluas atau
menganekaragamkan kandungan kerja utk menghilangkan faktor risiko tertentu misal
gerak repititif, sikap statik & canggung serta mengatur irama kerja untuk
menghilangkan risiko gerak repetitif & memberi pekerja lebih banyak kendali terhadap
proses kerja.
Pengawasan yang intensif
Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan pencegahan secara lebih dini
terhadap kemungkinan terjadinya sakit akibat kerja.

Sebagai gambaran, berkut ini diberikan contoh tindakan untuk mencegah/mengatasi


terjadinya keluhan otot skeletal pada berbagai kondisi/aktivitas seperti yang dijabarkan
berikut ini.

1. Aktivitas angkat-angkut material secara manual


Usahakan memiinimalkan aktivitas angkat-angkut secara manual
Upayakan agar lantai kerja tidak licin
Upayakan menggunakan alat bantu kerja yang memadai seperti crane, kereta
dorong, pengungkit, dsb.
Gunakan alas apabila harus mengangkat di atas kepala atau bahu
Upayakan agar beban angkat tidak melebihi kapasitas angkat pekerja

33
2. Berat badan dan alat
Upayakan untuk menggunakan bahan dan alat yang ringan.
Upayakan menggunakan wadah/alat angkut dengan kapasitas < 50 kg.
3. Alat Tangan
Upayakan agar ukuran pegangan tangan sesuai dengan lingkar genggam pekerja
dan karakteristik pekerjaan (pekerjaan berat atau ringan).
Pasang alapisan peredam getaran pada pegangan tangan.
Upayakan pemeliharaan yang rutin sehingga alat selalu dalam kondisi layak
pakai
Berikan pelatihan sehingga pekerja terampil dalam mengoperasikan alat
4. Melakukan pekerjaan pada ketinggian
Gunakan alat bantu kerja yang memadai seperti ; tangga kerja dan lift.
Upayakan untuk mencegah terjadinya sikap kerja tidak alamiah dengan
menyediakan alat-alat yang dapat disetel/disesuaikan dengan ukuran tubuh
pekerja.

WMSD
(Work-related Musculoskeletal Disorders)

DEFINISI WMSD :
Gangguan muskuloskeletal akibat kerja adalah kelainan sistem otot, tendon, sendi,
ligament, saraf, tulang dan sistem sirkulasi darah yang disebabkan atau diperburuk oleh
lingkungan pekerjaan dan pelaksanaan pekerjaan. Gangguan muskuloskeletal akibat
kerja sering disebut work related musculoskeletal disorder (WMSD). Gangguan tersebut
umumnya terjadi pada punggung.
Keluhan otot :
Keluhan sementara (reversible) keluhan terjadi pada saat otot menerima
beban statis. Namun keluhan hilang apabila pmbebanan dihentikan
Keluhan menetap (persistent) keluhan otot yg sifatnya menetap. Walaupun
pembebanan dihentikan, namun rasa sakit pd otot masih terus berlanjut

34
Gangguan muskuloskeletal merupakan salah satu dari sepuluh penyakit dan cedera
yang berhubungan dengan pekerjaan, yaitu menduduki peringkat kedua (Setyawati,
2007).
Di Amerika Serikat gangguan muskuloskeletal merupakan jenis cedera ergonomi yang
paling banyak di temukan di tempat kerja. Umumnya sebagai cedera punggung, leher,
pundak, ekstremitas atas, ekstremitas bawah dan cummulative trauma disorders (CTDs)
Kejadian ini membawa kerugian berupa kehilangan waktu kerja dan biaya medis senilai
lebih dari 12 miliar US $ setiap tahun (Bernard, 1997).
Faktor risiko tempat kerja + karakteristik personal + faktor sosial ikut andil dalam
perkembangan WMSD mengurangi produktivitas pekerja atau menyebabkan
ketidakpuasan.
PENYEBAB WMSD :
Peregangan otot yg berlebihan berhubungan dengan beban yg berat
Aktivitas berulang
Sikap kerja tidak alamiah atau salah
Faktor individu :
Usia keluhan pertama pd usia 35 th
Jenis kelamin perbandingan keluhan otot laki-laki dan perempuan 1 : 3
Antropometri wanita gemuk mempunyai risiko 2 kali lipat
dibandingkan wanita kurus
Kebiasaan merokok meningkatkan osteoporosis
Kebiasaan pola hidup kurang olahraga
Vibrasi dan dingin yang berlebihan dapat memperberat risiko
Mengapa WMSD mjd masalah ?
Hampir pada semua industri, WMSD merupakan penyebab paling sering
hilangnya waktu akibat cidera
WMSD, khususnya punggung termasuk masalah kerja berbiaya tinggi
Aktivitas pekerjaan yg menyebabkan WMSD terdapat di berbagai tempat kerja &
pengoperasian kerja
Dapat menyebabkan nyeri & penderitaan pd pekerja
Dapat menurunkan produktivitas & kualitas produk & jasa

MANUAL MATERIAL HANDLING

35
Manual material handling menyebabkan WMSD
Faktor2 yg mempengaruhi kapabilitas manual handling:
1. Karakteristik kerja:
umur, seks, motivasi, fisik dll
2. Karakteristik tugas:
kebutuhan jangkauan, frekuensi penanganan, lama
3. Karakteristik material:
berat, ukuran, distribusi beban, pegangan
4. Organisasi kerja;
siklus kerja istirahat, pelatihan, rotasi kerja
Mengukur dan mngenali sumber penyebab keluhan musculoskeletal :
Checklist
Alat ukur ergonomik yang paling sederhana dan mudah. Terdiri dari
daftar pertanyaan yang diarahkan untuk mengidentifikasi sumber
keluhan/penyakit.

Biomekanik
Menerapkan konsep mekanika teknik pada fungsi tubuh untuk
mengetahui reaksi otot yg terjadi akibat tekanan beban kerja.
Pengukuran dengan videotape
Dilakukan dengan menggunakan video camera. Melalui video camera
dapat direkam setiap tahapan aktivitas kerja, selanjutnya dilakukan analisis
terhadap sumber terjadinya keluhan otot.
Pengamatan melalui monitor
Alat ini dikembangkan untuk mengukur berbagai aspek dari aktivitas fisik
yang meliputi posisi, kecepatan gerakan. Sistem ini terdiri dari sensor
mekanik yang dipasang pada bagian-bagian tubuh pekerja.
Metode analitik
Metode ini direkomendasikan oleh NIOSH untuk pekerjaan mengangkat.
Indikator : dengan menghitung RWL = Recommended Weigh Limit dan Lifting
Index (RWL adalah berat beban yg msh aman untuk dikerjakan oleh pekerja
dalam waktu tertentu tanpa meningkatkan risiko gangguan sakit pinggang).
NBM (Nordic Body Map)

36
Melalui NBM dapat diketahui bagian-bagian otot yg mengalami keluhan
dengan tingkat keluhan mulai rasa tidak nyaman (agak sakit) sampai sangat
sakit

LANGKAH PENGENDALIAN WMSD


Langkah Preventif ini dimaksudkan utk mengeliminir overexertion (peregangan otot yg
berlebihan) dan mencegah adanya sikap kerja yg tidak alamiah.
Berdasarkan OSHA ada 2 cara :
KendaliTeknik
Kendali Manajemen
Kendali Teknik
Pendekatan yg dianjurkan untuk mencegah & mengendalikan WMSD adalah merancang
pekerjaan. Meliputi:
1. layout tempat kerja
2. seleksi dan penggunaan alat
3. metode kerja dg mmpertimbangkan kemampuan & keterbatasan tenaga kerja

Strategi Kendali Teknik :


1. Mengubah cara transportasi meterial, bagian-bagian & produk. Misal :
penggunaan alat bantu untuk menghindari tugas mengangkat & bawa beban
berat, beri lubang handle pada dos
2. Mengubah proses atau produk untuk mengurangi paparan faktor risiko
3. mengubah cara menangani bagian-bagian, alat & material
4. Mengubah desain alat
5. Mengubah pengepakan material menjadi lebih ringan
6. Mengubah akses & urutan perakitan
Kendali Administratif
praktek & kebijakan kerja yg diatur manajemen untuk mengurangi atau mencegah
paparan faktor risiko
Strategi meliputi:
1. Mengubah peraturan & prosedur kerja misal istirahat lebih panjang
2. Merotasi pekerja pd pekerjaan2 yg secara fisik melelahkan

37
3. Melatih pekerja mengenali faktor risiko ergonomi & mempelajari teknik untuk
mengurangi stress & strain saat melakukan tugas
Merupakan tindakan sementara sampai kendali teknik dapat diterapkan atau apabila
kendali teknik tidak feasible
Karena tidak mengeliminasi hazards, manajemen harus memastikan bahwa aturan &
kebijakan dilaksanakan
Contoh Kendali Administratif :
1. Mengurangi lama shift & jumlah lembur
2. Merotasi pekerja melalui beberapa pekerjaan dengan tuntutan fisik berbeda
untuk mengurangi stress di anggota badan / region-regio tubuh
3. beri istirahat lebih panjang
4. Memperluas atau menganekaragamkan kandungan kerja untuk menghilangkan
faktor risiko tertentu mis gerak repititif, sikap statik & canggung
5. Mengatur irama kerja utk menghilangkan risiko gerak repetitif & beri pekerja
lebih banyak kendali terhadap proses kerja

6. Pelatihan pengenalan faktor risiko WMSD & instruksi cara kerja yg dapat
mempermudah beban tugas

IKLIM KERJA

Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan
gerakan udara & suhu radiasi pada suatu lingkungan kerja
Apabila keempat faktor ini dihubungkan dengan produksi panas tubuh /
metabolisme maka disebut tekanan panas

SUMBER PANAS YG PENTING DITEMPAT KERJA KHUSUS PADA SUATU INDUSTRI


1. Iklim kerja setempat : keadaan udara setempat yg dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (suhu, kelembaban, hujan, penerangan dll)
2. Proses produksi & mesin (faktor terbesar)
3. Kerja otot : yg dilakukan pekerja akan menimbulkan panas yg mempengaruhi
panas lingkungan tempat kerja

38
FAKTOR-FAKTOR YG DAPAT MEMPENGARUHI PANAS (OSHA 1995)
1. CLIMATE FACTOR
a. Suhu udara (tempat kerja & suhu penyinaran)
b. Kelembaban udara (banyak sedikitnya uap air di udara)
c. Kecepatan aliran udara (cepat lambatnya udara yg berhembus)
d. Radiasi
2. NON CLIMATE FACTOR
a. Metabolisme (proses kimia yg terjadi di dalam sel-sel jaringan organ tubuh untuk
merubah zat asam & makanan untuk aktivitas tubuh)
b. Pakaian kerja (warna & tebal tipisnya pakaian)
c. Tingkat aklimatisasi (penyesuaian diri terhadap lingkungan kerja panas)

AKLIMATISASI
Aklimatisasi bagi pekerja yg baru di lingkungan kerja panas, membutuhkan
waktu selama 1-2 minggu. Aklimatisasi ini sangat diperlukan pd seseorang yg
belum terbiasa dengan kondisi tsb.
Pada proses aklimatisasi, seseorang perlu lebih sering minum dan tablet garam
juga diperlukan dlm proses aklimatisasi tsb.
Seorang naker dlm proses aklimatisasi hanya boleh terpapar 50% waktu kerja pd
tahap awal, kemudian dapat ditingkatkan 10% setiap harinya.
FAKTOR-FAKTOR YG MEMPENGARUHI SUHU TUBUH TENAGA KERJA :
Suhu lingkungan yg panas / dingin
Pakaian kerja (tebal tipis & gelap terangnya)
Metabolisme dalam tubuh (suatu reaksi kimia dalam sel tubuh untuk
menghasilkan tenaga / panas)

GANGGUAN KESEHATAN AKIBAT PEMAPARAN PANAS:


Gangguan perilaku dan performansi kerja (kelelahan, melakukan istirahat
curian)
Dehidrasi
Heat rash, keadaan spt keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit yg
basah terus.

39
Heat cramps, merupakan kejang2 otot tubuh
Heat syncope atau fainting, keadaan yg disebabkan krn aliran darah ke
otak tdk cukup, krn sebagian besar aliran darah dibawa ke pemukaan kulit krn
pemaparan suhu tinggi
Heat exhaustion, tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dan atau
kehilangan garam. Gejala : mulut kering, sangat haus, lemah, dan sangat lelah.

FAKTOR-FAKTOR RESIKO TERJADINYA GANGGUAN AKIBAT TEKANAN PANAS


1. Penyakit akut & kronik
2. Demam
3. Kurang tidur
4. Obesitas / kekurangan berat badan
5. Kelelahan kumulatif
6. Minum alkohol dalam 24 jam terakhir
7. Keadaan dehidrasi, diare
8. Kelainan vaskuler
9. Usia yg sudah tua
10. Adanya akumulasi panas dalam tubuh (istirahat kurang)
11. Belum menyesuaikan diri
12. Pemakaian obat-obatan yg menghambat keringat (atropin, antihistamin dll)

CARA PERTUKARAN PANAS ANTARA TUBUH DG LINGKUNGAN


a. KONDUKSI
Pertukaran panas melalui sentuhan / kontak antara benda-benda sekitarnya
b. KONVEKSI
Perpindahan panas yg berlangsung dg perantara media udara
c. RADIASI
Perpindahan panas melalui gelombang elektromagnetik
d. EVAPORASI
Penguapan keringat tubuh akan kehilangan panas

FAKTOR YG MEMPENGARUHI TOLERANSI TUBUH THD PANAS

40
1. AKLIMATISASI : Proses yg menyebabkan seseorang dpt menyesuaikan diri
terhadap cuaca kerja. Bila belum akan meningkatkan denyut jantung, pusing,
mual, suhu naik.
2. UKURAN TUBUH : Mempengaruhi reaksi fisiologi terhadap panas. Lemak
merupakan isolator panas yg baik bagi tubuh.
Badan kecil menimbulkan tekanan panas tinggi karena kapasitas kerja kecil.
3. UMUR : Kecepatan reaksi kimia dlm sel anak muda lebih tinggi sehingga
metabolisme lebih tinggi daripada orang tua
4. JENIS KELAMIN : Pada iklim kerja panas kemampuan beraklimatisasi wanita
tidak sebaik pria karena kapasitas kardiovaskuler lebih rendah
5. KESEGARAN JASMANI : Yg sudah beraklimatisasi lebih mudah bekerja dlm
lingkungan panas bila keadaan jasmaninya segar

INDEKS BASIC HEAT STRESS


Berdasar thermometrik scale
Berdasar rate of sweating
Berdasar heat load & evaporative capacity
Index Suhu Basah dan Bola (ISBB) adalah pengukuran terhadap tekanan panas di
dalam dan diluar ruangan.
Outdoor:0,7 suhu basah +0,2 suhu radiasi+ 0,1 suhu kering.
Indoor :0,7 suhu basah +0,3 suhu radiasi.

PERALATAN
Untuk mengukur ISBB dipergunakan termometer suhu basah, psychrometer
Arsman,termometer kering,termometer globe,Arsman Relative Humidity.
Alat ukur ISBB yg lbh modern Questtemp Heat Stress Monitor. Alat ini
dioperasikan scr digital yg meliputi parameter suhu basah, suhu kering, suhu
radiasi dan ISBB yg hasilnya tinggal membaca pd alat dengan menekan tombol
operasional dalam satuan derajat Celcius atau derajat Fahrenheit.
Pada wktu pengukuran, alat ditempatkan di sekitar sumber panas dimana
pekerja melakukan pekerjaannya.

41
NAB PANAS YG PERBOLEHKAN (KEPMENAKER NO.51 TH 1999)
Pengaturan waktu kerja setiap jam ISBB (C Beban Kerja)
Ringan Sedang Berat
<< 200 200-350 350-500
cal/jam cal/jam cal/jam
Kerja terus menerus (8 jam / hari) 30,0 26,7 25,0
75% kerja, 25% istirahat, tiap jam 30,6 28,0 25,9
50% kerja, 50% istirahat, tiap jam 31,4 29,4 27,9
25% kerja, 75% istirahat, tiap jam 32,2 31,0 30,0

DAMPAK TEKANAN PANAS


1. DEHIDRASI ; Penguapan berlebih mengurangi volume darah, merupakan awal
dari adanya tekanan panas
2. HEAT RASH ; Lecet terus & panas disertai gatal karena radang kelenjar keringat
3. HEAT FATIQUE ; Ada gangguan kemampuan motorik
4. HEAT CRAMPS ; Diikuti penurunan sodium klorida darah dibawah tingkat kritis
tertentu.
5. HEAT EXHAUSTION ; Gangguan karena kehabisan cairan tubuh & elektrolit

6. HEAT SYNCOPE ; Keadaan kolaps / kehilangan kesadaran selama paparan panas


tanpa disertai kenaikan suhu tubuh terjadi karena penyatuan darah dalam
pembuluh darah kulit yg membesar dg bagian tubuh yg lbh rendah

7. HEAT STROKE ; Kerusakan serius karena gangguan pusat pengatur suhu.

PENGENDALIAN TEKANAN PANAS


1. Pengendalian secara engineering : ventilasi Umum ,kipas angin,pengatur
ruangan,pembatas paparan pada permukaan mesin/ shielding
2. Pengendalian administrasi : training,pengaturan shift,rotasi kerja ,penyesuaian
waktu kerja / istirahat
3. Penggunaan PPE atau APD dan minum air
4. Supervisi medik

42
STRESS KERJA DAN DAMPAKNYA

Stress merupakan komponen normal dalam kehidupan yang dalam derajat ringan dan
sedang sebagai kekuatan dalam mencapai keharmonisan, efektivitas, dan prestasi
Dalam hal menguntungkan, stress disebut EUSTRESS dan bila menimbulkan kerugian,
stress disebut DISTRESS

Menurut kejadiannya stress ada 2 macam yaitu stress akut dan stress kronis.
Contoh stress akut : kematian orang yang dikasihi, kebakaran ,kerampokan.
Contoh stress khronis :kemelaratan,kehidupan suami isteri yang tidak harmonis
STRESS menimbulkan :
1. Gangguan kesehatan Fisik (sakit kepala, jantung, saluran pencernaan, maag, tekanan
darah, alergi, fungsi seksual)
2. Gangguan kesehatan Psikis (depresi, kecemasan, suasana hati, hubungan keluarga
dan teman, tidur, dll)
-
POTENSIALITAS AKIBAT STRESS :
1. Subjektif antara lain ketakutan, apatis
2. Perilaku antara lain ketergantungan obat & mudah kecelakaan
3. Kognitif antara lain konsentrasi rendah
4. Fisiologi antara lain tekanan darah meningkat, gangguan jantung meningkat
5. Organisasional antara lain produktivitas kerja yg menurun, angka absensi
meningkat, terkena tindakan hukum
(Gibson Et Al, 1996)

43
GEJALA STRESS TERBAGI 3 KELOMPOK BESAR YAITU :
Gejala psikologis
Gejala fisik
Gejala perilaku
( Terry Beehr & John Newman, 1978)

GEJALA STRESS :

Gejala Psikologis Gejala Fisik Gejala Perilaku

Kecemasan, ketegangan Meningkatnya detak jantung & Menunda ataupun menghindari


tekanan darah pekerjaan / tugas

Bingung, marah, sensitif Meningkatnya sekresi adrenalin & Penurunan prestasi & produktivitas
noradrenalin

Memendam perasaan Gangguan gastrointestinal, misalnya Meningkatnya penggunaan minuman


gangguan lambung keras & mabuk

Komunikasi tidak efektif Mudah terluka Perilaku sabotase

Mengurung diri Mudah lelah secara fisik Meningkatnya frekuensi absensi

Depresi Kematian Perilaku makan yg tidak normal


(kebanyakan / kekurangan)

Merasa terasing & Gangguan kardiovaskuler Kehilangan nafsu makan & penurunan
mengasingkan diri drastis berat badan

Kebosanan Gangguan pernafasan Meningkatnya kecenderungan perilaku


beresiko tinggi, spt ngebut, berjudi

Ketidakpuasan kerja Lebih sering berkeringat Meningkatnya agresivitas & kriminalitas

Lelah mental Gangguan pd kulit Penurunan kualitas hubungan


interpersonal dg keluarga & teman

SUMBER STRESS / PENYEBAB GANGGUAN KESEHATAN


Kondisi aktivitas / pekerjaan :
Lingkungan kerja / lingkungan hidup
Overload
Pekerjaan berisiko tinggi
Konflik peran dalam bekerja / berkeluarga Tidak puas, ketegangan

44
Stress kerja pada wanita lebih tinggi daripada pada pria hal ini dikarenakan adanya
peran ganda wanita (sebagai ibu rumah tangga dan sebagai wanita pekerja), sehingga
memudahkan wanita tersebut mengalami stress kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Budiono, A.M. Sugeng, dkk (ed). 2003. Bunga Rampai, Hiperkes dan KK. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang.

Grandjean, E. 1988. Fitting the Task To the Man. A Texbook of Occupational Ergonomics, 4th
Edition London. Taylor & Francis

Grandjean, E. 2005. Fitting the Task To the Human. A Texbook of Occupational Ergonomics. Taylor
& Francis

Muslimah, dkk. 2006. Analisis Manual Material Handling Menggunakan NIOSH EQUATION . Jurnal
Ilmiah Teknik Industri. Surakarta.

Mustafa B. 2002. The Fundamental Ergonomics. Prentice Hall Englewood Cliffs, New Jersey.
http://www.kelelahan_kerja-standarisasi.co.id/. Diakses tanggal 24-7-2008.

Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. (Edisi Kedua). Prima Printing.
Surabaya.

Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi: Kesehatan Dan Keselamatan Kerja. Guna Widya, Surabaya.

Nuwa Wea, Jacoba. 2002. Himpunan Peraturan Perundang-Udangan Ketenagakerjaan Bidang


Hubungan Industrial, Syarat - Syarat Kerja, PTKA Dan Perlindungan Tenaga kerja. CV. Karya
Puri Utomo. Jakarta

Sumamur. 1987. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. PT. Gunung Agung. Jakarta.

Sumamur. 1996. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Cetakan ke-13. PT. Gunung Agung.
Jakarta

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Uniba
Press. Surakarta.

45

Anda mungkin juga menyukai