Anda di halaman 1dari 34

Apakah HIV?

HIV merupakan singkatan dari human immunodeficiency virus. HIV merupakan retrovirus
yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan
macrophages komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau
mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan
yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.

Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan
fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien
(Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar
jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang
berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai infeksi oportunistik karena
infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.

Apakah AIDS?

AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome dan menggambarkan


berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi
HIV telah ditahbiskan sebagai penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya
berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi
AIDS.

Apakah gejala-gejala HIV?

Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak menyadarinya karena tidak ada gejala yang
tampak segera setelah terjadi infeksi awal. Beberapa orang mengalami gangguan kelenjar yang
menimbulkan efek seperti deman (disertai panas tinggi, gatal-gatal, nyeri sendi, dan
pembengkakan pada limpa), yang dapat terjadi pada saat seroconversion. Seroconversion adalah
pembentukan antibodi akibat HIV yang biasanya terjadi antara enam minggu dan tiga bulan
setelah terjadinya infeksi.

Kendatipun infeksi HIV tidak disertai gejala awal, seseorang yang terinfeksi HIV sangat mudah
menularkan virus tersebut kepada orang lain. Satu-satunya cara untuk menentukan apakah HIV
ada di dalam tubuh seseorang adalah melalui tes HIV.

Infeksi HIV menyebabkan penurunan dan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Hal ini
menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi penyakit dan dapat menyebabkan berkembangnya
AIDS.

Kapankah seorang terkena AIDS?

Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap- tahap infeksi HIV yang paling lanjut.

Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan
tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi
tertentu, yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization)
sebagai berikut:

Tahap I penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak dikategorikan sebagai
AIDS.
Tahap II (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi saluran
pernafasan bagian atas yang tak sembuh- sembuh)
Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih
dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru), atau
Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada saluran tenggorokan
(oesophagus), saluran pernafasan (trachea), batang saluran paru-paru (bronchi) atau paru-
paru dan Sarkoma Kaposi). Penyakit HIV digunakan sebagai indikator AIDS.

Sebagian besar keadaan ini merupakan infeksi oportunistik yang apabila diderita oleh orang yang
sehat, dapat diobati.

Seberapa cepat HIV bisa berkembang menjadi AIDS?

Lamanya dapat bervariasi dari satu individu dengan individu yang lain. Dengan gaya hidup
sehat, jarak waktu antara infeksi HIV dan menjadi sakit karena AIDS dapat berkisar antara 10-15
tahun, kadang-kadang bahkan lebih lama. Terapi antiretroviral dapat memperlambat
perkembangan AIDS dengan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam tubuh yang terinfeksi.

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome


(disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV;[1] atau infeksi virus-virus
lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).

Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang
memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan
terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah
ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa
disembuhkan.

HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit
dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti
darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.[2][3] Penularan dapat terjadi
melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk
kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara.[4] Kini AIDS
telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh
dunia.[5] Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS
telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5
Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam
sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada
tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak.[5] Sepertiga dari
jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan
ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus
sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses
terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.[6]

Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan
penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut
tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang
yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Gejala dan komplikasi


o 1.1 Penyakit paru-paru utama
o 1.2 Penyakit saluran pencernaan utama
o 1.3 Penyakit syaraf dan kejiwaan utama
o 1.4 Kanker dan tumor ganas (malignan)
o 1.5 Infeksi oportunistik lainnya
2 Penyebab
o 2.1 Penularan seksual
o 2.2 Kontaminasi patogen melalui darah
o 2.3 Penularan masa perinatal
3 Diagnosis
o 3.1 Sistem tahapan infeksi WHO
o 3.2 Sistem klasifikasi CDC
o 3.3 Tes HIV
4 Pencegahan
o 4.1 Hubungan seksual
o 4.2 Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi
o 4.3 Penularan dari ibu ke anak
5 Penanganan
o 5.1 Terapi antivirus
o 5.2 Penanganan eksperimental dan saran
o 5.3 Pengobatan alternatif
6 Epidemiologi
7 Sejarah
8 Sosial dan budaya
o 8.1 Stigma
o 8.2 Dampak ekonomi
o 8.3 Penyangkalan atas AIDS
9 Lihat pula
10 Referensi
11 Bacaan lanjutan
12 Pranala luar

[sunting] Gejala dan komplikasi

Gejala-gejala utama AIDS.

Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi
dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak
HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS.[7] HIV memengaruhi hampir
semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma
Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.

Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama
pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat
badan.[8][9] Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat
kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.

[sunting] Penyakit paru-paru utama


Foto sinar-X pneumonia pada paru-paru, disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii.

Pneumonia pneumocystis (PCP)[10] jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan
tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.

Penyebab penyakit ini adalah fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis,
perawatan, dan tindakan pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit ini
umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang, penyakit ini masih
merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang belum dites, walaupun umumnya
indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika jumlah CD4 kurang dari 200 per L.[11]

Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV,
karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute pernapasan
(respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat muncul pada stadium
awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun demikian, resistensi TBC
terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada penyakit ini.

Meskipun munculnya penyakit ini di negara-negara Barat telah berkurang karena digunakannya
terapi dengan pengamatan langsung dan metode terbaru lainnya, namun tidaklah demikian yang
terjadi di negara-negara berkembang tempat HIV paling banyak ditemukan. Pada stadium awal
infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per L), TBC muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada
stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul sebagai penyakit sistemik yang menyerang bagian
tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak spesifik
(konstitusional) dan tidak terbatasi pada satu tempat.TBC yang menyertai infeksi HIV sering
menyerang sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan saluran pencernaan, hati, kelenjar getah
bening (nodus limfa regional), dan sistem syaraf pusat.[12] Dengan demikian, gejala yang muncul
mungkin lebih berkaitan dengan tempat munculnya penyakit ekstrapulmoner.

[sunting] Penyakit saluran pencernaan utama

Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan dari mulut ke
lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur
kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh
mikobakteria, meskipun kasusnya langka.[13]
Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai
penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella,
Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan
virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium complex, dan virus
sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis).

Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk
menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu,
diare dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani
bakteri diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare
diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran pencernaan menyerap
nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang
berhubungan dengan HIV.[14]

[sunting] Penyakit syaraf dan kejiwaan utama

Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada syaraf
(neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang
telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut
Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut
(toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada
mata dan paru-paru.[15] Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang
menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat
menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami
sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.

Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang


menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson), sehingga
merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70% populasinya
terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem
kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang
cepat (progresif) dan menyebar (multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam
waktu sebulan setelah diagnosis.[16]

Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang
terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh
infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia
pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin.[17] Kerusakan
syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik,
yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi. Hal ini berhubungan dengan keadaan
rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma darah. Angka
kemunculannya (prevalensi) di negara-negara Barat adalah sekitar 10-20%,[18] namun di India
hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV.[19][20] Perbedaan ini mungkin terjadi karena
adanya perbedaan subtipe HIV di India.
[sunting] Kanker dan tumor ganas (malignan)

Sarkoma Kaposi

Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya
beberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus DNA penyebab mutasi genetik; yaitu terutama
virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia
(HPV).[21][22]

Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV.
Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah satu
pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili
gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang juga disebut virus herpes Sarkoma
Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi
dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-paru.

Kanker getah bening tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang menyerang sel darah
putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening, misalnya seperti limfoma Burkitt (Burkitt's
lymphoma) atau sejenisnya (Burkitt's-like lymphoma), diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL),
dan limfoma sistem syaraf pusat primer, lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV.
Kanker ini seringkali merupakan perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus,
limfoma adalah tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-
Barr atau virus herpes Sarkoma Kaposi.

Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini
disebabkan oleh virus papiloma manusia.

Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin, kanker
usus besar bawah (rectum), dan kanker anus. Namun demikian, banyak tumor-tumor yang umum
seperti kanker payudara dan kanker usus besar (colon), yang tidak meningkat kejadiannya pada
pasien terinfeksi HIV. Di tempat-tempat dilakukannya terapi antiretrovirus yang sangat aktif
(HAART) dalam menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker yang berhubungan dengan
AIDS menurun, namun pada saat yang sama kanker kemudian menjadi penyebab kematian yang
paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV.[23]

[sunting] Infeksi oportunistik lainnya

Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik, terutama
demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi
Mycobacterium avium-intracellulare dan virus sitomegalo. Virus sitomegalo dapat menyebabkan
gangguan radang pada usus besar (kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan gangguan radang
pada retina mata (retinitis sitomegalovirus), yang dapat menyebabkan kebutaan. Infeksi yang
disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei, atau disebut Penisiliosis, kini adalah infeksi
oportunistik ketiga yang paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang
positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.[24]

[sunting] Penyebab
Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat HIV.

HIV yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan sebagai bulatan-bulatan kecil (diwarnai
hijau) pada permukaan limfosit setelah menyerang sel tersebut; dilihat dengan mikroskop
elektron.

AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya
menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T),
makrofaga, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung,
padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV
telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter
(L) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut
AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala
infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+
di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.

Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah
sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya
sekitar 9,2 bulan.[25] Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat
bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang memengaruhinya,
diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh)
dari orang yang terinfeksi.[26][27] Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah
daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit
yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti
tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini.[25][28][29] Warisan genetik
orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami
terhadap beberapa varian HIV. [30] HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk
yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda
pula.[31][32][33] Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu
berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.

[sunting] Penularan seksual

Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina
atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut
pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan
seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko
hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk
melalui seks oral reseptif maupun insertif.[34] Kekerasan seksual secara umum meningkatkan
risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik
terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.[35]

Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan
gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena
adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi
vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara
menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya
borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga
meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti
kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal
limfosit dan makrofaga.[36]

Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan
pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap
penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak
selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali
penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi
HIV.[36][37] Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta
fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.[38][39]
Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.

[sunting] Kontaminasi patogen melalui darah


Poster CDC tahun 1989, yang mengetengahkan bahaya AIDS sehubungan dengan pemakaian
narkoba.

Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan
resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik
(syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab
penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B
dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua
infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan
Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan
orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat
anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu.[40] Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja
laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan
ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh.
Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena
sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari
semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan
yang tidak aman.[41] Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh
opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan
kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.[42]

Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara
maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian,
menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan
"antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".[43]

[sunting] Penularan masa perinatal


Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal,
yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat
penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun
demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara
bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%.[44] Sejumlah faktor dapat memengaruhi
risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus,
semakin tinggi risikonya). Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%.[45]

[sunting] Diagnosis
Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi AIDS,
seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization tentang AIDS tahun 1994.
Namun demikian, kedua sistem tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan
bukan untuk penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak sensitif
ataupun spesifik. Di negara-negara berkembang, sistem World Health Organization untuk infeksi
HIV digunakan dengan memakai data klinis dan laboratorium; sementara di negara-negara maju
digunakan sistem klasifikasi Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.

[sunting] Sistem tahapan infeksi WHO

Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4+ pada rata-rata infeksi HIV yang tidak
ditangani. Keadaan penyakit dapat bervariasi tiap orang. jumlah limfosit T CD4+ (sel/mm)
jumlah RNA HIV per mL plasma

Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan
kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan
HIV-1.[46] Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini
adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.

Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS


Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernapasan
atas yang berulang
Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan,
infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau
paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.

[sunting] Sistem klasifikasi CDC

Terdapat dua definisi tentang AIDS, yang keduanya dikeluarkan oleh Centers for Disease
Control and Prevention (CDC). Awalnya CDC tidak memiliki nama resmi untuk penyakit ini;
sehingga AIDS dirujuk dengan nama penyakit yang berhubungan dengannya, contohnya ialah
limfadenopati. Para penemu HIV bahkan pada mulanya menamai AIDS dengan nama virus
tersebut.[47][48] CDC mulai menggunakan kata AIDS pada bulan September tahun 1982, dan
mendefinisikan penyakit ini.[49] Tahun 1993, CDC memperluas definisi AIDS mereka dengan
memasukkan semua orang yang jumlah sel T CD4+ di bawah 200 per L darah atau 14% dari
seluruh limfositnya sebagai pengidap positif HIV.[50] Mayoritas kasus AIDS di negara maju
menggunakan kedua definisi tersebut, baik definisi CDC terakhir maupun pra-1993. Diagnosis
terhadap AIDS tetap dipertahankan, walaupun jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per L
darah setelah perawatan ataupun penyakit-penyakit tanda AIDS yang ada telah sembuh.

[sunting] Tes HIV

Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.[51] Kurang dari 1% penduduk
perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV, dan persentasenya bahkan
lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan yang
mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan tentang AIDS, menjalani
pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas
kesehatan umum pedesaan.[51] Dengan demikian, darah dari para pendonor dan produk darah
yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa kontaminasi HIV-
nya.

Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot, dilakukan untuk
mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien.
Namun demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang
dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa
dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula
tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat
digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat
terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis
infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negara-negara maju.

[sunting] Pencegahan
Perkiraan risiko masuknya HIV per aksi,
menurut rute paparan[52]
Perkiraan infeksi
Rute paparan
per 10.000 paparan
dengan sumber yang
terinfeksi
[53]
Transfusi darah 9.000
Persalinan 2.500[44]
Penggunaan jarum suntik bersama-sama 67[54]
Hubungan seks anal reseptif* 50[55][56]
Jarum pada kulit 30[57]
Hubungan seksual reseptif* 10[55][56][58]
Hubungan seks anal insertif* 6,5[55][56]
Hubungan seksual insertif *
5[55][56]
Seks oral reseptif* 1[56]
Seks oral insertif *
0,5[56]
*
tanpa penggunaan kondom

sumber merujuk kepada seks oral
yang dilakukan kepada laki-laki

Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan seksual,
persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin
atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan
pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi
dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya secara umum dapat
diabaikan.[59]

[sunting] Hubungan seksual

Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu yang salah
satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di dunia.[60]
Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi
kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti
terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim mengurangi risiko penularan
HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom
digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan.[61] Kondom laki-laki berbahan lateks, jika
digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi
yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan penyakit
menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan
minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom lateks karena
bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan,
pihak produsen menyarankan menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar
minyak digunakan dengan kondom poliuretan.[62]

Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan, yang
memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita
lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk
cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki cincin bagian
dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina untuk memasukkan kondom wanita,
cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan
harganya tidak terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa
dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan
meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita
merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.[63]

Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan
penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi
adalah di bawah 1% per tahun.[64] Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-
negara maju. Namun, penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara
menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang tetap melakukan kegiatan
berisiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang HIV/AIDS, sehingga mengabaikan risiko
yang mereka hadapi atas infeksi HIV.[65] Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna
narkoba telah menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di negara-
negara maju.

Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali
mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan risiko infeksi HIV pada pria heteroseksual
Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang
terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan dengan sejumlah isu
sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat. Beberapa ahli
mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya kerentanan HIV pada laki-laki bersunat, dapat
meningkatkan perilaku seksual berisiko sehingga mengurangi dampak dari usaha pencegahan
ini.[66]

Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan ABC
untuk menurunkan risiko terkena HIV melalui hubungan seksual.[67] Adapun rumusannya dalam
bahasa Indonesia:[68]

Anda jauhi seks,


Bersikap saling setia dengan pasangan,
Cegah dengan kondom.
[sunting] Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi
Wabah AIDS di Afrika Sub-Sahara tahun 1985-2003.

Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan
lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.

Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum
dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat
suntik, kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu menggunakan
jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan jarum
menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di
sejumlah negara maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum atau
tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan kepemilikan jarum dan
mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa perlu resep dokter.

[sunting] Penularan dari ibu ke anak

Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan
formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child transmission,
MTCT).[69] Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah,
terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak
mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif
disarankan dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera
mungkin.[5] Pada tahun 2005, sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV,
terutama melalui penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika.[70] Dari
semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%) tinggal di Afrika Sub
Sahara.[5]

[sunting] Penanganan
Lihat pula HIV dan Obat antiretrovirus.
Abacavir Nucleoside analog reverse transcriptase inhibitor (NARTI atau NRTI)

Struktur kimia Abacavir

Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya yang
diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal,
perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut
post-exposure prophylaxis (PEP).[40] PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut
banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak
enak badan, mual, dan lelah.[71]

[sunting] Terapi antivirus

Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly active
antiretroviral therapy, disingkat HAART).[72] Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi orang-
orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah ditemukannya HAART yang
menggunakan protease inhibitor.[6] Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari
setidaknya tiga obat (disebut "koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua macam (atau "kelas")
bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue reverse
transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan protease inhibitor, atau dengan non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat perkembangannya
pada anak-anak daripada pada orang dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun lebih agresif
untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa.[73] Di negara-negara berkembang yang
menyediakan perawatan HAART, seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban
virus, kecepatan berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu memulai
perawatan awal.[74]

Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah virus dalam
darah) pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkannya dari HIV ataupun menghilangkan
gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap HAART dan gejalanya
kembali setelah perawatan dihentikan.[75][76] Lagi pula, dibutuhkan waktu lebih dari seumur
hidup seseorang untuk membersihkan infeksi HIV dengan menggunakan HAART.[77] Meskipun
demikian, banyak pengidap HIV mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan umum dan
kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas tingkat kesakitan
(morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas) karena HIV.[78][79][80] Tanpa perawatan HAART,
berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan kecepatan rata-rata (median) antara
sembilan sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS
hanyalah 9.2 bulan.[25] Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien
selama 4 sampai 12 tahun.[81][82] Bagi beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya mungkin lebih
dari lima puluh persen, perawatan HAART memberikan hasil jauh dari optimal. Hal ini karena
adanya efek samping/dampak pengobatan tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus sebelumnya
yang tidak efektif, dan infeksi HIV tertentu yang resisten obat. Ketidaktaatan dan
ketidakteraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus adalah alasan utama mengapa
kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari penerapan HAART.[83] Terdapat
bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur untuk penerapan HAART
tersebut. Isyu-isyu psikososial yang utama ialah kurangnya akses atas fasilitas kesehatan,
kurangnya dukungan sosial, penyakit kejiwaan, serta penyalahgunaan obat. Perawatan HAART
juga kompleks, karena adanya beragam kombinasi jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan
makan, dan lain-lain yang harus dijalankan secara rutin .[84][85][86] Berbagai efek samping yang
juga menimbulkan keengganan untuk teratur dalam penerapan HAART, antara lain lipodistrofi,
dislipidaemia, penolakan insulin, peningkatan risiko sistem kardiovaskular, dan kelainan bawaan
pada bayi yang dilahirkan.[87][88]

Obat anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia tidaklah memiliki
akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS tersebut.[89]

[sunting] Penanganan eksperimental dan saran

Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan epidemik global
(pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan lainnya, sehingga negara-
negara berkembang mampu mengadakannya dan pasien tidak membutuhkan perawatan
harian.[89] Namun setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan target yang sulit
bagi vaksin.[89]

Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha mengurangi efek samping
obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk memudahkan pemakaian, dan penentuan
urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk menghadapi adanya resistensi obat. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa langkah-langkah pencegahan infeksi oportunistik dapat menjadi
bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi HIV atau AIDS. Vaksinasi atas hepatitis A
dan B disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi virus ini dan dalam berisiko terinfeksi.[90]
Pasien yang mengalami penekanan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan mendapatkan
terapi pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia pneumosistis, demikian juga pasien
toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis yang akan banyak pula mendapatkan manfaat dari
terapi propilaktik tersebut.[71]

[sunting] Pengobatan alternatif

Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau mengubah arah
perkembangan penyakit.[91] Akupunktur telah digunakan untuk mengatasi beberapa gejala,
misalnya kelainan syaraf tepi (peripheral neuropathy) seperti kaki kram, kesemutan atau nyeri;
namun tidak menyembuhkan infeksi HIV.[92] Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-obatan
jamu menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki
dampak pada perkembangan penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek
samping negatif yang serius.[93]

Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan mineral kemungkinan


mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa, meskipun tidak ada bukti yang
menyakinkan bahwa tingkat kematian (mortalitas) akan berkurang pada orang-orang yang
memiliki status nutrisi yang baik.[94] Suplemen vitamin A pada anak-anak kemungkinan juga
memiliki beberapa manfaat.[94] Pemakaian selenium dengan dosis rutin harian dapat menurunkan
beban tekanan virus HIV melalui terjadinya peningkatan pada jumlah CD4. Selenium dapat
digunakan sebagai terapi pendamping terhadap berbagai penanganan antivirus yang standar,
tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas.[95]

Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa terapi pengobatan alteratif memiliki hanya sedikit
efek terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit ini, namun dapat meningkatkan kualitas hidup
individu yang mengidap AIDS. Manfaat-manfaat psikologis dari beragam terapi alternatif
tersebut sesungguhnya adalah manfaat paling penting dari pemakaiannya.[96]

Namun oleh penelitian yang mengungkapkan adanya simtoma hipotiroksinemia pada penderita
AIDS yang terjangkit virus HIV-1, beberapa pakar menyarankan terapi dengan asupan hormon
tiroksin.[97] Hormon tiroksin dikenal dapat meningkatkan laju metabolisme basal sel eukariota[98]
dan memperbaiki gradien pH pada mitokondria.[99]

[sunting] Epidemiologi

Meratanya HIV diantara orang dewasa per negara pada akhir tahun 2005.
1550% 515% 0.51.0% 0.10.5% <0.1% tidak ada data
15%

UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak
pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling
menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah
baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4
dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-
anak.[5] Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.[5] Pada tahun 2005,
antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal
dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.[5]
Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6
sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-
anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang hidup
dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup
dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup
di Afrika Sub Sahara.[5] Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi
dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi
HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta)
(0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta)
(11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di
dunia.[100] Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3
tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit.[101]

[sunting] Sejarah
AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control and
Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih
diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima
laki-laki homoseksual di Los Angeles.[102]

Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih
mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi
HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika Barat.[103]
Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes
troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan.[104] HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey
(Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun.

Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan
primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging.[105] Teori yang lebih
kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa epidemik
AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary
Koprowski terhadap vaksin polio.[106][107] Namun demikian, komunitas ilmiah umumnya
berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada.[108][109][110]

[sunting] Sosial dan budaya


[sunting] Stigma
Ryan White sebagai model poster HIV. Ia dikeluarkan dari sekolah dengan alasan terinfeksi
HIV.

Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia terhadap pengidap AIDS
terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan pengasingan, penolakan,
diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV; diwajibkannya uji coba
HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan kerahasiaannya; dan
penerapan karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV.[111] Kekerasan atau ketakutan
atas kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk melakukan tes HIV, memeriksa bagaimana
hasil tes mereka, atau berusaha untuk memperoleh perawatan; sehingga mungkin mengubah
suatu sakit kronis yang dapat dikendalikan menjadi "hukuman mati" dan menjadikan meluasnya
penyebaran HIV.[112]

Stigma AIDS lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:

Stigma instrumental AIDS - yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang
berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.[113]
Stigma simbolis AIDS - yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap
terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan
penyakit tersebut.[113]
Stigma kesopanan AIDS - yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan isu
HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.[114]

Stigma AIDS sering diekspresikan dalam satu atau lebih stigma, terutama yang berhubungan
dengan homoseksualitas, biseksualitas, pelacuran, dan penggunaan narkoba melalui suntikan.

Di banyak negara maju, terdapat penghubungan antara AIDS dengan homoseksualitas atau
biseksualitas, yang berkorelasi dengan tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi, misalnya
sikap-sikap anti homoseksual.[115] Demikian pula terdapat anggapan adanya hubungan antara
AIDS dengan hubungan seksual antar laki-laki, termasuk bila hubungan terjadi antara pasangan
yang belum terinfeksi.[113]

[sunting] Dampak ekonomi


Perubahan angka harapan hidup di beberapa negara di Afrika. Botswana
Zimbabwe Kenya Afrika Selatan Uganda

HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan jumlah manusia
dengan kemampuan produksi (human capital).[5] Tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan
obat yang ada di negara-negara berkembang, orang di negara-negara tersebut menjadi korban
AIDS. Mereka tidak hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas kesehatan
yang memadai. Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan runtuhnya ekonomi dan hubungan di
daerah. Di daerah yang terinfeksi berat, epidemik telah meninggalkan banyak anak yatim piatu
yang dirawat oleh kakek dan neneknya yang telah tua.[116]

Semakin tingginya tingkat kematian (mortalitas) di suatu daerah akan menyebabkan mengecilnya
populasi pekerja dan mereka yang berketerampilan. Para pekerja yang lebih sedikit ini akan
didominasi anak muda, dengan pengetahuan dan pengalaman kerja yang lebih sedikit sehingga
produktivitas akan berkurang. Meningkatnya cuti pekerja untuk melihat anggota keluarga yang
sakit atau cuti karena sakit juga akan mengurangi produktivitas. Mortalitas yang meningkat juga
akan melemahkan mekanisme produksi dan investasi sumberdaya manusia (human capital) pada
masyarakat, yaitu akibat hilangnya pendapatan dan meninggalnya para orang tua. Karena AIDS
menyebabkan meninggalnya banyak orang dewasa muda, ia melemahkan populasi pembayar
pajak, mengurangi dana publik seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan lain yang tidak
berhubungan dengan AIDS. Ini memberikan tekanan pada keuangan negara dan memperlambat
pertumbuhan ekonomi. Efek melambatnya pertumbuhan jumlah wajib pajak akan semakin
terasakan bila terjadi peningkatan pengeluaran untuk penanganan orang sakit, pelatihan (untuk
menggantikan pekerja yang sakit), penggantian biaya sakit, serta perawatan yatim piatu korban
AIDS. Hal ini terutama mungkin sekali terjadi jika peningkatan tajam mortalitas orang dewasa
menyebabkan berpindahnya tanggung-jawab dan penyalahan, dari keluarga kepada pemerintah,
untuk menangani para anak yatim piatu tersebut.[116]

Pada tingkat rumah tangga, AIDS menyebabkan hilangnya pendapatan dan meningkatkan
pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga. Berkurangnya pendapatan menyebabkan
berkurangnya pengeluaran, dan terdapat juga efek pengalihan dari pengeluaran pendidikan
menuju pengeluaran kesehatan dan penguburan. Penelitian di Pantai Gading menunjukkan
bahwa rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan biaya dua kali lebih banyak untuk
perawatan medis daripada untuk pengeluaran rumah tangga lainnya.[117]
[sunting] Penyangkalan atas AIDS

Sekelompok kecil aktivis, diantaranya termasuk beberapa ilmuwan yang tidak meneliti AIDS,
mempertanyakan tentang adanya hubungan antara HIV dan AIDS,[118] keberadaan HIV itu
sendiri,[119] serta kebenaran atas percobaan dan metode perawatan yang digunakan untuk
menanganinya. Klaim mereka telah diperiksa dan secara luas ditolak oleh komunitas ilmiah,[120]
walaupun terus saja disebarkan melalui Internet dan sempat memiliki pengaruh politik di Afrika
Selatan melalui mantan presiden Thabo Mbeki, yang menyebabkan pemerintahnya disalahkan
atas respon yang tidak efektif terhadap epidemik AIDS di negara tersebut.[121][122][123]

Ciri-ciri mengidap HIV AIDS

Ciri-ciri mengidap penyakit HIV AIDS - AIDS disebabkan oleh virus yang bernama HIV,
Human Immunodeficiency Virus. Apabila anda terinfeksi HIV, maka tubuh anda akan mencoba
untuk melawan infeksi tersebut. Tubuh akan membentuk antibodi, yaitu molekul-molekul
khusus untuk melawan HIV.
Tes darah untuk HIV berfungsi untuk mencari keberadaan antibodi tersebut. Apabila anda
memiliki antibodi ini dalam tubuh anda, maka artinya anda telah terinfeksi HIV. Orang yang
memiliki antibodi HIV disebut ODHA. Harus diingat bahwa seseorang yang mengidap HIV
biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda selama paling sedikit beberapa bulan sampai beberapa
tahun.

Ciri-ciri HIV AIDS Pada orang dewasa, adalah :


Kehilangan 10% dari berat badan lebih dari satu bulan tanpa penyebab.
Diare lebih dari satu bulan.
Demam yang berlangsung selama lebih dari satu bulan baik konstan atau datang dan
pergi

Pada orang dewasa, 5 tanda minor AIDS adalah:

Batuk kering yang tidak sembuh-sembuh.


Kulit gatal di seluruh tubuh.
Herpes zoster (mirip cacar air, atau disebabkan virus yang juga mengakibatkan cacar air,
virus herpes) yang tidak kunjung sembuh.
Candidiasis, yang putih, mengangkat ruam pada mulut, lidah, atau tenggorokan.
Pembengkakan kelenjar (di leher, ketiak, atau selangkangan) dengan atau tanpa infeksi
aktif.

Orang dewasa dapat didiagnosis mengidap AIDS, jika memiliki minimal 2 tanda-tanda utama
dan satu tanda minor. Tapi, itu sudah cukup untuk membuat diagnosis AIDS jika seseorang
mengidap kanker kulit (disebut Karposi, yang biasanya kemerah-merahan, ungu, atau bintik-
bintik hitam pada kulit yang dapat menjadi besar dan menyakitkan) atau kriptokokal meningitis
(infeksi pada meliputi otak yang menyebabkan demam, leher kaku, sakit kepala, kebingungan,
dan ketidakmampuan untuk bangun).

Ciri-ciri HIV AIDS Pada anak-anak, 3 adalah:


Berat badan, atau pertumbuhan lambat.
Diare berat selama 14 hari atau lebih.
Demam selama lebih dari satu bulan.

Pada anak-anak, 5 tanda minor AIDS adalah:

Kulit gatal di seluruh tubuh.


Pembengkakan kelenjar (di leher, ketiak, atau selangkangan).
Candidiasis (bintik-bintik putih) di dalam mulut, lidah, atau tenggorokan.
Infeksi pada telinga, tenggorokan, dan infeksi lainnya.
Batuk yang tidak sembuh-sembuh. (Source:ena-ayobelajarbersama.blogspot.com)

Itulah beberapa tanda atau ciri-ciri menderita penyakit HIV AIDS mudah-mudahan bermanfaat,
sebagai tambahan informasi mengenai penyakit HIV AIDS silahkan baca juga artikel penyebab
HIV AIDS dan Makanan pantangan HIV AIDS

Penyakit HIV AIDS

Penyakit HIV AIDS - Istilah HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan penyakit AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome) memiliki arti yang berbeda. HIV merupakan nama dari
virus penyebab penyakit AIDS. Sedangkan, penyakit AIDS adalah penyakit yang ditimbulkan
oleh adanya penurunan kekebalan tubuh hingga ke level terendah akibat infeksi HIV. Adapun
istilah penyakit HIV AIDS mempunyai arti yang sama dengan penyakit AIDS. Perlu diingat,
penderita infeksi virus HIV belum tentu penderita AIDS. Ada tahapan yang dilalui penderita
untuk dinyatakan menderita positif AIDS. Salah satunya adalah penurunan sistem kekebalan
tubuh hingga level terendah (yang diukur dari sel CD4) yang disertai gejala-gejalanya.

Mekanisme Masuknya Virus HIV


Terjadinya infeksi virus HIV adalah ketika seseorang terkontaminasi oleh cairan dari tubuh
orang lain yang mengandung virus tersebut. Bisa melalui darah, sperma, cairan kelamin, dan
juga air susu ibu yang terinveksi. Virus ini kemudian akan masuk ke dalam aliran darah, baik
melalui luka di dalam rongga mulut, luka di anus, organ seksual (penis atau vagina), atau juga
melalui kulit yang terluka. Semua orang bisa menularkan virus HIV. Bahkan, seorang wanita
hamil yang terinfeksi virus HIV mampu menularkan virus tersebut kepada anak yang
dikandungnya.

HIV dan AIDS


Virus HIV yang masuk ke dalam tubuh tersebut akan menyerang dan merusak sel darah putih
tertentu (CD4). Sebagaimana kita ketahui, di dalam tubuh, sel darah putih berfungsi sebagai
"tentara" yang menjadi basis pertahanan tubuh terhadap berbagai macam serangan dari luar. Bagi
mereka yang terinfeksi virus HIV, sistem kekebalan tubuhnya menjadi rusak. Sehingga, lambat
laun, sistem pertahanan ini melemah. Otomatis, jumlah sel CD4-nya semakin berkurang. Jika
kondisi ini berlanjut sampai ke level terendah, ia berada dalam tahap AIDS.

Faktor risiko penyakit HIV AIDS


Faktor risiko penyakit HIV AIDS maksudnya orang-orang yang berisiko besar tertular penyakit
HIV AIDS. Mereka adalah

Orang yang melakukan seks bebas tanpa memakai pelindung (kondom).


Pengguna jarum suntik secara bersama-sama (biasanya para pengguna narkoba).
Penerima transfusi darah.
Bayi yang dilahirkan oleh wanita yang terinfeksi virus HIV.

Jika Anda termasuk ke dalam salah satu kategori tersebut, Anda wajib melakukan tes HIV AIDS
secara berkala. Hal ini dimaksudkan agar Anda terhindar dari penyakit berbahaya ini. Jangan
lupa juga, berhati-hatilah dalam melakukan segala bentuk perbuatan yang berisiko
mengkontaminasi tubuh dengan virus HIV. (source : anneahira.com)

Itulah artikel informasi seputar penyakt hiv aids mudah-mudahan bermanfaat, baca juga artikel
penyakit lain tentang kanker payudara, kolesterol tinggi, penyakit asam urat, sakit maag dan
artikel tentang penyakit darah tinggi dan bagi yang akan menambahkan silahkan isi komentar di
bawah.

Penyebab dan gejala HIV AIDS


Penyebab dan gejala HIV AIDS - HIV menghancurkan sel CD4 yaitu jenis tertentu dari sel
darah putih yang memainkan peran besar dalam membantu tubuh melawan penyakit. Ketika
sistem kekebalan tubuh melemah sel CD4 akan di non-aktifkan. Infeksi HIV akhirnya jika
dibiarkan berkemabang didalam tubuh selama bertahun-tahun berkembang menjadi AIDS.

Diagnosa penderita penyakit AIDS

Untuk dapat didiagnosis dengan AIDS, seseorang harus memiliki jumlah CD4 di bawah 200 atau
mengalami komplikasi AIDS, seperti:

Pneumocystis pneumonia jiroveci


Cytomegalovirus
Tuberkulosis
Toksoplasmosis
Kriptosporidiosis

Komplikasi di atas sering juga di sebut sebagai gejala hiv aids. Berbagai penyebab HIV AIDS
dapat ditularkan mealalui darah yang terinfeksi, air mani atau cairan vagina yang memasuki
tubuh. Seseorang tidak dapat terinfeksi melalui kontak biasa seperti memeluk, mencium, menari
atau berjabat tangan dengan seseorang yang menderita HIV atau AIDS. HIV tidak dapat
ditularkan melalui air, udara atau melalui gigitan serangga. Secara umum penyebab penyakit
HIV AIDS tertular melalui :

Selama seks. Anda dapat menjadi terinfeksi jika Anda melakukan hubungan seks vaginal,
anal atau oral dengan pasangan yang terinfeksi yang darah, air mani atau cairan vagina
memasuki tubuh Anda. Virus ini dapat memasuki tubuh melalui mulut atau air mata luka
kecil yang kadang-kadang berkembang di dubur atau vagina selama aktivitas seksual.
Transfusi darah. Dalam beberapa kasus, virus dapat ditularkan melalui transfusi darah.
Berbagi jarum. virus HIV dapat ditularkan melalui jarum suntik terkontaminasi dengan
darah yang terinfeksi. Berbagi kepemilikan obat intravena menempatkan Anda pada
risiko tinggi HIV dan penyakit menular lainnya seperti hepatitis.
Dari ibu ke anak. ibu yang terinfeksi dapat menginfeksi bayi selama kehamilan atau
persalinan, atau melalui menyusui. Tetapi jika perempuan menerima pengobatan untuk
infeksi virus HIV selama kehamilan, risiko untuk bayi mereka secara signifikan
berkurang. (source : kesehatan123.com)
Demam berdarah (DB) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang
masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes
aegypti atau Aedes albopictus.[1] Terdapat empat jenis virus dengue berbeda, namun berelasi
dekat, yang dapat menyebabkan demam berdarah.[2] Virus dengue merupakan virus dari genus
Flavivirus, famili Flaviviridae.[3] Penyakit demam berdarah ditemukan di daerah tropis dan
subtropis di berbagai belahan dunia, terutama di musim hujan yang lembap.[2] Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta kasus infeksi
virus dengue di seluruh dunia.[4]

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Penyebab
2 Manifestasi Klinis
o 2.1 Demam berdarah (klasik)
o 2.2 Demam berdarah dengue (hemoragik)
o 2.3 Sindrom Syok Dengue
3 Diagnosis
4 Pencegahan
5 Pengobatan
6 Epidemiologi
7 Referensi
8 Pranala luar

[sunting] Penyebab

Virus dengue penyebab penyakit demam berdarah


Nyamuk Aedes aegypti adalah vektor pembawa virus dengue penyebab penyakit demam
berdarah.

Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan virus dari
famili Flaviviridae.[3] Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat menyebabkan penyakit
demam berdarah.[5] Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.[6] Gejala
demam berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat
jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda.[5] Sistem imun yang
sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru akan mengakibatkan kemunculan
gejala penyakit yang lebih parah saat terinfeksi untuk ke dua kalinya.[5] Seseorang dapat
terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue selama masa hidup, namun jenis virus yang
sama hanya dapat menginfeksi satu kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk.[6]

Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor pembawanya, yaitu nyamuk
dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan Aedes albopictus.[2][3] Aedes aegypti adalah
vektor yang paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit ini.[2] Nyamuk dapat membawa
virus dengue setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut.[2] Sesudah masa
inkubasi virus di dalam nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat
mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya.[2] Nyamuk betina juga
dapat menyebarkan virus dengue yang dibawanya ke keturunannya melalui telur (transovarial).[2]
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa monyet juga dapat terjangkit oleh virus dengue, serta
dapat pula berperan sebagai sumber infeksi bagi monyet lainnya bila digigit oleh vektor
nyamuk.[2]

Tingkat risiko terjangkit penyakit demam berdarah meningkat pada seseorang yang memiliki
antibodi terhadap virus dengue akibat infeksi pertama.[5] Selain itu, risiko demam berdarah juga
lebih tinggi pada wanita, seseorang yang berusia kurang dari 12 tahun, atau seseorang yang
berasal dari ras Kaukasia.[5]

[sunting] Manifestasi Klinis


Infeksi virus dengue dapat bermanifestasi pada beberapa luaran, meliputi demam biasa, demam
berdarah (klasik), demam berdarah dengue (hemoragik), dan sindrom syok dengue.[7] [8]

[sunting] Demam berdarah (klasik)


Demam berdarah menunjukkan gejala yang umumnya berbeda-beda tergantung usia pasien.[7]
Gejala yang umum terjadi pada bayi dan anak-anak adalah demam dan munculnya ruam.[7]
Sedangkan pada pasien usia remaja dan dewasa, gejala yang tampak adalah demam tinggi, sakit
kepala parah, nyeri di belakang mata, nyeri pada sendi dan tulang, mual dan muntah, serta
munculnya ruam pada kulit.[7] Penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia) dan penurunan
keping darah atau trombosit (trombositopenia) juga seringkali dapat diobservasi pada pasien
demam berdarah.[7] Pada beberapa epidemi, pasien juga menunjukkan pendarahan yang meliputi
mimisan, gusi berdarah, pendarahan saluran cerna, kencing berdarah (haematuria), dan
pendarahan berat saat menstruasi (menorrhagia).[7]

[sunting] Demam berdarah dengue (hemoragik)

Pasien yang menderita demam berdarah dengue (DBD) biasanya menunjukkan gejala seperti
penderita demam berdarah klasik ditambah dengan empat gejala utama, yaitu demam tinggi,
fenomena hemoragik atau pendarahan hebat, yang seringkali diikuti oleh pembesaran hati dan
kegagalan sistem sirkulasi darah.[7] Adanya kerusakan pembuluh darah, pembuluh limfa,
pendarahan di bawah kulit yang membuat munculnya memar kebiruan, trombositopenia dan
peningkatan jumlah sel darah merah juga sering ditemukan pada pasien DBD.[7][8] Salah satu
karakteristik untuk membedakan tingkat keparahan DBD sekaligus membedakannya dari demam
berdarah klasik adalah adanya kebocoran plasma darah.[7] Fase kritis DBD adalah seteah 2-7 hari
demam tinggi, pasien mengalami penurunan suhu tubuh yang drastis.[7] Pasien akan terus
berkeringat, sulit tidur, dan mengalami penurunan tekanan darah.[7] Bila terapi dengan elektrolit
dilakukan dengan cepat dan tepat, pasien dapat sembuh dengan cepat setelah mengalami masa
kritis. Namun bila tidak, DBD dapat mengakibatkan kematian.[7][8]

[sunting] Sindrom Syok Dengue

Sindrom syok adalah tingkat infeksi virus dengue yang terparah, di mana pasien akan mengalami
sebagian besar atau seluruh gejala yang terjadi pada penderita demam berdarah klasik dan
demam berdarah dengue disertai dengan kebocoran cairan di luar pembuluh darah, pendarahan
parah, dan syok (mengakibatkan tekanan darah sangat rendah), biasanya setelah 2-7 hari
demam.[7] Tubuh yang dingin, sulit tidur, dan sakit di bagian perut adalah tanda-tanda awal yang
umum sebelum terjadinya syok.[7] Sindrom syok[8] terjadi biasanya pada anak-anak (kadangkala
terjadi pada orang dewasa) yang mengalami infeksi dengue untuk kedua kalinya.[8] Hal ini
umumnya sangat fatal dan dapat berakibat pada kematian, terutama pada anak-anak, bila tidak
ditangani dengan tepat dan cepat.[8] Durasi syok itu sendiri sangat cepat. Pasien dapat meninggal
pada kurun waktu 12-24 jam setelah syok terjadi atau dapat sembuh dengan cepat bila usaha
terapi untuk mengembalikan cairan tubuh dilakukan dengan tepat.[7] Dalam waktu 2-3 hari,
pasien yang telah berhasil melewati masa syok akan sembuh, ditandai dengan tingkat
pengeluaran urin yang sesuai dan kembalinya nafsu makan.[7]

[sunting] Diagnosis
Uji ELISA dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya interaksi antigen dan antibodi terhadap
virus dengue.

Penyakit demam berdarah didiagnosis dengan melihat gejala yang muncul, seperti demam tinggi
dan munculnya ruam..[9] Namun, karena gejala penyakit demam berdarah kadangkala sulit
dibedakan dengan penyakit malaria, leptospirosis, maupun demam tifoid maka biasanya pekerja
medis atau dokter akan terlebih dahulu mengecek sejarah kesehatan dan perjalanan pasien untuk
mencari informasi kemungkinan pasien tergigit nyamuk.[9] Selain itu untuk mendapatkan
ketepatan diagnosis yang lebih tinggi umumnya dilakukan berbagai uji laboratorium.[10][9]
Beberapa tes yang biasanya dilakukan adalah studi serologi untuk mengetahui ada tidaknya
antibodi terhadap virus dengue di tubuh pasien, menghitung titer antibodi terhadap virus dengue,
dan penghitungan sel darah lengkap (sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit).[10] Selain
itu, uji laboratorium lain yang dapat dilakukan adalah uji inhibisi hemaglutinasi, uji ELISA, dan
reaksi berantai polimerase reverse transcriptase untuk mendeteksi antigen, antibodi, atau asam
nukleat spesifik terhadap virus dengue.[9] Uji-uji tersebut dapat memakan waktu beberapa hari.[9]

[sunting] Pencegahan

Pengasapan atau fogging bermanfaat membunuh nyamuk Aedes dewasa untuk mencegah
penyebaran demam berdarah.

Hingga kini, belum ada vaksin atau obat antivirus bagi penyakit ini.[11] Tindakan paling efektif
untuk menekan epidemi demam berdarah adalah dengan mengontrol keberadaan dan sedapat
mungkin menghindari vektor nyamuk pembawa virus dengue.[11][12] Pengendalian nyamuk
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:[1]

Lingkungan
Pencegahan demam berdarah dapat dilakukan dengan mengendalikan vektor nyamuk, antara lain
dengan menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu,
mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali, menutup dengan
rapat tempat penampungan air, mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di
sekitar rumah, dan perbaikan desain rumah.[1]

Biologis

Secara biologis, vektor nyamuk pembawa virus dengue dapat dikontrol dengan menggunakan
ikan pemakan jentik dan bakteri.[1]

Kimiawi

Pengasapan (fogging) dapat membunuh nyamuk dewasa, sedangkan pemberian bubuk abate pada
tempat-tempat penampungan air dapat membunuh jentik-jentik nyamuk. Selain itu dapat juga
digunakan larvasida.[1]

Selain itu oleh karena nyamuk Aedes aktif di siang hari beberapa tindakan pencegahan yang
dapat dilakukan adalah menggunakan senyawa anti nyamuk yang mengandung DEET, pikaridin,
atau minyak lemon eucalyptus, serta gunakan pakaian tertutup untuk dapat melindungi tubuh
dari gigitan nyamuk bila sedang beraktivitas di luar rumah.[12] Selain itu, segeralah berobat bila
muncul gejala-gejala penyakit demam berdarah sebelum berkembang menjadi semakin parah.[12]

[sunting] Pengobatan

Obat yang mengandung acetaminofen, misalnya tilenol, sangat disarankan bagi penderita demam
berdarah untuk meredakan nyeri dan menurunkan demam.

Sampai saat ini belum ada obat spesifik bagi penderita demam berdarah.[9] Banyak orang yang
sembuh dari penyakit ini dalam jangka waktu 2 minggu.[13] Tindakan pengobatan yang umum
dilakukan pada pasien demam berdarah yang tidak terlalu parah adalah pemberian cairan tubuh
(lewat minuman atau elektrolit) untuk mencegah dehidrasi akibat demam dan muntah, konsumsi
obat yang mengandung acetaminofen (misalnya tilenol) untuk mengurangi nyeri dan
menurunkan demam serta banyak istirahat.[9] Aspirin dan obat anti peradangan nonsteroidal
seperti ibuprofen dan sodium naproxen justru dapat meningkatkan risiko pendarahan.[9] Bagi
pasien dengan demam berdarah yang lebih parah, akan sangat disarankan untuk menjalani rawat
inap di rumah sakit, pemberian infus dan elektrolit untuk mengganti cairan tubuh, serta transfusi
darah akibat pendarahan yang terjadi.[9]

Seseorang yang terkena demam berdarah juga harus dicegah terkena gigitan nyamuk, karena
dikhawatirkan dapat menularkan virus dengue kepada orang lain yang sehat.[9]

[sunting] Epidemiologi
Demam berdarah diyakini merupakan salah satu penyakit yang sudah ada lama di dunia.[11] Jejak
rekam mengenai penyakit dengan gejala yang serupa telah ditemukan di ensiklopedia medis dari
Cina tertanggal tahun 992.[11] Seiiring dengan perkembangan global di bidang pelayaran dan
industri pengiriman barang melalui laut di abad ke 18 dan 19, kota-kota pelabuhan bertambah
dengan pesat dan menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan nyamuk vektor
bagi penyakit demam berdarah.[11] Nyamuk dan virus yang berperan dalam penyakit ini terus
menyebar ke berbagai daerah baru dan telah menyebabkan banyak epidemi di seluruh dunia.[11]
Salah satu epidemi demam berdarah yang paling pertama terjadi di daerah Asia Tenggara.[11]

Laporan resmi pertama mengenai pasien yang terjangkit penyakit serupa demam berdarah terjadi
pada tahun 1779.[3]

Belum adanya vaksin atau obat antivirus bagi virus dengue membuat demam berdarah menjadi
salah satu penyakit yang mendapatkan perhatian sangat serius secara global.[11]

[sunting] Referensi
1. ^ a b c d e (Indonesia) Kristina, Isminah, Wulandari L (2004) "Demam Berdarah Dengue"
Litbang Depkes http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm.
Diakses pada 10 Agustus 2011
2. ^ a b c d e f g h (Inggris) World Health Organization (2009) "Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever" World Health Organization
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/. Diakses pada 10 Agustus 2011
3. ^ a b c d (Inggris) Dengue Virus Profile. Diakses pada 10 Agustus 2011.
4. ^ (Inggris) Centres for Disease Control and Prevention (2010) "Dengue Epidemiology"
Centres for Disease Control and Prevention
http://www.cdc.gov/Dengue/epidemiology/index.html. Diakses pada 10 Agustus 2011
5. ^ a b c d e (Inggris) Vorvick, L (2010) "Dengue hemorrhagic fever" MedlinePlus
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001373.htm. Diakses pada 10 Agustus
2011
6. ^ a b (Inggris) National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) (2006)
"Dengue Fever" National Institute of Allergy and Infectious Diseases
http://www.niaid.nih.gov/topics/DengueFever/Understanding/Pages/Cause.aspx. Diakses
pada 10 Agustus 2011
7. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p (Inggris) World Health Organizaton. 1997. Clinical Diagnosis.
Diakses pada 10 Agustus 2011
8. ^ a b c d e f (Inggris) National Institute of Allergy and Infectious Diseases. 2007. Dengue
Fever Symptomps. Diakses pada 10 Agustus 2011.
9. ^ a b c d e f g h i j (Inggris) Dengue Fever Test and Diagnosis. Diakses 10 Agustus 2011.
10. ^ a b (Inggris)Dengue Fever. Diakses 10 Agustus 2011.
11. ^ a b c d e f g h (Inggris) Gubler DJ. 2006. Dengue/dengue haemorrhagic fever: history and
current status. Novartis Found Symp. 277:3-16.
12. ^ a b c (Inggris)Dengue Fever Prevention. Diakses 10 Agustus 2011.
13. ^ (Inggris)National Institute of Allergy and Infectious Diseases. Dengue Fever
Treatments. Diakses 10 Agustus 2011.

Penyebab , Gejala , Pencegahan Serta Pengobatan Penyakit


Demam Berdarah Dangue ( DBD )
1
Diposkan oleh Permathic on Kamis, 29 Maret 2012 , in Cara - Cara, Kesehatan

Musim Hujan... adalah musim yang unik, karena ketika musim hujan pasti akan diiring dengan
musim musim lainnya. Misalnya musim buah buahan sebab akan banyak pohon berbuah ketika
musim hujan. Selain itu biasanya musim hujan akan diiringi juga dengan musim banjir di
banyak tempat. Tapi yang terpenting dari semua itu yang pasti biasanya akan muncul musim
penyakit. Seperti flu, demam, malaria dan yang lebih berbahaya dari semua itu ialah penyakit
DBD ( demam berdarah dangue ) . Sebuah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah,
sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan. DBD ini banyak di temukan di daerah tropis
yang curah hujannya cukup tinggi. Sebab nyamuk akan mudah berkembang biak di daerah yang
tergenang air. Umumnya sering terjadi di daerah Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

Biasanya penyakit demam berdarah akan di tandai dengan


gejala sebagai berikut :
Masa tunas / inkubasi selama 3 - 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya
penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut :

1. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius).


2. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.
3. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan
(Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur darah
(Melena), dan lain-lainnya.
4. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
5. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
6. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit dibawah
100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari
nilai normal (Hemokonsentrasi).
7. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu
makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.
8. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
9. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian.
10. Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

Sebenarnya demam berdarah dapat dicegah, Pencegahan


Demam berdarah dapat berupa :
3M

Menguras : Menguras tempat penampungan air secara rutin, seperti bak mandi dan
kolam. Sebab bisa mengurangi perkembangbiakan dari nyamuk itu sendiri. Atau
memasukan beberapa ikan kecil kedalam bak mandi atau kolam. Sebab ikan akan
memakan jentik nyamuk.
Menutup : Menutup tempat-tempat penampungan air. Jika setelah melakukan aktivitas
yang berhubungan dengan tempat air sebaiknya anda menutupnya agar nyamuk tidak bisa
meletakan telurnya kedalam tempat penampungan air. Sebab nyamuk demam berdarah
sangat menyukai air yang bening.
Mengubur. Kuburlah barang barang yang tidak terpakai yang dapat memungkinkan
terjadinya genangan air.

Jika Anda yang sudah terlanjur terserang penyakit demam


berdarah maka cara pengobatanya antara lain :
Banyak orang yang sembuh dari penyakit ini dalam jangka waktu 2 minggu. Tindakan
pengobatan yang umum dilakukan pada pasien demam berdarah yang tidak terlalu parah adalah
pemberian cairan tubuh (lewat minuman atau elektrolit) untuk mencegah dehidrasi akibat demam
dan muntah, konsumsi obat yang mengandung acetaminofen (misalnya tilenol) untuk
mengurangi nyeri dan menurunkan demam serta banyak istirahat. Aspirin dan obat anti
peradangan nonsteroidal seperti ibuprofen dan sodium naproxen justru dapat meningkatkan
risiko pendarahan. Bagi pasien dengan demam berdarah yang lebih parah, akan sangat
disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit, pemberian infus dan elektrolit untuk
mengganti cairan tubuh, serta transfusi darah akibat pendarahan yang terjadi.

Namun yang terpenting untuk terhidar dari berbagai penyakit ialah selalu menjaga tubuh agar
tetap fit. Dengan berolah raga dan membiasakan pola hidup sehat. Semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai