Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN LINGKUNGAN ERGONOMI DAN BEBAN KERJA YANG

MEMPERNGARUHI KESEHATAN FISIK PERAWAT KESEHAATAN

DI

2024

Oleh:
M fadillah alfikri
433131420120134

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
HORIZON UNIVERSITY KARAWANG
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Rumah sakit adalah organisasi yang memberikan pelayanan ke lingkungan. Tingkat kepuasan
yang dirasakan oleh mereka yang menerima layanan adalah indikator apakah layanan itu
berkualitas yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat.
Kualitas layanan rumah sakit sekarang dipandang tidak hanya dari perspektif medis klinis,
tetapi juga dari sudut pandang keselamatan pasien dan penyediaan layanan berkualitas, berkat
perkembangan masyarakat yang semakin kritis dan ketersediaan informasi yang mudah
diakses. Ada enam indikator utama keamanan pasien ketika datang ke kualitas perawatan
rumah sakit: tingkat infeksi nosokomial, tingkat jatuh pasien, waktu tidur, tingkat
kesalahan pengobatan, kepuasan pasien dengan perawatan kesehatan, tingkat rasa sakit
dan ketidaknyamanan, perawatan diri, tingkat kecemasan pasien, dan perilaku pasien.(informasi,
sikap, keterampilan) (Novilolita, 2020).

Perawat rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang berjumlah sekitar 60% dari tenaga
kesehatan yang ada di rumah sakit (Badri, 2020a). Tenaga keperawatan di rumah sakit
merupakan ujung tombak dari pelayanan kesehatan karena tenaga keperawatan yang
mendampingi pasien selama 24 jam serta memonitor pasien secara terus menerus dan
berkesinambungan untuk memberikan asuhan keperawatan yang profesional dan komprehensif
(Alfian, 2020).

Tempat kerja, adalah Tempat tiap ruangan atau lapangan tertutup atau, bergerak ,atau terbuka,
tetap dan ruangan yang sering dimasuki karyawan (DR. dr. Asih Widowarti.MARS 2018)
lingkungan kerja juga memiliki peran yang sama pentingnya untuk meningkatkan kepuasan
kinerja karyawan melalui lingkungan fisik maupun non fisik yang baik, seperti menciptakan
suasana yang aman dan nyaman bagi para karyawan, diantaranya memberikan fasilitas dan
alat bantu keselamatan kerja, menjaga kebersihan tempat kerja, serta meningkatkan moral
karyawan dalam setiap aktivitas, sehingga kondisi fisik dan non fisik memadai maka
produktivitas kerja akan mengalami peningkatan. ,( Muh. Gibran Syahrum 2023)
Beban kerja adalah keharusan mengerjakan terlalu banyak tugas atau penyediaan waktu yang
tidak cukup untuk menyelesaikan tugas. Dari pernyataan tersebut beban kerja adalah beban
pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan dengan penyediaan waktu yang
terbatas dan respon para karyawan terhadap beban yang mereka dapatkan tentu akan
berbeda-beda. Ada yang menanggapi masalah secara postifdan tentunya ada juga yang
menanggapi secara sebaliknya, sehingga terkadang pekerjaan menjadi terbengkalai.Selain beban
kerja yang perlu diperhatikan oleh perusahaan,( Muh. Gibran Syahrum 2023)

Ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan
pekerjaan mereka. Aspek ergonomi yang berkaitan dengan tata ruang termasuk kedalam ruang
lingkup ergonomi lingkungan fisik, (Simanjuntak et al., 2022)

Menurut IEA ( INTERNATIONAL ERGONOMIC ASSOSIATION 2010) mendefinisikan


ergonomi merupakan studi anatomis, fisiologi,dan psikologi dari aspek manusia dalam bekerja di
lingkungannya. Konteks ini, memiliki kaitan dan efesiensi,Kesehatan , dan kenyamanan dari
orang-orang dan di tempat kerja, di rumah ,dan sejumlah permainan.Hal itu, secara umum
membutuhkan studi dari system fakta kebtuhan manusia ,mesin-mesin dan lingkungan dan
fasilitas yang saling berhubungan dengan tujuan penyesuaian. (DR.Wowo kuswana, M.Pd.2014)

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja
sekaligus meningkatkan produktivitas kerja di berbagai sector ( Praemordhia Ratna Maulina
2023)

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan bentuk tindakan untuk memberikan suasana
tempat bekerja yang aman, sehat, dan terbebas dari polusi lingkungan, sehingga dapat
menjauhkan para pekerjanya dari kecelakaan kerja yang memungkinkan meningkatnya efisien
dan produktivitas kerja. Kesehatan keselamatan kerja (K3) yaitu hal yang berhubungan erat
dengan sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. Keselamatan dan kesehatan kerja
sangat mempengaruhi peningkatan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerja (Irzal, 2016)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyatakan bahwa jumlah kecelakaan kerja yang
dilaporkan meningkat pada 2017 dengan jumlah kasus 123.041, sementara pada tahun 2018
mencapai 173.1052 . Sedangkan menurut data Kementrian Tenaga Kerja pada tahun 2019
terdapat 114 ribu kasus kecelakaan kerja. Kemudian pada tahun 2020, terjadi peningkatan kasus
kecelakaan kerja di bulan januari hingga oktober 2020, BPJS Ketenagakerjaan mencatat terdapat
177 ribu kasus kecelakaan kerja3 (Sri Darnoto 2023)

Berdasarkan data ILO tahun 2013, mencatat bahwa prevalensi angka kematian pekerja didunia
setiap 15 detik terdapat 1 pekerja yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja, 160 pekerja
mengalami sakit akibat kerja. Berdasarkan International Association for the Study of Pain (IASP)
nyeri ialah respon tubuh yang tidak menyenangkan karena terjadi adanya kerusakan jaringan
sehingga menimbulkan rasa sakit. Menurut durasi nyeri dibedakan menjadi dua kelompok yaitu
akut dan kronis. Nyeri akut adalah rasa nyeri yang timbul tidak lebih dari satu hari sehingga
memungkinkan untuk meredakan rasa nyeri tersebut (Rinaldi, Utomo, & Nauli, 2015)

Menurut penelitian Sri Astuti et al prevalensi perawat dengan nyeri punggung bawah di
Indonesia adalah 61% pada tahun 2014, diikuti oleh 31% pada tahun 2018 dan 57% pada tahun
2019, terhitung terkena nyeri punggung bawah. Jika dihitung rata-rata prevalensi rata-rata
perawat di Indonesia yang terkena low back pain adalah 49, 67%. Indonesia mencatat sebanyak
65% perawat di UGD Rumah Sakit Fatmawati Jakarta menderita nyeri punggung bawah.
Prevalensi nyeri punggung bawah pada perawat di UGD RSUD Tarakan yaitu 61.1% kemudian
prevalensi di Ruang Rawat Tahanan RS Bhayangkara yaitu 31,8% dan prevalensi di RSS yaitu
6,25% (Susanto dan Endarti, 2019).

Sebab utama kecelakaan kerja meliputi faktor tindakan yang tidak aman (unsafe acts) dan faktor
lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions). Contoh perilaku tidak aman (unsafe acts) antara
lain kurangnya pengetahuan, kelelahan dan kebosanan, ketidakpedulian pekerja terhadap
keselamatannya, kecenderungan menyakiti diri sendiri, dll. Kemudian, contoh faktor lingkungan
tidak aman (unsafe condition) berkaitan dengan penyediaan fasilitas, pengaturan organisasi kerja,
hubungan antar pekerja, dll4 . Tindakan tidak aman (unsafe acts) salah satunya dapat
menyebabkan terjadinya keluhan musculoskeletal). Keluhan pada sistem muskuloskeletal yaitu
keluhan pada bagian-bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat
ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu
yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament dan tendon
(Dwi Astuti 2023)

Faktor-faktor terjadinya keluhan musculoskeletal menurut hasil penelitian Meilani yaitu pekerja
sering bekerja dengan posisi duduk membungkuk dan menunduk. Posisi duduk atau sikap kerja
duduk tersebut dapat menyebabkan cidera pada tulang belakang, otot, ligamen, tendon dan
syaraf. Hubungan antara sikap kerja dengan kejadian keluhan Musculoskeletal menyebabkan
peredaran darah ke otot terhambat. Kemudian secara otomatis memengaruhi suplai oksigen yang
dibawa darah ke otot. Akibatnya yaitu kekurangan suplai oksigen, sehingga dapat menghambat
metabolisme karbohidrat dan terjadi penimbunan asam laktat di otot. Penimbunan asam laktat
dapat menyebabkan rasa nyeri/ keluhan pada otot (Mitoriana Porusia 2023)

Salah satu penyakit dampak kegiatan yang dikala ini jadi permasalahan kesehatan yang serng
terjalin di bumi serta mencuat nyaris pada seluruh populasi ialah Low Back Pain( LBP) ataupun
yang diartikan dengan perih punggung dasar merupakan rasa perih dibagian punggung dasar
diakibatkan sebab bermacam berbagai pemicu. Penyakit ini sering ditemukan ditempat kerja
karena posisi tubuh yang salah saat melakukan aktivitas (Padmiswari & Griadhi, 2017) LBP
sendiri juga sering disebut dengan gangguan muskuloskeletal yang dapat menyebabkan
penurunan produktivitas kerja. Setiap tahun 15% - 45% orang dewasa menderita LBP rata – rata
pada usia 35 – 55 tahun (Ones, Sahdan, & Tira, 2021).

Faktor risiko yang berpengaruh dalam timbulnya gangguan musculoskeletal terutama LBP
adalah jenis kelamin, indeks massa tubuh (IMT), massa kerja, dan kebiasaan merokok. Penyebab
yang paling sering karena duduk yang terlalu lama, posisi duduk yang salah, postur tubuh yang
tidak ideal, aktivitas yang berlebihan, serta trauma (Assyifa, 2021). Menurut studi secara klinis,
biomekanika, fisiologi, dan epidemiologi diperoleh kesimpulan bahwa terdapat 3 faktor
penyebab LBP akibat pekerjaan antara lain faktor pekerjaan (work factors) seperti sikap, posisi
badan, konsep tempat kegiatan, lama kegiatan, serta menguras energi, faktor pribadi( personal
factors) antara lain periode kegiatan, umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kegemukan, serta
aspek daerah ialah getaran serta suhu ekstrim (Tarwaka, 2012)
Penyebab dari banyaknya kasus keluhan muskuloskeletal pada perawat umumnya
dikarenakan seringnya melakukan gerakan yang dipaksakan, postur tubuh yang tidak
ergonomis, gerakan yang berulang-ulang, termasuk mengangkan beban pasien yang berat, postur
membungkuk, membengkok, memutar, berdiri terlalu lama, dan menjaga posisi tubuh yang
statis. Karakteristik tubuh pasien yang asimetris, berat, dan bergerak tanpa koordinasi membuat
penanganan pasien menjadi tidak mudah bagi perawat (Farid, 2015).

Perawat bertanggung jawab untuk membantu klien mencapai kesehatan yang optimal melalui
pelayanan keperawatan (Sumangando 2017). Perawat sering melakukan gerakan seperti
membungkuk, mengangkat dan memindahkan pasien dengan posisi tubuh yang tidak ergonomis
saat melakukan tugas perawatan (Nabilah, 2019). Penyakit yang disebabkan oleh peralatan kerja,
proses, material dan lingkungan kerja disebut sebagai penyakit akibat kerja. Salah satu penyakit
akibat kerja adalah nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) (Astuti et al., 2019).
Pekerjaan yang memiliki risiko tinggi sakit punggung adalah perawat. Perawat melakukan
pekerjaannya melakukan banyak gerakan seperti membungkuk, memutar badan dan mengangkat
badan pasien.(Bayu Aditya Trisnaning Kasih 2023)

Menurut Katuuk et al (2019) profesi perawat memiliki resiko dan prevalensi kejadian low back
pain yang tinggi pada perawat diakibatkan oleh salah satu faktor yaitu aktivitas fisik yang cukup
berat, seperti melakukan aktivitas fisik mengangkat pasien secara manual, memiliki jam kerja
yang berlebih ditambah aktivitas diluar jam dinas dan waktu senggang. Hal ini menyebabkan
spasme otot dan membuat saraf terhimpit yang mengakibatkan rasa tidak nyaman pada area
punggung bawah (Katuuk dan Karundeng, 2019).

Pencegahan terjadinya hal tersebut Pengetahuan ergonomi, sikap kerja, dan masa kerja mampu
memprediksi risiko keluhan gangguan muskuloskeletal pada perawat sebesar 41,07%. Jika
pengetahuan ergonomi, sikap kerja, dan masa kerja dikontrol dengan baik, maka risiko keluhan
gangguan muskuloskeletal dapat dikurangi. Pengetahuan, keyakinan, dan sikap berperan pada
kecelakaan kerja . Perawat harus mendapatkan pelatihan Teknik kerja yang baik dalam
mengatasi stres dan tekanan psikologis untuk mengurangi masalah atau cedera terkait pekerjaan
(Ishana Balaputra & Adi Heru Sutomo 2023)

Dengan melakukan pengaplikasikan system ergonomi pada lingkungan kerja untuk


memperendah resiko terjadinya kecelakaan dan cidera yang terjadi pada pekerja dan klien dan
kelancaran pekerjaan diantaranya :

1. Posisi duduk
Ditinjau dari aspek kesehatan, bekerja dengan posisi duduk yang memerlukan waktu
lama dapat menimbulkan otot perut semakin elastis, tulang belakang melengkung, otot
bagian mata terkonsentrasi sehingga cepat merasa lelah. Seperti ketinggian dan posisi
sandaran saat duduk harus memiliki posisi yang rileks dan tidak membebani perawat
2. Posisi bekerja saat berdiri
Postur tubuh dalam pekerjaan berdiri merupakan suatu totalitas perilaku kesiagaan dalam
menjaga keseimbangan fisik dan mental. Adalah lama nya memperthankan posisi berdiri
dan tidak stabil yang membuat pemburukan postur tubuh .dan di anjurkan perlu adanya
pergantian antara untuk berdiri dan duduk yang terlalu lama karna akan beresiko
terjadinya pembebanan pada persendian dan otot tubuh dan mengalami kelelahan sacara
cepat .
3. Manual material handling (MMH)
Manual material handling adalah aktivitas penanganan material yang meliputi kegiatan
mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik, memutar, menahan dan membawa
beban yang dilakukan tanpa bantuan alat. Untuk mencegah masalah kesehatan maupun
cidera akibat manual material handling, beberapa pemindahan material. Seperti mengatur
posisi saat ingin melakukan pemindahan barang atau klien yang berguna agar tidak
membebani tubuh , usahakan saat memindahkan pasien saat mengguanakan bed atau
blnkar atau tandu saat masih tersedia handle atau pegangan ushakan untuk
mengguanakan untuk bisa membuat pegangan dan pengguanaan tenaga yang sia sia atau
membebani tubuh dan dapat memindahkan pasien dengan sekuat tenaga .( Rizqiyatul
Laili 2020)
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan anatara lingkungan
yang ergonomis dan beban kerja pada Kesehatan fisik perawat Rmah sakit ?

C. TUJUAN PENULISAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan anatara lingkungan yang ergonomis
dan beban kerja pada kesehata perawat di rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai