DI RSUD KARAWANG
2024
Oleh:
M fadillah alfikri
433131420120134
1.1Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu institusi yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan yang
berkembang dan telah mengalami perubahan. Pada awal perkembangannya, rumah sakit merupakan
badan atau organisasi yang berfungsi sosial, akan tetapi saat ini dengan adanya perkembangan rumah
sakit sehingga hal ini akan menjadikan rumah sakit saat ini lebih dari pelayanan Kesehatan. rumah sakit
sebagai pusat pelayanan medis merupakan institusi vital dalam suatu masayrakat. Kehadiran rumah sakit
merupakan tuntutan harapan di kala seseorang tertimpa kemalangan berupa penyakit. Pada rumah sakit,
masyarakat berharap agar musibah yang menimpanya dapat diobati. (Fitriani S & Trisnawati R, 2015)
Perawat rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang berjumlah sekitar 60% dari tenaga kesehatan
yang ada di rumah sakit (Badri, 2020). Tenaga keperawatan di rumah sakit merupakan ujung tombak dari
pelayanan kesehatan karena tenaga keperawatan yang mendampingi pasien selama 24 jam serta
memonitor pasien secara terus menerus dan berkesinambungan untuk memberikan asuhan keperawatan
yang profesional dan komprehensif (Susanto et al., 2023)
Tempat kerja, adalah Tempat tiap ruangan atau lapangan tertutup atau, bergerak ,atau terbuka, tetap dan
ruangan yang sering dimasuki karyawan (DR. dr. Asih Widowati. MARS, 2018)
lingkungan kerja juga memiliki peran yang sama pentingnya untuk meningkatkan kepuasan kinerja
karyawan melalui lingkungan fisik maupun non fisik yang baik, seperti menciptakan suasana yang
aman dan nyaman bagi para karyawan, diantaranya memberikan fasilitas dan alat bantu
keselamatan kerja, menjaga kebersihan tempat kerja, serta meningkatkan moral karyawan dalam
setiap aktivitas, sehingga kondisi fisik dan non fisik memadai maka produktivitas kerja akan
mengalami peningkatan , (MARDIKA H N & SUSANTI, 2021)
Beban kerja adalah Beban yang diberikan kepada karyawan harus seimbang dengan kemampuan dan
kompetensi dari karyawan itu sendiri, jika hal itu tidak seimbang dengan kemampuan yang dimilikinya
maka lambat laun akan menimbulkan sebuah masalah kepada karyawan tersebut salah satunya adalah
stress kerja yang dialami oleh karyawan ketika bekerja, (ROHMAN M A, 2021)
Ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan
mereka. Aspek ergonomi yang berkaitan dengan tata ruang termasuk kedalam ruang lingkup ergonomi
lingkungan fisik, (Tandraen S T & Ningtyas R, 2023)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya perlindungan kepada pekerja dan dan
orang luar yang mengujungi tempat kerja dari bahaya dan akibat kecelakaan kerja.6 Tujuan K3 adalah
mencegah, megurangi, bahkan meminimalisir resiko penyakit dan kecelakaan akibat kerja (KAK) serta
meningkatkan Tingkat kesehatan para pekerja sehingga produktivitas kerja meningkat.7 Dalam UU RI
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, upaya kesehatan kerja ditunjukkan untuk melindungi para
pekerja agar hidup sehat dan terhindar dari gangguan kesehatan serta hal yang dapat membahayakan
pekerjaan yang disebabkan oleh pekerjaan sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS melakukan
penerapan K3 di RS.8 K3 termasuk sebagai salah satu standar pelayanan yang dinilai di dalam akreditasi
RS, disamping standar pelayanan lainnya. (Ivana et al., 2014)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyatakan bahwa jumlah kecelakaan kerja yang
dilaporkan meningkat pada 2017 dengan jumlah kasus 123.041, sementara pada tahun 2018 mencapai
173.1052 . Sedangkan menurut data Kementrian Tenaga Kerja pada tahun 2019 terdapat 114 ribu kasus
kecelakaan kerja. Kemudian pada tahun 2020, terjadi peningkatan kasus kecelakaan kerja di bulan januari
hingga oktober 2020, BPJS Ketenagakerjaan mencatat terdapat 177 ribu kasus kecelakaan kerja3
(Maulina R P et al., 2023)
Data kecelakaan kerja di negara maju seperti USA ( United State Of America). Sebagaimana yang
dinyatakan oleh Levy (2011), bahwa tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja sebanyak 3,7 juta
orang dan yang meninggal sebanyak 5.214 orang. Berdasarkan data yang International Labour
Organization (ILO) pada tahun 2013, 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan
kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. ILO mencatat angka kematian yang disebabkan
kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun (Amelita R, 2019)
Menurut penelitian Sri Astuti et al prevalensi perawat dengan nyeri punggung bawah di Indonesia adalah
61% pada tahun 2014, diikuti oleh 31% pada tahun 2018 dan 57% pada tahun 2019, terhitung terkena
nyeri punggung bawah. Jika dihitung rata-rata prevalensi rata-rata perawat di Indonesia yang terkena low
back pain adalah 49, 67%. Indonesia mencatat sebanyak 65% perawat di UGD Rumah Sakit Fatmawati
Jakarta menderita nyeri punggung bawah. Prevalensi nyeri punggung bawah pada perawat di UGD RSUD
Tarakan yaitu 61.1% kemudian prevalensi di Ruang Rawat Tahanan RS Bhayangkara yaitu 31,8% dan
prevalensi di RSS yaitu 6,25% (Susanto H & Endarti T A, 2018)
Kecelakaan yang terjadi di tempat kerja umumnya disebabkan oleh dua hal yaitu tindakan manusia yang
tidak memenuhi syarat keselamatan (unsafe action) dan keadaan lingkungan kerja yang tidak aman
(unsafe condition) (Suma’mur, 2018). Menurut Heinrich dalam penelitian yang dilakukannya, didapatkan
bahwa 88% kecelakaan yang terjadi di lingkungan kerja disebabkan oleh tindakan tidak aman dari
manusia (unsafe action), 10% disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak aman (unsafe
condition) dan 2% lainnya disebabkan oleh takdir tuhan (Salim 2019). International Labour Organization
(ILO) juga mengemukakan bahwa kecelakaan akibat kerja pada dasarnya disebabkan oleh tiga faktor
diantaranya faktor manusia, faktor pekerjaannya dan faktor lingkungan tempat kerja. Berdasarkan hal
tersebut dapat dikatakan bahwa perilaku tidak aman merupakan penyebab terbesar terjadinya kecelakaan
di tempat kerja (Abbasi et al., 2015)
Faktor-faktor terjadinya keluhan musculoskeletal menurut hasil penelitian Meilani yaitu pekerja sering
bekerja dengan posisi duduk membungkuk dan menunduk. Posisi duduk atau sikap kerja duduk tersebut
dapat menyebabkan cidera pada tulang belakang, otot, ligamen, tendon dan syaraf. Hubungan antara sikap
kerja dengan kejadian keluhan Musculoskeletal menyebabkan peredaran darah ke otot terhambat.
Kemudian secara otomatis memengaruhi suplai oksigen yang dibawa darah ke otot. Akibatnya yaitu
kekurangan suplai oksigen, sehingga dapat menghambat metabolisme karbohidrat dan terjadi penimbunan
asam laktat di otot. Penimbunan asam laktat dapat menyebabkan rasa nyeri/ keluhan pada otot
(Maulina R P et al., 2023)
Salah satu penyakit dampak kegiatan yang dikala ini jadi permasalahan kesehatan yang serng terjalin di
bumi serta mencuat nyaris pada seluruh populasi ialah Low Back Pain( LBP) ataupun yang diartikan
dengan perih punggung Low back pain atau nyeri punggung bawah, nyeri yang dirasakan di punggung
bagian bawah, bukan merupakan penyakit ataupun diagnosis untuk suatu penyakit namun merupakan
istilah untuk nyeri yang dirasakan di area anatomi yang terkena dengan berbagai variasi lama terjadinya
nyeri. Nyeri ini dapat berupa nyeri lokal, nyeri radikuler, ataupun keduanya. Nyeri ini terasa diantara
sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral, nyeri dapat
menjalar hingga ke arah tungkai dan kaki2 . (Andini, 2015)
Penyebab dari banyaknya kasus keluhan muskuloskeletal pada perawat umumnya dikarenakan
seringnya melakukan gerakan yang dipaksakan, postur tubuh yang tidak ergonomis, gerakan yang
berulang-ulang, termasuk mengangkan beban pasien yang berat, postur membungkuk, membengkok,
memutar, berdiri terlalu lama, dan menjaga posisi tubuh yang statis. Karakteristik tubuh pasien yang
asimetris, berat, dan bergerak tanpa koordinasi membuat penanganan pasien menjadi tidak mudah bagi
perawat (Wajdi & Kusmasari, 2015)
Perawat bertanggung jawab untuk membantu klien mencapai kesehatan yang optimal melalui pelayanan
keperawatan (Sumangando 2017). Perawat sering melakukan gerakan seperti membungkuk, mengangkat
dan memindahkan pasien dengan posisi tubuh yang tidak ergonomis saat melakukan tugas perawatan
(Nabilah, 2019). Penyakit yang disebabkan oleh peralatan kerja, proses, material dan lingkungan kerja
disebut sebagai penyakit akibat kerja. Salah satu penyakit akibat kerja adalah nyeri punggung bawah atau
Low Back Pain (LBP) (Astuti et al., 2019). Pekerjaan yang memiliki risiko tinggi sakit punggung adalah
perawat. Perawat melakukan pekerjaannya melakukan banyak gerakan seperti membungkuk, memutar
badan dan mengangkat badan pasien. (Aditya B & Kasih T, 2023)
Menurut Katuuk et al (2019) profesi perawat memiliki resiko dan prevalensi kejadian low back pain yang
tinggi pada perawat diakibatkan oleh salah satu faktor yaitu aktivitas fisik yang cukup berat, seperti
melakukan aktivitas fisik mengangkat pasien secara manual, memiliki jam kerja yang berlebih ditambah
aktivitas diluar jam dinas dan waktu senggang. Hal ini menyebabkan spasme otot dan membuat saraf
terhimpit yang mengakibatkan rasa tidak nyaman pada area punggung bawah .Perawat memiliki resiko
yang tinggi dan lebih rentan untuk terkena Nyeri punggung bawah, studi penelitian yang dilakukan di
Bangladesh menunjukan seorang perawat beresiko tinggi terkena Nyeri punggung bawah dengan total
sebanyak 72,9% dari 229 orang perawat mengalami Nyeri punggung bawah (Sanjoy et al, 2017). Studi
penelitian di Slovenia menunjukan hasil sebanyak 85,9% dari 1744 perawat mengalami Nyeri punggung
bawah (Katuuk et al., 2019)
Pencegahan terjadinya hal tersebut Pengetahuan ergonomi, sikap kerja, dan masa kerja mampu
memprediksi risiko keluhan gangguan muskuloskeletal pada perawat sebesar 41,07%. Jika pengetahuan
ergonomi, sikap kerja, dan masa kerja dikontrol dengan baik, maka risiko keluhan gangguan
muskuloskeletal dapat dikurangi. Pengetahuan, keyakinan, dan sikap berperan pada kecelakaan kerja .
Perawat harus mendapatkan pelatihan Teknik kerja yang baik dalam mengatasi stres dan tekanan
psikologis untuk mengurangi masalah atau cedera terkait pekerjaan
Dengan melakukan pengaplikasikan system ergonomi pada lingkungan kerja untuk memperendah resiko
terjadinya kecelakaan dan cidera yang terjadi pada pekerja dan klien dan kelancaran pekerjaan
diantaranya :
1. Posisi duduk
Ditinjau dari aspek kesehatan, bekerja dengan posisi duduk yang memerlukan waktu lama dapat
menimbulkan otot perut semakin elastis, tulang belakang melengkung, otot bagian mata
terkonsentrasi sehingga cepat merasa lelah. Seperti ketinggian dan posisi sandaran saat duduk
harus memiliki posisi yang rileks dan tidak membebani perawat
2. Posisi bekerja saat berdiri
Postur tubuh dalam pekerjaan berdiri merupakan suatu totalitas perilaku kesiagaan dalam
menjaga keseimbangan fisik dan mental. Adalah lama nya memperthankan posisi berdiri dan
tidak stabil yang membuat pemburukan postur tubuh .dan di anjurkan perlu adanya pergantian
antara untuk berdiri dan duduk yang terlalu lama karna akan beresiko terjadinya pembebanan
pada persendian dan otot tubuh dan mengalami kelelahan sacara cepat .
3. Manual material handling (MMH)
Manual material handling adalah aktivitas penanganan material yang meliputi kegiatan
mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik, memutar, menahan dan membawa beban yang
dilakukan tanpa bantuan alat. Untuk mencegah masalah kesehatan maupun cidera akibat manual
material handling, beberapa pemindahan material. Seperti mengatur posisi saat ingin melakukan
pemindahan barang atau klien yang berguna agar tidak membebani tubuh , usahakan saat
memindahkan pasien saat mengguanakan bed atau blnkar atau tandu saat masih tersedia handle
atau pegangan ushakan untuk mengguanakan untuk bisa membuat pegangan dan pengguanaan
tenaga yang sia sia atau membebani tubuh dan dapat memindahkan pasien dengan sekuat tenaga .
( Rizqiyatul Laili 2020).
dan dalam melakukan pengukuran atau memperediksi masalah Kesehatan kerja bisa di lakukan
dengan menggunakan beberapa metode dengan media berupa kuesioner mengenai SELF
REPORT mengenai masalah dalam pekerjaan baik itu secara fisik atau pun mental seperti Nordic
Body Map (NBM) dari Tritayasa, et al (2003), yang bisa digunakan untuk mengetahui bagian
tubuh yang di keluhkan ada masalah. dan Adapun media SELF REPORT lainnya seperti NASA
TLX (National Aeronautics and Space Administration – Task load index) yang di kembangkan
oleh hart dan staveland (HART 2006) dan sering digunakan untuk menilai beban mental :mental
demand, physical demand , temporal demand, effort, dan frustation. (Marhaendra, 2022)
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karawang merupakan rumah sakit milik Pemerintah
Daerah Tingkat II Kabupaten Karawang yang didirikan pada tanggal 29 Mei 1952, yang
digunakan untuk merawat dan mengobati penderita cacar (barak cacar). Pada tahun 1954 rumah
sakit ini menjadi rumah sakit umum yang dikepalai oleh seorang dokter umum yang bernama dr.
Rd. Poedjono yang berlokasi di jalan Dr. taruno dengan luas tanah 2,8 Ha. Pada tanggal 20 Maret
2015 terbitlah SK Bupati Kabupaten Karawang, kepada Dr.H.Asep Hidayat Lukman sebagai
Direktur RSUD Kabupaten Karawang, yang sebelumnya + 10 bulan sebegai Plt Direktur RSUD
Kabupaten Karawang merangkap Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang. Jumlah
karyawan RSUD Karawang secara keseluruhan pada tahun 2016 mengalami kenaikan sebesar
6,46 %, namun untuk PNSD mengalami penurunan sebesar 2,03% karena adanya tenaga PNS
yang Pensiun. Tenaga Kontrak mengalami kenaikan sebesar 11,47 %, karena untuk memenuhi
standar tenaga kesehatan yang harus dipenuhi, dengan penambahan tenaga bidan dan perawat,
berdasarkan tabel di bawah :
Dan setelah di lakukan studi pendahuluan pada hari Rabu 24 Januari 2024 yang dilakukan
ruangan Instalasi rawat inap tepatnya di ruangan Telukjambe dan Rengasdengklok Dimana di
temukan setelah di lakukan obsevasi mengenai jam kerja perawat yang di mulai dari pagi hari jam
7 pagi sampai jam 14 siang di shif pertama , dan di siang hari dari jam 14 sampai jam 21;30 di
shif kedua , dan di lanjut dengan shif malam dari jam 22 malam sampai jam 7 pagi , setelah di
lakukan beberapa observasi dan wawancara pada 10 orang perawat(7 laki laki,3 perempuan)
mengatakan bahwa jam kerja terberat saat di shif pertama yaitu pagi hari yang Dimana lebih
banyak nya permintaan pasien lebih banyak di banding shif lain dan di tambah pemeriksaan TTV,
dan pemberian obat,penggantian balut/perban, mengganti infus yang habis dan hampir dalam shif
tersebut dilakukan secara berulang dan sedikitnya waktu duduk yang Dimana di keluhkannya
masih ada kurangnya tempat duduk di kantor perawat, setelahnya perawat perlu merangkum
semua data yng di peroleh atau Tindakan yang di berikan di rekam medis untuk dokumentasi
yang harus di lakukan untuk bisa di lanjutkan oleh shif selanjutnya, dan di temukan bahwa dalam
siklus kerja di rawat inap yang memiliki waktu respon yang relative normal tapi beragam masing
masing ruangan setuju bahwa Tindakan cukup membebani perawat di instalasi rawat inap adalah
ganti balutan pasien,mengganti linen Kasur,mengganti dan membetulkan infus yang bermasalah,
mengantar pasien dengan mendorong bed dari satu ruang ke ruang lain yang di akui menjadi
salah satu Tindakan cukup membebani dan menumbulkan bebrapa keluhan Kesehatan yang
paling sering diantaranya adalah gangguan muskolethal terutama keluhan nyeri sendi dan
punggung yang di rasa sering timbul dari beberapa Tindakan di atas dan lebih condong di rasa
oleh perawat laki laki karna selalu di utamakan untuk mengambil tindakan lebih berat yang sulit
di lakukan perawat perempuan.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan penerapan ergonomis dan
beban kerja pada Kesehatan fisik perawat Rumah sakit umum karawang pada ruangan UGD yang
memiliki durasi bekerja yang cukup lama dan banyaknya pasien tanpa terduga yang harus
memikirkan tindakan dan harus menentukan masalah kesehatan secara cepat dan terkadang
seringnya pasien yang datang secara mendadak dan tanpa di prediksi yang membuat Perawat
lebih memikirkan pasien di banding kondisi dirinya yang sering melakukan tindakan di luar
ergonomis k3 pekerja secara berulang dan beresiko terjadinya masalah kesehatan seperti masalah
kesehatan yang beresiko terjadinya kecelakaan pekerja. dan apakah ada hubungan nya antara
Penerapan ergonomi dengan beban kerja yang mempeengaruhi kesehtan perawat ?
A. Tinjauan teori
I. Pengertian
Rumah sakit:
1. Padat modal.
2. Padat teknologi.
3. Padat karya.
4. Padat sistem.
1. Tahap persiapan.
2. Tahap pelaksanaan.
3. Tahap pemantauan dan evaluasi.
Tahap Persiapan
1. Komitmen manajemen: Kebijakan, penyediaan dana, sarana dan prasarana untuk mendukung
kegiatan K3 RS.
2. Membentuk Unit Organisasi K3 di RS yang terlihat dalam struktur organisasi RS.
Susunan/Organisasi K3-RS
Tahap Pelaksanaan
Program K3-RS:
i. Pelaksanaan kesehatan kerja bagi karyawan (prakerja, berkala, khusus).
ii. Upaya pengamanan pasien, pengunjung dan petugas.
iii. Peningkatan kesehatan lingkungan.
iv. Sanitasi lingkungan RS.
v. Pengelolaan dan pengolahan limbah padat, cair, gas.
vi. Pencegahan dan penanggulangan bencana (Disaster program).
vii. Pengelolaan jasa, bahan dan barang berbahaya.
viii. Pendidikan dan pelatihan K3.
ix. Sertifikasi dan kalibrasi sarana, prasarana, dan peralatan RS.
x. Pengumpulan, pengolahan dan pelaporan K3.
2. Perbaikan dan pengendalian K3 yang didasarkan atas hasil temuan dari audit dan
inspeksi.
2.2 Ergonomi
I. Pengertian
Ergonomi
Ergonomi berasal dari kata Ergon yang brarti kerja, dan Nomos yang berarti hukum,
sehingga ergonomi merupakan hukum kerja atau aturan-aturan kerja, atau tata cara
untuk melakukan sebuah pekerjaan. secara pengertian bebas sesuai dengan
perkembangannya, yakni suatu aturan atau kaidah yang ditaati dalam lingkungan
pekerjaan. Ditinjau dari fakta historis, ergonomi telah menyatu dengan budaya
manusia sejak zaman megalitik, dalam proses perancangan dan pembuatan benda-
benda seperti alat kerja dan barang buatan sesuai dengan kebutuhan manusia pada
zamannya. Kita dapat mengobservasi benda-benda zaman megalitik,bagaimana m
benda tersebut memberikan informasi implisit mengenai eksistensinya makna fungsi
dan keindahan.
aktivitas kerja dalama jabatan, di tuntut sesuai kemampuan dan keterbatasan yang
dimiliki para pegawai . oleh karena itu para perancang system pelayanan melakukan
berbagai ananlisis terkait dengan jenis tugas. Gerakan tubuh yang di perlukan dan
batas kemampuan menrima beban. ditinjau dari kepentingan praktis, manejemen
sumber daya manusia di industri adalah sebagai berikut :
1. Menentukan prasyarat terkait dengan ketubuhan calon tenaga kerja.
3. Upaya perbaikan kinerja sesuai dengan hasil identifikasi dan penilaian pekerja.
5. Memelihara fisik dan mental, sebagai sumber dan tujuan kesejahteraan pekerja dalam
upaya pencapaian produktivitas.
1. Penelitian Interface
Penelitian mengenai dimensi dan bentuk ruang tempat kerja, dimensi ukuran
ketubuhan para pekerja, jenis pekerjaan, dan faktor-faktor yang memengaruhi
karakteristik aktivitas kerja.
4. Lingkungan Kerja\Penelitian mengenai kondisi lingkungan tempat kerja, seperti
pengaturan pencahayaan, pengaturan ventilasi udara, dan faktor yang
memengaruhi fisik pekerja, seperti kebisingan, getaran, temperatur dan limbah
cairan kimia.
Ditinjau dari kepentingan pendidikan, pelatihan vokasi dan kejuruan meliputi hal-hal
berikut ini.
5.
Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko ergonomi pada tempat
kerja. Beberapa di antaranya adalah:
Postur tubuh yang buruk. Bekerja dengan postur tubuh yang buruk dapat
menyebabkan tekanan pada tulang belakang dan otot. Hal ini dapat
menyebabkan sakit punggung dan gangguan pada tulang belakang.
Ketinggian meja dan kursi yang tidak sesuai. Jika meja dan kursi tidak
disesuaikan dengan tinggi tubuh pekerja, maka pekerja akan merasa tidak
nyaman dan memaksakan tubuh mereka untuk menyesuaikan. Ini dapat
menyebabkan gangguan pada otot dan saraf.
Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang
meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan.
Pengaturan jam kerja, lembur dan shift.
Menyususn prosedur kerja tetap (SPO) untuk masingmasing unit dan melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaannya.
Melaksanakan prosedur keselamatan kerja terutama untukpengoperasian alat-alat
yang dapat menimbulkan kecelakaan, dan melakukan pengawasan agar posedur
tersebut dilaksanakan.
Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan
mengupayakan pencegahannya.
Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sendiri mungkin dengan cara mengenal
kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jensi pekerjaan di
unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik
terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini,
maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan
mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini
diperlukan sistem rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara
cepat dan tepat. Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melaui pemeriksaan kesehatan
yang meliputi:
I. Pengertian
Beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan
oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu
Sunarso (2010). Permendagri No. 12/2008 menyatakan bahwa beban kerja adalah
besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan
merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu. Jika kemampuan
pekerja lebih tinggi daripada tuntutan pekerjaan,akan muncul perasaan bosan.
Namun sebaliknya, jika kemampuan pekerja lebih rendah daripada tuntutan
pekerjaan,maka akan muncul kelelahan yang lebih. Beban kerja yang dibebankan
kepada karyawan dapat dikategorikan kedalam tiga kondisi, yaitu beban kerja
yang sesuai standar, beban kerja yang terlalu tinggi (over capacity) dan beban
kerja yang terlalu rendah (under capacity) . Dalam jurnal Hoonaker, dkk (2011)
juga dijelaskan bahwa beban kerja adalah sebuah konsep yang digunakan untuk
menjelaskan sejauh mana seorang operator telah menggunakan kemampuan fisik
dan mentalnya untuk menyelesaikan sebuah tugas. Beban kerja itu sendiri
dipengaruhi oleh tuntutan eksternal sebuah pekerjaan, lingkungan, faktor
organisasi dan psikologis, dan sebagainya.
1. Faktor eksternal Mengenai faktor eksternal yang memengaruhi beban kerja dan
kapasitas kerja, Mullins dan Christy (2016) menyatakan bahwa, peningkatan daya
saing bisnis, globalisasi, pergeseran pasar tenaga kerja, kemajuan teknologi yang
cepat, pergerakan menuju pasar yang lebih digerakkan oleh pelanggan, masyarakat,
dan tuntutan keseimbangan kerja/kehidupan telah menyebabkan periode perubahan
konstan dan kebutuhan akan fleksibilitas organisasi yang lebih besar. Kombinasi dari
pengaruh-pengaruh ini mengubah cara kita hidup dan bekerja. Hal ini jelas memiliki
implikasi signifikan bagi manajemen dan perilaku organisasi. Oleh karena itu,
penting dipahami bagaimana fungsi organisasi dan pengaruh luas terhadap perilaku
dan tindakan orang. (Marhaendra, 2022)
Tekanan darah, yang pada umumnya dikenal sebagai denyut nadi, berkaitan dengan
kemampuan jantung memompa darah untuk sirkulasi oksigen, yang dibutuhkan
untukmembakarkalorigunamenghasilkan energi. Mengenai kebutuhan kalori berdasarkan
beban kerja, di Indonesia telah ada ketentuannya, yakni berdasarkan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor: KEP-51/MEN/1999, tentang Nilai AmbangBatas
Faktor Fisika di Tempat Kerja, telah menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja
berdasarkan Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) yang diperkenankan. Kerja keras adalah
aktivitas yang secara intens menggunakan otot rangka. Ini dapat mengubah energi kimia
menjadi kerja (energi fisik) dengan menggerakkan segmen tubuhmelawan hambatan internal
dan eksternal. Dari istirahat, otot dapat meningkatkan generasi energinya hingga 50 kali lipat.
Variasi yang sangat besar dalam laju metabolisme tidak hanya membutuhkan adaptasi cepat
pasokan nutrisi dan oksigen ke otot, tetapi juga menghasilkan sejumlah besar produk limbah
internal, yang perlu dihilangkan. Aliran darah, ditenagai oleh jantung, menyediakan sarana
transportasi untuk suplai dan pengeluaran (Kroemer, 2017). Semakin besar tenaga yang
dikerahkan, semakin cepat kerja jantung memompa aliran darah ke seluruh tubuh. Secara
umum, pekerjaan berat ditandai dengan aktivitas otot yang luas dalam aktivitas tugas yang
sangat fisik (Bush, 2011). keputusan tersebut ditetapkan pula kalori untuk tiap kategori beban
kerja. Untuk beban kerja ringan 100 - 200 kalori/jam; beban kerja sedang 200 - 350 Kilo
kalori/jam; dan beban kerja 350 - 500 Kilo kalori/jam.
Menurut Sluiter dalam (Anwar and Mutiara 2015) beban kerja mental adalah usaha
yang dilakukan oleh pikiran dalam melakukan suatu tugas yang memerlukan input-
input secara kognitif termasuk konsentrasi, ingatan, pengambilan keputusan ataupun
perhatian. Beban kerja mental yang tinggi dapat disebabkan oleh besarnya aktivitas
beban kerja mental seperti besarnya konsentrasi yang dibutuhkan dalam bekerja,
melakukan pekerjaan yang sama selama berjam-jam (tekanan waktu), serta tingkat
ketelitian yang tinggi. Menurut Henry R. Jex (1998) beban kerja mental yaitu selisih
antara tuntutan beban kerja dari suatu tugas dengan kapasitas maksimum beban
mental seseorang dalam kondisi termotivasi. Ada beberapa gejala yang merupakan
dampak dari kelebihan beban mental berlebih, seperti yang diterangkan oleh Hancock
dan Meshkati (1988), yaitu:
A. Gejala fisik Sakit kepala, sakit perut, mudah terkejut, gangguan pola tidur lesu,
kaku leher belakang sampai punggung, napsu makan menurun dan lain-lain.
B. Gejala mental Mudah lupa, sulit konsentrasi, cemas, was-was, mudah marah,
mudah tersinggung, gelisah, dan putus asa.
C. Gejala sosial atau perilaku Banyak merokok, minum alkohol, menarik diri, dan
menghindar.
Suatu model ketegangan kerja yang telah dikenal baik adalah seperti disampaikan
oleh Karasek (1979), yang menyatakan bahwa ketegangan mental adalah hasil dari
adanya "tuntutan kerja" (work demand) dan "ketentuan kerja" (work decission
latitude). Dengan adanya tuntutan kerja yang telah ditentukan tersebut, menurut
Ahsberg (1998), akhirnya memberikan kemungkinan kepada pekerja untuk
memutuskan bagaimana caranya menghadapi tuntutan tersebut. Model lain yang juga
penting dikemukakan di sini adalah bahwa beban kerja mental berkaitan erat dengan
tiga faktor yaitu: waktu beban (lama terbeban), daya mental, dan stres psikologis
(Reid dan Nygren, 1988).
diantara beban kerja fisik maupun beban kerja mental dan berbagai hal yang dapat diterima
oleh perawat saat melakukan pekerjaanya yang bsia mempengaruhi seacara psiko dan bio.
Beban kerja fisik maupun beban kerja mental sangat erat kaitannya dengan kajian ergonomi.
Dari sudut pandang ergonomi, beban kerja fisik masuk dalam dimensi ergonomi fisik
sedangkan beban kerja mental masuk dalam dimensi ergonomi kognitif. ergonomi berkenaan
dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat kerja,
ergonomi adalah ilmu yang mempelajari manusia dalam hubungannya dengan pekerjaan,
dengan segala aspek dan ruang lingkupnya. Pekerjaan yang tidak ergonomis akan
menyebabkan ketidaknyamanan, biaya tinggi, penurunan performa, efisiensi, daya kerja dan
kecelakaan. Dari sudut pandang ergonomi, antara tuntutan tugas dengan kapasitas kerja harus
selalu seimbang sehingga dicapai performansi kerja yang tinggi. Dalam kata lain, tuntutan
tugas tidak boleh terlalu rendah (underload) dan juga tidak boleh terlalu berlebihan (overload)
karena keduanya menyebabkan stres.dan meminimalisir terjadinya kecelakaan di tempat kerja
terutama di rumah sakit yang bisa berimbas tidak hanya pada perawat tapi juga pada pasien.
a) system
kebijakan/SOP beban kerja :
Kesehatan
di ruangan fisik perawat
b) penerapan mental
ergonomi
c) karakteristik
demografi :
usia
jenis
kelamin
pengetahuan