Anda di halaman 1dari 3

Penyakit Akibat Kerja : Penyebab Psikososial

Venita S. Pojoh 232021110077


Vanessa G. Polii 232021110070
Eilinne J. Kemur 232021110067
Mata Kuliah :#Kesehatan Lingkungan dan Keselamatan Kerja

Definisi Psikososial
Menurut seorang ahli psikoanalisa bernama Erik H. Erikson, tahapan perkembangan
psikososial seseorang berlangsung melalui delapan tahap. Empat tahap pertama
terjadi pada masa bayi dan masa anak-anak yang menjadi dasar pembentukan
kepribadian seseorang, tahap kelima terjadi pada masa remaja, dan tiga tahap
terakhir terjadi pada masa dewasa dan usia tua. Setiap tahap dalam perkembangan
psikososial memiliki dua komponen, yakni komponen yang baik dan komponen yang tidak
baik Erikson mengatakan bahwa faktor sosial turut berpengaruh terhadap perkembangan
hidup manusia

Menurut Kementerian Kesehatan (2011), faktor psikososial dapat mengakibatkan


perubahan dalam kehidupan individu, baik bersifat psikologis maupun sosial yang
mempunyai pengaruh cukup besar sebagai faktor penyebab terjadiya gangguan fisik dan
psikis pada diri individu tersebut. Faktor psikososial sering tidak disadari
kehadirannya oleh para pekerja.
Pada sebuah buku berjudul Ultra Metabolisme dikatakan bahwa faktor psikososial
merupakan salah satu faktor pemicu stres, yang berarti merupakan sebuah peristiwa
sosial atau psikologis yang membuat seseorang tertekan
Diketahui pula bahwa psikososial berpotensi menyebabkan gangguan muskuloskeletal
dan penyakit psikosomatis yang menjadi penyebab meningkatnya penyakit akibat
hubungan pekerjaan

Sumber lain menyebutkan ada beberapa stresor psikososial yang layak dipertimbangkan
antara lain: pekerjaan, hubungan, situasi keuangan, anak-anak, kelainan psikologis
(depresi, kegelisahan, dan lain-lain), rendahnya rasa percaya diri, kondisi dunia
(masalah di lingkungan tempat tinggal, situasi politik internasional, dan lain-
lain).
Stresor psikososial merupakan penyebab stres yang berasal dari risiko bahaya
potensial psikososial beberapa contoh faktor psikososial yang ada di tempat kerja
meliputi: bekerja dalam shift, beban kerja yang berlebihan, bekerja monotoni,
mutasi dalam pekerjaan, tidak jelasnya peran kerja, serta konflik dengan teman
kerja

Gangguan kesehatan akibat faktor psikososial tidak terjadi secara langsung setelah
paparan pertama. Para pekerja akan mengalami gejala setelah mendapatkan pajanan
secara terus-menerus dan melalui proses adaptasi yang terdiri dari tiga fase
sebagai berikut (Kementerian Kesehatan, 2011):
Proses Adaptasi Tubuh terhadap Kehadiran #Faktor Psikososial

Fase 1 :#Reaksi Kewaspadaan


Tubuh mulai mengenali paparan sebagai ancaman. Pada fase ini akan terjadi
peningkatan produksi berbagai macam hormon seperti hormon adrenalin dan hormon
kortison. Selain itu, terjadi perubahan koordinasi dalam sistem saraf pusat dan
seluruh sistem berubah siaga dalam waktu cepat sehingga mengakibatkan tubuh
berkeringat dingin, jantung berdebar-debar, serta darah mengalir cepat

Fase 2: reaksi perlawanan


Tubuh akan berupaya melawan pajanan yang ada. Jika paparan berlangsung lama secara
terus-menerus, tubuh tidak akan mampu mengatasinya karena keterbatasan kemampuan
dan waktu penyesuaian yang terbatas.

Fase 3: #reaksi kehabisan tenaga


Mekanisme pertahanan tubuh berangsur menurun dan terjadi kelelahan sehingga muncul
gangguan fisik.

Gangguan Kesehatan Akibat Dampak Negatif dari #Faktor Psikososial

Berbagai macam gangguan kesehatan akibat dampak negatif dari faktor psikososial
berpotensi dirasakan oleh para pekerja di tempat kerja. Kementerian Kesehatan
(2011) menyebutkan setidaknya ada enam masalah kesehatan sebagai akibat dari
faktor psikososial di tempat kerja, antara lain:
Stres Akibat Kerja
Burn Out
Penyalahgunaan Napza dan Alkohol
Depresi
Anxietas
Gangguan Somatoform

Daftar kuisioner psikososial


04
You can enter a subtitle here if you need it

Pencegahan Dampak Negatif dari Faktor Psikososial


Pencegahan Dampak Negatif dari Faktor Psikososial

Pencegahan Primer
Pencegahan Sekunder
Pencegahan primer ditujukan bagi kelompok atau populasi yang bukan termasuk ke
dalam kelompok berisiko. Pencegahan ini berfungsi untuk mengurangi risiko gangguan
psikiatrik yang dilakukan dengan cara promosi atau edukasi mengenai suatu bahaya
kesehatan terkait jenis pekerjaan yang dilakukan. Misalnya melakukan penyuluhan
terkait dampak negatif dari faktor psikososial.
Pencegahan sekunder dilakukan ketika pekerja sudah dicurigai mengalami penyakit
namun belum sampai parah atau fatal. Pencegahan ini bertujuan untuk mengurangi lama
penyakit dan mempercepat proses penyembuhannya. Sebagai contohnya adalah edukasi
terhadap kelompok perokok mengenai bahaya kesehatan akibat rokok.

Pencegahan tersier ditujukan kepadakelompok yang telah mengalami gangguan stres


akibat kerja atau gangguan kesehatan lain terkait psikososial yang diupayakan untuk
dipulihkan kesehatannya. Pencegahan ini meliputi konseling, pengobatan klinis, dan
rehabilitasi mental.
Pencegahan Tersier

Cara pencegahan secara umum dapat dilakukan dengan (Kementerian


Kesehatan, 2011):

menerapkan desain yang ergonomis, pengendalian kognitif (konseling, psikoterapi),


kegiatan relaksasi (olahraga, rekreasi), kegiatan sosial, peningkatan gairah kerja
(lingkungan yang harmonis, upah yang memadai, lingkungan yang nyaman), metode
penanganan terhadap stres (relaksasi,menghindari rokok, berfikir positif,
pemeriksaan kesehatan)
1. Menghilangkan stresor kerja

2. Pelayanan promotif
KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang masalah psikososial dan kesehatan
jiwa melalui berbagai macam media kesehatan seperti poster, leaflet, penyuluhan,
dan media audiovisual.
Penyuluhan mengenai kebiasaan buruk seperti penyalahgunaan napza, merokok, serta
mengkonsumsi alkohol.
Membiasakan olahraga, meluangkan waktu rekreasi, serta memperbanyak kegiatan
keagamaan.
Berdasarkan faktor-faktornya, psikososial dapat ditanggulangi dengan cara sebagai
berikut :

1) Tuntutan ditempat kerja


salah satu kasus di Jepang diketahui bahwa terdapat beberapa pekerja yang
menghabiskan waktu bekerja lebih dari 60 jam selama seminggu, lembur yang
berlebihan dengan waktu kerja lebih dari 50 jam setiap bulan, serta bekerja pada
saat liburan dengan waktu lebih dari setengah dari liburan tetap mereka (Uehata,
1991). Sedangkan waktu maksimal yang diperkenankan untuk bekerja selama satu hari
adalah 8 jam atau 40 jam selama seminggu (UU No. 13 Tahun 2003). Tuntutan kerja
yang sedemikian rupa dapat dicegah dengan cara menyesuaikan antara kapasitas kerja
karyawan dengan beban kerja yang dikerjakan. Penyesuaian ini dapat mengacu pada
standar nasional maupun internasional yang ada. Sehingga apabila ditemukan tuntutan
kerja berlebih dapat dikurangi sesuai dengan kemampuan yang seharusnya.

2) Organisasi kerja dan konten pekerjaan


Untuk mengatasi kemungkinan kebijakan atau otoritas yang buruk di tempat kerja,
pekerja dapat melakukan advokasi kepada pemimpin perusahaan untuk menyuarakan
aspirasi mereka (Wiryawan, 2015).
Advokasi bisa dilakukan dengan cara aksi, namun dalam batas yang tidak anarkis.
Dengan adanya advokasi ini, diharapkan terdapat perubahan kebijakan baru dari pihak
organisasi yang sesuai dengan harapan para pekerja.

3) Hubungan interpersonal dan kepemimpinan


Salah satu cara agar hubungan interpersonal dengan pihak manajemen dapat selalu
terjaga adalah dengan pemberian reward terhadap karyawan. Pemberian reward yang
dilakukan sebagaimana mestinya dapat membentuk rasa percaya diri, penghargaan diri,
pengendalian diri,
optimisme, dan rasa memiliki (Geller, 2001). Selain itu, gaya kepemimpinan seorang
pemimpin juga turut berpengaruh terhadap hubungan interpersonal yang diciptakan

Kepercayaan dan komitmen seorang pekerja sering kali terlihat dari kinerja yang
dilakukan sehari-hari. Dari penelitian Reza(2010) diketahui bahwa gaya kepemimpinan
dan motivasi kerja mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Untuk
mewujudkan kepercayaan tinggi dari pekerja, perlu diterapkan gaya kepemimpinan yang
adil dan merakyat. Artinya seorang pemimpin perusahaan harus bisa mendengarkan
aspirasi karyawannya. Sedangkan peningkatan motivasi kerja salah satunya adalah
dengan pemberian reward sesuai dengan hasil kerja yang dilakukan (Geller, 2001)
5) Nilai-nilai di level tempat kerja

Terciptanya dukungan sosial di tempat kerja salah satunya dapat dipengaruhi oleh
peran manajemen. Manajemen secara tidak langsung dapat menciptakan sebuah kondisi
yang bisa membuat para pekerja merasa saling membutuhkan dan menjaga (Anwar, 2015).
Sedangkan tuntutan kerja dapat diatasi dengan cara menyesuaikan antara kapasitas
kerja dengan beban kerja yang dibebankan terhadap pekerja
6) Kesehatan dan kesejahteraan

Kepribadian berhubungan dengan keyakinan dan pengendalian diri ketika bekerja. Agar
menumbuhkan kepribadian yang positif dibutuhkan motivasi yang baik dari pihak
manajemen. Dari sebuah penelitian diketahui bahwa komitmen organisasi dan
lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap keyakinan diri (self-efficacy)
(Damarstuti, Djastuti, dan Yuniawan, 2010). Oleh karena itu, peran manajemen sangat
penting dalam memberikan motivasi kerja terhadap karyawan sebagai langkah awal
dalam meningkatkan keyakinan diri mereka.
7) Kepribadian

TERIMA KASIH
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai