Anda di halaman 1dari 7

TERAPAN PSIKOLOGI DI BIDANG KESEHATAN

Ketika kita membicarakan masalah kesehatan, biasanya hanya dikaitkan dengan


kesehatan fisik. Pengertian sehat hanya diartikan tidak adanya sakit fisik yang diderita oleh
seseorang. Namun demikian pandangan tentang sehat yang hanya ditinjau dari segi medis
saja pada saat inisuadah mulai banyak ditinggalkan. Kebanyakan ahli juga mulai menaruh
perhatian pada faktor lain yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang sehingga
muncullah pendekatan biopsikososial. Bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi
kesehatan seseorang, dan itu bisa berasal dari faktor-faktor biologis, psikologis maupun
faktor sosial lainnya. Sehingga pengertian sehat dan sakitpun tidak hanya sebatas tidak
adanya penyakit fisik yang diderita seseorang melainkan sehat diartikan secara lebih luas
meliputi sehat secara fisik, psikologis, sosial bahkan spiritual. (Ewless & Simnett, 1994)
Kajian-kajian terhadap bidang kesehatan tidak hanya dilakukan bidang ilmu medis
saja, tetapi Psikologi pun mulai menaruh perhatian besar terhadap bidang kesehatan. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa telah terjadi pergeseran penyebab munculnya penyakit
fisik, tidak hanya disebabkan oleh infeksi virus maupun penyebab organik lainnya, tetapi
status sehat dan sakit pada invividu ternyata juga berkaitan dengan pola perilaku (gaya
hidupnya). Pola perilaku atau gaya hidup ini tidak dapat dilepaskan dari faktor psikologis
yang ada pada individu. Dan kajian mengenai bagaimana faktor-faktor psikologis ini
mempengaruhi munculnya penyakit, pencegahan, maupun treatment terhadap penyakit ini
dilakukan oleh Psikologi Kesehatan (Baron & Byrne, 1997).
Pada bagian ini ada beberapa hal yang akan didiskusikan, yaitu: bagaimana
menanggapi informasi-informasi yang terkait dengan kesehatan, dampak emosional dan
fisiologis dari stres, serta cara-cara aktif mengatasi stress.

a. Menghadapi informasi yang terkait dengan kesehatan.


Dalam kesehariannya kita sering membaca, melihat, ataupun mendengar informasi-
informasi yang berhubungan dengan kesehatan di berbagai media dan di berbagai tempat.
Misal “tanggap flu burung, tangan kita pencegah flu burung”, ‘basmi nyamuk demam
berdarah dengan 3M’ atau pesan yang tertulis dalam label kemasan rokok bahwa “peringatan
pemerintah: merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan
kehamilan dan janin“ . Informasi-informasi ini dapat menjadi acuan bagi kita untuk
berperilaku yang menguntungkan bagi kesehatan. Namun demikian meskipun banyak orang
menerima informasi-informasi itu bukan berarti perilaku mereka akan berubah sejalan dengan
informasi yang mereka terima.
Pemahaman kita terhadap upaya-upaya pencegahan penyakit misalnya akan
ditentukan oleh bagaimana kita memproses informasi-informasi yang berhubungan dengan
kesehatan itu. Pada umumnya ada dua hambatan yang sering terjadi, yaitu berkaitan dengan
pemahaman kita terhadap informasi itu dan sumber informasi. Banyak informasi tentang
kesehatan yang diekspos di berbagai media, hanya saja karena kurangnya pengertian dan
pengetahuan, kadang-kadang informasi itu diabaikan begitu saja. Di samping itu informasi
yang berasal dari orang yang menarik atau dari orang yang ahli di bidangnya ( misal dokter)
biasanya akan lebih diperhatikan daripada informasi yang datang bukan dari ahlinya.
Faktor lain yang juga berpengaruh pada penerimaan informasi kesehatan adalah cara
penyampaian pesan. Menurut Baron, (1994) pesan yang disampaikan dalam bingkai positif,
dengan menyatakan bahwa perubahan perilaku akan membawa keuntungan merupakan
strategi yang efektif untuk memotivasi perilaku preventif. Sebaliknya pesan yang
disampaikan dalam bingkai negatif yaitu menekankan pada kerugian akibat kegagalan dalam
bertindak, akan mendorong seseorang melakukan tindakan pendeteksian penyakit (Rothman
dkk, 1999). Perbedaan ini ditunjukkan oleh penelitian terhadap pesan-pesan kesehatan gigi.
Pesan yang disampaikan dalam bingkai positif: “Mereka yang telah menggunakan pembersih
mulut setiap hari berarti telah melakukan cara yang aman dan efektif untuk mengurangi
akumulasi karang gigi” – meningkatkan minat untuk menggunakan pembersih mulut
pembasmi karang gigi. Sebaliknya pesan yang disampaikan dalam bingkai negatif: “Lalai
menggunakan pembersih mulut sebelum menggosok gigi akan membatasi kemampuan anda
untuk mendeteksi daerah yang penuh dengan karang gigi”- meningkatkan minat untuk
menggunakan pembersih mulut pendeteksi karang gigi.
Belief dan ekspektasi juga mempengaruhi kemungkinan seseorang terlibat dalam
perilaku yang terkait dengan kesehatan. Misal melakukan sendiri pemeriksaan pemeriksaan
payudara dalam rangka deteksi awal penyakit kanker payudara. Hasil penelitian
mengindikasikan dua penyebab utama perempuan melakukan pemeriksaan sendiri adalah: (1)
adanya keyakinan bahwa seseorang mampu melakukan sendiri pemeriksaan tersebut, dan (2)
merasa rentan terhadap kanker payudara (Ashton dkk, dalam Baron & Byrne, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut keyakinan akan kemampuan dapat ditingkatkan dengan
cara perawat melakukan interaksi satu-persatu dengan pasien saat mengajarkan prosedur
pemeriksaan payudara. Adapun peningkatan perasaan rentan terhadap kanker payudara dapat
dilakukan dengan cara memberikan informasi pada pasien mengenai factor-faktor yang dapat
meningkatkan kecenderungan berkembangnya kanker payudara.
Hal lain yang membuat orang-orang mengabaikan pesan-pesan kesehatan adalah
adanya optimisme yang tidak realistis atau optimisme yang bias, yaitu adanya keyakinan
bahwa hal-hal buruk (missal sakit) tidak akan dialami oeh seseorang. Adanya optimisme
yang tidak realistis membuat seseorang bebas melakukan aktivitas termasuk yang sebenarnya
berisiko begi kesehatan atau keselamatannya.

b. Dampak Emosional dan Fisiologis dari Stress


Stres adalah peristiwa fisik maupun psikologis yang dipersepsikan sebagai ancaman
potensial terhadap kesehatan fisik maupun emosional. Sedangkan coping mengacu pada cara
seseorang untuk mengatasi dan menghadapi ancaman-ancaman dan konsekuensi emosional
dari ancaman-ancaman tersebut. Terdapat berbagai macam sumber stress yang tidak selalu
sama pada setiap orang.
Mahasiswa mengalami stress karena faktor-faktor seperti: nilai pelajaran rendah, naik-
turunnya hubungan romantis dan seksual, tinggal di lingkungan baru. Dalam lingkungan
kerja stres dapat bersumber pada hubungan interpersonal yang buruk, pekerjaan yang terlalu
banyak atau hilangnya pekerjaan. Masalah sehari-hari seperti percekcokan rumah tangga,
situasi tempat tinggal yang sesak, bunyi gaduh yang berlebihan, menjadi korban bencana
alam seperti gempa bumi, banjir, atau perang juga dapat menjadi sumber stress.
Apun sumbernya efek kumulatif stress akan meningkatkan risiko timbulnya penyakit
fisik baik secara langsung maupun tidak langsung. Efek tidak langsung muncul ketika emosi-
emosi negative sebagai akibat stress mengganggu perilaku yang terkait dengan kesehatan
seperti melakukan program makan seimbang atau memeriksakan diri ke dokter secara teratur.
Sedangkan efek langsung dari stress dapat memperlambat proses penyembuhan luka,
berdampak negative terhadap system endokrin, dan mengganggu fungsi system kekebalan
tubuh.
Hubungan antara stress, reaksi tingkah laku dan emosional serta system kekebalan
tubuh menjadi kajian utama bidang psikoneuroimunologi. Salah satu contoh penelitiannya
berfokus pada fakta bahwa mahasiswa mengalami peningkatan dalam infeksi saluran
pernafasan atas menjelang masa-masa ujian. Mekanisme yang mendasari hubungan ini diteliti
oleh Jemmot & Magloire (1988) dengan menunjukkan bahwa pada saat mahasiswa
menghadapi ujian (berada dalam kondisi stres) sekresi imunoglobulin A yang befungsi
sebagai pelindung tubuh dari infeksi berkurang, sehingga orang cenderung menjadi mudah
sakit. Setelah ujian berakhir ternyata sekresi imunoglobulin A tersebut menjadi normal
kembali.

Efek stress terhadap sakit fisik dapat digambarkan sebagai berikut:

Stres

Efek tidak langsung Efek tdk langsung pd


pada perilaku terkait perilaku terkait dengan
dengan kesehatan: kebugaran:
Berkurangnya perilaku Meningkatnya konsumsi
preventif yang layak. rokok dan alcohol
Menunda usaha men- Memilih makanan yg
cari perawatan medis. kurang bergizi
Menghindari perawatan Kurang tidur
medis apapun

Efek langsung secara


fisiologis:
Meningkatnya jumlah
lemak dlm sel-sel
tubuh.
Tekanan darah
meningkat.
Kekebalan menurun
thd infeksi oleh bakteri
dan virus

Penyakit

Reaksi seseorang terhadap stres bermacam-macam, dan hal ini dipengaruhi oleh:
1) disease-prone personality X self healing personality
Disease-prone personality atau pribadi yang rentan terkena penyakit adalah suatu
kepribadian yang ditandai dengan reaksi-reaksi emosional negative terhadap stress,
strategi coping yang tidak efektif serta pola-pola perilaku yang tidak sehat. Kepribadian
ini erkorelasi dengan kemungkinan yang lebih tinggi untuk timbulnya penyakit dan
rentang kehidupan ynag lebih singkat.
Individu dengan tipe kepribadian ini biasanya mempunyai karakteristik: neurotis,
maladjusment, pesimis, self esteem rendah, dan external locus of control.
Adapun self healing personality atau pribadi yang cenderung mampu menyembuhkan
diri sendiri adalah suatu kepribadian yangditandai dengan strategi coping yang efektif.
Indiavidu dengan tipe ini adalah mereka yang penuh semangat, responsive terhadap
orang lain, dan berpikir positif tentang kehidupan. Karakteristik individu yang termasuk
dalam kategori ini adalah: hardy, ekstravert, optimis dan internal locus of control.
2) Kemampuan untuk mengontrol situasi-situasi di luar dirinya. Jika situasi yang penuh stres
dapat dikontrol maka akan menimbulkan efek positif, sebaliknya jika situasi di luar
dirinya tidak dapat dikendalikan maka akan menimbulkan depresi sehingga menimbulkan
rasa sakit.
3) Self efficacy. Self efficacy tinggi akan dapat meningkatkan ketahanan fisik, karena tubuh
akan memproduksi endogenous opioid yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit.
4) Pola perilaku tipe A. Pola perilaku ini secara disposisional berhubungan dengan agresi,
mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan sedikit
memproduksi HDL.

c. Cara-cara aktif menghadapi stres.


Ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menghadapi stres, di antaranya:
1) meningkatkan kebugaran fisik. Cara ini merupakan cara yang sederhana untuk
mencegah timbulnya stres. Hal ini dapat dilakukan dengan cara berolah raga secara
teratur, diet yang sehat, tidur/istirahat secara cukup dan teratur.
2) menciptakan afeksi positif. Stres menimbulkan afeksi negatif yang akan dapat
menurunkan fungsi sistem kekebalan tubuh. Sebaliknya afeksi positif akan
mempunyai dampak yang lebih menguntungkan, seperti mengarahkan pada respon
yang adaptif, meningkatkan fungsi sistem kekebalan, sehingga juga dapat
mempercepat proses penyembuhan pada penderita sakit. Afeksi positif ini dapat
diciptakan dengan berbagai cara misal dengan musik yang menyenangkan, kegiatan
seni seperti melukis, relaksasi, bahkan menolong orang lain pun dapat menumbuhkan
afeksi positif.
3) Mencari dukungan sosial. Dukungan social adalah kenyamanan baik secara fisik
maupun psikologis yang diberikan oleh teman maupun keluarga. Pentingnya
dukungan social bagi individu pada saat mengalami stress:
 sumber rasa nyaman
 mengurangi perasaan negatif
 membantu menghadapi atau menghalau penyakit
 memungkinkan orang yang sakit sembuh dengan lebih cepat
Mengapa dukungan sosial memiliki efek tersebut? Bersama-sama dengan orang lain
(bahkan binatang piaraan) dapat mengurangi kecemasan (EFC), di samping teman dan
keluarga mungkin dapat membantu memecahkan masalah (PFC). Kedua macam
dukungan ini mempunyai efek positif terhadap aliran darah, kelenjar endokrin, dan
system kekebalan.
Hal lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi stress adalah dengan menuliskan
perasaan-perasaannya dalam bentuk cerita yang mengaitkan antara pengalaman
dengan respon-responnya. Hal ini akan membuat orang merasa lebih baik,
meningkatkan fungsi ingatan, memberikan efek positif secara fisiologis.
4) strategi coping
Coping teradap stress adalah suatu proses yang terdiri dari dua tingkat, yaitu coping
yang berpusat pada emosi yaitu usaha untuk mengurangi respon-respon emosional
negative yang muncul akibat dari suatu ancaman dan untuk meningkatkan afeksi
positif. Pada tingkat kedua adalah coping yang bepusat pada masalah yang melibatkan
usaha untuk mengatasi ancaman itu sendiri, dan untuk memperoleh control terhadap
situasi.
Pada tingkat pertama dapat dilakukan dengan: mencoba merasakan perasaan-
perasaan positif, menyenangkan, dan dengan berpikir optimis atas peristiwa-peristiwa
buruk, melakukan pekerjaan yang menyenangkan, mencari rasa aman dalam agama
dan spiritualitas.
Pada tingkat kedua,coping yang berhasil adalah yang melibatkan pengendalian
control (regulatory control) yaitu proses-proses yang memungkinkan individu
mengarahkan aktivitasnya di berbagai waktu dan situasi. Pengendalian control
meliputi: berpegang pada belief positif, menerapkan tingkah laku konstruktif,
melepaskan kesenangan sesaat untuk memperoleh kepuasan jangka panjang, dan
mempunyai ekspektasi positif terhadap masa depan.
Reaksi terhadap stress digambarkan sebagai berikut:
Tingkat 1: reaksi awal terhadap stres

Ancaman fisik Emosi-emosi Perilaku coping


atau psikologis negative yang berpusat pd
yg dipersepsikan tergugah emosi
Emosi-emosi
negative
bekurang

Tingkat 2: reaksi lanjutan terhadap stress

Ancaman fisik Emosi-emosi Perilaku coping


atau psikologis negative yg berpusat pada
yg dipersepsikan tergugah masalah

Emosi-emosi
negative berkurang
dan ancaman
berkurang

Terjadi ketika individu


memutuskan bhw ancaman
dpt dikurangi krn ia merasa
mampu mengatasinya dan
dapat mengontrol situasi

Anda mungkin juga menyukai