Anda di halaman 1dari 16

TUGAS FT WELLNESS

PENGAMPU : WIJIANTO, SST.FT., M.OR.

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Fisioterapi Wellness

Disusun oleh :
FAJRINA AYU CANDRA
J120191085

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI TRANSFER


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
A. Definisi Wellness
Wellnes adalah integrasi aktifitas fungsional yang berorientasi pada
memaksimalkan potensi kemampuan individu dalam lingkungannya. Tiap individu
diharapkan mampu dalam hal: mengatur pola hidup, skala prioritas, dibutuhkan
pengembangan diri & kemampuan dalam pekerjaannya, mampu berinteraksi sosial.
Untuk mencapai kesehatan atau prilaku hidup sehat ada tujuh komponen yang
saling terkait dan ketergantungan yang harus dimiliki oleh setiap individu yaitu:
sosial wellness, phyisical wellness, emosional wellness, career wellness, intelektual
wellness, enviromental wellness, spritual wellness. Pola hidup sehat adalah suatu
gaya hidup yang memperhatikan faktor-faktor penentu kesehatan, antara lain
makanan, olahraga, tidak mengkonsumsi alkohol (Nurlizan, 2015).
Wellness didefinisikan sebagai suatu proses yang panjang untuk mendapatkan
kehidupan yang baik; berfikir positif, keadaan fisikal yang optimum, psikologikal,
dan fungsi sosial: mengontrol dan meminimalisasi faktor eksternal dan internal
berupa penyakit ataupun kondisi kesehatan yang buruk (Rahayu, 2017).
Terhitung banyaknya definsi wellness. Halbert Dunn yang dianggap sebagai
bapak pendiri wellness mendefinisikan wellnes adalah metode fungsi yang terpadu
yang berorientasi dengan memaksimalkan potensi pekerjaan seseorang, dalam
lingkungan tempat mereka (Fair, 2011).
Don Ardell yang menulis buku tentang wellness pertama berjudul High Level
Wellness, memberikan beberapa definisi tentang wellness. Pada 1985, ia
menyatakan bahwa wellness adalah "keadaan dinamis atau selalu berubah-ubah dan
berfluktuasi". Pada 1986, Ardell menambahkan bahwa wellness "memberi
perhatian kepada diri sendiri secara fisik, menggunakan pikiran secara konstruktif,
menyalurkan energi stres secara positif, menyatakan emosi secara efektif, terlibat
secara kreatif dengan orang lain, dan tetap berhubungan dengan lingkungan" (Fair,
2011).
American Physical Therapy Association (APTA), dalam bukunya yang
berjudul Guide to Physical Therapist Practice mendefinisikan wellness sebagai
"konsep-konsep yang merangkul perilaku kesehatan positif yang mempromosikan
keadaan fisik dan keseimbangan mental" (Fair, 2011).
Menurut Rahayu (2017) berikut ini keuntungan menerapkan wellness pada
kehidupan :
 Meningkatkan energi, produktivitas kerja dan sekolah.
 Mengurangi ketidakhadiran kerja dan sekolah.
 Mempersingkat waktu istirahat setelah sakit atau mengalami kecederaan.
 Terpenuhinya keperluan nutrisi tubuh dengan tepat.
 Meningkatkan kesedaran akan keperluan individu dan jalan untuk
memenuhinya.
 Memperluas dan meningkatkan kemampuan intelektual.
 Meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi dengan yang lain dan
bersikap tegas dibandingkan bersikap agresif ataupun pasif.
 Meningkatkan sikap hidup yang menganggap kesusahan sebagai tantangan dan
kesempatan dibandingkan ancaman.
 Meningkatkan kemampuan untuk mengatasi stress dan depresi
 Meningkatakan sistema kardiorespiratori.
 Meningkatkan masa otot, kekuatan, fleksibiliti, dan daya tahan.
 Meningkatkan penampilan fisikal.
 Membantu mencegah atau memperlambat serangan awal dari beberapa macam
penyakit kronis.
 Meningkatkan dan mengatur fungsi alat-alat tubuh secara keseluruhan.
 Meningkatkan kepercayaan diri.
 Memperlambat proses penuaan.
 Meningkatkan kesadaran sosial dan kemampuan untuk meraih seauatu benda,
saling pengertian, dan peduli pada sesama.
Pada zaman sekarang seseorang dianjurkan untuk berpartisipasi aktif dalam
menjaga kesehatan diri sendiri, dengan cara melakukan latihan untuk mencegah
risiko yang mengancam wellness (keadaan yang mengancam wellness dan
meningkatkan kesempatan berkembangnya penyakit), membentuk gaya hidup sehat
untuk meningkatkan kesehatan, melakukan pelayanan sebagai partner dengan
penyedia kesehatan dalam melakukan pengambilan keputusan mengenai penjagaan
kesehatan (Rahayu, 2017).
Untuk mendapatkan wellness yang tinggi dan efektif diperlukan
keseimbangan dan pemeliharaan terhadap beberapa komponen yaitu : sosial
wellness, physical wellness, emosional wellness, career wellness, intelektual
wellness, enviromental wellness, spritual wellness. Pada kesempatan kali ini akan
di paparkan mengenai emosional wellness (Rahayu, 2017).

B. Emosional Wellness
Emosional wellness adalah kemampuan untuk mengawal stress dan
mengekspresikan emosi secara tepat. Emotional wellness juga kemampuan
mengenali dan menerima perasaan dan tidak mengalah pada penderitaan dan
kegagalan. Banyak kajian mengenai hubungan antara wellness dan kesehatan
mental, contohnya, emosi yang kuat di temukan dapat menyebabkan risiko
serangan jantung. Banyak masalah bersumber dari tekanan emosional. Stress ini
mengganggu keseimbangan hormon, keadaan ini boleh menggerakkan kepada
pelbagai masalah kesehatan (Rahayu, 2017).
Emosional wellness (emotional well being) adalah keadaan emosional yang
meliputi kebahagiaan dan kepuasan hidup serta keseimbangan antara afek positif
dan negatif, dan kebahagiaan yang dirasakan individu dalam kehidupannya. Data
diperoleh melalui skala emotional well being yang disusun berdasarkan aspek-
aspek kesejahteraan yaitu afek positif, afek negatif, dan keseimbangan afek, serta
kepuasan hidup, kebahagiaan, dan domain kepuasan (Damayanti, 2014).
Dimensi wellness berbicara tentang kemampuan seseorang untuk mengatasi
situasi sehari-hari dan mengatasi perasaan pribadi dalam cara yang positif, optimis,
dan konstruktif. Dalam hal ini, situasi sehari-hari yang dapat menimbulkan tekanan
pada seseorang dapat dilihat pada proses kehidupan sehari-hari. Seseorang yang
memiliki derajat emotional atau mental wellness yang tinggi akan merasa senang
dalam menjalani kehidupannya, sedangkan seseorang yang memiliki derajat
emotional atau mental wellness yang rendah akan memiliki pandangan mental dan
emosional yang negatif seperti murung dan sedih setiap harinya. (Pertiwi, 2016)
Emosional wellness merupakan satu aspek penting dari mental wellness yang
telah didefinisikan sebagai self esteem (Adams et al., 1997). Self esteem yang
berarti harga diri adalah bagaimana cara kita merasakan diri kita sendiri. Dua jenis
harga diri adalah situasional dan karakteristik. Harga diri situasional adalah ketika
seseorang memiliki pendapat positif atau negatif tentang dirinya dan
kemampuannya di bidang tertentu. Misalnya, orang mungkin merasa rendah diri
sewaktu berolahraga tetapi sangat rendah diri dalam pelajaran. Rendah diri
karakteristik adalah ketika seseorang memiliki harga diri global yang rendah atau
tinggi (Fair, 2011).
Adams et al (1997) berpendapat bahwa harga diri merupakan salah satu
prediktor kesejahteraan umum yang paling kuat. Untuk mendukung pernyataan itu,
mereka mengutip riset yang mendukung pengaruh wellness terhadap kesehatan
lansia, penderita artritis, dan penderita kanker. Menurut Diener (2004) dan Diener,
Lucas, & Schimmack (2008), kesejahteraan seseorang berhubungan dengan
bagaimana dan mengapa orang mengalami kehidupan mereka dalam cara-cara yang
positif, termasuk penilaian kognitif, reaksi emosi, kebahagiaan, pengaruh positif,
dan kepuasan hidup (Fair, 2011).
Emotional wellness atau bisa kita sebut kesehatan mental mengacu pada
kesejahteraan kognitif dan/atau emosional. Lebih konkret, merujuk pada bagaimana
seseorang berpikir, merasakan dan berperilaku. Kesehatan mental dapat
memengaruhi kehidupan sehari-hari, hubungan, dan kemampuan untuk menikmati
hidup dan bahkan kesehatan fisik. Kesehatan mental melibatkan keseimbangan di
antaranya aktivitas kehidupan dan upaya untuk mencapai ketahanan. Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan mental adalah „keadaan
kesejahteraan di mana individu menyadari dirinya memiliki kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan normal kehidupan, dapat bekerja secara produktif, dan
mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya'. Kesehatan mental yang
lebih konkret termasuk berbagai komponen kehidupan; misalnya dalam hal
hubungan, memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan memiliki teman
yang mendukung, dengan kemampuan untuk berbicara tentang perasaan (Probst,
2017).
Untuk waktu senggang tentang memiliki hobi, melakukan latihan secara
teratur dan memiliki liburan. Selain itu, penting untuk mengikuti gaya hidup sehat
yang meliputi, memiliki kebiasaan makan yang sehat, tidak merokok atau minum
dan tidak minum obat yang diresepkan dan paling tidak mampu mencapai beberapa
tujuan dalam hidup (Probst, 2017).

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Emotional Wellness


Dimensi emotional wellness di atas dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya faktor hereditas, sistem pelayanan kesehatan, lingkungan, dan gaya
hidup sehat. Faktor lingkungan terdiri dari beberapa, yakni lingkungan fisik,
lingkungan, sosial, lingkungan spiritual, dan lingkungan intelektual. Sedangkan
faktor gaya hidup sehat dapat dilihat dari mengatur pola makan, melakukan
olahraga rutin, memperhatikan jam tidur, tidak merokok ataupun meminum
minuman keras, mengelolah stress, mengatur waktu dengan efektif, memperhatikan
perawatan diri (self care), mengadopsi kebiasaan good safety (Pertiwi, 2016).
1. Hereditas
Seseorang yang memiliki gangguan hereditas, misalnya penyakit jantung
bawaan akan mempengaruhi aktivitasnya. Hal ini dapat menghambat mahasiswa
dalam proses aktivitas kehidupan sehari-hari apabila penyakit tersebut kambuh
sewaktu-waktu. Meskipun demikian, seseorang yang memiliki penyakit bawaan
tetapi memiliki pandangan yang positif akan hidupnya akan lebih well (sehat)
daripada seseorang yang sehat (tidak memiliki gangguan hereditas) namun tidak
memiliki pandangan yang positif akan hidupnya.
2. Sistem pelayanan kesehatan
Rutinitas yang padat membuat seseorang untuk lebih aktif dalam mencari
informasi kesehatan agar dapat menjaga kondisi kesehatannya. Pelayanan
kesehatan yang tersedia di sekitar lingkungan juga turut berpartisipasi dalam
meningkatkan kesehatan. Salah satu contohnya dapat dilihat dalam pemanfaatan
asuransi kesehatan yang dimiliki. Seseorang yang memanfaatkan asuransi
kesehatan yang dimiliki dapat membantu menjaga kondisi kesehatannya dalam
menghadapi tuntutan pekerjaan yang seringkali menyerang kondisi fisik. Namun
demikian, usaha seseorang dalam memperhatikan kesehatannya juga menjadi
suatu poin yang penting.
3. Lingkungan tempat tinggal
Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan sosial,
lingkungan spiritual, dan lingkungan intelektual. Sesorang dapat mengontrol
lingkungan tempat tinggalnya. Dalam hal ini kita dapat memilih lingkungan
yang sesuai dengan keadaannya dan memelihara hubungan dengan lingkungan
sekitarnya. Dengan kata lain, seseorang dapat memilih lingkungan yang sehat
daripada terlibat dalam lingkungan yang tidak sehat.
4. Gaya hidup sehat
Gaya hidup sehat dapat diterapkan yaitu dengan cara mengatur pola
makan, melakukan olahraga rutin, memperhatikan jam tidur, tidak merokok
ataupun meminum minuman keras, mengelolah stress, mengatur waktu dengan
efektif, memerhatikan perawatan diri (self care) dan yang lainnya. Apabila
seseorang mampu membagi waktu, memperhatikan perawatan diri, dan
menerapkan gaya hidup sehat dalam kesehariannya, maka kemungkinan untuk
terserang penyakit atau mengalami stress karena tuntutan kehidupan sehari-hari
atau pekerjaan yang dijalani akan lebih kecil. Hal ini dapat meningkakan
wellness.

D. Kegiatan yang Dapat Meningkatkan Emotional Wellness


Menurut Annalaura (2017), emotional wellness sama pentingnya dengan
physical wellness dan pada kenyataannya, emotional wellness dapat berdampak
pada physical wellness juga. Berikut adalah lima kegiatan kesehatan sederhana
yang dapat dilakukan setiap hari untuk meningkatkan emotional wellness.
1. Gunakan aromaterapi. Menggunakan minyak esensial atau mengoleskannya di
kaki atau mandi dengan mereka untuk bersantai. Pelajari lebih lanjut tentang
minyak esensial untuk kesehatan emosional.
2. Meditasi. Meditasi bisa sangat kuat. Salah satu cara favorit untuk bermeditasi
adalah mendengarkan musik yang menenangkan atau klasik, tutup mata dan
duduk diam selama 5-15 menit.
3. Berjalan-jalan. Berjalan terutama di pegunungan atau keluar di alam bisa
sangat terapeutik dan bermanfaat bagi kesehatan emosional. Ditambah lagi itu
salah satu kegiatan kesehatan emosional yang baik untuk kesehatan fisik.
4. Jurnal harian. Menuliskan apa pun yang terlintas dalam pikiran. Juga
merupakan ide yang baik untuk menuliskan segala sesuatu yang telah
disyukuri, dan impian serta tujuan pada suatu kesempatan di samping apa pun
yang telah dilakukan dalam beberapa hari terakhir.
5. Relaksasi. Ini dapat mengambil banyak bentuk. Contohnya termasuk: mandi air
panas, berbaring di tempat tidur tanpa tertidur, pergi ke spa, duduk di bak
mandi air panas dan lain-lain.

E. Tanda Emotional Wellness yang Sehat


Menurut Brescia (2018), ada beberapa tanda emotional wellness yang sehat
yaitu :
1. Mampu mengekspresikan perasaan secara bebas dan mengelola emosi
2. Memiliki pandangan hidup yang umumnya optimis
3. Mengenali stres dan mengelola perasaan secara efektif
4. Menyukai diri sebagai pribadi dan bagaimana berinteraksi dengan orang lain
5. Mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman saat membutuhkannya
6. Menilai eksplorasi dan peningkatan diri

F. Strategi untuk Meningkatkan Emotional Wellness


Menurut Brescia (2018), ada beberapa strategi untuk meningkatkan emotional
wellness yaitu :
1. Sadar akan pikiran dan perasaan
2. Mengekspresikan perasaan secara efektif
3. Mengelola emosi dan reaksi
4. Tetap optimis dan memiliki pandangan hidup yang positif
5. Menggunakan strategi yang sehat yaitu. Meditasi, waktu untuk diri sendiri,
berjalan di alam, memeluk hewan peliharaan, dll.
6. Menggunakan strategi relaksasi dan perawatan diri
7. Belajar dan berkembang dari pengalaman
8. Lakukan yang terbaik untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
9. Mencari dukungan dari keluarga, teman, komunitas dan / atau professional
10. Berlatih self-talk positif
11. Berolahraga, makan dengan baik dan cukup tidur
12. Menghindari alkohol dan menghindari obat-obatan lain
13. Meminta bantuan ketika membutuhkannya
14. Menjadi bagian dari komunitas dapat meningkatkan kesehatan emosi

G. Masalah yang Sering Muncul pada Emosional Wellness


Masalah yang sering muncul pada emosional wellness berkaitan untuk
meningkatkan kesehatan mental dan dan stress serta depresi berat akan suatu
trauma ataupun karena orang disekitar atapun dilingkungan yang tidak nyaman dan
aman. Beberapa contoh ialah seperti gangguang mental dan yang beresiko serangan
jantung maka harus pandai mengatur keadaan ini. Skizofrenia merupakan suatu
penyakit jiwa berat dan sering kali berlangsung kronis dengan gejala utama berupa
gangguan proses pikir. “Pembicaraan sulit dimengerti, isi pikir yang tidak sesuai
realita (delusi atau waham), disertai gangguan persepsi panca indera yaitu
halusinasi, dan disertai tingkah laku yang aneh, seperti berbicara atau tertawa
sendiri” kata Ayu.
Gangguan jiwa ini kerap muncul di usia produktif yaitu 15-25 tahun,
sehingga perlu mengenali gejala, serta terapi sedini mungkin, agar dapat
meningkatkan probabilitas pemulihan sempurna (recovery). Konsep recovery saat
ini masih dianggap terlalu jauh. Padahal sangat diperlukan untuk kehidupan orang
dengan skizofrenia (ODS) dalam jangka panjang. Gejala psikotik awal skizofrenia
dapat menyebabkan ODS kesulitan berinteraksi serta menarik diri dari aktivitas
sehari-hari dan dunia luar. Hal ini tentunya akan mengganggu produktivitas dan
kapasitas bekerja serta bersosialisasi di masyarakat.
Saat ini diperkirakan sekitar 26 juta orang di seluruh dunia akan mengalami
Skizofrenia dalam hidup mereka. Meskipun angka tersebut terbilang tinggi, masih
banyak kasus yang diperkirakan tidak terdeteksi akibat kurangnya informasi yang
keliru atau kurangnya dukungan darin masyarakat. Akan tetapi sebenarnya di
dalam UU Kesehatan Jiwa tidak hanya mengatur perlindungan bagi masyarakat
dengan gangguan jiwa berat saja (skhizofrenia), tapi juga berupaya agar rakyat
Indonesia memiliki kesehatan jiwa yang optimal. Dan, bagi mereka yang rentan,
sebisa mungkin gangguan jiwa dicegah. Seperti dikatakan oleh WHO, sehat jiwa
adalah hidup sehat, mampu bersaing, serta menerima kelebihan dan kekurangan diri
serta orang lain.
Untuk orang yang beresiko terkena serangan jantung maka dianjurkan untuk
mengatur dan mengontrol emosi agar tidak berlebihan karena apabila berlebihan
maka akan terkena serangan jantung dan dapat mengakibatkan pingsan serta lebih
fatalnya ialah kematian bagi orang tersebut. Selain emosi yang harus di hindari dari
orang serangan jantung ialah depresi dan kelelahan fisik. Sejumlah penelitian telah
mengungkap hubungan antara penyakit jantung dan berbagai kondisi gangguan
kesehatan mental seperti depresi, kecemasan dan stres. Studi menunjukkan bahwa
orang yang didera stres berkepanjangan hingga berujung depresi, lebih tinggi
kemungkinannya mengindap penyakit jantung. Kelelahan yang umumnya dialami
pekerja sistem shift dapat membahayakan kesehatan jantung di kemudian hari.
Selain itu peran fisioterapi sangat penting dan dibutuhkan dalam emosional
wellness dan fisioterapi bekerja sama dengan tim medis lainnya untuk mendapatkan
hasil yang memuaskan. Peran fisioterapi disini ialah memberikan dan mengedukasi
olahraga yang diberikan agar individu tidak menjadi lebih strees dan emosi dan
fisik terjaga. Berolahraga, yaitu salah satu alternatif yang paling efektif sebab
berolahraga bermanfaat untuk fisik, psikis, maupun sosial. Di samping itu untuk
meningkatkan dan mempertahankan fisik tetap sehat. Perlu menghindari gaya hidup
yang kurang baik, supaya tidak mempengaruhi kesehatan, sehingga tubuh selalu
dalam keadaan sehat dan bugar. Kebiasaan memiliki pola hidup yang tidak baik dan
kurang melakukan aktifitas fisik dapat meningkatkan angka terjadinya penyakit
jantung koroner dua kali dibandingakan dengan orang yang aktif melakukan
aktifitas fisik. Tidak hanya penyakit jantung koroner kurang memperhatikan pola
hidup dan aktifitas fisik juga berakibat terhadap obesitas, diabetes melitus, kanker.
Hasil penelitian para ilmuan, aktifitas fisik berupa olah raga dapat meningkatkan
fisik yang sehat seseorang dikarenakan olah raga dapat meningkatkan daya tahan
tubuh sehingga jarang terkena penyakit.
Beberapa manfaat olah raga yaitu sebagai berikut.
1. Aktifitas olah raga dapat meningkatkan aliran darah ke otak
2. Olahraga dapat meningkatkan metabolisme sel-sel tubuh
3. Olahraga yang teratur dapat menjaga postur tubuh sehingga tidak terjadi
obesitas
Olah raga dalam jangka waktu yang lama dapat memberikan hasil:
1. Meningkatkan kekuatan otot dan ATP dan mitokondria
2. Meningkatkan volume denyut, penurunan frekuensi dan penebalan otot jantung
3. Peningkatan elestisitas vaskuler
4. Penigkatan jumlah total darah
5. Peningkatan jumlah kapsitas paru dan force exspirition volume (FEV)
6. Meningkatkan status pisikologis sehingga akan jarang mengalami stress

H. Fisioterapi pada Emotional Wellness


Fisioterapi dalam perawatan emotional wellnes adalah spesialisasi yang
diakui di dalam fisioterapi. Fisioterapi menawarkan beragam alat observasi dan
evaluasi juga serangkaian intervensi yang terkait dengan masalah kesehatan fisik
dan mental pasien berdasarkan literatur berbasis bukti dan sejarah 50 tahun.
Fisioterapi pada perawatan emotional wellness membahas pergerakan manusia,
fungsi, aktivitas fisik dan olahraga dalam pengaturan terapi individu dan kelompok.
Selain itu, menghubungkan fisik dan kebutuhan kesehatan mental manusia (Probst,
2017).
Emotional wellness adalah topik yang semakin diminati masyarakat. Berbagai
organisasi terlibat dalam pencegahan, perawatan dan rehabilitasi seseorang dengan
masalah dan gangguan emotional wellness. Sayangnya, fisioterapi tidak selalu
dianggap sebagai profesi yang signifikan dalam emotional wellness karena peran
dan nilai tambah yang ditawarkannya tidak jelas di antara pasien dan penyedia
layanan kesehatan lainnya. Namun, fisioterapi adalah profesi konvensional yang
diakui dalam perawatan kesehatan dan dapat menawarkan berbagai pilihan
pendekatan fisik (aktivitas fisik, exercise, gerakan, teknik relaksasi dan kesadaran
gerakan). Pendekatan ini ditujukan untuk menghilangkan gejala, peningkatan
kepercayaan diri dan peningkatan kualitas hidup. Selain itu, mereka relevan untuk
program rehabilitasi dalam perawatan emotional wellness (Probst, 2017).
Tidak semua fisioterapi menyadari bahwa emotional wellness adalah urusan
fisioterapi. Namun, diilustrasikan dengan baik dalam kutipan berikut: 'tidak ada
kesehatan tanpa emotional wellness'. Sebagai penyedia perawatan kesehatan,
fisioterapi juga terlibat dalam pencegahan dan promosi kesehatan, termasuk
emotional wellness. Merupakan tanggung jawab mereka untuk memberi tahu
individu secara memadai tentang emotional wellness, menghilangkan
kesalahpahaman tentang masalah pada emotional wellness dan merujuk kepada
para profesional khusus di dibidang kesehatan mental dan psikiatri (Probst, 2017).
Secara sadar atau tidak sadar, rekan kerja akan dihadapkan pada individu
dengan emotional wellness yang lemah, gangguan muskuloskeletal kronis, nyeri
kronis dan gangguan chosomatic. Selain kondisi ini, penyakit fisik yang lebih parah
seperti penyakit kardiovaskular, parkinson, rheumatoid arthritis, hipertensi, diabetes
mellitus, sindrom metabolik, asma, gangguan paru obstruktif (PPOK), penyakit
serebrovaskular (stroke), obesitas, epilepsi, kanker dan penyakit lainnya sering
disertai dengan 'rollercoaster' emosi, kecemasan dan rasa sakit. Bagaimanapun,
individu dengan gangguan emotional wellness memiliki banyak keluhan fisik
kesehatan (penyakit kardiovaskular, sindrom metabolik, obesitas, osteoporosis, dll.)
karena obat dan perilaku menetap atau tidak aktif. Singkatnya, fisioterapi
memberikan mereka treatment yang tepat dan memberikan tambahan dari sisi
emotional dari kondisi fisik mereka (Probst, 2017).
Fisioterapis dalam emotional wellness memberikan promosi kesehatan,
kesehatan preventif, perawatan dan rehabilitasi untuk individu, kelompok dan
pengaturan terapi dalam kelompok. Fisioterapi dalam emotional wellness bertujuan
untuk mengoptimalkan dan memberdayakan individu dengan mempromosikan
gerakan fungsional, kesadaran gerakan, aktivitas fisik dan latihan, menyatukan
aspek fisik dan mental. Ini didasarkan pada tersedia bukti klinis ilmiah dan terbaik.
Fisioterapis dalam emotional wellness berkontribusi tim multidisiplin dan
perawatan antar-profesional (Probst, 2017).
Fisioterapis yang bekerja di emotional wellness adalah terapis terlatih dengan
pengetahuan tentang emotional wellness, motivasi dan memiliki empati (aliansi
terapis-klien). Kualitas hubungan atau aliansi penting untuk hasil perawatan
fisioterapi. Intervensi membutuhkan perencanaan yang cermat dan sumber daya
yang cukup untuk melaksanakan program seperti yang direncanakan. Intervensi
disesuaikan sesuai dengan fungsi psikofisik individu kebutuhan dan keinginan.
Sumber pengetahuan fisioterapi paling maju pada emotional wellness adalah
kombinasi dari pengetahuan yang diturunkan secara ilmiah dan pengetahuan yang
diperoleh melalui pengalaman bertahun-tahun (praktik professional). Pendekatan
fisioterapi hemat biaya dan aman. Selain itu, tidak memiliki efek samping.
Melibatkan kesabaran dan memberikan keterampilan praktis dan wawasan untuk
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah penilaian observasional dan / atau
evaluasi, pendekatan fokus pada fungsional dan promosi kesehatan (Probst, 2017).

I. Ruang Lingkup Fisioterapi dalam Emotionl Wellness


Ruang lingkup fisioterapi bergantung pada masalah, kisah pasien, dan hasil
pengamatan/evaluasi, tujuan perawatan pasien yang akan ditetapkan, dan ahli
fisioterapi dapat memilih lebih banyak pendekatan yang berhubungan dengan
kesehatan atau fisioterapi psikoterapi (Probst, 2017).
1. Pendekatan kesehatan fisik
Pendekatan kesehatan fisik bertujuan untuk meningkatkan kesehatan fisik
global orang tersebut dengan masalah emotional wellness. Studi telah
menunjukkan bahwa orang-orang dengan masalah emotional wellness lebih
rentan terhadap ketidakaktifan dan berisiko gaya hidup yang tidak banyak
bergerak. Selain itu, penggunaan obat psikotorpika dapat menyebabkan
perkembangan sindrom metabolik, obesitas, osteoporosis dan penyakit
kardiovaskuler.
Praktek klinis telah menyoroti pentingnya aktivitas fisik untuk setiap
orang untuk mempengaruhi kualitas hidup. Tantangannya adalah memotivasi
orang untuk tetap aktif sepanjang kehidupan sehari-hari mereka. Orang yang
tidak terus berolahraga kehilangan kemandiriannya dan tidak memaksimalkan
potensi mereka dalam kehidupan. Adalah tugas fisioterapis untuk
mengintegrasikan dan menyesuaikan pedoman ini agar sesuai konteks
seseorang dengan masalah kesehatan mental.
2. Pendekatan terkait psikososial
Menekankan pada perolehan keterampilan mental dan fisik terkait
dengan 'tubuh yang bergerak' dan dukungan kemampuan orang untuk berfungsi
secara mandiri di masyarakat dan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk belajar, memperoleh dan melatih
kemampuan psikomotorik, sensomotor, persepsi, kognitif, sosial dan
emosional. Pendekatan psikofisiologis melibatkan penggunaan aktivitas fisik
untuk mempengaruhi masalah kesehatan mental seperti dalam pengobatan
depresi dan gangguan kecemasan.
3. Pendekatan terkait psikoterapi
Menggunakan tubuh dalam gerakan sebagai pintu gerbang untuk
memperbaiki fungsi afektif sosial seorang individu. Saat menggunakan
pendekatan ini, fisioterapi menciptakan pengaturan yang mendukung inisiasi
dan pengembangan proses pada pasien menggunakan metode kerja spesifik
yang bertujuan untuk membantu pasien mengakses mental mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Alvidrez, J., Snowden, L.R., Rao, S.M., & Boccellari, A. (2010). Psychoeducation to
address stigma in black adults referred for mental health treatment: A randomized
pilot study. Community Mental Health Journal, 45(2), 127–136
Alvidrez, J., Snowden, L.R., & Kaiser, D.M. (2010). Involving consumers in the
development of a psychoeducational booklet about stigma for black mental health
clients. Health Promotion Practice, 11(2), 249–258
Andalasari, R., Berbudi, B.L. (2018). Kebiasaan Olah Raga Berpengaruh Terhadap
Tingkat Stress Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Jakarta. iii, 5(2)
Annalaura. (2017). 5 simple emotional wellness activities. Diakses 19 Maret 2020 dari
http://annalaurabrown.com/5-simple-emotional-wellness-activities/
Bell, R.A., Franks, P., Duberstein, P.R., Epstein, R.M., Feldman, M.D., Garcia, E.F.,
& Kravitz, R.L. (2011). Suffering in silence: Reasons for not disclosing
depression in primary care. Annals of Family Medicine, 9(5), 439–446
Brescia, University College. (2018). Emotional. Diakses 19 Maret 2020 dari
http://brescia.uwo.ca/life/mental-health-wellness/seven-dimensions-of-
wellness/emotional/
Damayanti, S. P., & Desiningrum, D. R. (2014). Hubungan Antara Quality Of School
Life Dengan Emotional Well Being Pada Siswa Madrasah Semarang. Jurnal
Empati, 3(4)
Fair, S. E. (2011). Wellness and Physical Therapy. United States of America: Jones and
Bartlett Publisher, LLC
Nurlizan. (2015). Hubungan Pola Hidup terhadap Physical Wellness pada Mahasiswa
Fisioterapi S-1 Transfer di Universitas Muhammadiyah Surakarta Tahun 2013-
2014
Pertiwi, S. T. (2016). Study Deskruptif Mengenai Dimensi Wellness pada Mahasiswa
Magister Psikologi Profesi Universitas "X" di Bandung. Undergraduate thesis,
Universitas Kristen Maranatha
Probst, Michel. (2017). Physiotherapy and Mental Health. Journal of Licensee InTech
Chapter 9
Rahayu, N. I., Fazari, M., Damayanti, I. (2017). Hubungan Kecerdasan Intelektual (IQ)
dan Kecerdasan Emosional (EQ) dengan Keterampilan Bermain dalam Cabang
Olahraga Bulutangkis. Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan, 1(1), 33-37

Anda mungkin juga menyukai