Anda di halaman 1dari 12

TERM OF REFERENCE

Kesehatan Mental dan Management Stress

I. Pendahuluan

Kesehatan mental merupakan isu yang menarik untuk diperbincangkan di masa saat
ini. Pasalnya semakin variatif berbagai kepentingan manusia maka manajemen emosi
dan pengendalian diri sangat penting untuk menjaga kestabilan mahasiswa. Jika
pribadi sehat maka akan menciptakan mahasiswa yang sehat pula. Seseorang yang
bermental sehat dapat menggunakan kemampuan atau potensi dirinya secara
maksimal dalam menghadapi tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif
dengan orang lain. Sebaliknya, mahasiswa yang kesehatan mentalnya terganggu akan
mengalami gangguan suasana hati, kemampuan berpikir, serta kendali emosi yang
pada akhirnya bisa mengarah pada perilaku buruk. Penyakit mental juga dapat
menyebabkan menurunnya prestasi di kampus dan produktivitas kerja. Salah satu
jenis masalah kesehatan mental paling umum terjadi adalah gejala stres. Stres adalah
keadaan seseorang mengalami tekanan yang sangat berat, baik secara emosi maupun
mental.

Stress merupakan suatu permasalahan yang sering menjadi perbincangan dalam


kehidupan sehari-hari. Stres yang dialami dalama berbagai situasi yang berbeda. Stres
sebagai suatu fenomena pertama kali dijelaskan oleh Hans Selye pada tahun 1950an
(Ross & Altmaier, 1994). Pada saat itu Selye menggunakan pendekatan medis
fisiologis untuk menjelaskan tentang fenomena stres. Ia mengatakan bahwa stres
merupakan suatu reaksi non-spesifik dari fisik seseorang terhadap adanya berbagai
tuntutan baik dari dalam maupun dari luar tubuh manusia. Sampai saat ini, stres masih
menjadi suatu permasalahan yang aktual dan masih menarik minat banyak peneliti
untuk mempelajarinya.

Stres merupakan fenomena umum yang bisa dirasakan oleh individu dalam kehidupan
sehari-hari namun terkadang menjadi masalah kesehatan mental, hal ini terjadi saat
stres dirasa begitu mengganggu karena kelemahan fisik juga psikologis. Yusuf (2004:
09) menyatakan: “stres merupakan fenomena psikofisik yang bersifat manusiawi.
Dalam arti bahwa stres itu bersifat inhern dalam diri setiap orang dalam menjalani
kehidupannya sehari-hari”.

Pentingnya kesehatan mental dan manajemen stres bagi mahasiswa yaitu agar lebih
terampil dalam mengelola diri sehingga di masa mendatang dapat mempraktekkan
secara berkelanjutan simulasi yang telah disampaikan dalam kehidupan sehari-hari.

II. Pembahasan
Kesehatan Mental
Kesehatan mental meliputi beberapa aspek dari keseluruhan kesehatan dan kebugaran:
emosional, psikologis, kognitif, antarpribadi, dan/atau aspek spiritual kehidupan
seseorang. Ia mencakup kemampuan untuk menanggapi tantangan dengan cara-cara
yang memungkinkan berlanjutnya pertumbuhan dan gerak maju kehidupan. Banyak
masalah kesehatan mental (sebagaimana kesehatan umum) dipicu atau diperburuk
oleh stres.
- Apa yang merupakan kesehatan mental?
Apa yang dimaksud dengan sehat? Orientasi klasik yang umumnya digunakan
dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat sebagai kondisi tanpa
keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat adalah orang yang tidak
mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik artinya
tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan mental.
Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan
masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan
jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang
seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran
dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Apakah orang-orang ini dapat
dikatakan sehat karena tidak mengeluh dan merasa dirinya baik-baik saja?
Lalu, jika ada orang mengeluh bahwa pekerjaannya sekarang belum memberi
kepuasan kepada dirinya, apakah orang ini tidak sehat mental? Begitu juga
jika orang yang memiliki cita-cita yang tinggi dan mengeluh belum dapat
mencapainya, apakah orang ini pun tidak sehat mental?
Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai untuk
digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan
pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat atau tidaknya seseorang secara mental
belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap
lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak
dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental
tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh
karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial
dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental
seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan
juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang
dalam masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi
dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat
atau sakit mental bukan sesuatu yang absolut.
Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain yang juga
perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan
perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan
perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya
ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat
suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya
sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu
tertentu dan tidak sehat mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan
bagaimana kita menilainya? Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak
dapat dinilai sebagai sehat mental dan tidak sehat mental sekaligus.
Dengan contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas
dan universal yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental.
Oleh karenanya kita tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’
atau ‘tidak sehat mental’ pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua
hal yang secara tegas terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam
satu garis dengan derajat yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan
derajat sehat atau tidaknya seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal
‘kesehatan mental’ jika kita berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya
manusia adalah makhluk sehat mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita
memandang pada umumnya manusia adalah makhluk tidak sehat mental.
Pandangan yang digunakan di sini adalah pendekatan yang menegaskan
manusia pada umumnya adalah makhluk sehat mental jadi istilah yang
digunakan untuk menilai sehat atau tidaknya mental seseorang adalah
‘kesehatan mental’. Dengan pandangan ini penentuan sehat atau sakit mental
dilihat sebagai derajat kesehatan mental. Selain itu, berdasarkan orientasi
penyesuaian diri, kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi
kepribadian seseorang secara keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan
mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan
dengan proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam
lingkungannya. Kesehatan mental seseorang sangat erat kaitannya dengan
tuntutan-tuntutan masyarakat tempat ia hidup, masalah-masalah hidup yang
dialami, peran sosial dan pencapaian-pencapaian sosialnya.
Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental memiliki pengertian
kemampuan seseorang untuk dapat menyesuaikan diri sesuai tuntutan
kenyataan di sekitarnya. Tuntutan kenyataan yang dimaksud di sini lebih
banyak merujuk pada tuntutan yang berasal dari masyarakat yang secara
konkret mewujud dalam tuntutan orang-orang yang ada di sekitarnya. M.
Jahoda, seorang pelopor gerakan kesehatan mental, memberi definisi
kesehatan mental yang rinci. Dalam definisinya, “kesehatan mental adalah
kondisi seseorang yang berkaitan dengan penyesuaian diri yang aktif dalam
menghadapi dan mengatasi masalah dengan mempertahankan stabilitas diri,
juga ketika berhadapan dengan kondisi baru, serta memiliki penilaian nyata
baik tentang kehidupan maupun keadaan diri sendiri.”
Definisi dari Jahoda mengandung istilah-istilah yang pengertiannya perlu
dipahami secara jelas yaitu penyesuaian diri yang aktif, stabilitas diri,
penilaian nyata tentang kehidupan dan keadaan diri sendiri.
Penyesuaiaan diri berhubungan dengan cara-cara yang dipilih individu untuk
mengolah rangsangan, ajakan dan dorongan yang datang dari dalam maupun
luar diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh pribadi yang sehat mental
adalah penyesuaian diri yang aktif dalam pengertian bahwa individu berperan
aktif dalam pemilihan cara-cara pengolahan rangsang itu. Individu tidak
seperti binatang atau tumbuhan hanya reaktif terhadap lingkungan. Dengan
kata lain individu memiliki otonomi dalam menanggapi dan menyesuaikan
diri dengan lingkungan.
Penyesuaian diri yang dilakukan orang sehat mental tidak menyebabkan
bergantinya kepribadian. Perubahan-perubahan dalam diri individu tidak
mengubah secara drastis dirinya. Pada orang sehat mental stabilitas diri
dipertahankan. Dalam menyesuaian diri dengan lingkungan, individu dapat
menerima apa yang ia anggap baik dan menolak apa yang ia anggap buruk
berdasarkan pegangan normatif yang ia miliki. Di sini terlihat adanya otonomi
diri dalam penyesuaian diri yang memperlihatkan stabilitas diri individu.
Otonomi ini menandakan bahwa ada pusat diri pada manusia yang
mengorganisasi keseluruhan dirinya. Meski penyesuaian diri perlu terus
dilakukan namun kondisi dalam diri tetap stabil dan memiliki kesatuan.
Keadaan diri yang stabil dan berkesatuan itu selalu dipertahankan oleh
individu yang sehat.
Penyesuaian diri pada orang yang sehat selalu didasarkan pada penilaian
terhadap kehidupan dan keadaan diri sendiri. Pilihan cara-cara menanggapi
rangsangan, ajakan dan dorongan selalu didasarkan pada pertimbangkan
kondisi kehidupan yang sedang dijalaninya yang diperbandingan dengan
kondisi diri sendiri. Orang yang sehat akan melihat masalah nyata apa yang
dihadapinya dan bagaimana kondisi dirinya berkaitan dengan masalah itu
sebelum menentukan tindakan yang akan diambil. Di sini terlihat bahwa
orang yang sehat memiliki kemampuan memahami realitas internal dan
eksternal dirinya. Ia tidak bereaksi secara mekanik atau kompulsif-repetitif
tetapi berespons secara realistis dan berorientasi pada masalah.
Dengan batasan-batasan kesehatan mental seperti yang diuraikan tadi, kita
dapat pula mengenali tanda-tanda gangguan kesehatan mental. Individu yang
tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan menunjukkan adanya
masalah kesehatan mental. Dalam penelitian-penelitian psikologi klinis
ditemukan bahwa gangguan stres berat, depresi, frustasi yang menyebabkan
agresi, histeria, bahkan psikopati dan psikosis kebanyakan disebabkan oleh
ketidakmampuan penderitanya dalam menghadapi kenyataan yang terjadi
padanya. Begitu pula dengan individu-individu yang hanya bertindak reaktif
terhadap rangsangan, dorongan dan ajakan. Mereka tidak mampu mengontrol
dan menguasai diri sendiri sehingga tidak mampu menampilkan perilaku yang
tepat dalam setiap kondisi yang dihadapinya. Individu yang tidak mampu
mempertahankan stabilitas diri juga mengindikasikan adanya gangguan
mental dalam hal otonomi dan kesatuan diri. Disintegrasi diri merupakan ciri
utama pada gangguan-gangguan psikosis. Ketiadaan atau kekurangan
kemampuan menilai lingkungan dan diri sendiri secara realistis sehingga tidak
mampu mengambil keputusan yang tepat juga menjadi indikasi dari adanya
gangguan atau hambatan dalam perkembangan mental. Gangguan yang
berkaitan dengan kemampuan menilai lingkungan dan diri secara realistis ini
dapat mengarahkan orang pada gangguan neurosis dan psikosis.
- Bagaimana penyakit mental ditangani?
Dua pendekatan utama untuk penanganan penyakit mental adalah pengobatan
medis dan psikoterapi. Keduanya efektif. Kini banyak penyakit serius dapat
disembuhkan dengan obat-obatan.
Psikoterapi adalah pengobatan masalah psikologis berdasarkan perkembangan
hubungan antarpribadi yang positif antara klien dan terapis.
Kita sudah memahami bahwa penyesuaian diri merupakan dasar bagi
penentuan derajat kesehatan mental seseorang. Orang yang dapat
menyesuaikan diri secara aktif dan realistis sambil tetap mempertahankan
stabilitas diri mengindikasikan adanya kesehatan mental yang tinggi pada
dirinya. Sebaliknya mereka yang tidak mampu menyesuaikan diri secara aktif,
tidak realistik dan tidak stabil dirinya menunjukkan rendahnya kesehatan
mental pada dirinya. Dengan kata lain kemampuan penyesuaian diri
merupakan variabel utama dalam kesehatan mental. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa peningkatan derajat kesehatan mental setara dengan
peningkatan kemampuan penyesuaian diri yang aktif, realistik disertai dengan
stabilitas diri.
Kemampuan penyesuaian diri idealnya dilatih dan dibina sejak kecil. Namun
peningkatan kemampuan ini bukan tidak dapat dilakukan ketika seseorang
sudah dewasa. Dari waktu ke waktu idealnya manusia perlu terus
mengembangkan kemapuan penyesuaian dirinya yang aktif, realistik dan
dinamis sambil tetap menjaga stabilitas diri. Dalam banyak literatur psikologi
kesehatan, pengembangan diri dan kemampuan penyesuaian diri merupakan
salah satu indikasi dari kepribadian yang sehat. Kita dapat melihat di
antaranya dalam uraian-uraian Gordon W. Allport, Carl Rogers, Abraham
Maslow dan Viktor Frankl. Pemikiran mereka menegaskan bahwa pribadi
yang sehat selalu ditandai dengan keinginan untuk tumbuh dan berkembang,
berorientasi ke masa depan sambil tetap realistis dan mampu melakukan
inovasi bagi diri serta lingkungannya. Artinya perbaikan kemampuan
penyesuaian diri tidak hanya perlu dilakukan pada mereka yang mengalami
gangguan mental tetapi juga pada siapa saja.
Psikologi kesehatan atau sering juga disebut psikologi pertumbuhan
menitikberatkan kajian-kajiannya pada upaya menemukan cara-cara
mengembangkan kepribadian yang ditandai dengan aktualisasi potensi-
potensi manusia untuk menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Cabang
psikologi yang tergolong baru ini bertujuan untuk membuka dan melepaskan
potensi manusia yang sangat hebat agar dapat diaktualisasi, juga untuk
memupuk, memenuhi dan mewujudkan bakan-bakat manusia secara lebih
optimal. Psikologi kesehatan juga berusaha membantu manusia untuk
menemukan arti yang lebih dalam dari diri dan kehidupan manusia. Kajian-
kajian dalam psikologi kesehatan tidak difokuskan kepada orang-orang yang
mengalami gangguan mental dan bagaimana menyembuhkan mereka. Kajian-
kajian itu lebih berfokus pada individu-individu normal dan bagimana mereka
dapat mencapai kondisi kepribadian yang sehat dalam pengertian mampu
mengaktualisasi potensi-potensi manusiawinya.
Psikologi kesehatan menekankan bahwa orang yang sehat secara psikologis
adalah orang yang mengontrol dirinya secara sadar. Orang-orang yang sehat
secara sadar mengatur tingkah-laku mereka dan bertanggung jawab terhadap
diri dan nasibnya. Orang yang sehat secara psikologi juga mengetahui siapa
dan apa diri mereka. Ia menyadari kekuatan dan kelemahannya, kebaikan dan
keburukannya serta umumnya sabar dan bersikap menerima terhadap hal-hal
tertentu. Mereka selalu menampilkan diri mereka apa adanya dan tidak
berkeinginan untuk menjadi apa yang bukan diri mereka meski tetap dapat
menjalankan peran sosial untuk memenuhi tuntutan masyarakat. Meski tetap
dapat menyesuaikan diri secara aktif dengan lingkungannya mereka memiliki
stabilitas diri yang tinggi dan tidak mengacau-balaukan peranan sosial dengan
diri mereka yang sebenarnya.
Pandangan psikologi kesehatan tentang pribadi yang sehat secara psikologis
sejalan dengan pandangan Jahoda tentang kesehatan mental. Kemampuan
penyesuaian diri secara aktif disertai penilaian yang realistik, stabilitas diri
serta kesadaran akan diri dan kondisi yang melingkupinya merupakan faktor-
faktor dari kesehatan mental. Kembali kepada bagaimana meningkatkan
kemampuan penyesuaian diri dalam pengertian kesehatan mental, kita dapat
menggunakan temuan-temuan psikologi kesehatan untuk membantu
menjelaskan bagaimana kemampuan penyesuaian diri dapat ditingkatkan.
Kontrol diri secara sadar merupakan syarat pertama dari kemampuan
penyesuaian diri secara aktif. Kemampuan mengontrol diri secara sadar
memungkinkan orang untuk dapat secara aktif menentukan tindakan apa yang
perlu dilakukannya agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Tanpa
kesadaran ini tidak mungkin orang dapat menyesuaikan diri secar aktif. Orang
hanya dapat bereaksi secara pasif jika tidak memiliki kontrol diri yang sadar.
Pemahaman tentang diri sendiri secara memadai menjadi syarat dari
kemampuan menyesuaikan diri secara aktif. Dengan memahami diri sendiri,
seseorang dapat melihat sejauh mana kesenjangan antara diri dan
lingkungannya sehingga dapat menentukan perilaku apa yang perlu
ditampilkan. Selain itu, pemahaman tentang apa yang mereka mau dan tujuan
yang hendak dicapai juga menjadi faktor penting dari penyesuaian diri secara
aktif. Tindakan-tindakan apa yang perlu dilakukan menjadi lebih jelas jika
tujuan dari tindakan-tindakan itu diketahui.
Dengan pemahaman tentang diri dan kondisi yang melingkupinya menjadikan
seseorang tahu apa dan siapa dirinya. Orang yang sehat mental menerima diri
mereka dalam pengertian mereka berani menampilkan diri apa adanya. Hal ini
bukan berarti mereka sudah merasa puas dan berhenti melakukan perbaikan.
Mereka menerima dirinya termasuk apa yang tidak baik dan mau serta
berusaha untuk melakukan perbaikan. Orang yang sehat mental bersikap
realistis dalam arti tahu batasan-batasan dirinya termasuk jika ada yang dapat
diperbaiki dari diri mereka. Mental yang sehat selalu menggerakan orang
untuk melakukan perbaikan diri secara terus-menerus sambil tetap berlapang
dada terhadap kondisi dirinya.
Dengan pertimbangan ciri-ciri orang yang sehat mental dan kaitannya dengan
kemampuan penyesuaian diri secara aktif maka dapat dirumuskan cara-cara
umum untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri yang menjadi ciri
orang sehat mental. Peningkatan kemampuan penyesuaian diri harus dimulai
dari kesadaran akan kemampuan mengontrol diri secara sadar. Perlu
ditegaskan sekali lagi, manusia memiliki kemampuan kontrol ini. Peningkatan
kesadaran akan kemampuan kontrol diri dpaat dimulai dengan menekankan
bahwa setiap orang bertanggung jawab atas dirinya dan mampu menentukan
pilihan-pilihan sendiri. Dengan kata lain, perbaikan terhadap diri sendiri
mampu dilakukan oleh seiap orang.
Cara berikutnya untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri yang baik
adalah dengan belajar mengenali diri sendiri dan kondisi-kondisi yang
melingkupinya. Pemahaman tentang diri beserta kondisi-kondisinya
memberikan pemahaman tentang hal-hal apa yang perlu diperbaiki dari diri
sendiri dan lingkungan. Orang tidak mungkin dapat melakukan perbaikan jika
ia tidak tahu apa yang perlu diperbaiki. Penyesuaian diri secara aktif
mengandung pengertian melakukan perbaikan terhadap hal-hal yang kuran
baik. Dengan memahami apa yang perlu dperbaiki atau disesuaikan,
seseorang dapat melakukan perbaikan.
Tidak selalu sebuah upaya perbaikan membuahkan hasil yang diharapkan.
Orang yang sehat mental memahami hal ini. Ia tidak mudah frustasi dalam
mengupayakan perbaikan. Sebaliknya ia akan sabar tanpa berhenti berusaha.
Peningkatan kemampuan penyesuaian diri juga harus didasari oleh
pemahaman ini. Melatih kesabaran dan sikap realistis dapat meningkatkan
kemampuan penyesuaian diri.
Pada prakteknya upaya-upaya peningkatan kemampuan penyesuaian diri itu
tidak selalu mudah dilakukan. Perlu dirancang teknik-teknik khusus yang
efektif untuk membantu peningkatan penyesuaian diri yang mengarah pada
peningkatan kesehatan mental. Apa yang diungkapkan dalam tulisan ini
hanyalah gambaran umum tentang kesehatan mental dan pengembangannya
menurut orientasi penyesuaian diri. Gambaran yang lebih rinci memerlukan
uraian yang lebih panjang dan memerlukan sangat banyak literalur tentang
kesehatan mental. Tulisan ini hanya sebuah pengantar untuk masuk ke dalam
pemahaman yang lebih dalam tentang kesehatan mental berdasarkan orientasi
penyesuaian diri.
- Apa yang merupakan stres?
Stres merupakan suatu respon adaptif individu terhadap situasi yang diterima
seseorang sebagai suatu tantangan atau ancaman keberadaannya. Secara
umum orang yang mengalami stres meraskan perasaan khawatir, tekanan,
letih, ketakutan, elated, depresi, cemas, dan marah. Terdapat tiga aspek
gangguan seseorang yang mengalami stres yaitu gangguan dari aspek fisik,
aspek kognitif (pemikiran) dan aspek emosi. Gejala fisik yang dialami
seseorang yang stres ditandai dengan denyut jantung yang tinggi dan tangan
berkeringat, sakit kepala, sesak napas, nause or upset tummy, constipation,
sakit punggung atau pundak, rushing around, bekerja berlama-lama, tidak ada
kontak dengan rekan, fatique, gangguan tidur dan perubahan berat badan yang
drastis. Secara aspek kognitif atau pikiran, stres ditandai dengan lupa akan
sesuatu, sulit berkonsentrasi, cemas mengenai suatu hal, sulit untuk
memproses informasi, dan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang
negatif terhadap diri sendiri. dari aspek emosi, stres ditandai dengan sikap
mudah marah, cemas dan cepat panik, ketakutan, sering menangis, dan
mengalami peningkatan konflik interpersonal.
- Apa sajakah pendekatan utama untuk memanajemen stres?
Stres dapat dikelola dengan menggunakan strategi pengurangan stres seperti
manajemen waktu dan mendatangkan dukungan sosial.
Bisa pula stres dikelola melalui gayahidup sehat yang meliputi diet yang
seimbang, olahraga, dan tidur yang mencukupi, serta menghindari konsumsi
alkohol, narkoba, dan tembakau.
Selain itu, dapat pula manajemen stres itu mempraktekkan teknik-teknik
relaksasi. Teknik-teknik ini meliputi pernafasan mendalam, relaksasi
progresif, visualisasi, yoga, t'ai chi, biofeedback, dan afirmasi.

Adapun beberapa strategi dalam penatalaksanaan stress (Stress management)


yang bisa diterapkan meliputi:

1. Pengembangan sebuah kebijakan tentang stress (stress policy) dan


memonitor efektifitasnya.
2. Pelaksanaan sebuah survey untuk mengetahui faktor-faktor penyebab
stress di lingkungan kerja.
3. Pelaksanaan upaya perbaikan design pekerjaan dan lingkungan kerja.
4. Pelaksanaan perbaikan terhadap pola komunikasi lingkungan kerja
agar lebih efektif dan berfokus pada penyelesaian masalah.
5. Melakukan pertemuan dengan karyawan dalam upaya mendiskusikan
berbagai permasalahan yang memungkinkan terjadinya stress.
6. Mengadakan training tentang penatalaksanaan stress di tempat kerja
(occupational stress management) bagi para pimpinan unit kerja
sehingga diharapkan mereka dapat lebih sensitive terhadap penyebab-
penyebab dan symptom awal dari stress di lingkungan kerja mereka.
7. Pelaksanaan berbagai kegiatan yang bersifat informal yang merujuk
pada tujuan peningkatan upaya relaksasi bagi karyawan, seperti happy
hours, afternoon tea, outbound activities, tamasya keluarga, Tirta
yatra, dll.
Jadi penatalaksanaan stress sangat penting untuk diperkenalkan di dalam
lingkungan perkuliahan terutama pada mahasiswa selama pandemi ini. Good
stress management akan memungkinkan terciptanya  lingkungan yang
nyaman, aman dan sehat sehingga dengan demikian mahasiswa dapat
menyelesaikan kegiatan perkuliahan online dan tugasnya dicapai secara
optimal.

III. Tujuan kegiatan


Seminar ini bertujuan agar mahasiswa mendapat informasi mengenai kesehatan
mental, gejala awal stres dan kondisi mental serta cara mengatasinya. Mahasiswa
mampu menjaga kesehatan rohani diri sendiri dan dapat memanajemen stres nya.

IV. Bentuk kegiatan


Kegiatan ini dikemas dalam bentuk Seminar yang dipimpin oleh moderator,
selanjutnya pemaparan materi oleh Narasumber dan dilanjutkan dengan sesi tanya
jawab peserta dan Narasumber demi terciptanya komunikasi dua arah.

V. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan.


Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat : Politeknik Negeri Padang via Teleconference (Zoom)

VI. Penyelenggara
Kegiatan ini diselenggarakan ole Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga
Mahasiswa Politeknik Negeri Padang.

VII. Narasumber
VIII. Peserta
peserta dari kegiatan ini terdiri dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) KM
Politeknik Negeri Padang, Mahasiswa Politeknik Negeri Padang dan Mahasiswa
Umum se-Indonesia

IX. Agenda Acara

No Waktu (WIB) Kegiatan Durasi


.
1 20.00 - 20.15 Registrasi Peserta 15 Menit
2. 20.16 - 20.20 Persiapan Acara 5 Menit
3. 20.21 - 20.25 Pembukaan MC Formal 5 Menit
4. 20.26 - 20.30 Pembacaan ayat suci al-quran 5 Menit
5. 20.31 - 20.35 Kata Sambutan Presma 5 Menit
6. 20.36 - 20.40 Acara Diserahkan Dari MC Formal Ke 5 Menit
Moderator
7. 20.41 – 21.10 Penyampaian Materi Terkait Tema 30 Menit
8. 21.11 – 21. 30 Sesi Tanya Jawab 20 Menit
9. 21.31 – 21.35 Penutupan Acara

X. Penutup
Demikianlah Term of Reference ini kami susun sebagai bahan referensi dalam
kegiatan yang dimaksud.

Padang,
Panitia Seminar Kementerian Advokasi Kesejahteraan Mahasiswa dan Masyarakat
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) KM
Politeknik Negeri Padang
Wahyu Oktafiandi
Menteri Adkesmma

Anda mungkin juga menyukai