PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan mental dideskripsikan sebagai keadaan sejahtera individu yang
menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan yang bersifat normal
dalam kehidupan, dapat bekerja secara produktif dan baik, dan mampu
memberikan kontribusi untuk dirinya maupun komunitasnya. Dalam arti positif,
kesehatan mental adalah dasar untuk mencapai kesejahteraan dalam kehidupan
individu dan masyarakat (Utami, 2017). Secara umum disepakati bahwa
kesehatan mental positif membentuk konstruksi psikologis yang terdiri dari
komponen hedonis dan eudaimonik (Keyes, 2009; Ryan & Deci, 2001 dalam
Lyon, dkk 2015).
Individu yang sehat mental adalah individu yang sejahtera baik secara
fisik, emosional, psikologis dan sosial. Individu yang sehat mental harus
memiliki harapan dan kebahagiaan dalam hidupnya. Menurut Snyder (2006)
harapan merupakan pola belajar berpikir yang manifesitasi perilakunya nyata dan
dapat diamati secara objektif (dalam Rahmawati, 2016). Sedangkan kebahagiaan
menurut Seligman (2005) adalah konsep yang mengacu pada emosi positif yang
dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas positif yang disukai individu tersebut
(dalam Anwar, 2015).
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis akan membahas mengenai Positif
Mental Health dan variabel Hope serta Happiness yang merupakan salah satu
indikator dari Positif Mental Health.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian, Positive Mental Health, Hope dan Happines ?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi Positive Mental Health, Hope
dan Happines ?
3. Apa saja aspek-aspek yang ada pada Positive Mental Health, Hope dan
Happines ?
1
4. Bagaimanakah keterkaitan antara Positif Mental Health dengan Hope dan
Happines ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Positive Mental Health, Hope dan Happines
2. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi Positive
Mental Health, Hope dan Happines
3. Untuk mengetahui apa saja aspek-aspek yang ada pada Positive Mental
Health, Hope dan Happines
4. Untuk mengetahui bagaimanakah keterkaitan antara Positif Mental Health
dengan Hope dan Happines
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Positif Mental Health dikonseptualisasikan ke dalam beberapa aspek
yang meliputi (Antonovsky, dkk 1993 dalam Barry & Margaret 2008):
4
e. Spiritual (rasa makna dan tujuan hidup/kesejahteraan)
Spiritual merupakan kehidupan kerohanian. Sehat yang terpenting
juga yaitu jika kita bisa merasa bersyukur kepada Tuhan atas apa yang
telah diberikan dan kita miliki. Seseorang dapat dikatakan memiliki
kesehatan spiritual baik jika ia mampu mengekspresikan rasa syukur
terhadap suatu nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan YME, kemudian
mau berserah diri kepada Tuhan jika sedang mengalami suatu
permasalahan, baik permasalahan yang berat maupun permasalahan yang
ringanyang sedang dihadapinya.
5
aspek biologis yang secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan
mental, diantaranya: otak, sistem endokrin, genetik, dan sensori. Individu
yang memiliki keluarga yang memiliki kesehatan mental yang baik maka
akan berpengaruh pula terhadap kesehatan mental individu tersebut.
b. Psikologis
Notosoedirjo dan latipun (2005), mengatakan bahwa aspek psikis
manusia merupakan satu kesatuan dengan dengan sistem biologis. Sebagai
subsistem dari eksistensi manusia, maka aspek psikis selalu berinteraksi
dengan keseluruhan aspek kemanusiaan. Karena itulah aspek psikis tidak
dapat dipisahkan dari aspek yang lain dalam kehidupan manusia. Individu
yang memiliki aspek psikologis yang baik adalah individu yang mampu
mengekspresikan emosinya dengan baik dan mampu menerima
pengalaman-pengalaman yang pernah di alaminya di masa lalu.
c. Sosial
Lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan
mental. Lingkungan sosial tertentu dapat menopang bagi kuatnya
kesehatan mental sehingga membentuk kesehatan mental yang positif,
tetapi pada aspek lain kehidupan sosial itu dapat pula menjadi stressor
yang dapat mengganggu kesehatan mental.
d. Kebutuhan/ekonomi
Pemenuhan kebutuhan dapat meningkatkan kesehatan mental
seseorang. Orang yang telah mencapai kebutuhan aktualisasi yaitu orang
yang mengeksploitasi dan mewujudkan segenap kemampuan, bakat,
keterampilannya sepenuhnya, akan mencapai pada tingkatan apa yang
disebut dengan tingkat pengalaman puncak (peack experience). Maslow
mengatakan bahwa ketidakmampuan dalam mengenali dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya adalah sebagai dasar dari gangguan mental
individu
6
e. Lingkungan
Interaksi manusia dengan lingkungannya berhubungan dengan
kesehatannya. Kondisi lingkungan yang sehat akan mendukung kesehatan
manusia itu sendiri, dan sebaliknya kondisi lingkungan yang tidak sehat
dapat mengganggu kesehatannya termasuk dalam konteks kesehatan
mentalnya.
B. Harapan (hope)
1. Pengertian Harapan
Menurut Snyder (2006) harapan merupakan pola belajar berpikir yang
manifesitasi perilakunya nyata dan dapat diamati secara objektif. Harapan
bukan emosi pasif saat mengalami masalah, tetapi merupakan proses aktif
untuk mengejar tujuan. Harapan merupakan suatu kemampuan untuk
merencanakan jalan keluar dalam upaya mencapai tujuan walaupun adanya
rintangan, dan menjadikan motivasi sebagai suatu cara dalam mencapai
tujuan (dalam Rahmawati, 2016). Secara umum dapat disimpulkan bahwa
harapan ialah keadaan mental positif pada seseorang dengan kemampuan
yang dimilikinya dalam upaya mencapai tujuan pada masa depan.
2. Aspek-Aspek Harapan
Harapan yang ditanamkan dalam suatu kehidupan individu memiliki
beberapa aspek. Snyder, 2006 (dalam Rahmawati, 2016)
mengoperasionalkan hope sebagai proses ketika individu
a. menetapkan tujuan
b. mengembangkan strategi spesifik untuk meraih tujuan tersebut
c. membangun serta mempertahankan motivasi untuk melaksanakan
strategi yang telah disusun
Ketiga komponen harapan ini mengacu pada beberapa hal yaitu:
a. Goal
7
Goal atau tujuan adalah sasaran dari tahapan tindakan mental yang
menghasilkan komponen kognitif. Tujuan dapat berupa tujuan jangka
pendek ataupun jangka panjang, namun tujuan harus cukup bernilai untuk
mengaktifkan pemikiran yang disadari. Dengan kata lain, tujuan harus
memiliki kemungkinan untuk dicapai. Harapan berkembang dengan baik
pada kondisi tujuan yang memiliki tingkat kemungkinan pencapaian
sedang.
b. Pathway Thinking
Pathway thinking menurut Snyder, dkk (dalam Rahmawati, 2016)
untuk dapat mencapai tujuan maka ia harus memandang dirinya sebagai
individu yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan suatu jalur
untuk mencapai tujuan. Proses ini dinamakan pathway thinking. Pathway
thinking ditandai dengan pernyataan pesan internal yang meyakinkan diri
sendiri seperti dirinya akan menemukan cara untuk menyelesaikan suatu
masalah.
c. Agency Thinking
Menurut Irving, dkk (dalam Rahmawati, 2016) agency merupakan
kapasitas untuk menggunakan suatu jalur untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Agency mencerminkan persepsi individu bahwa dia mampu
mencapai tujuannya melalui jalur-jalur yang dipikirkannya, agency juga
dapat mencerminkan penilaian individu mengenai kemampuannya
bertahan ketika menghadapi hambatan dalam mencapai tujuannya. Orang
yang memiliki harapan tinggi menggunakan self-talk seperti “Saya dapat
melakukan ini” dan “Saya tidak akan berhenti sampai di sini”. Agentic
thinking penting dalam semua pemikiran yang berorientasi pada tujuan,
namun akan lebih berguna pada saat individu menghadapi hambatan.
Ketika individu menghadapi hambatan, agency membantu individu
menerapkan motivasi pada jalur alternatif terbaik. Komponen agency dan
pathway saling memperkuat satu sama lain sehingga satu sama lain saling
mempengaruhi dan dipengaruhi secara berkelanjutan dalam proses
pencapaian tujuan.
8
Individu yang memiliki agency thinking dan pathway thinking
tinggi adalah individu yang menyimpan tujuan yang jelas dan memikirkan
cara untuk meraih tujuan tersebut di dalam pikiran mereka. Mereka mudah
berinteraksi dengan orang lain dan memanfaatkan kesempatan untuk
mendapatkan hal-hal yang mereka inginkan.
C. Kebahagiaan (Happiness)
1. Pengertian Kebahagiaan
Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan sebagai konsep yang
mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas
positif yang disukai individu tersebut. Seligman kemudian membagi emosi
positif tersebut menjadi tiga macam yaitu emosi yang diarahkan atau datang
dari masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Puas, bangga dan tenang
adalah emosi yang berorientasi pada masa lalu. Optimisme, harapan,
kepercayaan, keyakinan, dan kepercayaan diri adalah emosi yang berorientasi
pada masa depan. Semangat, riang, gembira, ceria serta marujuk pada aktifitas
yang disukai merupaka emosi positif yang berasal dari masa sekarang (dalam
Anwar, 2015). Happiness atau kebahagiaan menurut Diener dkk (1999)
merupakan kualitas dari keseluruhan hidup manusia, apa yang membuat
kehidupan menjadi baik secara keseluruhan seperti kesehatan yang lebih baik,
9
kreativitas yang tinggi ataupun pendapatan yang lebih tinggi (dalam Anwar,
2015).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah
perasaan positif yang berasal dari kualitas keseluruhan hidup manusia yang
ditandai dengan adanya kesenangan yang dirasakan oleh seorang individu
ketika melakukan sesuatu hal yang disenangi di dalam hidupnya dengan tidak
adanya perasaan menderita.
2. Aspek-Aspek Kebahagiaan
Menurut Seligman (2005) terdapat lima aspek utama yang dapat
menjadi sumber kebahagiaan sejati (dalam Anwar, 2015), yaitu:
a. Terjadinya hubungan positif dengan orang lain
Hubungan positif atau positife relationship bukan sekedar memiliki
teman, pasangan, ataupun anak, tetapi dengan menjalin hubungan yang
positif dengan individu yang ada disekitar. Status perkawinan dan
kepemilikan anak tidak dapat menjamin kebahagiaan seseorang.
b. Keterlibatan penuh
Keterlibatan penuh bukan hanya pada karir, tetapi juga dalam aktivitas
lain seperti hobi dan aktifitas bersama keluarga. Dengan melibatkan
diri secara penuh, bukan hanya fisik yang beraktivitas, tetapi hati dan
pikiran juga turut serta dalam aktivitas tersebut.
c. Penemuan makna dalam keseharian
Dalam keterlibatan penuh dengan hubungan positif dengan orang lain
tersirat satu cara lain untuk dapat bahagia, yakni menemukan makna
dalam apapun yang dilakukan.
d. Optimisme yang realistis
Oranng yang optimis dapat dikatakan sebagai orang yang lebih
berbahagia. Mereka tidak mudah cemas karena menjalani hidup
dengan penuh harapan.
e. Resiliensi
10
Orang yang berbahagia bukan berarti tidak pernah mengalami
penderitaan, karena kebahagiaan tidak tergantung pada seberapa
banyak peristiwa menyenangkan yang dialami. Melainkan sejauh mana
seseorang memiliki resiliensi, yakni kemampuan untuk bangkit dari
peristiwa yang tidak menyenangkan sekalipun.
11
Menurut Carr (2004) optimisme didefinisikan sebagai
ekspektasi secara umum bahwa akan terjadi lebih banyak hal baik
dibandingkan hal buruk di masa yang akan datang.
3) Kebahagiaan Masa Sekarang.
Ada tiga hal yang dapat meningkatkan kebahagiaan sementara,
yaitu menghindari habituasi dengan cara memberi selang waktu cukup
panjang antar kejadian menyenangkan; savoring (menikmati) yaitu
menyadari dan dengan sengaja memperhatikan sebuah kenikmatan;
serta mindfulness (kecermatan) yaitu mencermati dan menjalani segala
pengalaman dengan baik.
b. Faktor Eksternal
1) Uang
Keadaan keuangan yang dimiliki seseorang pada saat tertentu
menentukan kebahagiaan yang dirasakannya akibat peningkatan
kekayaan. Individu yang menempatkan uang di atas tujuan yang
lainnya juga akan cenderung menjadi kurang puas dengan pemasukan
dan kehidupannya secara keseluruhan.
2) Pernikahan.
Pernikahan memiliki dampak yang jauh lebih besar dibanding
uang dalam mempengaruhi kebahagiaan seseorang. Individu yang
menikah cenderung lebih bahagia daripada mereka yang tidak menikah
(Seligman, 2005). Lebih bahagianya individu yang telah menikah
karena pernikahan menyediakan keintiman psikologis dan fisik,
konteks untuk memiliki anak, membangun rumah tangga, dan
mengafirmasi identitas serta peran sosial sebagai pasangan dan
orangtua (Carr, 2004).
3) Kehidupan Sosial.
Individu yang memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi
umumnya memiliki kehidupaan sosial yang memuaskan dan
menghabiskan banyak waktu bersosialisasi. Menurut Carr (2004)
Pertemanan yang terjalin sebaiknya terbuka antar satu sama lain
12
sehingga berkontribusi terhadap kebahagiaan, karena pertemanan
tersedia dukungan sosial dan terpenuhinya kebutuhan akan affiliasi
4) Kesehatan.
Kesehatan yang dapat berpengaruh terhadap kebahagiaan
adalah kesehatan yang dipersepsikan oleh individu (kesehatan
subjektif), bukan kesehatan yang sebenarnya dimiliki (kesehatan
obyektif).
5) Agama.
Penelitian menunjukkan bahwa individu yang religius lebih
bahagia dan lebih puas dengan kehidupannya dibandingkan individu
yang tidak religius. Hal ini disebabkan oleh tiga hal. Pertama, efek
psikologis yang ditimbulkan oleh religiusitas cenderung positif,
mereka yang religius memiliki tingkat penyalahgunaan obat-obatan,
kejahatan, perceraian dan bunuh diri yang rendah. Kedua, adanya
keuntungan emosional dari agama berupa dukungan sosial dari mereka
yang bersama-sama membentuk kelompok agama yang simpatik.
Ketiga, agama sering dihubungkan dengan karakteristik gaya hidup
sehat secara fisik dan psikologis dalam kesetiaan perkawinan, perilaku
prososial, makan dan minum secara teratur, dan komitmen untuk
bekerja keras.
6) Emosi Positif.
Melalui penelitian yang dilakukan oleh Norman Bradburn
(dalam Seligman, 2005) diketahui bahwa individu yang mengalami
banyak emosi negatif akan mengalami sedikit emosi positif, dan
sebaliknya Lafreniere (1999) menyatakan bahwa emosi positif
merupakan emosi yang dikehendaki seseorang, seperti gembira, rasa
ingin tahu, cinta, dan bangga.
7) Usia.
Kepuasan hidup yang meningkat perlahan seiring dengan usia.
8) Pendidikan dan Gender.
13
Pendidikan dapat sedikit meningkatkan kebahagiaan pada
mereka yang berpenghasilan rendah karena pendidikan merupakan
sarana untuk mencapai pendapatan yang lebih baik. Sedangkan gender,
biasanya wanita cenderung lebih bahagia sekaligus lebih sedih
dibandingkan pria.
9) Produktivitas Pekerjaan.
Carr (2004) menyatakan bahwa individu yang bekerja
cenderung lebih bahagia daripada yang menganggur, terutama jika
tujuan yang dicapai merupakan tujuan yang memiliki nilai tinggi bagi
individu. Hal ini disebabkan oleh adanya stimulasi menyenangkan,
terpuasnya rasa keingintahuan dan pengembangan keterampilan,
dukungan sosial, serta identitas diri yang didapat dari pekerjaan (dalam
Anwar, 2015).
14
ketika melakukan sesuatu hal yang disenangi di dalam hidupnya dengan tidak
adanya perasaan menderita.
Seseorang yang memiliki harapan positif dan kebahagiaan adalah
individu yang sehat mentalnya. Harapan merupakan proses aktif untuk
mengejar tujuan dengan cara yang positif. Sedangkan kebahagiaan
mencerminkan kualitas hidup seseorang yang mampu menerima semua
pengalaman yang terjadi dalam hidupnya dan memiliki emosi positif untuk
selalu bahagia dalam hidupnya. Emosi positif pada kebahagiaan ini salah
satunya adalah harapan yang berorientasi pada masa depan. Hal ini berarti,
harapan dan kebahagiaan saling berhubungan dalam membentuk kesehatan
mental positif. Individu yang sehat mental adalah individu yang memiliki
harapan yang positif terhadap masa depannya dan dapat menjalani hidupnya
dengan bahagia.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Positive Mental Health merupakan konstruk yang berfokus positif yang
menentukan sejauh mana individu berkembang dalam hidup dan memiliki
kesejahteraan emosional, sosial, dan psikologis yang tinggi. Salah satu
indikator dalam Positive Mental Health adalah harapan dan kebahagiaan.
Harapan merupakan proses aktif untuk mengejar tujuan dengan cara yang
positif. Sedangkan kebahagiaan mencerminkan kualitas hidup seseorang yang
mampu menerima semua pengalaman yang terjadi dalam hidupnya dan
memiliki emosi positif untuk selalu bahagia dalam hidupnya. Oleh karena itu,
sangat penting bagi kita untuk memiliki harapan yang dapat memotivasi kita
untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan mampu untuk selalu hidup
bahagia dalam melakukan segala aktivitas dengan emosi yang positif.
B. Saran
Demi kesempurnaan makalah ini, kami sangat mengharapkan kritikan dan
saran yang bersifat menbangun kearah kebaikan demi kelancaran dan
kesempurnaan penulisan ini.
16
DAFTAR PUSTAKA
17