Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan mental dideskripsikan sebagai keadaan sejahtera individu yang
menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan yang bersifat normal
dalam kehidupan, dapat bekerja secara produktif dan baik, dan mampu
memberikan kontribusi untuk dirinya maupun komunitasnya. Dalam arti positif,
kesehatan mental adalah dasar untuk mencapai kesejahteraan dalam kehidupan
individu dan masyarakat (Utami, 2017). Secara umum disepakati bahwa
kesehatan mental positif membentuk konstruksi psikologis yang terdiri dari
komponen hedonis dan eudaimonik (Keyes, 2009; Ryan & Deci, 2001 dalam
Lyon, dkk 2015).
Individu yang sehat mental adalah individu yang sejahtera baik secara
fisik, emosional, psikologis dan sosial. Individu yang sehat mental harus
memiliki harapan dan kebahagiaan dalam hidupnya. Menurut Snyder (2006)
harapan merupakan pola belajar berpikir yang manifesitasi perilakunya nyata dan
dapat diamati secara objektif (dalam Rahmawati, 2016). Sedangkan kebahagiaan
menurut Seligman (2005) adalah konsep yang mengacu pada emosi positif yang
dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas positif yang disukai individu tersebut
(dalam Anwar, 2015).
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis akan membahas mengenai Positif
Mental Health dan variabel Hope serta Happiness yang merupakan salah satu
indikator dari Positif Mental Health.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian, Positive Mental Health, Hope dan Happines ?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi Positive Mental Health, Hope
dan Happines ?
3. Apa saja aspek-aspek yang ada pada Positive Mental Health, Hope dan
Happines ?

1
4. Bagaimanakah keterkaitan antara Positif Mental Health dengan Hope dan
Happines ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Positive Mental Health, Hope dan Happines
2. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi Positive
Mental Health, Hope dan Happines
3. Untuk mengetahui apa saja aspek-aspek yang ada pada Positive Mental
Health, Hope dan Happines
4. Untuk mengetahui bagaimanakah keterkaitan antara Positif Mental Health
dengan Hope dan Happines

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Positif Mental Health


1. Pengertian Positif Mental Health
Menurut WHO kesehatan mental dideskripsikan sebagai keadaan
sejahtera individu yang menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi
tekanan yang bersifat normal dalam kehidupan, dapat bekerja secara
produktif dan baik, dan mampu memberikan kontribusi untuk dirinya maupun
komunitasnya. Dalam arti positif, kesehatan mental adalah dasar untuk
mencapai kesejahteraan dalam kehidupan individu dan masyarakat (Utami,
2017).
Kesehatan mental positif merupakan konstruk yang berfokus positif
yang menentukan sejauh mana individu berkembang dalam hidup dan
memiliki kesejahteraan emosional, sosial, dan psikologis yang tinggi. Saat
ini, secara umum disepakati bahwa kesehatan mental positif membentuk
konstruksi psikologis yang terdiri dari komponen hedonis dan eudaimonik
(Keyes, 2009; Ryan & Deci, 2001 dalam Lyon, dkk 2015). Komponen
hedonis sering melibatkan perasaan bahagia dan pengaruh positif lainnya.
Komponen eudaimonik melibatkan fungsi yang baik dalam kehidupan sehari-
hari, seperti membuat keputusan secara efektif atau memiliki makna dan
tujuan. Individu yang mendapat skor tinggi pada ukuran kesehatan mental
positif telah terbukti kurang rentan terhadap penyakit mental dan berbagai
masalah kesehatan fisik (dalam Lyon, dkk 2015).
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Positif Mental
Health adalah individu yang memiliki pola pikir positif dan terlepas dari
gejala-gejala gangguan mental sehingga melahirkan perilaku yang positif dan
karenanya dapat mencapai kesejahteraan baik secara emosional, sosial dan
psikologis.

2. Aspek-Aspek Positif Mental Health

3
Positif Mental Health dikonseptualisasikan ke dalam beberapa aspek
yang meliputi (Antonovsky, dkk 1993 dalam Barry & Margaret 2008):

a. Emosi (mempengaruhi / merasakan)


Kondisi psikologis yang merupakan hasil campur dari rasa takut,
gelisah, marah, sedih dan senang yang diungkapkan melalui reaksi wajah
atau tubuh. Emosi juga bisa menjadi pemicu munculnya berbagai
penyakit. Individu yang memiliki tingkat emosi tinggi biasanya lebih
mudah terserang stress dan dapat mengganggu kesehatan mental.

b. Psikologis (fungsi positif)


Mental yang sehat dapat terwujud dengan adanya kesadaran pada
diri individu terhadap kesejahteraan dirinya dengan mengetahui
kemampuan yang dimiliki, mampu mengatasi tekanan-tekanan yang
muncul dalam kehidupan, bekerja secara produktif, dan bisa memberikan
kontribusi yang positif bagi diri sendiri dan masyarakat.

c. Sosial (hubungan dengan orang lain dan masyarakat)


Sehat secara sosial yaitu seseorang dapat dikatakan sehat secara
mental apabila ia mampu berinteraksi dengan oranglain di lingkungan
sekitarnya, bisa bekerja sama dengan lingkungannya dan berinteraksi
dengan baik dengar orang-orang disekitarnya.

d. Fisik (kesehatan fisik)


Sehat mental secara keseluruhan arti yaitu sehat dalam fisik
(tubuh) dan juga jiwa. Kita tidak bisa memungkiri bahwa kesehatan fisik
mempengaruhi emosi kita. Jika kondisi kita sedang dalam keadaan prima
dan baik diharapkan kita lebih bisa mengontrol emosi kita. Sehat pada
fisik yaitu apabila kondisi tubuh secara fisiologis normal, tidak cacat, tidak
mengidap penyakit dan tidak memiliki satu kekurangan apapun dalam
dirinya.

4
e. Spiritual (rasa makna dan tujuan hidup/kesejahteraan)
Spiritual merupakan kehidupan kerohanian. Sehat yang terpenting
juga yaitu jika kita bisa merasa bersyukur kepada Tuhan atas apa yang
telah diberikan dan kita miliki. Seseorang dapat dikatakan memiliki
kesehatan spiritual baik jika ia mampu mengekspresikan rasa syukur
terhadap suatu nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan YME, kemudian
mau berserah diri kepada Tuhan jika sedang mengalami suatu
permasalahan, baik permasalahan yang berat maupun permasalahan yang
ringanyang sedang dihadapinya.

Menurut Antonovsky, dkk (1993) terdapat beberapa indikator yang ada


di dalam Positif Mental Health (dalam Barry & Margaret 2008) di antaranya
adalah:
a. Ketahanan
b.Harga diri
c. Efisiensi diri
d.Optimisme
e. Kepuasan hidup
f. Harapan
g.Persepsi
h.penilaian tentang rasa koherensi dan makna dalam kehidupan
i. Integrasi sosial

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Positif Mental Health


Menurut Mrazek dan Haggerty (1994), Rogers dan Pilgrim (2005)
(dalam Barry & Margaret 2008) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
Positif Mental Health adalah sebagai berikut:
a. Biologis
Faktor biologis memberikan kontribusi yang sangat besar bagi
kesehatan mental. Karena itu, kesehatan manusia, khususnya disini adalah
kesehatan mental sangat penting untuk dipelihara dengan baik. Beberapa

5
aspek biologis yang secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan
mental, diantaranya: otak, sistem endokrin, genetik, dan sensori. Individu
yang memiliki keluarga yang memiliki kesehatan mental yang baik maka
akan berpengaruh pula terhadap kesehatan mental individu tersebut.

b. Psikologis
Notosoedirjo dan latipun (2005), mengatakan bahwa aspek psikis
manusia merupakan satu kesatuan dengan dengan sistem biologis. Sebagai
subsistem dari eksistensi manusia, maka aspek psikis selalu berinteraksi
dengan keseluruhan aspek kemanusiaan. Karena itulah aspek psikis tidak
dapat dipisahkan dari aspek yang lain dalam kehidupan manusia. Individu
yang memiliki aspek psikologis yang baik adalah individu yang mampu
mengekspresikan emosinya dengan baik dan mampu menerima
pengalaman-pengalaman yang pernah di alaminya di masa lalu.

c. Sosial
Lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan
mental. Lingkungan sosial tertentu dapat menopang bagi kuatnya
kesehatan mental sehingga membentuk kesehatan mental yang positif,
tetapi pada aspek lain kehidupan sosial itu dapat pula menjadi stressor
yang dapat mengganggu kesehatan mental.

d. Kebutuhan/ekonomi
Pemenuhan kebutuhan dapat meningkatkan kesehatan mental
seseorang. Orang yang telah mencapai kebutuhan aktualisasi yaitu orang
yang mengeksploitasi dan mewujudkan segenap kemampuan, bakat,
keterampilannya sepenuhnya, akan mencapai pada tingkatan apa yang
disebut dengan tingkat pengalaman puncak (peack experience). Maslow
mengatakan bahwa ketidakmampuan dalam mengenali dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya adalah sebagai dasar dari gangguan mental
individu

6
e. Lingkungan
Interaksi manusia dengan lingkungannya berhubungan dengan
kesehatannya. Kondisi lingkungan yang sehat akan mendukung kesehatan
manusia itu sendiri, dan sebaliknya kondisi lingkungan yang tidak sehat
dapat mengganggu kesehatannya termasuk dalam konteks kesehatan
mentalnya.

B. Harapan (hope)
1. Pengertian Harapan
Menurut Snyder (2006) harapan merupakan pola belajar berpikir yang
manifesitasi perilakunya nyata dan dapat diamati secara objektif. Harapan
bukan emosi pasif saat mengalami masalah, tetapi merupakan proses aktif
untuk mengejar tujuan. Harapan merupakan suatu kemampuan untuk
merencanakan jalan keluar dalam upaya mencapai tujuan walaupun adanya
rintangan, dan menjadikan motivasi sebagai suatu cara dalam mencapai
tujuan (dalam Rahmawati, 2016). Secara umum dapat disimpulkan bahwa
harapan ialah keadaan mental positif pada seseorang dengan kemampuan
yang dimilikinya dalam upaya mencapai tujuan pada masa depan.

2. Aspek-Aspek Harapan
Harapan yang ditanamkan dalam suatu kehidupan individu memiliki
beberapa aspek. Snyder, 2006 (dalam Rahmawati, 2016)
mengoperasionalkan hope sebagai proses ketika individu
a. menetapkan tujuan
b. mengembangkan strategi spesifik untuk meraih tujuan tersebut
c. membangun serta mempertahankan motivasi untuk melaksanakan
strategi yang telah disusun
Ketiga komponen harapan ini mengacu pada beberapa hal yaitu:
a. Goal

7
Goal atau tujuan adalah sasaran dari tahapan tindakan mental yang
menghasilkan komponen kognitif. Tujuan dapat berupa tujuan jangka
pendek ataupun jangka panjang, namun tujuan harus cukup bernilai untuk
mengaktifkan pemikiran yang disadari. Dengan kata lain, tujuan harus
memiliki kemungkinan untuk dicapai. Harapan berkembang dengan baik
pada kondisi tujuan yang memiliki tingkat kemungkinan pencapaian
sedang.
b. Pathway Thinking
Pathway thinking menurut Snyder, dkk (dalam Rahmawati, 2016)
untuk dapat mencapai tujuan maka ia harus memandang dirinya sebagai
individu yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan suatu jalur
untuk mencapai tujuan. Proses ini dinamakan pathway thinking. Pathway
thinking ditandai dengan pernyataan pesan internal yang meyakinkan diri
sendiri seperti dirinya akan menemukan cara untuk menyelesaikan suatu
masalah.
c. Agency Thinking
Menurut Irving, dkk (dalam Rahmawati, 2016) agency merupakan
kapasitas untuk menggunakan suatu jalur untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Agency mencerminkan persepsi individu bahwa dia mampu
mencapai tujuannya melalui jalur-jalur yang dipikirkannya, agency juga
dapat mencerminkan penilaian individu mengenai kemampuannya
bertahan ketika menghadapi hambatan dalam mencapai tujuannya. Orang
yang memiliki harapan tinggi menggunakan self-talk seperti “Saya dapat
melakukan ini” dan “Saya tidak akan berhenti sampai di sini”. Agentic
thinking penting dalam semua pemikiran yang berorientasi pada tujuan,
namun akan lebih berguna pada saat individu menghadapi hambatan.
Ketika individu menghadapi hambatan, agency membantu individu
menerapkan motivasi pada jalur alternatif terbaik. Komponen agency dan
pathway saling memperkuat satu sama lain sehingga satu sama lain saling
mempengaruhi dan dipengaruhi secara berkelanjutan dalam proses
pencapaian tujuan.

8
Individu yang memiliki agency thinking dan pathway thinking
tinggi adalah individu yang menyimpan tujuan yang jelas dan memikirkan
cara untuk meraih tujuan tersebut di dalam pikiran mereka. Mereka mudah
berinteraksi dengan orang lain dan memanfaatkan kesempatan untuk
mendapatkan hal-hal yang mereka inginkan.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harapan


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tujuan dari harapan dan
perilaku yang terarah menurut Snyder antara lain:
a. Seberapa besar nilai dari hasil yang diusahakan.
b. Jalan keluar yang direncanakan dapat dipastikan terhadap hasil dan
keinginan yang sesuai tentang bagaimana keefektifan mereka akan
berhasil pada sesuatu yang dihasilkan.
c. Pemikiran diri sendiri dan seberapa efektif seseorang akan mengikuti
jalannya dalam upaya mencapai tujuan.

C. Kebahagiaan (Happiness)
1. Pengertian Kebahagiaan
Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan sebagai konsep yang
mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas
positif yang disukai individu tersebut. Seligman kemudian membagi emosi
positif tersebut menjadi tiga macam yaitu emosi yang diarahkan atau datang
dari masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Puas, bangga dan tenang
adalah emosi yang berorientasi pada masa lalu. Optimisme, harapan,
kepercayaan, keyakinan, dan kepercayaan diri adalah emosi yang berorientasi
pada masa depan. Semangat, riang, gembira, ceria serta marujuk pada aktifitas
yang disukai merupaka emosi positif yang berasal dari masa sekarang (dalam
Anwar, 2015). Happiness atau kebahagiaan menurut Diener dkk (1999)
merupakan kualitas dari keseluruhan hidup manusia, apa yang membuat
kehidupan menjadi baik secara keseluruhan seperti kesehatan yang lebih baik,

9
kreativitas yang tinggi ataupun pendapatan yang lebih tinggi (dalam Anwar,
2015).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah
perasaan positif yang berasal dari kualitas keseluruhan hidup manusia yang
ditandai dengan adanya kesenangan yang dirasakan oleh seorang individu
ketika melakukan sesuatu hal yang disenangi di dalam hidupnya dengan tidak
adanya perasaan menderita.

2. Aspek-Aspek Kebahagiaan
Menurut Seligman (2005) terdapat lima aspek utama yang dapat
menjadi sumber kebahagiaan sejati (dalam Anwar, 2015), yaitu:
a. Terjadinya hubungan positif dengan orang lain
Hubungan positif atau positife relationship bukan sekedar memiliki
teman, pasangan, ataupun anak, tetapi dengan menjalin hubungan yang
positif dengan individu yang ada disekitar. Status perkawinan dan
kepemilikan anak tidak dapat menjamin kebahagiaan seseorang.
b. Keterlibatan penuh
Keterlibatan penuh bukan hanya pada karir, tetapi juga dalam aktivitas
lain seperti hobi dan aktifitas bersama keluarga. Dengan melibatkan
diri secara penuh, bukan hanya fisik yang beraktivitas, tetapi hati dan
pikiran juga turut serta dalam aktivitas tersebut.
c. Penemuan makna dalam keseharian
Dalam keterlibatan penuh dengan hubungan positif dengan orang lain
tersirat satu cara lain untuk dapat bahagia, yakni menemukan makna
dalam apapun yang dilakukan.
d. Optimisme yang realistis
Oranng yang optimis dapat dikatakan sebagai orang yang lebih
berbahagia. Mereka tidak mudah cemas karena menjalani hidup
dengan penuh harapan.
e. Resiliensi

10
Orang yang berbahagia bukan berarti tidak pernah mengalami
penderitaan, karena kebahagiaan tidak tergantung pada seberapa
banyak peristiwa menyenangkan yang dialami. Melainkan sejauh mana
seseorang memiliki resiliensi, yakni kemampuan untuk bangkit dari
peristiwa yang tidak menyenangkan sekalipun.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan


Berikut ini adalah penjabaran dari faktor-faktor eksternal yang
berkontribusi terhadap kebahagiaan seseorang menurut Seligman (2005) yang
didukung oleh Carr (2004) (dalam Anwar, 2015), yaitu:
a. Faktor Internal
Menurut Seligman (2005), terdapat tiga faktor internal yang
berkontribusi terhadap kebahagiaan, yaitu kepuasan terhadap masa lalu,
optimisme terhadap masa depan, dan kebahagiaan pada masa sekarang.
Ketiga hal tersebut tidak selalu dirasakan secara bersamaan, seseorang bisa
saja bangga dan puas dengan masa lalunya namun merasa getir dan
pesimis terhadap masa sekarang dan yang akan datang.
1) Kepuasan Terhadap Masa Lalu.
Kepuasan terhadap masa lalu dapat dicapai melalui tiga cara,
pertama melepaskan pandangan masa lalu sebagai penentu masa depan
seseorang. Kedua, Gratitude (bersyukur) terhadap hal-hal baik dalam
hidup akan meningkatkan kenangan-kenangan positif, dan ketiga
Forgiving dan forgetting (memaafkan dan melupakan). Perasaan
seseorang terhadap masa lalu tergantung sepenuhnya pada ingatan
yang dimilikinya. Salah satu cara untuk menghilangkan emosi negatif
mengenai masa lalu adalah dengan memaafkan. Memaafkan dapat
menurunkan stress dan meningkatkan kemungkinan terciptanya
kepuasan hidup.
2) Optimisme Terhadap Masa Depan.

11
Menurut Carr (2004) optimisme didefinisikan sebagai
ekspektasi secara umum bahwa akan terjadi lebih banyak hal baik
dibandingkan hal buruk di masa yang akan datang.
3) Kebahagiaan Masa Sekarang.
Ada tiga hal yang dapat meningkatkan kebahagiaan sementara,
yaitu menghindari habituasi dengan cara memberi selang waktu cukup
panjang antar kejadian menyenangkan; savoring (menikmati) yaitu
menyadari dan dengan sengaja memperhatikan sebuah kenikmatan;
serta mindfulness (kecermatan) yaitu mencermati dan menjalani segala
pengalaman dengan baik.
b. Faktor Eksternal
1) Uang
Keadaan keuangan yang dimiliki seseorang pada saat tertentu
menentukan kebahagiaan yang dirasakannya akibat peningkatan
kekayaan. Individu yang menempatkan uang di atas tujuan yang
lainnya juga akan cenderung menjadi kurang puas dengan pemasukan
dan kehidupannya secara keseluruhan.
2) Pernikahan.
Pernikahan memiliki dampak yang jauh lebih besar dibanding
uang dalam mempengaruhi kebahagiaan seseorang. Individu yang
menikah cenderung lebih bahagia daripada mereka yang tidak menikah
(Seligman, 2005). Lebih bahagianya individu yang telah menikah
karena pernikahan menyediakan keintiman psikologis dan fisik,
konteks untuk memiliki anak, membangun rumah tangga, dan
mengafirmasi identitas serta peran sosial sebagai pasangan dan
orangtua (Carr, 2004).
3) Kehidupan Sosial.
Individu yang memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi
umumnya memiliki kehidupaan sosial yang memuaskan dan
menghabiskan banyak waktu bersosialisasi. Menurut Carr (2004)
Pertemanan yang terjalin sebaiknya terbuka antar satu sama lain

12
sehingga berkontribusi terhadap kebahagiaan, karena pertemanan
tersedia dukungan sosial dan terpenuhinya kebutuhan akan affiliasi
4) Kesehatan.
Kesehatan yang dapat berpengaruh terhadap kebahagiaan
adalah kesehatan yang dipersepsikan oleh individu (kesehatan
subjektif), bukan kesehatan yang sebenarnya dimiliki (kesehatan
obyektif).
5) Agama.
Penelitian menunjukkan bahwa individu yang religius lebih
bahagia dan lebih puas dengan kehidupannya dibandingkan individu
yang tidak religius. Hal ini disebabkan oleh tiga hal. Pertama, efek
psikologis yang ditimbulkan oleh religiusitas cenderung positif,
mereka yang religius memiliki tingkat penyalahgunaan obat-obatan,
kejahatan, perceraian dan bunuh diri yang rendah. Kedua, adanya
keuntungan emosional dari agama berupa dukungan sosial dari mereka
yang bersama-sama membentuk kelompok agama yang simpatik.
Ketiga, agama sering dihubungkan dengan karakteristik gaya hidup
sehat secara fisik dan psikologis dalam kesetiaan perkawinan, perilaku
prososial, makan dan minum secara teratur, dan komitmen untuk
bekerja keras.
6) Emosi Positif.
Melalui penelitian yang dilakukan oleh Norman Bradburn
(dalam Seligman, 2005) diketahui bahwa individu yang mengalami
banyak emosi negatif akan mengalami sedikit emosi positif, dan
sebaliknya Lafreniere (1999) menyatakan bahwa emosi positif
merupakan emosi yang dikehendaki seseorang, seperti gembira, rasa
ingin tahu, cinta, dan bangga.
7) Usia.
Kepuasan hidup yang meningkat perlahan seiring dengan usia.
8) Pendidikan dan Gender.

13
Pendidikan dapat sedikit meningkatkan kebahagiaan pada
mereka yang berpenghasilan rendah karena pendidikan merupakan
sarana untuk mencapai pendapatan yang lebih baik. Sedangkan gender,
biasanya wanita cenderung lebih bahagia sekaligus lebih sedih
dibandingkan pria.
9) Produktivitas Pekerjaan.
Carr (2004) menyatakan bahwa individu yang bekerja
cenderung lebih bahagia daripada yang menganggur, terutama jika
tujuan yang dicapai merupakan tujuan yang memiliki nilai tinggi bagi
individu. Hal ini disebabkan oleh adanya stimulasi menyenangkan,
terpuasnya rasa keingintahuan dan pengembangan keterampilan,
dukungan sosial, serta identitas diri yang didapat dari pekerjaan (dalam
Anwar, 2015).

D. Keterkaitan Harapan dan Kebahagiaan dengan Positif Mental Health


Harapan dan kebahagiaan merupakan salah satu indikator dari
Positif Mental Health. Positif Mental Health diartikan sebagai individu yang
memiliki pola pikir positif yang terlepas dari gejala-gejala gangguan mental
sehingga melahirkan perilaku yang positif dan karenanya dapat mencapai
kesejahteraan baik secara emosional, sosial dan psikologis. Kesehatan mental
positif membentuk konstruksi psikologis yang terdiri dari komponen hedonis
dan eudaimonik. Individu dapat dikatakan sejahtera baik secara emosional,
sosial dan psikologis bila ia telah memiliki komponen hedonis dan
eudamionik tersebut di dalam dirinya.
Untuk membentuk kesehatan mental positif yang memiliki komponen
hedonis dan eudamionik tersebut salah satunya adalah memiliki indikator
harapan dan kebahagiaan dalam hidup. Harapan diartikan sebagai keadaan
mental positif pada seseorang dengan kemampuan yang dimilikinya dalam
upaya mencapai tujuan pada masa depan. Sedangkan Kebahagiaan merupakan
perasaan positif yang berasal dari kualitas keseluruhan hidup manusia yang
ditandai dengan adanya kesenangan yang dirasakan oleh seorang individu

14
ketika melakukan sesuatu hal yang disenangi di dalam hidupnya dengan tidak
adanya perasaan menderita.
Seseorang yang memiliki harapan positif dan kebahagiaan adalah
individu yang sehat mentalnya. Harapan merupakan proses aktif untuk
mengejar tujuan dengan cara yang positif. Sedangkan kebahagiaan
mencerminkan kualitas hidup seseorang yang mampu menerima semua
pengalaman yang terjadi dalam hidupnya dan memiliki emosi positif untuk
selalu bahagia dalam hidupnya. Emosi positif pada kebahagiaan ini salah
satunya adalah harapan yang berorientasi pada masa depan. Hal ini berarti,
harapan dan kebahagiaan saling berhubungan dalam membentuk kesehatan
mental positif. Individu yang sehat mental adalah individu yang memiliki
harapan yang positif terhadap masa depannya dan dapat menjalani hidupnya
dengan bahagia.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Positive Mental Health merupakan konstruk yang berfokus positif yang
menentukan sejauh mana individu berkembang dalam hidup dan memiliki
kesejahteraan emosional, sosial, dan psikologis yang tinggi. Salah satu
indikator dalam Positive Mental Health adalah harapan dan kebahagiaan.
Harapan merupakan proses aktif untuk mengejar tujuan dengan cara yang
positif. Sedangkan kebahagiaan mencerminkan kualitas hidup seseorang yang
mampu menerima semua pengalaman yang terjadi dalam hidupnya dan
memiliki emosi positif untuk selalu bahagia dalam hidupnya. Oleh karena itu,
sangat penting bagi kita untuk memiliki harapan yang dapat memotivasi kita
untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan mampu untuk selalu hidup
bahagia dalam melakukan segala aktivitas dengan emosi yang positif.

B. Saran
Demi kesempurnaan makalah ini, kami sangat mengharapkan kritikan dan
saran yang bersifat menbangun kearah kebaikan demi kelancaran dan
kesempurnaan penulisan ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Zainul. 2015. Penerapan Konseling Kelompok untuk Meningkatkan


Happiness pada Remaja Panti Asuhan. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan.
03(1): 146-149
Barry, Margaret M. 2008. The Influence Of Social, Demographic, And Physical
Factors On Positive Mental Health In Children, Adults And Older People,
Foresinnght Mental Capital And Wellbeing Project, Sr-b3. Hal 3-5
lyons, Anthony. 2013, Factors Related To Positive Mental Health In a
Stigmatized Minority: An Investigation Of Older Gay Men. Journal Of Aging
And Health. 25(7): 161
Putri Utami, Tiara. 2017. Kesehatan Mental Positif Remaja Pengonsumsi
Minuman Berakohol Dilihat Dari Mental Helath Continuum. Jurnal Riset
Bimbingan Dan Konseling. 3(9)
Rahmawati. 2016. Hubungan Hope, Happiness dan Forgiveness terhadap Marital
Adjustment Pasutri Di Kota Serang. Jurnal Bimbingan Konseling. 1(1): 51-
63

17

Anda mungkin juga menyukai