Anda di halaman 1dari 19

SINDROM STRESS PASCA TRAUMA YANG DIALAMI

TENAGA KESEHATAN DI ERA PANDEMI COVID-19

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Psikologi
yang dibina oleh Ibu Dr. Farida Halis DK, S.Kp, M.Pd

Disusun oleh:
1. Bima Ariyu Putra Anggutar (P17211217137)
2. Rafina Bimantari (P17211217141)
3. Clarissa Sasi Kirana (P17211217146)
4. Chirana Karsa Medis (P17211217147)
5. Balkizta Putri Nadia (P17211217156)
6. Titin Masfi’ah (P17211217158)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


PRODI DIV KEPERAWATAN MALANG
RINTISAN KELAS INTERNASIONAL
April 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Sindrom Stress Pasca
Trauma yang Dialami Tenaga Kesehatan di Era Pandemi COVID-19.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Dr. Farida Halis
DK, S.Kp, M.Pd pada mata kuliah Psikologi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan mengenai sindrom stress pasca trauma yang dialami tenaga kesehatan di
era pandemi COVID-19 bagi para pembaca dan bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Farida Halis DK, S.Kp, M.Pd selaku dosen
mata kuliah Psikologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan
dan pengetahuan sesuai bidang studi yang saya tekuni.

Tidak lupa saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari
bahwa makalah yang saya buat ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran akan
saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 12 April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL...................................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum......................................................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus.....................................................................................................................2
1.4 Manfaat.......................................................................................................................................2
1.4.1 Manfaat Teoritis..................................................................................................................2
1.4.2 Manfaat Praktis....................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI...............................................................................................................4
2.1 Emosi..........................................................................................................................................4
2.1.1 Definisi Emosi.....................................................................................................................4
2.1.2 Bentuk – Bentuk Emosi.......................................................................................................4
2.2 Stress...........................................................................................................................................5
2.3.1 Definisi Stress......................................................................................................................5
2.3.2 Jenis – Jenis Stress...............................................................................................................5
2.3.3 Faktor Penyebab..................................................................................................................7
2.3 Adaptasi......................................................................................................................................8
2.3.1 Definisi Adaptasi.................................................................................................................8
2.3.2 Macam – Macam.................................................................................................................8
2.3.3 Faktor – Faktor..................................................................................................................10
BAB III TINJAUAN KASUS............................................................................................................12
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................................................13
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................................15
5.1 Kesimpulan...............................................................................................................................15
5.2 Saran.........................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stres merupakan sesuatu yang tidak dapat terhindarkan dalam kehidupan manusia.
Masing – masing orang memiliki berbagai tingkat stress yang berbeda, setiap orang pasti
pernah mengalaminya. Inilah dampak dari perubahan sosial yang cepat berubah akibat
modernisasi, industrialisasi, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan nilai-
nilai moral, etika, dan gaya hidup yang tidak semua orang dapat beradaptasi, tergantung
pada kepribadiannya yang dimiliki oleh setiap individu.
Stres merupakan awal mula terjadinya reaksi psikologis yang membuat seseorang
gugup atau cemas karena tidak dapat mengatasi atau mencapai kebutuhan dan
keinginannya. Stres sendiri dapat berasal dari individu, lingkungan keluarga, lingkungan
tempat tinggal , dan juga dapat berasal dari tempat-tempat dimana individu
menghabiskan waktu yang cukup banyak, seperti kantor dan lembaga pendidikan.
Menurut Pedak (2009) Tubuh manusia dirancang khusus untuk mendeteksi dan
menanggapi gangguan mental ini, menjaga perhatian manusia untuk siap menghadapi
atau menghindari bahaya.
Stres merupakan salah satu gangguan jiwa yang paling banyak diderita oleh penduduk
di Indonesia. Hasil penelitian menurut Sipayung (2010) menunjukan bahwa sekitar 15 %
populasi di Indonesia banyak yang mengalami stress dan banyak yang tidak tahu dan
mengajari mengenai permasalahaannya sehingga dipikir berlarut-larut dan sebagian
berakhir tragis dengan bunuh diri. Banyak kasus remaja yang mencoba bunuh diri dan
lebih cenderung memiliki gangguan emosional seperti stres, depresi, penyalahgunaan zat,
perilaku antisosial dan agresif, atau kepribadian yang tidak stabil. Kondisi remaja yang
terus-menerus stres karena tidak bisa menyelesaikan masalah dan akhirnya bisa berujung
pada depresi.
Stres merupakan model adaptif yang dapat mengintegrasikan faktor biologis,
psikologis, sosial budaya, lingkungan, hukum dan etika. Stres juga merupakan
ketidaknyamanan seseorang menghadapi sesuatu dan bersifat psikososial berupa
kecemasan dan depresi (diklasifikasikan sebagai stres ringan, stres sedang, dan stres
berat). Stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dan
lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan yang timbul dari situasi dan
sumber daya biologis, psikologis, dan sosial dari sistem.

1
Berdasarkan paparan yang telah disampaikan diatas bahwa stres mungkin berbahaya,
tidak menyenangkan, tidak terkendali, atau di luar kemampuan individu karena adanya
tuntutan / rangsangan internal dan eksternal dalam keadaan yang dialami.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah di atas yaitu apa yang terjadi pada para tenaga
kesehatan yang mengalami sindrom stress pasca trauma serta hubungannya dengan
emosi, stress, dan adaptasi.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuata makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran
umum mengenai sindrom stress pasca trauma yang dialami oleh tenaga kesehatan
di era pandemi serta hubungannya dengan stress, emosi, dan adaptasi.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Memahami konsep pengendalian emosi dan stress dalam beradaptasi di
lingkungan sosial
b. Mengobservasi kejadian sindrom stress pasca trauma yang dialami oleh tenaga
kesehatan di era pandemi
c. Meneliti hubungan antara sindrom stress pasca trauma dengan konsep emosi,
stress, dan adaptasi lingkungan
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat berguna untuk mengembangkan dan
menambah pengetahuan dalam bidang mengenai pengendalian emosi dan stress
dalam beradaptasi di lingkungan sosial.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Perawat
Diharapkan makalah ini dapat digunakan Perawat untuk mengetahui dan
menambah pengalaman mengenai dan stress dalam beradaptasi di lingkungan
sosial sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan studi kasus ini nantinya dapat dijadikan bahan masukan dalam
proses pembelajaran dan dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dan bahan
bacaan tentang dan stress dalam beradaptasi di lingkungan sosial.

2
c. Bagi Masyarakat
Diharapkan studi kasus ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan
pengetahuan bagi masyarakat khususnya tentang dan stress dalam beradaptasi di
lingkungan sosial.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Emosi
2.1.1 Definisi Emosi
Menurut Bimo Walgito (1989), emosi adalah suatu keadaan atau perasaan yang
telah melampaui batas sehingga untuk mengadakan hubungan dengan sekitarnya
mungkin terganggu. Bisa perasaan marah, takut, sedih, senang, benci cinta,
antusias, bosan dan lain-lain sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi pada kita.
Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of Psychology, emosi adalah suatu
keadaan yang dirangsang dari suatu organisme dan hal tersebut mencakup
perubahan – perubahan yang disadari dan sifatnya mendalam.
Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan, perasaan (feelings) adalah
pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh
bermacam-macam keadaan jasmaniah. Jadi, emosi merujuk pada suatu perasaan
dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Emosi sebagai gejala kejiwaan berhubungan dengan gejala kejasmanian.
Apabila individu mengalami emosi, dalam diri individu itu akan terdapat
perubahan-perubahan dalam kejasmanian, misalnya ketakutan pada gejala
kejasmanian yang tampak adalah muka pucat dan jantung berdebar – debar.
2.1.2 Bentuk – Bentuk Emosi
1. Amarah
Didalamnya meliputi brutal, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal
hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan,
dan kebencian patologis.
2. Kesedihan
Didalamnya meliputi pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani
diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan depresi.
3. Rasa takut
Didalamnya meliputi cemas, takut, gugup, khawatir, was – was, perasaan
takut sekali, sedih, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panik, phobia.
4. Kenikmatan

4
Didalamnya meliputi kebahagiaan, gembira, ringan, puas, riang, senang,
terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, terpesona, puas, rasa terpenuhi,
girang, senang sekali, dan mania.
2.2 Stress
2.3.1 Definisi Stress
Menurut Richard (2010) stress adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa
sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu merespon
peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Peristiwa yang
memunculkan stress dapat saja positif (misalnya merencanakan perkawinan) atau
negatif (contoh : kematian keluarga). Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang
menekan (stressful event) atau tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh
individu terhadapnya.
Menurut Vincent Cornelli (2017) Stress adalah gangguan pada tubuh dan
pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan. Menurut Charles
D. Speilberger, menyebutkan stress adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang
mengenai seseorang misalnya objek dalam lingkungan atau sesuatu stimulus yang
secara obyektif adalah berbahaya. Stress juga bisa diartikan sebagai tekanan,
ketegangan, gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri
seseorang (Jenita DT Donsu, 2017).
Menurut Dilawati (dalam Syahabuddin, 2010) stress adalah suatu perasaan yang
dialami apabila seseorang menerima tekanan. Tekanan atau tuntutan yang diterima
mungkin datang dalam bentuk mengekalkan jalinan perhubungan, memenuhi
harapan keluarga dan untuk pencapaian akademik. Lazarus dan Folkman (dalam
Evanjeli, 2012) menjelaskan stres sebagai kondisi individu yang dipengaruhi oleh
lingkungan. Kondisi stress terjadi karena ketidakseimbangan antara tekanan yang
dihadapi individu dan kemampuan untuk menghadapi tekanan tersebut. Individu
membutuhkan energi yang cukup untuk menghadapi situasi stress agar tidak
mengganggu kesejahteraan mereka.
2.3.2 Jenis – Jenis Stress
Menurut Jenita DT Donsu (2017) secara umum stress dibagi menjadi dua
macam, yaitu :
1. Stress Akut

5
Stress yang dikenal juga dengan flight or flight response. Stress akut adalah
respon tubuh terhadap ancaman tertentu, tantangan atau ketakutan. Respons
stress akut yang segera dan intensif di beberapa keadaan dapat menimbulkan
gemetar.
2. Stress Kronis
Stress kronis adalah stress yang lebih sulit dipisahkan atau diatasi, dan
efeknya lebih panjang dan lebih.
Menurut Priyoto (2014) stress dibagi menjadi tiga menurut gejalanya, yaitu :
1. Stress Ringan
Stress ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang secara teratur,
seperti banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan. Situasi stress
ringan berlangsung beberapa menit atau jam saja.
Ciri-ciri stress ringan yaitu semangat meningkat, penglihatan tajam, energi
meningkat namun cadangan energinya menurun, kemampuan menyelesaikan
pelajaran meningkat, sering merasa letih tanpa sebab, kadang-kadang terdapat
gangguan sistem seperti pencernaan, otak, perasaan tidak santai. Stress ringan
berguna karena dapat memacu seseorang untuk berpikir dan berusaha lebih
tangguh menghadapi tantangan hidup.
2. Stress Sedang
Stress sedang berlangsung lebih lama daripada stress ringan. Penyebab stress
sedang yaitu situasi yang tidak terselesaikan dengan rekan, anak yang sakit, atau
ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga. Ciri-ciri stress sedang yaitu
sakit perut, mules, otot-otot terasa tengang, perasaan tegang, gangguan tidur,
badan terasa ringan.
3. Stress Berat
Stress berat adalah situasi yang lama dirasakan oleh seseorang dapat
berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan, seperti perselisihan
perkawinan secara terus menerus, kesulitan finansial yang berlangsung lama
karena tidak ada perbaikan, berpisah dengan keluarga, berpindah tempat tinggal
mempunyai penyakit kronis dan termasuk perubahan fisik, psikologis sosial
pada usia lanjut.
Ciri-ciri stress berat yaitu sulit beraktivitas, gangguan hubungan sosial,sulit
tidur, negatifistic, penurunan konsentrasi, takut tidak jelas, keletihan meningkat,
tidak mampu melakukan pekerjaan sederhana, perasaan takut meningkat.

6
2.3.3 Faktor Penyebab
Menurut Wahjono & Senot Imam (2010) menyatakan bahwa terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan stress, antaralain :
1. Faktor Lingkungan
Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi perancangan struktur organisasi,
ketidakpastian juga mempengaruhi tingkat stres di kalangan para karyawan
dalam sebuah organisasi. Bentuk - bentuk ketidakpastian lingkungan ini antara
lain ketidakpastian ekonomi berpengaruh terhadap seberapa besar pendapatan
yang diterima oleh karyawan maupun reward yang diterima karyawan,
ketidakpastian politik berpengaruh terhadap keadaan dan kelancaran organisasi
yang dijalankan, ketidakpastian teknologi berpengaruh terhadap kemajuan suatu
organisasi dalam penggunaan teknologinya, dan ketidakpastian keamanan
berpengaruh terhadap posisi dan peran organisasinya.
2. Faktor Organisasi
Beberapa faktor organisasi yang menjadi potensi sumber stress, antaralain :
a. Tuntutan tugas dalam hal desain pekerjaan individu, kondisi kerja, dan tata
letak kerja fisik.
b. Tuntutan peran yang berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada
seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam sebuah
organisasi termasuk beban kerja yang diterima seorang individu.
c. Tuntutan antar-pribadi, yang merupakan tekanan yang diciptakan oleh
karyawan lain seperti kurangnya dukungan sosial dan buruknya hubungan
antar pribadi para karyawan.
d. Struktur organisasi yang menentukan tingkat diferensiase dalam organisasi,
tingkat aturan dan peraturan, dan di mana keputusan di ambil. Aturan yang
berlebihan dan kurangnya partisipasi individu dalam pengambilan keputusan
merupakan potensi sumber stress.
e. Kepemimpinan organisasi yang terkait dengan gaya kepemimpinan atau
manajerial dan eksekutif senior organisasi. Gaya kepemimpinan tertentu
dapat menciptakan budaya yang menjadi potensi sumber stress.
3. Faktor Individu
Faktor individu menyangkut dengan faktor-faktor dalam kehidupan pribadi
individu. Faktor tersebut antara lain persoalan keluarga, masalah ekonomi
pribadi, dan karakteristik kepribadian bawaan.

7
Menurut Robbins (2006) Setiap individu memiliki tingkat stress yang
berbeda meskipun diasumsikan berada dalam faktor-faktor pendorong stress
yang sama. Perbedaan individu dapat menentukan tingkat stress yang ada.
Tingkat stress juga terkait dengan penerapannya pengelolaan stres di dalam
sebuah organisasi. Pendekatan pengelolaan stress ini dapat dijadikan variabel
penelitian, untuk melihat pengaruh penerapan pendekalan ini terhadap tingkat
stress pada organisasi.
2.3 Adaptasi
2.3.1 Definisi Adaptasi
Menurut Sarafino (2005) Adaptasi adalah proses penyesuaian diri terhadap
beban lingkungan agar organisme dapat bertahan hidup. Sedangkan menurut
Gerungan (2006) menyebutkan bahwa adaptasi atau penyesuaian diri adalah
mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah
lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri).
Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan, penyesuaian ini
dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat
berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi.
Menurut Karta Sapoetra Adaptasi mempunyai dua arti, Adaptasi yang pertama
disebut penyesuaian diri yang autoplastis (auto artinya sendiri dan plastis artinya
bentuk), sedangkan pengertian yang kedua penyesuaian diri yang alloplastis (allo
artinya yang lain dan plastis artinya bentuk). Jadi adaptasi ada yang artinya “pasif”
yang mana kegiatan pribadi ditentukan oleh lingkungan. Dan ada yang artinya
“aktif” yang mana pribadi mempengaruhi lingkungan.
2.3.2 Macam – Macam
1. Adaptasi Fisiologis
Adaptasi fisiologis adalah proses dimana respon tubuh terhadap stresor untuk
mempertahankan fungsi kehidupan, dirangsang oleh faktor eksternal dan internal,
respons dapat dari sebagian tubuh atau seluruh tubuh serta setiap tahap
perkembangan punya stresor tertentu.
Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi melalui umpan balik negatif, yaitu
suatu proses dimana mekanisme kontrol merasakan suatu keadaan abnormal seperti
penurunan suhu tubuh dan membuat suatu respons adaptif seperti mulai mengigil
untuk membangkitkan panas tubuh. Ketiga dari mekanisme utama yang digunakan

8
dalam menghadapi stressor dikontrol oleh medula oblongata, formasi retikuler dan
hipofisis.
2. Adaptasi Psikologis
Perilaku adaptasi psikologi membantu kemampuan seseorang untuk
menghadapi stresor, mengarahkan pada penatalaksanaan stres dan didapatkan
melalui pembelajaran dan pengalaman sejalan dengan pengidentifikasian perilaku
yang dapat diterima dan berhasil. Perilaku adaptasi psikologi dapat konstruktif atau
destruktif. Perilaku konstruktif membantu individu menerima tantangan untuk
menyelesaikan konflik.
Perilaku destruktif mempengaruhi orientasi realitas, kemampuan pemecahan
masalah, kepribadian dan situasi yang sangat berat, kemampuan untuk berfungsi.
Perilaku adaptasi psikologis juga disebut sebagai mekanisme koping. Mekanisme
ini dapat berorientasi pada tugas, yang mencakup penggunaan teknik pemecahan
masalah secara langsung untuk menghadapi ancaman atau dapat juga mekanisme
pertahanan ego, yang tujuannya adalah untuk mengatur distres emosional dan
dengan demikian memberikan perlindungan individu terhadap ansietas dan stres.
3. Adaptasi Perkembangan
Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas
perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan
tersebut. Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stresor di rumah. Jika diasuh
dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu mengembangkan
harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat.
Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan. Mereka
mulai menyadari bahwa akumulasi pengetahuan dan penguasaan keterampilan
dapat membantu mereka mencapai tujuan, dan harga diri berkembang melalui
hubungan berteman dan saling berbagi diantara teman. Pada tahap ini, stres
ditunjukan oleh ketidakmampuan atau ketidakinginan untuk mengembangkan
hubungan berteman.
Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu
yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya (Dubos, 2002). Dewasa muda
berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung jawab orang
dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga.
Stresor mencakup konflik antara harapan dan realitas.

9
Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga, menciptakan
karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka. Usia lansia
biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga dan
kemungkinan terhadap kematian dari pasangan 20 atau teman hidup. Usia dewasa
tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi
fisiologis.
4. Adaptasi Sosial Budaya
Adaptasi sosial budaya mengkaji stresor dan sumber koping dalam dimensi
sosial mencakup penggalian tentang besaranya, tipe dan kualitas dari interaksi
sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang
mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 2003).
5. Adaptasi Spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stres dalam banyak
cara, tetapi stres dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stres yang
berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin
memandang stresor sebagai hukuman.
2.3.3 Faktor – Faktor
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi adaptasi, antaralain :
1. Faktor Presdiposisi
Menurut Stuart (2009) faktor predisposisi adalah penyebab yang menjadi
sumber terjadinya stres yang mempengaruhi tipe dan sumber dari individu untuk
menghadapi stres baik yang biologis, psikososial dan sosial kultural. Yang
termasuk faktor predisposisi adalah : Biologis, faktor ini ada hubungan dengan
adanya neuropatologi dan ketidakseimbangan neurotransmiter otak yaitu pada
sistem limbik, lobus frontalis dan hypothalamus.
Perubahan fungsi neurotransmitter, dopamine, serotonin, norepineprin dan
asetikolin yang menyebabkan adanya perubahan regulasi gerak dan koordinasi,
emosi, kemampuan memecahkan masalah, perilaku cenderung negatif atau
maladaptif, terjadi penurunan perhatian dan suasana hati. Yang termasuk dalam
faktor biologis yaitu genetik, nutrisi, sensitifitas biologi, status kesehatan, dan
paparan toksik (Stuart, 2009).
Termasuk dalam aspek psikologis yaitu intelegensia, berbicara, moral,
kepribadian, pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, motivasi, konsep

10
diri, motivasi, pertahanan psikologis. Faktor psikologis terbentuk sejak usia masih
kecil yang didapatkan dari kedua orang tuanya. Termasuk dalam sosiokultural
yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, status dan peran
sosial, latar belakang agama dan keyakinan, keikutsertaan dalam politik,
pengalaman sosial.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2009) faktor presipitasi adalah rangsangan yang
mempengaruhi, menyerang atau merusak individu. Termasuk dalam stressor
pencetus yaitu nature, origine, timing dan number. Nature yaitu faktor biologis,
faktor psikologis dan sosial budaya, Origin terbagi menjadi internal berupa
persepsi individu terhadap dirinya orang lain, dan lingkungan dan eksternal berupa
dukungan keluarga, masyarakat, kelompok, untuk timing yaitu stress terjadinya
dalam waktu dekat, lama atau terjadi berulang ulang, number adalah jumlah
depresi lebih dari satu atau tidak.

11
BAB III
TINJAUAN KASUS
Kasus yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah kejadian sindrom stress pasca
trauma (post-traumatic stress disorder) yang terjadi pada tenaga kesehatan di era pandemi
virus COVID-19. Sejak era pandemi virus COVID-19 yang terjadi pada akhir tahun 2019
lalu, terjadi peningkatan angka pasien yang dilarikan ke rumah sakit. Peningkatan jumlah
pasien ini tidak diimbangi dengan adanya rumah sakit dan tenaga kesehatan yang tersedia
untuk menangani masalah tersebut. Virus COVID-19 pada saat itu dapat menyebar dengan
cepat dan belum ditemukan obatnya.
Tenaga kesehatan khususnya perawat dan dokter berada di barisan terdepan dalam
merawat dan mengobati pasien COVID-19 tersebut. Kasus COVID-19 yang meningkat pada
saat itu memaksa para tenaga kesehatan untuk bekerja lebih lama dan lebih banyak dari
biasanya. Selain itu, karena virus yang menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan
kematian, membuat lingkungan kerja para tenaga kesehatan menjadi berbahaya baik untuk
diri mereka sendiri karena dapat tertular, maupun untuk orang lain karena mereka dapat
menjadi carrier.
Beban kerja yang semakin meningkat dan ditambah dengan perasaan was – was akan
penularan virus COVID-19 dapat membuat para tenaga kesehatan menjadi stress. Mereka
juga melihat banyak sekali korban meninggal baik pasien maupun rekan sejawat mereka
akibat COVID-19 yang dapat menimbulkan rasa trauma di dalam diri mereka. Selain itu,
banyak terjadi kasus pengasingan yang dilakukan oleh masyarakat kepada tenaga kesehatan
karena mereka dianggap dapat membawa virus keluar dari rumah sakit dan menyebarkannya
di lingkungan sekitar.
Oleh karena itu, akibat beban pekerjaan yang semakin meningkat, banyaknya kematian
yang disaksikan, serta pengasingan dari orang sekitar dapat membuat para tenaga kesehatan
menjadi stress ataupun trauma. Lama – kelamaan hal tersebut dapat menyebabkan sindrom
stress pasca trauma (post-traumatic stress disorder) pada para tenaga kesehatan.

12
BAB IV
PEMBAHASAN
Stress adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang
mengancam, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level
fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan
kehidupan. Kondisi stress terjadi karena ketidakseimbangan antara tekanan yang dihadapi
individu dan kemampuan untuk menghadapi tekanan tersebut. Individu membutuhkan energi
yang cukup untuk menghadapi situasi stress agar tidak mengganggu kesejahteraan mereka.
Pandemi dapat diklasifikasikan sebagai peristiwa traumatis yang belum pernah terjadi
sebelumnya yang melampaui rentang pengalaman normal manusia dengan paparan risiko
kematian. Pada kondisi seperti ini tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat menjadi
garda terdepan dalam setiap respons dari pandemi waban ini dan dengan demikian terpapar
pada bahaya yang menempatkan mereka pada risiko infeksi patogen wabah (dalam hal ini
COVID-19). Bahaya termasuk paparan patogen, jam kerja yang panjang, tekanan psikologis,
kelelahan, kelelahan kerja, stigma, dan kekerasan fisik dan psikologis.
Dari tinjauan kasus diatas didapati hasil bahwa tenaga kesehatan seperti dokter maupun
perawat memiliki resiko besar untuk mengalami kesehatan mental termasuk depresi,
kecemasan, kelelahan, dan sindrom stress pasca trauma (PTSD). Tekanan-tekanan yang
didapat oleh tenaga kesehatan seperti jam kerja yang lebih lama dan lebih banyak dari
biasanya sehingga memicu adanya kelelahan fisik.Selain kelelahan fisik tekanan yang didapat
tenaga kesehatan ketika mereka menyaksikan secara langsung meninggal nya pasien maupun
rekan sejawat mereka akibat COVID-19 yang dimana hal tersebut pastinya dapat
menimbulkan rasa trauma di dalam diri mereka dan juga banyak terjadi kasus pengasingan
yang dilakukan oleh masyarakat kepada tenaga kesehatan karena mereka dianggap dapat
membawa virus keluar dari rumah sakit dan menyebarkannya di lingkungan sekitar yang
pastinya menyebabkan terjadinya stress kronis dan kelelahan emosional.
Kelelahan emosional adalah dimensi awal dan paling penting dari kelelahan karena
peningkatan dan paparan stres yang berkepanjangan di tempat kerja.Kelelahan emosional
pada tenaga kesehatan, ciri kelelahan akibat stress kronis, dapat dikaitkan dengan kondisi di
lingkungan kerja. Krisis ekonomi yang berlangsung lama telah menyebabkan kekurangan
staf medis dan perawat, sumber daya yang terbatas, dan ketidakmampuan untuk memberikan
layanan segera kepada pasien. Kelelahan emosional ini berkaitan erat dengan terjadinya
sindrom stress pasca trauma (PTSD) .

13
Adanya stress kronis dan kelelahan emosional di tempat kerja tersebutlah menjadi
pengaruh terhadap tingkat manajemen stres pada tenaga kesehatan yang ditimbulkan oleh
pandemi dan akibatnya, terjadinya sindrom stress pasca trauma (PTSD).

14
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah bahwa pandemi yang terjadi
akibat virus COVID-19 saat ini dapat menyebabkan terjadinya sindrom stress pasca
trauma (PTSD) pada para tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan, terlebih lagi dokter dan
perawat berada di garda terdepan dalam mengobati dan merawat pasien akbiat virus
COVID-19. Beban kerja yang meningkat serta kurangnya dukungan dari lingkungan
sekitar dapat membuat mereka menjadi lebih mudah stress.
Selain itu, mereka melihat banyak sekali kasus kematian baik dari pasien maupun dari
rekan sejawat. Hal inilah yang dapat membuat mereka merasakan kelelahan emosional.
Apabila kelelahan emosional ini tidak segera ditangani maka dapat menyebabkan stress
akut pada para tenaga kesehatan.
5.2 Saran
Masyarakat haruslah bekerja sama dengan para tenaga kesehatan. Hal ini
dimaksudkan agar para tenaga kesehatan tidak merasakan stress di lingkungan tempat
tinggalnya juga. Para tenaga kesehatan sudah berjuang sekuat tenaga dalam menghadapi
pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini. Masyarakat dapat memberikan apresiasi
berupa sambutan hangat ataupun ucapan terima kasih agar para tenaga kesehatan tetap
semangat dalam melakukan tugas mereka.

15
DAFTAR PUSTAKA

Couper, et al. (2021). The Impact of COVID-19 on the Wellbeing of the UK Nursing and
Midwifery Workforce During the First Pandemic Wave.
Fitria, Y. (2021). Deteksi Kesiapan Sekolah: Upaya Menakar Kemampuan Adaptasi
Psikososial dengan Kemunculan Stres Akademik Pada Anak di Era Kenormalan Baru. Temu
Ilmiah Nasional (TEMILNAS XII), 1(1).
Gaol, N. T. L. (2016). Teori Stress: Stimulus, Respons, dan Transaksional. Buletin Psikologi,
24(1), 1-11.
Ilias, et al. (2021). Post-Traumatic Stress Disorder and Burnout in Healthcare Professionals
During the SARS-CoV-2 Pandemic. The Journal of Critical Care Medicine, 7(1), 14-20.
Kabunga, A., & Okalo, P. (2021). Frontline Nurses Post-Traumatic Stress Disorder and
Associated Predictive Factors During the Second Wave of COVID-19 in Central, Uganda.
Mardiati, I. A., Hidayatullah, F., Aminoto, F. (2018). Faktor Eksternal Tingkat Stress
Mahasiswa Keperawatan dalam Adaptasi Proses Pembelajaran.
Muawanah, L. B., & Pratikto, H. (2012). Kematangan Emosi, Konsep Diri, dan Kenakalan
Remaja. Jurnal Psikologi Tabularasa, 7(1).
Saladino, V., Auriemma, V., & Campinoti V. (2022). Healthcare Proffesionals, Post-
Traumtaic Stress Disorder, and COVID-19. Frontiers in Psychiatry.
Selian, S. N., Hutagalung, F. D., & Rosli, N. A. (2020). Pengaruh Stress Akademik, Daya
Tindak, dan Adaptasi Sosial Budaya Terhadap Kesejahteraan Psikologi Pelajar Universiti.
Jurnal Kepemimpinan Pendidikan, 7(2), 36-57.

16

Anda mungkin juga menyukai