PREEKLAMPSIA BERAT
Oleh:
dr. Aulia Rahmi
Pendamping:
dr. Yosi Susandri
dr. Matruzi
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan UKP (Unit Kesehatan
Perorangan) ini dengan judul “Preeklampsia berat.” Shalawat beriring salam
semoga disampaikan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan umat
beliau.
Laporan UKP ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti program
Internship Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kami mengucapkan
terima kasih kepada dr. Efriza Naldi, SpOG, dr. Yosi Susandri, dr. Matruzi selaku
pembimbing yang telah memberikan masukan dan bimbingan serta semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan laporan UKP ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Batasan Masalah 3
1.3 Tujuan dan Penulisan 3
1.4 Metode Penulisan 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Klasifikasi Preeklampsia 5
2.2 Epidemiologi 6
2.3 Etiologi 8
2.4 Patogenesis 10
2.5 Manifestasi Klinis dan Diagnosis 11
2.6 Diagnosis Banding 13
2.7 Pemeriksaan Penunjang 13
2.8 Penatalaksanaan 13
2.9 Prognosis 17
2.10 Komplikasi 17
BAB III LAPORAN KASUS 19
BAB IV DISKUSI 25
DAFTAR PUSTAKA 27
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
Laporan UKP ini terutama ditujukan kepada dokter umum agar dapat
memberikan tatalaksana awal yang tepat pada kasus emergensi ini di layanan
kesehatan.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
Salah satu criteria preeclampsia adalah proteinuria yang didefinisikan
sebagai ekskresi>300 mg protein dalam urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin
minimal 0,3 (masing-masing diukur sebagai mg/dL). Metode dipstick tidak lagi
disarankan untuk diagnostic kecuali pendekatan lain tidak tersedia. Protein1+
dianggap sebagai cut off untuk diagnosis proteinuria.9
Saat ini, diagnosis preeklampsia berat tidak lagi tergantung pada adanya
proteinuria. Manajemen preeklampsia tanpa proteinuria tidak boleh ditunda. Task
Forceon Hypertensionin Pregnancy juga menyarankan untuk mengeliminasi
kriteria proteinuria masif, yang didefinisikan sebagai proteinuria >5g, karena
kurangnya bukti bahwa kuantitas protein berhubungan dengan luaran kehamilan
dengan preeklampsia. Pertumbuhan janin terhambat juga bukan lagi indikasi
preeklampsia berat mengingat tatalaksana PJT pada kehamilan dengan atau tanpa
preeklampsia tidak berbeda.9
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2% dan 10% dari
kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan penanda awal dari
kejadian eklampsia, dan diperkirakan kejadian preeklampsia menjadi lebih tinggi
di negara berkembang. Angka kejadian preeklampsia di negara berkembang,
seperti di negara Amerika Utara dan Eropa adalah sama dan diperkirakan sekitar
5-7 kasus per 10.000 kelahiran. Disisi lain kejadian eklampsia di negara
berkembang bervariasi secara luas.10
Mulai dari satu kasus per 100 kehamilan untuk 1 kasus per 1700 kehamilan.
Rentang angka kejadian preeklampsia-eklampsia di negara berkembang seperti
negara Afrika seperti Afrika selatan, Mesir, Tanzania, dan Ethiopia bervariasi dari
1,8% sampai 7,1%. Di Nigeria angka kejadiannya berkisar antara 2% sampai
16,7% Dan juga preeklampsia ini juga dipengaruhi oleh ibu nullipara, karena ibu
nullipara memiliki resiko 4-5 kali lebih tinggi dari pada ibu multipara.10
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini
merupakan bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor dua
di Indonesia bagi ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di Indonesia
adalah akibat perdarahan.9
Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan /
6
preeklampsia /eklampsia diantaranya:11,12
a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida
tua. Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat.
Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten.
b. Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita,
faktor risiko meningkat sampai 25%.
c. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu. Penelitian
lain menyebutkan bahwa kekurangan kalsium berhubungan dengan angka
kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang
obese/overweight.
d. Tingkah laku/sosioekonomi
Insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama hamil
memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh
lebih tinggi. Istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi
kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.
e. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan
kembar, dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.
f. Diabetes mellitus: angka kejadian yang ada kemungkinan
patofisiologinya bukan preeklampsia murni, melainkan disertai kelainan
ginjal/vaskular primer akibat diabetesnya.
g. Kehamilan pertama
h. Riwayat Eklampsia atau Preeklampsia pada hamil sebelumnya
i. Jarak anak sebelumnya>10 tahun
j. Usia>40 tahun
k. Riwayat Preeklampsia pada keluarga (ibu & saudara perempuan)
l. Memiliki riwayat penyakit hipertensi, ginjal & diabetes.
m. Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
n. Kehamilan multipel
7
o. Sindrom antifosfolipid (APS)
p. Kehamilan dengan inseminasi donorsperma, oosit, dan embrio
q. Obesitas sebelum hamil
2.3 Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Pada implantasi
normal terjadi remodeling arteri spiralis karena diinvasi oleh trofoblas
endovaskular. Pada preeklampsia terjadi invasi trofoblastik inkomplet karena
invasi trofoblas yang dangkal. Pembuluh desidua akan dilapisi oleh trofoblas
endovaskular. Arteriola miometrium yang lebih dalam tidak kehilangan lapisan
endotel dan jaringan muskulo elastic dan rerata diameter eksternal hanya setengah
diameter pembuluh pada plasenta normal.8,13
8
1. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul
lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan
bahwa pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies”
terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun
yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada
kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih
banyak akibat respon imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti
respons imunisasi.
2. Faktor Hormonal
Penurunan hormon progesteron menyebabkan penurunan aldosteron
antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relatif aldosteron yang
menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi hipertensi dan
edema.
3. Faktor Genetik
Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian
preeklampsia-eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-
Eklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekuensi preeklampsia-eklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsia-eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.
4. Faktor Gizi
Faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak essensial terutama
asam arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan
menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu
terjadinya preeklampsia.
5. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
9
vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang
pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan
fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin
akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin.
Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2.4 Patogenesis
Patogenesis preeklampsia masih belum sepenuhnya dapat dijelaskan
meskipun hingga kini sudah banyak progres mengenai penjelasan terjadinya hal
tersebut. Plasenta menjadi kunci utama penyebab preeklampsia karena pelepasan
plasenta berhubungan dengan berkurangnya gejala preeklampsia. Pemeriksaan
patologik plasenta dari kehamilan dengan preeklampsia sering mengungkapkan
plasenta yang infark dan sklerotik di dekat arteriol. Hipotesis tentang cacatnya
invasi trofoblas dan hubungannya dengan hipoperfusi uteroplasenta dikaitkan
dengan terjadinya preeklampsia. Plasenta iskemik merupakan pusat keluarnya
berbagai zat kimia dan sinyal sebagai pencetus hipertensi dalam kehamilan.
Konsep ini terkenal dengan “two stage theory”. Stage 1 berupa banyak factor
termasuk genetik, imunologi, pengaruh lingkungan yang dapat menyebabkan
plasentasi abnormal sehingga aliran darah berkurang sehingga terjadi plasenta
iskemik. Pada Stage 2 dimana plasenta mengeluarkan kimiawi atau molekul
kedalam sirkulasi.8,14
10
Suatu kondisi lokal iskemik seperti pada plasenta berhubungan dengan sistem
vascular atas 3 kondisi, yaitu peningkatan resistensi vaskular, berkurangnya
vaskular tone, dan perubahan diameter pembuluh darah yang pada akhirnya
11
2. Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
3. Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik/region kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis: stroke, nyeri kepala,gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absentor reversed end diastolic velocity(ARDV).6,13
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeclampsia atau disebut dengan preeclampsia berat. Kriteria
gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau
preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini:
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160mmHg sistolik atau 110mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
2. Trombositopenia: trombosit <100.000/mikroliter
3. Gangguan ginjal: kreatinin serum>1,1mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainanginjallainnya
4. Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik/region kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity(ARDV)6,13
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara
kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin
massif (lebih dari 5g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeclampsia
12
8
(preeclampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan preeclampsia
ringan, dikarenakan setiap preeclampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan
dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan
dalam waktu singkat.13
2.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Ekspetatif
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki
luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta
memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan ibu. Manajemen
ekspektatif tidak meningkatkan kejadian morbiditas maternal seperti
13
gagal ginjal, sindrom HELLP, angka seksio caesar, atau solusio plasenta.
Sebaliknya dapat memperpanjang usia kehamilan, serta mengurangi
morbiditas perinatal seperti penyakit membrane hialin, necrotizing
enterocolitis, kebutuhan perawatan intensif dan ventilator serta lama
perawatan. Berat lahir bayi rata–rata lebih besar pada manajemen
ekspektatif, namun insiden pertumbuhan janin terhambat juga lebih
banyak.13
Pemberian kortikosteroid mengurangi kejadian sindrom gawat napas,
perdarahan intraventrikular, infeksi neonatal serta kematian neonatal.13
14
Alur manajemen ekspetatif Preeklampsia Berat13
Rekomendasi:
1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia berat
dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat kondisi ibu
dan janin stabil.
2. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga direkomendasikan
untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang adekuat dengan
tersedia perawatan intensif bagi maternal dan neonatal.
3. Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia berat,
pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu pematangan
paru janin.
4. Pasien dengan preeclampsia berat direkomendasikan untuk melakukan
rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif. Evaluasi di kamar
15
bersalin dalam 24 – 48 jam
5. Magnesium sulfat profilaksis, antihipertensi
6. USG, evaluasi kesejahteraan janin, gejala dan pemeriksaan
laboratorium13
Ada beberapa criteria yang dapat dijadikan patokan untuk dilakukan
terminasi segera:13
16
Drug Dose Adverse Events in Comments
Pregnancy
particularly if used Immediate release
in combination with nifedipine not
magnesium sulfate recommended
Hydralazine (PO) 50–300 mg/d in Hypotension, Flushing, headache
two to four neonatal
divided doses thrombocytopenia,
lupus-like
syndrome,
tachycardia
Hydralazine 5–10 mg iv/im; Tachycardia, Hypotension and
may repeat every hypotension, inhibition of labor,
20–30 min to a headache, fetal especially when
maximum of 20 distress combined with
mg magnesium sulfate
Nicardipine (IV) Initial: 5 mg/h Headache, edema, Increased risk of
increased by 2.5 tachycardia hypotension and
mg/h every 15 inhibition of labor,
min to a especially when
maximum of 15 combined with
mg/h magnesium sulfate
Nitroprusside (IV) 0.3–0.5 to 2 Risk for fetal Use >4 h and dose
μg/kg per minute; cyanide toxicity >2 μg/kg per
maximum minute associated
duration of 24–48 with increased risk
h of cyanide toxicity;
use only as a last
resort
2.9 Prognosis
Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur
gestasijanin, ada tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan bagaimana
proses bersalin dilaksanakan, dan apakah terjadi eklampsia. Kematian ibu antara
9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.8,9
2.10 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu:8,9
1. Solusio plasenta: biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
2. Hipofibrinogenemia
3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis
periportal hati pada penderita pre-eklampsia.
17
4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.
Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat
yang menunjukkan adanya apopleksia serebri.
6. Edema paru
7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol
umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan
enzim.
8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
9. Prematuritas
10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.
Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.
11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah
mencapai tahap eklampsia.
18
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama (inisial) : Ny. PY
Umur/ Tanggal lahir : 28 tahun/ 30 Maret 1992
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No RM : 13.17.10
Tanggal Pemeriksaan : 28 April 2020
Suku : Minang
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Alamat : Koto Kaciak Guguak, Payakumbuh
II. ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan usia 28 tahun datang ke IGD RSUD Dr. Adnaan
WD Payakumbuh pada tanggal 28 April 2020 pukul 10.20 dengan :
19
- Riwayat diabetes tidak ada
- Riwayat penyakit jantung tidak ada
Riwayat penyakit keluarga :
- Riwayat TD darah tinggi selama hamil di keluarga (-)
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
Tekanan Darah : 180/100 mmHg
Nadi : 86 kali/menit
Nafas : 18 kali/menit
Suhu : 37°C
Status Generalis
20
- Auskultasi: vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2 detik, tidak ada edema tungkai
Status Lokalis:
Regio Abdomen
- Inspeksi: perut membuncit sesuai usia kehamilan
- Palpasi: TFU antara umbilicus dan processus xyphoideus, letak kepala,
punggung kanan
- Auskultasi: DJJ 142x/menit
VII. TATALAKSANA
- Drip MgSO4 20 cc dalam 500 cc RL, guyur 250 cc, selanjutnya 20 tetes per
menit
- Inj. Dexamethason 2 x 6 mg (IV)
- Methyldopa 2 x 250 mg (po)
- Paracetamol 3 x 500 mg (po)
- Pasang kateter urin
21
VIII. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia at malam
- Quo ad functionam : dubia at malam
- Quo ad sanationam : dubia at malam
FOLLOW UP
Tanggal Hasil Pemeriksaan Terapi
29 April S/ P/
2020 - Nyeri kepala (+) berkurang - Drip MgSO4 20 cc
- Mual (-) Muntah (-) dalam 500 cc RL
- Nyeri ulu hati (+) berkurang 20 tetes per menit
- Pandangan kabur (-) - Inj. Dexamethason
O/ 2 x 6 mg (IV)
KU Kes. TD Nadi RR T - Methyldopa 2 x
sedang CMC 140/90 90x/i 22x/i 36,6 250 mg (po)
22
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik penuh
Paru : cor dan pulmo dbn - Anjuran terminasi
Abdomen : DJJ 164x/menit kehamilan
Ekstremitas : akral hangat, udem (-), CRT< 2 detik pasien dan
Kateter terpasang, jumlah urin 1000cc/12 jam keluarga bersedia,
Protein urin (++++)
inform consent, SC
A/
- Inj. Ceftazidim 2 x
G1P0A0H0 gravid 26-27 minggu + PEB
1 gr (IV), Skin test
dulu
1 Mei S/ P/
2020 - Nyeri post operasi (+) - IVFD RL 20 tetes
- Kejang (-) per menit
- Perdarahan pervaginam (+) normal - Inj. Ceftazidim 2 x
O/ 1 gr (IV)
KU Kes. TD Nadi RR T - Methyldopa 2 x
sedang CMC 120/80 86x/i 22x/i 36,8 250 mg (po)
23
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Paru : cor dan pulmo dbn
Abdomen : luka bekas operasi kering
Ekstremitas : akral hangat, udem (-), CRT< 2 detik
A/
P1A0H1 post SC hari-2 a.i PEB
24
BAB 4
DISKUSI
Seorang pasien perempuan, usia 28 tahun datang ke IGD RSUD Dr. Adnaan
WD Payakumbuh tanggal 28 April 2020 dengan diagnosis G1P0A0H0 gravid 26-
27 minggu + PEB. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien hamil anak pertama, HPHT 22-
10-2019, keluhan utama nyeri ulu hati sejak 1 hari sebelum masuk RS, mual,
muntah dan nyeri kepala. Hal ini dapat terjadi karena gangguan invasi trofoblas
plasenta yang menyebabkan peningkatan resistensi vaskular, berkurangnya tonus
vaskular, dan perubahan diameter pembuluh darah yang pada akhirnya menyebabkan
plasenta iskemik. Perubahan anatomis dan fisiologis plasenta ini menyebabkan disfungsi
plasenta, sehingga mengeluarkan mediator pathogen ke dalam darah ibu dengan
manifestasi akhir disfungsi endotelial, gangguan koagulasi, hipertensi, dan disfungsi
organ.15
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 180/100 mmHg serta pemeriksaan
urin protein +4. Keseluruhan hasil pemeriksaan tersebut memenuhi kriteria PEB
diantarany: TD >160/110 mmHg, usia kehamilan > 20 minggu, proteinuria ≥ +2
atau > 5gr/24 jam.
Pada pasien diberikan terapi drip MgSO4 20 cc dalam 500 cc RL. Hal ini
terkait dengan rekomendasi tatalaksana PEB yaitu regimen MgSO4 sebagai terapi
lini utama pada pasien preeklampsia. Loading dose 4 gr MgSO4 40% dalam 100
cc NaCl: habis dalam 30 menit (73 tpm) dan dosis maintainance 6 gr MgSO4
dalam 500 cc RL selama 6 jam (28 tpm). Jika akses IV sulit, berikan masing-
masing 5 g MgSO4 (12,5 ml larutan MgSO4 40%) IM di bokong kiri dan kanan
untuk loading dose dan MgS04 dosis maintenance 2 g bokong kiri, 2 g bokong
kanan dalam 6 jam. Antihipertensi yang diberikan kepada pasien yaitu dopamet
(metildopa), merupakan golongan α2 agonis sentral. Metildopa lebih dipilih
sebagai antihipertensi yang tergolong aman untuk ibu hamil dan dapat
menstabilkan aliran darah uteroplasenta dan hemodinamik janin. Cara kerja
metildopa yaitu dengan menstimulasi reseptor α2-adrenergik di otak sehingga akan
mengurangi aliran simpatik dari pusat vasomotor di otak yang menyebabkan
penurunan denyut jantung, cardiac output, resistensi perifer, aktivitas renin
plasma, dan refleks baroreseptor.6 Pada preeklampsia terjadi perubahan fungsi
ginjal akibatk penurunan aliran darah ke ginjal, sehingga dapat terjadi oliguria
atau anuria.14 Pemberian dexamethason berguna dalam membantu pematangan
fungsi paru janin. 11
Terapi pasien direncanakan ekspektatif karena usia kehamilan masih < 34
minggu. Namun, dalam 2 hari rawatan, keluhan tidak berkurang, pemeriksaan
penunjang menunjukkan protein urin menetap +4, sehingga di anjurkan terminasi
kehamilan segera, untuk mencegah komplikasi preeklampsia lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA