PREEKLAMPSIA BERAT
Meitri Wijaya Kusuma, S.Ked* dr. Essy Octavia, Sp.OG**
1
LEMBAR PENGESAHAN
PREEKLAMPSIA BERAT
Oleh:
Meitri Wijaya Kusuma, S.Ked
UNIVERSITAS JAMBI
2019
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas Clinical Science Session (CSS) pada Kepaniteraan
Klinik Senior Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Jambi yang berjudul “Preeklampsia Berat”.
Clinical Science Session (CSS) ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih
dalam teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian
Obstetri dan Ginekologi di RSUD Raden Mattaher Jambi, dan melihat penerapannya
secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada dr. Essy Octavia, Sp.OG sebagai pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan Clinical Science Session (CSS) ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak yang membacanya. Semoga tugas ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih
perlu dibenahi dan mendapat perhatian khusus di Indonesia. Penurunan angka kematian
ibu telah cukup signifikan dari tahun 1994 hingga tahun 2007, yaitu dari 318 per 100.000
kelahiran hidup menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup, tetapi AKI di Indonesia tetap
menjadi nomor satu di Asia. Salah satu penyebab kematian dari ibu melahirkan adalah
pre-eklampsia berat (PEB) yang berlanjut menjadi eklampsia bila tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat.1,2
Pre-eklampsia merupakan suatu sindrom spesifik pada kehamilan. Pre-eklampsia
adalah keadaan dimana terjadinya hipoperfusi ke organ akibat vasospasme dan aktivasi
endotel yang ditandai dengan hipertensi, proteinuria dan edema.2 Sampai sekarang
penyebab preeklamsi masih belum diketahui dengan jelas. Berbagai penelitian telah
dilakukan untuk mengetahui penyebab preeklamsi dan banyak teori telah dikemukakan
tentang terjadinya preeklamsi sehingga disebut sebagai disease of theory, namun tidak
ada satupun yang dianggap mutlak benar.3,4,5
Pre-eklampsia berat pada ibu hamil tidak terjadi dengan sendirinya. Ada banyak
faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian pre-eklampsia berat seperti: usia ibu,
paritas, usia kehamilan, jumlah janin, jumlah kunjungan ANC dan riwayat hipertensi.2
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi merupakan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan
darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam dalam kondisi tenang dan
istirahat.6,7,8
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan meliputi: 6,7,8
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
2. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
proteinuria adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan +1
dipstick.
3. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan atau koma.
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik disertai
tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
5. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai
proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan
dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.
2.2.1 Definisi
5
Dalam kebanyakan kasus, preeklampsia ditegakkan dengan adanya proteinuria
onset baru, tetapi jika tidak ada proteinuria yang memenuhi atau melebihi ambang
diagnostik, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis preeklampsia yaitu: trombositopenia onset baru, gangguan fungsi hati,
insufisiensi ginjal, edema paru, atau gangguan penglihatan atau otak. Proteinuria
didefinisikan oleh ekskresi 300 mg atau lebih protein dalam pengumpulan urin 24 jam
(atau jumlah ini diekstrapolasi dari koleksi waktunya). Sebagai alternatif, rasio
protein/kreatinin minimal 0,3 (masing-masing diukur dalam mg/dL) adalah ambang batas
yang dapat diterima untuk menegakkan diagnosis karena rasio ini telah ditunjukkan untuk
mencocokkan atau melebihi koleksi protein urin 24 jam 300 mg. Pembacaan dipstick 1+
juga menunjukkan proteinuria, tetapi karena metode kualitatif ini memiliki banyak hasil
positif palsu dan negatif palsu, metode ini harus digunakan untuk diagnosis hanya ketika
metode kuantitatif tidak tersedia. Atau, diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya
hipertensi sebagaimana didefinisikan sebelumnya dalam hubungan dengan
trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.000/mikroliter), gangguan fungsi hati
(peningkatan konsentrasi transaminase hati menjadi dua kali konsentrasi normal),
perkembangan baru dari insufisiensi ginjal (konsentrasi kreatinin serum lebih besar dari
1,1 mg/dL atau dua kali lipat konsentrasi kreatinin serum dan tidak ada penyakit ginjal
lainnya), edema paru, atau gangguan otak atau visual onset baru. Proteinuria tidak mutlak
diperlukan untuk diagnosis preeklampsia.10
6
2.2.2 Faktor Resiko Preeklampsia11
a. Nulliparitas
b. Kehamilan multifetal
c. Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
d. Hipertensi kronis
e. Diabetes pregestasional
f. Diabetes gestasional
g. Trombofilia
h. Lupus erythematosus sistemik
i. Indeks massa tubuh sebelum hamil lebih dari 30
j. Sindrom antibodi antifosfolipid
k. Usia ibu 35 tahun atau lebih
l. Penyakit ginjal
m. Assisted reproductive technology
n. Obstructive sleep apnea
Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi preeklampsia berat adalah:
Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih tinggi, atau tekanan darah diastolik
110 mm Hg atau lebih tinggi pada dua kali pemeriksaan setidaknya berjarak 4 jam
ketika pasien sedang istirahat (kecuali terapi antihipertensi dimulai sebelum
waktu ini)
Trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.000 / mikroliter)
Gangguan fungsi hati seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan kadar enzim hati
yang abnormal (dua kali dari konsentrasi normal), nyeri kuadran kanan atas
persisten yang parah atau nyeri epigastrik yang tidak responsif terhadap
pengobatan dan tidak diperhitungkan dengan diagnosis alternatif, atau keduanya
Insufisiensi ginjal progresif (konsentrasi kreatinin serum lebih besar dari 1,1
mg/dL atau dua kali lipat dari konsentrasi kreatinin serum tanpa adanya penyakit
ginjal lainnya)
7
Edema paru
Gangguan otak atau penglihatan onset baru
Agen Antiplatelet
8
menggunakan vitamin C dan vitamin E untuk pencegahan preeklampsia tidak
menemukan manfaat (RR, 0,94; 95% CI, 0,82-1,07).10
Meskipun tirah baring telah disarankan sebagai strategi preventif, bukti untuk ini
tidak cukup. Hanya dua studi yang menemukan bahwa tirah baring sebagai strategi
preventif kecil manfaatnya (32 peserta dan 72 peserta) dan tidak mengevaluasi morbiditas
dan mortalitas perinatal dan maternal dan efek samping dari tirah baring. Namun,
9
olahraga teratur telah dihipotesiskan untuk mencegah preeklampsia dengan
meningkatkan fungsi vaskular. Pada wanita yang tidak hamil, olahraga ringan telah
terbukti mengurangi hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Latihan moderat selama 30
menit setiap hari saat ini direkomendasikan selama kehamilan normal. Latihan moderat
juga telah dihipotesiskan untuk merangsang angiogenesis plasenta dan meningkatkan
disfungsi endotel ibu. Beberapa uji klinis kecil telah mengevaluasi kegunaan latihan
sederhana untuk pencegahan preeklampsia.10
2.2.5 Penatalaksanaan6
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk dirawat inap
dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
Perawatan yang penting pada preeclampsia berat adalah pengelolaan cairan
karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut
belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan
oliguria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan
gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure.
Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output
cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran
secara tepat berupa jumlah cairan yang dimasukkan dan dilakukan pengukuran
secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin.
Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan
yang diberikan dapat berupa (a) 5% Ringer-dextrose atau cairan garam faali
10
jumlah tetesan: <125 cc/jam atau (b) Infus Dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya
diselingi dengan infus Ringer Laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.
Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila
produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam. Diberikan antasida
untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.6
Pemberian obat antikejang6
- Obat anti kejang adalah:
MgSO4
Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang:
Diazepam
Fenitoin
Difenhidantoin obat antikejang untuk epilepsy telah banyak dicoba
pada penderita eklampsia.
Beberapa peneliti telah memakai bermacam-macam regimen. Fenitoin
sodium mempunyai khasiat stabilisasi membran neuron, cepat masuk
jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi
intravena. Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat
badan dengan pemberian intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih
baik dari magnesium sulfat. Pengalaman pemakaian fenitoin
dibeberapa senter didunia masih sedikit.
11
aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetetif inhibition antara ion
kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat
menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap
menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.
Banyak cara pemberian Magnesium sulfat.6
Cara Pemberian:
Magnesium sulfat regimen
- Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka diberikan salah satu
obat berikut: thiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam, atau fenitoin.
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah
jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah Furosemida.
12
Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia,
memperburuk perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi,
menimbulkan dehidrasi pada janin dan menurunkan berat janin.
Pemberian antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off)
tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi.
Misalnya Belfort mengusulkan Cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmHg dan
MAP ≥ 126 mmHg.
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah
apabila tekanan sistolik ≥ 180 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg.
Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dan
tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP
<125.
Jenis antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi.
- Antihipertensi lini pertama
Nifedipin
Dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg dalam 24
jam
- Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside: 0,25 µg i.v./kg/menit, infus 10 mg/menit/dititrasi
- Antihipertensi sedaang dalam penelitian
Calcium channel blockers: isradipin, nimodipin
Serotonin reseptor antagonis: ketan serin
Nifedipin
Dosis awal: 10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per
24 jam.
Nifedipin tidak boleh diberiakan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat,
sehingga hanya boleh diberikan peroral.
Edema paru
13
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah
jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non-kardiogenik (akibat
kerusakan sel endotel pembuluh darah kapiler paru). Prognosis preeklampsia berat
menjadi buruk bila edema paru disertai oliguria.6
Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberiakan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga diberikan
pada sindrom HELLP.6
- Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan di bawah ini:
Ibu
a. Umur kehamilan ≥ 37 minggu. Lockwood dan Paidas mengambil batasan
umur kehamilan) 37 minggu untuk preeklampsia ringan dan batasan umur
kehamilan ≥37 minggu untuk preeklampsia berat.
b. Adanya tanda-tanda/gejala-gejala Impending Eclampsia
c. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
14
d. Diduga terjadi solusio plasenta
e. Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
Janin
a. Adanya tanda-tanda fetal distress
b. Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
c. NST nonreaktif dengan profil biofasik abnormal
d. Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
a. Adanya tanda-tanda “Sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat.
- Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasar keadaan
obstetric pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.
Berdasarkan uji coba secara acak, satu kelompok peneliti mempelajari 38 wanita
dengan preeklampsia berat antara 28 minggu kehamilan dan 34 minggu kehamilan (24).
Delapan belas wanita menerima kortikosteroid antenatal untuk pematangan janin dan
kemudian dirawat dengan ekspektatif, dengan persalinan hanya untuk indikasi ibu atau
janin tertentu. 20 pasien lainnya ditugaskan untuk menerima kortikosteroid antenatal
dengan persalinan yang direncanakan setelah 48 jam. Latensi persalinan (7,1 hari
15
berbanding 1,3 hari; P <0,05) dan usia kehamilan saat melahirkan (223 hari berbanding
221 hari; P <0,05) sama-sama lebih besar dengan penatalaksanaan hamil, sedangkan total
komplikasi neonatal berkurang (33% berbanding 75) %; P <.05) dibandingkan dengan
persalinan yang direncanakan.
16
Monitoring Ibu dan Janin9,10
Selama manajemen hamil, kondisi ibu dan janin harus sering dipantau sebagai berikut:
a. Penilaian ibu
- Tanda-tanda vital, asupan cairan, dan urin output harus dipantau setidaknya setiap
8 jam
- Gejala preeklamsia berat (sakit kepala, perubahan penglihatan, nyeri atau rasa
tertekan didaerah retrosternal, sesak napas, mual dan muntah, dan nyeri
epigastrium) harus dipantau setidaknya setiap 8 jam
- Adanya kontraksi, rupture membran, nyeri perut, atau perdarahan harus dipantau
setidaknya setiap 8 jam
- Tes laboratorium (CBC dan penilaian jumlah trombosit, enzim hati, dan kadar
kreatinin serum) harus dilakukan setiap hari. (Tes-tes ini kemudian dapat
ditempatkan setiap hari jika mereka tetap stabil dan pasien tetap tanpa gejala.)
b. Penilaian janin
- Hitungan tendangan dan NST dengan kontraksi uterus dipantau setiap hari
- Profil biofisik dua kali seminggu
- Pertumbuhan janin serial harus dilakukan setiap 2 minggu dan studi doppler arteri
umbilikalis harus dilakukan setiap 2 minggu jika diduga ada hambatan
pertumbuhan janin.
17
- Gejala berulang preeklamsia berat
- Insufisiensi ginjal progresif (konsentrasi kreatinin serum lebih besar dari 1,1
mg/dL atau dua kali lipat konsentrasi kreatinin serum tanpa adanya penyakit ginjal
lainnya)
- Trombositopenia persisten atau sindrom HELLP
- Edema paru
- Eklampsia
- Diduga abruptio placentae
- Persalinan progresif atau pecahnya ketuban
1.2.6 Komplikasi6
a. Penyulit ibu
- System saraf pusat
Perdarahan intracranial, thrombosis vena sentral, hipertensi ensefalopati,
edema serebri, edema retina, macular atau retina detachment dan kebutaan
korteks.
- Gastrointestinal-hepatik: subscapular hematoma hepar, ruptur kapsul hepar
- Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut
- Hematologic: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi
- Kardiopulmonar : edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik, depresi atau
arrest, pernapasan, kardiak arrest, iskemia miokardium.
- Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan.
18
Komplikasi ini lebih mungkin terjadi dengan adanya gangguan medis yang
sudah ada sebelumnya dan dengan disfungsi organ maternal akut yang terkait
dengan preeklampsia (1, 21-23).
b. Penyulit janin
Penyulit janin dapat terjadi pada janin ialah intrauterine fetal growth restriction,
solusio plasenta, prematuritas, sindroma distress napas, kematian janin
intrauterine, kematian neonatal perdarahan intraventrikular, necrotizing
enterocolitis, sepsis, cerebral palsy.
19
BAB III
KESIMPULAN
Komplikasi pada preeklampsia di bagi menjadi penyulit pada ibu dan janin,
penyulit ibu terdiri dari perdarahan intracranial, thrombosis vena sentral, hipertensi
ensefalopati, edema serebri, edema retina, ruptur kapsul hepar, gagal ginjal akut, nekrosis
tubular akut , DIC, trombositopenia, edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik,
kardiak arrest, iskemia miokardium. Komplikasi ini lebih mungkin terjadi dengan adanya
gangguan medis yang sudah ada sebelumnya dan dengan disfungsi organ maternal akut
yang terkait dengan preeklampsia. Sedangkan penyulit janin dapat terjadi pada janin ialah
intrauterine fetal growth restriction, solusio plasenta, prematuritas, sindroma distress
napas, kematian janin intrauterine, kematian neonatal perdarahan intraventrikular,
necrotizing enterocolitis, sepsis, cerebral palsy.
20
DAFTAR PUSTAKA
3. Powe, CE. Levine, RJ. Karumanchi SA. Preeclampsia, a Disease of the Maternal
Endothelium. The Role of Antiangiogenic Factors and Implications for Later
Cardiovascular. 2011.
4. Depkes RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI. 2001.
5. National Institute for Health and Clinical Excellence. Hypertension in pregnancy:
The management of hypertensive disorders during pregnancy. 2011.
6. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka. 2014.
hal.544-550.
7. Tanjung, MT. Preeklampsia: Studi Tentang Hubungannya dengan Faktor
Fibrinolisis Ibu dan Gas Darah Tali Pusat. Medan: Pustaka Bangsa Press. 2004.
8. Indriani N. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Preeklampsia/Eklampsia pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah
Kardinah Kota Tegal. 2011.
9. POGI. Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Himpunan
Kedokteran Feto Maternal. 2016.
10. [Guideline] American College of Obstetricians and Gynecologists, Task Force on
Hypertension in Pregnancy. Hypertension in pregnancy. Report of the American
College of Obstetricians and Gynecologists’ Task Force on Hypertension in
Pregnancy. Obstet Gynecol. 2013 Nov. 122 (5):1122-31.
11. American College of Obstetricians and Gynecologists. Gestational Hypertension
and Preeclampsia. ACOG Practice Bulletin No. 202. Washington DC:
2019;133(1).
21