Anda di halaman 1dari 28

KEHAMILAN POSTTERM

LAPORAN KASUS

Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik madya


SMF Ilmu Penyakit Obstetri dan Ginekologi RSD dr. Soebandi Jember

Oleh
Karlina Sona.
18710139

Pembimbing
dr. Zaki Afif, Sp. OG

SMF ILMU PENYAKIT OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSD dr. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2019

1
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL 1
DAFTAR ISI 2
BAB 1. PENDAHULUAN.......................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...
2.1 Definisi 5
2.2 Epidemiologi 5
2.3 Mekanisme Terjadinya Persalinan 5
2.4 Etiologi 7
2.5 Patofisiologi 8
2.6 Diagnosis 8
2.7 Komplikasi 11
2.8 Penatalaksanaan 14
2.9 Prognosis 17

BAB 3. LAPORAN KASUS


3.1 Identitas Pasien 18
3.2 Anamnesis 18
3.3 Pemeriksaan Umum 19
3.4 Pemeriksaan Fisik 19
3.5 Resume 20
3.6 Diagnosis Kerja 21
3.7 Planning 21
3.8 Observasi. 21
3.9 Penatalaksanaan 27
3.10 Diagnosis Keluar 27
3.11 Prognosis 27
DAFTAR PUSTAKA 28

2
BAB 1
PENDAHULUAN

Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari


hari pertama haid terakhir. kehamilan aterm ialah usia kehamilan antara 38-42
minggu dan ini merupakan periode dimana terjadi persalinan normal. Kehamilan
yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu lengkap disebut sebagai
postterm atau kehamilan lewat waktu. Namun, sekitar 3,4-14% atau rata-rata
10% kehamilan berlangsung sampai 20 minggu atau lebih. Kehamilan postterm
didefinisikan sebagai kehamilan yang telah memperpanjang atau melampaui usia
kehamilan 42 minggu.
Harus diwaspadai karena mortalitas perinatal meningkat pada wanita yang
tidak tahu tanggal HPHT-nya dan beberapa kematian dihubungkan dengan kasus
kehamilan postterm yang tidak dapat dikenali. Banyak wanita dengan periode
pendek perdarahan dan kemudian tidak lagi menstruasi. Itu kadang-kadang
diyakini bahwa wanita tersebut mengandung setelah siklus normal terakhirnya dan
bahwa episode perdarahan yang singkat menjadi ancaman terjadinya keguguran
pada awal kehamilan.
Persalinan postterm ini cukup berisiko karena dapat menimbulkan
komplikasi baik pada ibu maupun pada bayi. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa persalinan postterm dapat meningkatkan risiko kejadian endometritis,
perdarahan postpartum, dan thromboembolic disease pada ibu bersalin.
Dari semua kehamilan, 80% persalinan adalah pada umur kehamilan 38-42
minggu,sedangkan 10% merupakan persalinan preterm serta 10% merupakan
persalinan postterm. Hal yang paling sering menyebabkan usia gestasi menjadi
lewat waktu adalah kesalahan dalam menentukan saat terjadinya ovulasi dan
konsepsi dengan menggunakan HPHT. Misalnya, saat membandingkan waktu
konsepsi menggunakan HPHT dengan suhu basal tubuh, kesalahan diagnosa
hamil lewat waktu mencapai70%. Metode yang paling akurat untuk menentukan
usia kehamilan pada trimester pertama atau kedua adalah USG. Diagnostik rutin
menggunakan USG merupakan salah satu metode skrining rutin pada populasi
3
dengan resiko rendah. Jika sonografi dilakukan pada usia kehamilan pertengahan
trimester kedua insiden kehamilan postterm adalah 3,1%, yaitu lebih rendah jika
dibandingkan dengan menggunakan HPHT dengan rentang estimasi 3-12%.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Istilah prolonged, postdate, postdatism, postmatur dan postterm sering salah
digunakan dalam mengartikan kehamilan yang melebihi waktu dari batas normal.
Menurut Federation of Gynecologist and Obstetricians (FIGO), postterm adalah
kehamilan berlangsung lebih dari 42 minggu terhitung dari HPHT dan siklus menstruasi
28 hari.
Umur kehamilan dan perkiraan hari kelahiran/taksiran partus (TP) ditentukan dengan
rumus Naegele. Meskipun kemungkinannya adalah 10% dari seluruh kehamilan, sebagian
diantaranya mungkin bukan benar-benar postterm karena kekeliruan menentukan umur
kehamilan. Hal ini mungkin disebabkan karena kekeliruan menentukan tanggal haid
terakhir, siklus haid yang tidak teratur maupun siklus haid yang terlalu panjang. Jadi
variasi siklus menstruasi menjelaskan mengapa kehamilan manusia yang mencapai umur
42 minggu penuh hanya sekitar 4-14%.
Meskipun beberapa gambaran berhubungan dengan kelahiran bayi setelah usia
42minggu, hanya dalam proporsi yang kecil bayi dari kehamilan postterm
meliputi penampakan demikian. Bayi dengan gambaran tersebut mungkin bisa lahir
meski padaumur kehamilan 39 dan 40 minggu, jadi tidak selalu merupakan karakteristik
kehamilanlewat waktu. Karena itulah istilah postterm lebih dipilih daripada postmatur
untukkehamilan yang lewat dari 42 minggu.

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan postterm bervariasi antara 3,4-14% dengan rata-rata
sebesar 10%. Hal ini sangat bergantung pada kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis
kehamilan postterm.1

2.3 Mekanisme Terjadinya Persalinan


Proses kehamilan dipertahankan oleh berbagai mekanisme yang kompleks. Dalam
keadaan normal, kondisi ini akan selalu dipertahankan sampai kehamilan mencapai usia
genap bulan. Sampai saat ini bagaimana proses persalinan dimulai belum diketahui dengan
jelas, sehingga timbul beberapa hipotesis yang diduga mendasari terjadinya persalinan yaitu:

5
a. Teori rangsangan oksitosin
b. Teori penurunan progesteron
c. Teori kortisol janin
d. Teori prostaglandin
e. Struktur uterus, nutrisi, sirkulasi dan saraf
f. Mekanisme penurunan kepala janin
Persalinan dimulai dengan labor, kontraksi ritmik uterus yang mendorong fetus ke
dunia luar. Sinyal yang memicu kontraksi ini dapat dimulai pada ibu atau janin, atau
kombinasi keduanya. Pada sebagian besar mamalia bukan manusia, penurunan kadar
progesteron dan estrogen menandai awal persalinan. Penurunan kadar progesteron adalah
logis karena progesteron menghambat kontraksi uterus. Namun, kadar hormon-hormon
tersebut pada manusia tidak menurun sebelum proses persalinan benar-benar berlangsung.4
Pada proses persalinan, penurunan progesteron tidak disebabkan karena kadar progesteron
plasma yang menurun, tetapi karena adanya perubahan respon miometrium terhadap
progesteron melalui perubahan ekspresi PR (Progesteron reseptor). Pada kehamilan aterm,
ekspresi PR-A meningkat dan menekan fungsi PR-B sehingga terjadi withdrawal fungsional
dari progesteron.5 Kemungkinan lain pemicu proses persalinan adalah oksitosin, hormon
peptida yang menyebabkan kontraksi uterus. Saat kehamilan mendekati akhir, jumlah
reseptor oksitosin uterus terus meningkat.4 Kemungkinan lain adalah bahwa janin memberi
sinyal bahwa perkembangannya sudah lengkap. Salah satu teori yang didukung bukti klinis
adalah bahwa hormon penglepas kortikotropin (CRH) yang disekresi oleh plasenta
merupakan sinyal untuk memulai kontraksi. CRH juga merupakan faktor yang dilepas oleh
hipotalamus yang mengatur pelepasan ACTH hari hipofisis anterior. Dalam minggu-minggu
sebelum persalinan, kadar CRH darah ibu meningkat dengan cepat.4 Beberapa hari sebelum
awitan persalinan aktif, serviks melunak “matang” dan ligamen-ligamen yang menahan
tulang-tulang panggul mengendur karena adanya enzim yang menyebabkan kolagen di
jaringan penghubung menjadi tidak stabil. Pengaturan proses ini tidak jelas dan mungkin
disebabkan oleh estrogen atau hormon peptida relaksin yang disekresi oleh ovarium dan
plasenta.4 Segera setelah kontraksi uterus dimulai, suatu lengkung umpan balik positif yang
terdiri dari faktor mekanik dan hormonal mulai bekerja.Pada awal persalinan janin turun
lebih rendah dalam abdomen dan mulai mendorong serviks yang melunak.Peregangan
sekviks memicu kontraksi uterus yang bergerak seperti gelombang dari puncak uterus ke
bawah, mendorong janin makin jauh ke dalam panggul. Bagian bawah panggul tetap

6
berelaksasi dan serviks meregang dan melebar. Peregangan serviks memicu suatu siklus
umpan balik positif yang berupa kontraksi yang meningkat. Kontraksi tersebut diperkuat oleh
sekresi oksitosin dari hipofisis posterior, dengan peregangan serviks yang kontinyu yang
meningkatkan sekresi oksitosin.4 Prostaglandin dibentuk di dalam uterus sebagai respon
terhadap sekresi oksitosin dan CRH. Prostaglandin sangat efektif dalam menimbulkan
kontraksi otot uterus di setiap saat. Selama persalinan dan pelahiran, prostaglandin
memperkuat kontraksi uterus yang dirangsang oleh oksitosin.4 Perubahan-perubahan pada
miometrium, serviks, dan membran janin selama kehamilan.

2.4 Etiologi
Pengetahuan tentang mekanisme persalinan meningkat pesat, berbagai penemuan
dibidang biokimia dan fisiologik juga terus dikembangkan. Meskipun tidak diketahui secara
spesifik mengapa terjadi kehamilan posterm.
Sebab Terjadinya Kehamilan Postterm:
1. pengaruh progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian
perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular pada
persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga
beberapa penulis menduga terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih
berlangsungnya pengaruh progesteron.
2. Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi
kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisilogis memegang peranan penting
dalam menimbulkan persalina dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil
yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor
penyebabkehamilan postterm.
3. Teori Kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya
persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma
janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron
berurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap
meningkatnya produksi prostagladin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus,
hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan

7
menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat
berlangsung lewat bulan.
4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada
pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih
tinggi kesesuaianya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm.
5. Heriditer
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan
postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan
berikutnya. bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat
melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya
akan mengalami kehamilan postterm.

2.5 Patofisiologi
Waktu inisiasi persalinan merupakan proses yang kompleks yang membutuhkan
interaksi yang tepat antara hypothalamo-hypophyseal-adrenal axis janin, plasenta, selaput
ketuban, miometrium uterus, dan serviks. Secara umum, interaksi antara sistem endokrin
janin, plasenta, dan ibu menginduksi perubahan anatomi dan fisiologi otot-otot uterus dan
resistensi serviks.Kegagalan dalam interaksi tersebut menyebabkan terhambatnya
persalinan. Beberapa mekanisme patogenik bisa menyebabkan kehamilan post-date.
2.6 Diagnosis
Menegakkan diagnosis kehamilan postterm bukan merupakan hal yang
mudah.Banyak metode pemeriksaan umur kehamilan dan kesejahteraan janin yang diajukan
tapi belum ada hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan yangberkali-
kali tidak praktis,mahal, terkadang subjektif,mempunyai nilai positif dan negatif palsu,serta
memerlukan kehandalan pemeriksa.
Dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm disamping dari riwayat haid,
sebaiknya dilihat pula hasil pemeriksaan antenatal.
1. Riwayat haid
Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit untuk ditegakkan bilamana hari pertama
haid terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang dapat
dipercaya, diperlukan beberapa kriteria antara lain:

8
a. Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya
b. Siklus 28 Hari dan teratur
c. Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele.
Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan postterm
kemungkinan adalah sebagai beriku:
a. Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat
menstruasi abnormal.
b. Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan ovulasi.
c. Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang
berlangsung lewat bulan (keadaan ini sekitar 20-30% dari seluruh penderita yang
diduga kehamilan postterm).
2. Riwayat pemeriksaan antenatal
a. Tes kehamilan
Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik setelah terlambat haid 2
minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan telah berlangsung selama 6 minggu.1
b. Gerak janin
Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan
18-20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18
minggu.Sedangkan pada multigravida pada 16 minggu. Petunjuk umum untuk
menentukan persalinan adalah quickening ditambah 22 minggu pada primigravida
atau ditambah 24 minggu pada multiparitas.1
c. Denyut jantung janin (DJJ)
Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar mulai usia kehamilan 18-20
minggu, sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada usia kehamilan 10-12
minggu.1
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai post-date bila didapatkan 3 atau lebih dari 4
kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:
a. Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif
b. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
c. Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
d. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop
Laennec.1

9
3. Tinggi fundus uteri
Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam sentimeter
dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari
20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.1
4. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan ultrasonoografi
pada trimester pertama. Kesalahan penghitungan dengan rumus Naegele dapat
mencapai 20%. Bila telah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serial terutama sejak
trimester pertama, hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama
pemeriksan panjang kepala-tungging (crown-rump length/CRL) memberikan
ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan. Pada umur kehamilan sekitar
16-26 minggu, ukuran diameter biparietal dan panjang femur memberikan ketepatan
sekitar 7 hari dari taksiran persalinan.1 Selian CRL, diameter biparietal, dan panjang
femur, beberapa parameter dalam pemeriksaan USG juga dapat dipakai seperti lingkar
perut, lingkar kepala, dan beberapa rumus yang merupakan perhitungan dari beberapa
hasil pemeriksaan parameter tersebut di atas. Sebaliknya, pemeriksaan sesaat setelah
trimester III dapat dipakai untuk menentukan berat janin, keadaan air ketuban,
ataupun keadaan plasenta yang sering berkaitan dengan post-date, tetapi sulit untuk
memastikan usia kehamilan.1
5. Pemeriksaan radiologi
Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifisis
femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia
proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu, dan epifisis kuboid pada
kehamilan 40 minggu. Cara ini sekarang jarang dipakai selain karena dalam
pengenalan pusat penulangan seringkali sulit, juga pengaruh radiologik yang kurang
baik terhadap janin.1
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Kadar lesitin/spingomielin
Bila lesitin/spingomielin dalam cairan amnion kadarnya sama, maka umur kehamilan
sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28-32 minggu, pada
kehamilan cukup bulan rasio menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk
menentukan kehamilan post-date, tetapi hanya untuk menentukan apakah janin cukup

10
umur/matang untuk dilahiran yang berkaitan dengan mencegah kesalahan dalam
tindakan terminasi kehamilan.1
b. Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)
Cairan amnion mempercepat waktu pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat
dengan bertambahnya umur kehamilan. Pada umur kehamilan 41-42 minggu ATCA
berkisar antara 45-65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan
ATCA kurang 45 detik. Bila didapat ATCA antara 42-46 detik menunjukkan
bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.
c. Sitologi cairan amnion
Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion. Bila
jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10 %, maka kehamilan diperkirakan 36
minggu dan apabila 50% atau lebih., maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.
d. Sitologi vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik >20 %) mempunyai sensitivitas 75
%. Perlu diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat dipakai untuk menentukan
usia gestasi.
Kriteria diagnosis kehamilan postterm adalah sebagai berikut:
a. Umur kehamilan 42 minggu atau lebih. HPHT harus jelas dan dikonfirmasi dengan
USG trimester I (pengukuran CRL). HPHT yang tidak jelas diperlakukan sebagai
postdate.
b. Pada USG dimana terdapat perbedaan lebih dari 5 hari antara perkiraan dari HPHT
dan USG trimester I maka yang dipakai adalah USG
c. Pada USG dimana terdapat perbedaan lebih dari 10 hari antara perkiraan dari
HPHT dan USG trimester II, maka yang dipakai adalah USG.1
Jika umur kehamilan tidak diketahui dimana tidak ada data HPHT dan USG
trimester I dan II, tetapi dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan USG on site
menunjukkan kehamilan aterm maka dikelola sesuai kehamilan postterm.7
2.7 Komplikasi
Kehamilan postterm mempunyai resiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm,
terutama terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum) berkaitan
dengan aspirasi mekonium dan asfiksia. Pengaruh kehamilan postterm antara lain sebagai
berikut:

11
1. Perubahan Plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada
kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Penurunan fungsi plasenta
dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasentasl laktogen. Perubahan
yang terjadi pada plasenta sebagai berikut,
a. Penimbunan kalsium. Pada kehammilan postterm terjadi peningkatan
penimbunan kalori pada plasent. Hal ini dapat menyebabkan gawat janin dan
bahkan kematian janin intrauterin yang dapat meningkat sampai 2-4 kali lipat.
Timbunan kalsium plasenta meningkat sesuai dengan progresivitas degenerasi
plasenta. Namun, beberapa vili mungkin mengalami degenerasi tanpa
mengalami klasifikasi.
b. Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang.
Keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transpor plasenta.
c. Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid,
fibrosis, trombosis intervili, dan infark vili.
2. Pengaruh pada janin
Pengaruh kehamilan postterm terhadap janin sampai saat ini masih diperdebatkan.
Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan postterm menambah bahaya pada janin,
sedangkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya kehamilan postterm
terhadap janin terlalu dilebihkan. Kiranya kebenaran terletak di antara keduanya.
Fungsi plasenta mencapai puncak pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai
menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan
kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan
peningkatan kejadian gawat janin risiko 3 kali. Akibat dari proses penuaan plasenta,
pemasokan makanan dan oksigen akan menurun di samping adanya spasme arteri
spiralis. Sirkulasi uteroplasenter akan berkurang dengan 50 % menjadi hanya 250
ml/menit.
Beberapa pengaruh kehamilan postterm terhadap janin antara lain sebagai
Berikut:
a. Berat janin.
Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka
terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian Vorherr tampak bahwa sesudah
umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan

12
tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu. Namun, seringkali pula plasenta
masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah uterus sesuai
dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menanyakan bahwa rata-rata
berat janin lebih dari 3.600 gram sebesar 44,5 % pada kehamilan postterm,
sedangkan pada kehamilan genap bulan (term) sebesar 30,6 %. Risiko
persalinan bayi dengan berat lebih dari 4.000 gram pada kehamilan postterm
meningkat 2-4 kali lebih besar dari kehamilan term.
b. Sindroma postmaturitas.
Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya beberapa tanda seperti gangguan
pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas, (hilangnya lemak
subcutan), kuku tangan dan kaki panjang,tulang tengkorak lebih keras, hilangnya
verniks kaseosa dan lanugo, maserasi kulit terutama daerah lipat paha dan genital luar,
warna cokelat kehijauan atau kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak
menderita, dan rambut kepala banyak atau tebal. Tidak seluruh neonatus
kehamilan postterm menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta.
Umumnya didapat sekitar 12 – 20 % neonatus dengan tanda postmaturitas pada
kehamilan postterm. Berdasarkan derajat insufisiensi plasenta yang terjadi,
tanda postmaturitas ini dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu :
Stadium I: kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan
maserasi berupa kulit kering, rapuh, dan mudah
mengelupas.
Stadium II: gejala diatas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit
Stadium III:disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.
c. Gawat janin atau kematian perinatal
Gawat janin dan kematian perinatal meningkat setelah kehamilan 42 minggu atau
lebih, sebagian besar terjadi intrapartum. Umumnya disebabkan oleh Makrosomia
yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan, fraktur klavikula, palsi
Erb-Duchene, sampai kematian bayi
d. Insufisiensi plasenta yang berakibat:
- Pertumbuhan janin terhambat
Oligohidramnion : terjadi kompresi tali pusat, keluar mekonium yangkental,
perubahan abnormal jantung janin.
- Hipoksia janin
- Keluarnya mekonium yang berakibat dapat terjadi aspirasi mekonium pada
janin.

13
- Aspirasi mekoneum
Aspirasi mekonium ditandai dengan bayi bernafas dalam cairan ketuban dan
meconium (kotoran bayi baru lahir) tak lama setelah kelahiran. Bayi yang lahir
pasca-melahirkan lebih cenderung mengalami buang air besar saat masih dalam
kandungan. Aspirasi mekonium dianggap sangat berbahaya dan dapat
menyebabkan kekurangan oksigen, radang paru-paru, dan infeksi paru-
paru. Meskipun jarang, ini juga dapat menyebabkan hipertensi paru persisten
pada bayi baru lahir (PPHN) dan kerusakan otak permanen.
e. Cacat bawaan terutama akibat hipoplasia adrenal dan anensefalus Kematian janin
akibat kehamilan postterm terjadi pada 30% sebelum persalinan, 55% dalam
persalinan, dan 15% pascanatal. Komplikasi yang dapat dialami bayi baru lahir
ialah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia, polisitemia, dan kelainan neurologik.
3 . Pengaruh pada ibu
Morbiditas/mortalitas ibu dapat meningkat sebagai akibat dari makrosomia janin dan
tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadi distosia persalinan,
incoordinate uterine action, partus lama, meningkatkan tindakan obstetrik dan persalinan
traumatis/perdarahan postpartum akibat bayi besar. Dalam aspek emosi, ibu dan keluarga
menjadi cemas bila kehamilan terus berlangsung melewati taksiran persalinan.1
2.8 Penatalaksanaan
1. Pengolahan Kehamilan Posterm
Kehamilan postterm merupakan masalah yang banyak dijumpai dan sampai saat ini
pengelolaannya masih belum memuaskan dan masih banyak perbedaan pendapat. Perlu
ditetapkan terlebih dahulu bahwa pada setiap kehamilan postterm dengan komplikasi spesifik
seperti diabetes mellitus, kelainan factor rhesus atau isoimunisasi,
preeclampsia/eklampsia, dan hipertensi kronis yang meningkatkan resiko terhadap janin
kehamilan jangan dibiarkan berlangsung lewat bulan. Demikian pula pada kehamilan dengan
factor risiko lain seperti primitua, infertilitas, riwayat obstetric yang jelek. Tidak ada
ketentuan atau aturan yang pasti dipertimbangkan masing – masing kasus dalam pengelolaan
kehamilan postterm. Beberapa masalah yang sering dihadapi pada pengelolaan kehamilan
postterm antara lain sebagai berikut :
a. Pada beberapa penderita, umur kehamilan tidak selalu dapat ditentukan dengan
tepat, sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang diperkirakan.

14
b. Sukar menentukan apakah janin akan mati, berlangsung terus, atau mengalami
morbiditas serius bila tetap dalam rahim.
c. Sebagian besar janin tetap dalam keadaan baik dan tumbuh terus sesuai dengan
tambahnya umur kehamilan dan tumbuh semakin besar.
d. Pada saat kehamilan mencapai 42 minggu, pada beberapa penderita didapatkan
sekitar 70% serviks belum matang dengan nilai bishop rendah sehingga induksi
tidak selalu berhasil.
e. Persalinan yang berlarut – larut akan sangat merugikan bayi posmatur.
f. Pada postterm sering terjadi disproporsi kepala panggul dan distosia bahu (8% pada
kehamilan genap bulan, 14% pada postterm)
g. Janin postterm lebih peka terhadap obat penenang dan narkose, sehingga perlu
penetapan jenis narkose yang sesuai bila dilakukan bedah sesar (risiko bedah sesar
0,7% pada genap bulan dan 1,3% pada postterm)
h. Pemecahan selaput ketuban harus dengan pertimbangan matang. Pada
oligohidramnion pemecahan selaput ketuban akan meningkatkan risiko kompresi
tali pusat tetapi sebaliknya dengan pemecahan selaput ketuban akan dapat diketahui
adanya mekonium dalam cairan amnion.
Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pengelolaan kehamilan postterm adalah sebagai berikut :
a. Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lebih bulan atau
bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan kepada dua variasi dari
postterm ini.
b. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
- Pemeriksaan kardiokografi seperti non stress test (NST) dan contraction
stress test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap
- gerak janin atau kontraksi uterus. Bila didapat hasil reaktif, maka nilai
sfesifitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin baik.
Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan besar janin, denyut
jantung janin, gangguan pertumbuhan janin, keadaan dan kematangan
plasenta, jumlah (indeks cairan amnion) dan kualitas air ketuban.
- Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti
pemeriksaan kadar estriol.
- Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata

15
7kali/20 menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal 10 kali/20
menit).
- Amnioskopi , bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih
mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya, air ketuban sedikit dan
mengandung mekonium akan mengalami risiko 33% asfiksia.
c. Periksa kematangan serviks dengan skor bishop. Kematangan serviks ini memegang
peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postterm.Sebagian besar kepustakaan
sepakat bahwa induksi persalinan dapatsegera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun
42 minggu bilamana serviks telah matang.
Pada umumnya pentalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan
mencapai 41 minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan
bertambahnya umur kehamilan, maka dapat terjadi keadaan yang kurang
menguntungkan, seperti janin tumbuh makin besar atau sebaliknya, terjadi
kemunduran fungsi plasenta, dan oligohidramnion. Kematian janin neonates
meningkat 5-7% pada persalinan 42 minggu atau lebih.
d. Bila serviks telah matang ( dengan nilai bishop > 5) dilakukan induksi
persalinan dan dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya
persalinan dan keadaan janin. Induksi pada serviks yang telah matang
akan menurunkan risiko kegagalan ataupun persalinan tindakan.
e. Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut
apabila kehamilan tidak di akhiri :
- NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal,
kehamilan dapat dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan
seminggu dua kali.
- Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertical
atau indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variable pada
NST, maka dilakukan induksi persalinan.
- Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada
kontraksi (CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, terjadi
deselerasi lambat berulang, variabilitas abnormal (< 5/20 menit)
menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin, mendorong agar janin
segera dilahirkan dengan mempertimbangkan bedah sesar. Sementara
itu, bila CST negative kehamilan dapat dibiarkan berlangsung dan

16
penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
- Keadaan serviks (skor bioshop) harus dinilai ulang setiap kunjungan
pasien dan kehamilan dapat diakhiri bila serviks datang.
f. Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.
2.9 Prognosis
Secara umum prognosis kehamilan postterm tanpa komplikasi adalah baik. Kematian
janin pada kehamilan postdate meningkat. Apabila pada kehamilan normal (37- 41
minggu) angka kematiannya 1,1% pada kehamilan 43 minggu angka kematian bayi
menjadi 3,3 % dan pada kehamilan 44 minggu menjadi 6,6%.

17
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. H
Umur : 18 Tahun
Suku : Jawa
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Dsn krajan sumberpinang pakusari jember
MRS : 26 Mei 2019
Tanggal Pemeriksaan : 26 Mei 2019

3.2 Anamnesis

Pasien datang ke PONEK IGD RSD dr. Soebandi dari Puskesmas Pakusari jam
03.00 dengan G1P0000Ab000 uk 42-43 mgg J/T/H + kpd + Hep B+Postterm.
a. Keluhan Utama : Kenceng-kenceng dan keluar cairan dari jalan lahir
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merasa hamil 9 bulan. Pasien mengeluh kenceng-kenceng sejak pukul 01.00,
keluar cairan dari jalan lahir sejak pukul 02.00. Kemudian pasien dibawa ke puskesmas
pukul 02.30. Di puskesmas pasien diperiksa dalam didapatkan ø 0 cm Pasien dirujuk ke
rumah sakit pukul 03.00 karena Hepatitis B + postterm.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi : disangkal
Diabetes mellitus : disangkal
Asma : disangkal
Alergi : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi : disangkal
Diabetes mellitus : disangkal
Asma : disangkal
Alergi : disangkal

18
e. Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Siklus : ± tiap 28 hari, teratur
Lama : 7 hari
Dismenorhea :tidak merasa nyeri selama haid
HPHT : 23 Juli 2018
HPL : 30 April 2019
f. Riwayat Perkawinan
Menikah : 1 kali
Lama menikah : 1 tahun
g. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1. Hamil ini
h. Riwayat KB
Tidak ada
i. Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pola makan pasien sehari-hari baik dan
teratur. Pasien mengaku tidak memiliki kecenderungan mengonsumsi jenis makanan
tertentu. Pasien tidak memiliki kebiasaan minum alkohol dan merokok. Hubungan
pasien dengan keluarga serta lingkungan sekitar baik.
3.3 Pemeriksaan Umum

Tinggi badan : 154 cm


Berat badan : 51 kg
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84x / menit
Suhu (axiller) : 36,5 °C
RR : 20x / menit

3.4 Pemeriksaan Fisik

a. Status Generalis
Kepala : Oedem kelopak mata - / -
Konjunctiva anemis - / -

19
Sclera icterus - / -
Sianosis (-)
Dyspnea (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Bendungan Vena Leher (-)
Thorax : Bentuk normal, gerak simetris +/+, retraksi -/-
Pulmo : Suara nafas Simetris +/+, vesikuler +/+, Rhonkhi -/- , Wheezing -/-
Cor : S1S2 tunggal, extra systole (-), gallop (-), murmur (-)
Abdomen : BU (+) dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat + + oedema - - -
+ + - - -

b. Status Obstetri
Mammae : kolostrum (-), hiperpigmentasi areola mammae, penonjolan glandula
mammae (-)
Abdomen : Inspeksi : Cembung, BSC (-)
Auskultasi : DJJ (+) 148x/menit
Perkusi : Redup (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-), TFU 31 cm (2 jari
bawah procesus xiphoid), punggung kanan, letak bujur dengan
presentasi kepala, belum masuk pintu atas panggul (PAP). His (+)
jarang
Genitalia : VT ø 0 cm, efficement 0%, ketuban (-)merembes, letak kepala, bidang
Hodge 1, posisi porsio medial dengan konsistensi lunak, denominatior Sulit
dievaluasi, ukuran panggul dalam batas normal
TBJ : 2900 gr

3.5 Resume

Ibu usia 18 tahun datang ke PONEK IGD RSD dr. Soebandi dari puskesmas jam
03.00. dengan G1P0000Ab000 uk` 42-43 mgg J/T/H + kpd +HepB +Postterm. Pasien
merasa hamil 9 bulan. Pasien mengeluh kenceng-kenceng sejak pukul 01.00, keluar
cairan dari jalan lahir sejak pukul 02.00. Kemudian pasien dibawa ke puskesmas pukul
02.30. Di puskesmas pasien diperiksa dalam didapatkan ø sebesar 0 cm.

20
Pasien dirujuk ke rumah sakit pukul 02.30 karena postterm. TTV: TD 110/10
mmHg, Nadi 84 x/menit, RR 20x/menit, Tax : 36,5°C. Abdomen: TFU 31 cm, puka,
preskep, kepala HI, His (+) jarang , DJJ (+) 148 x/menit. Genitalia: VT ø 0 cm,
efficement 0 %, ketuban (-) merembes, letak kepala, kepala HI, denominator sulit
dievaluasi.
3.6 Diagnosis Kerja
G1P0000Ab000 part` 42-43mgg J/T/H + kpd+ Hep B+Postterm
3.7 Planning

➢ Edukasi :
● Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang kondisi pasien, tindakan
yang dilakukan, serta prognosisnya
➢ Diagnostik :
● DL
● USG
● TTV
● Anamnesis dan pemeriksaan fisik
➢ Terapi :
● Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr
➢ Evaluasi 6 jam
➢ Monitoring :
● Keluhan pasien
● TTV
● USG

3.8. Observasi

➢ Soap 26/5/2019 pukul 07.00


S/ kenceng- kenceng
O/ Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Suhu (axiller) : 36,5 °C
RR : 20x/menit

21
Kepala : Oedem kelopak mata -/-, Konjunctiva anemis -/-, Sclera
icterus - / -, Sianosis (-), Dyspnea (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Bendungan Vena Leher (-)
Thorax : Bentuk normal, gerak simetris +/+, retraksi -/-
Pulmo : Simetris +/+, vesikuler +/+, Rhonkhi -/- , Wheezing -/-
Cor : S1S2 tunggal, extra systole (-), gallop (-), murmur (-)

Abdomen : Inspeksi : Cembung, BSC (-)


Auskultasi : DJJ (+) 145x/menit
Perkusi : Redup (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-), TFU 31 cm (2
Jari bawah procesus xiphoid), punggung kanan, letak bujur dengan presentasi
kepala, belum masuk pintu atas panggul (PAP). His (+) jarang
Genitalia : VT ø 0 cm, efficement 0%, ketuban (-) merembes, letak kepala,
bidangHodge 1, posisi porsio medial dengan konsistensi lunak, denominatior
Sulit dievaluasi, ukuran panggul dalam batas normal
TBJ : 29000gr

Ekstremitas: akral hangat + + oedema - -

+ + - -

A/ G1P0000Ab000 part` 42-43 mgg J/T/H + kpd + HepB +Postterm

P/ - IFVD RL 20 tpm
- Inj.Ceftriaxone 2x1gr

Hasil Laboratorium 26/5/2019 :

- Hemoglobin 13.1 (12.0-16.0) gr/dL


- Lekosit 8.7 (4.5-11.0) 10/L
- Hematokrit 38.9 (36-46) %
- Trombosit 248 (150-450) 10/L

22
➢ Soap 26/5/2019 pukul 11.00
S/ kenceng- kenceng
O/ Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 105x/menit
Suhu (axiller) : 36,5 °C
RR : 20x/menit
Kepala : Oedem kelopak mata -/-, Konjunctiva anemis -/-, Sclera
icterus - / -, Sianosis (-), Dyspnea (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Bendungan Vena Leher (-)
Thorax : Bentuk normal, gerak simetris +/+, retraksi -/-
Pulmo : Simetris +/+, vesikuler +/+, Rhonkhi -/- , Wheezing -/-
Cor : S1S2 tunggal, extra systole (-), gallop (-), murmur (-)

Abdomen : Inspeksi : Cembung, BSC (-)


Auskultasi : DJJ (+) 134x/menit
Perkusi : Redup (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-), TFU 31 cm (2 Jari
bawah procesus xiphoid), punggung kanan, letak bujur dengan presentasi kepala,
belum masuk pintu atas panggul (PAP). His 2.10.15”
Genitalia : VT ø 0 cm, efficement 0%, ketuban (-)merembes , letak kepala,
bidang Hodge 1, posisi porsio medial dengan konsistensi lunak, denominatior
Sulit dievaluasi, ukuran panggul dalam batas normal
TBJ : 2900gr

Ekstremitas : akral hangat + + oedema - -

+ + - -

A/ G1P0000Ab000 part` 42-43 mgg J/T/H + kpd + HepB+Postterm

P/ - Evaluasi 6 jam

23
➢ Soap 26/5/2019 pukul 15.00
S/ kenceng- kenceng
O/ Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 90x/menit
Suhu (axiller) : 36,7 °C
RR : 20x/menit
Kepala : Oedem kelopak mata -/-, Konjunctiva anemis -/-, Sclera
icterus - / -, Sianosis (-), Dyspnea (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Bendungan Vena Leher (-)
Thorax : Bentuk normal, gerak simetris +/+, retraksi -/-
Pulmo : Simetris +/+, vesikuler +/+, Rhonkhi -/- , Wheezing -/-
Cor : S1S2 tunggal, extra systole (-), gallop (-), murmur (-)

Abdomen : Inspeksi : Cembung, BSC (-),


Auskultasi : DJJ (+) 150x/menit
Perkusi : Redup (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-), TFU 31 cm (2 Jari
bawah procesus xiphoid), punggung kanan, letak bujur dengan presentasi kepala,
belum masuk pintu atas panggul (PAP). His 2.10.15”
Genitalia : VT ø 0 cm, efficement 0 %, ketuban (-) merembes, letak kepala,
bidang Hodge 1, posisi porsio medial dengan konsistensi lunak, denominatior
Sulit dievaluasi, ukuran panggul dalam batas normal
TBJ : 2900 gr

Ekstremitas : akral hangat + + oedema - -

+ + - -

A/ G1P0000Ab000 part` 42-43 mgg J/T/H + kpd + HepB +Postterm

P/ - Obs TTV

24
➢ Soap 26/5/2019 pukul 20.00
S/ kenceng- kenceng
O/ Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu (axiller) : 36,7 °C
RR : 20x/menit
Kepala : Oedem kelopak mata -/-, Konjunctiva anemis -/-, Sclera
icterus - / -, Sianosis (-), Dyspnea (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Bendungan Vena Leher (-)
Thorax : Bentuk normal, gerak simetris +/+, retraksi -/-
Pulmo : Simetris +/+, vesikuler +/+, Rhonkhi -/- , Wheezing -/-
Cor : S1S2 tunggal, extra systole (-), gallop (-), murmur (-)

Abdomen : Inspeksi : Cembung, BSC (-),


Auskultasi : DJJ (+) 126x/menit
Perkusi : Redup (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-), TFU 31 cm (2 Jari
bawah procesus xiphoid), punggung kanan, letak bujur dengan presentasi
kepala, belum masuk pintu atas panggul (PAP). His 2.10.10”
Genitalia : VT ø 1 cm, efficement 25 %, ketuban (-) merembes, letak kepala,
bidang Hodge 1, posisi porsio medial dengan konsistensi lunak, denominatior
Sulit dievaluasi, ukuran panggul dalam batas normal
TBJ : 2900gr

Ekstremitas : akral hangat + + oedema - -

+ + - -

A/ G1P0000Ab000 part` 42-43 mgg J/T/H + kpd+HepB + Postterm

P/ - Obs TTV

25
➢ Soap 27/5/2019 pukul 07.00
S/ kenceng- kenceng
O/ Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90x/menit
Suhu (axiller) : 36,7 °C
RR : 20x/menit
Kepala : Oedem kelopak mata -/-, Konjunctiva anemis -/-, Sclera
icterus - / -, Sianosis (-), Dyspnea (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Bendungan Vena Leher (-)
Thorax : Bentuk normal, gerak simetris +/+, retraksi -/-
Pulmo : Simetris +/+, vesikuler +/+, Rhonkhi -/- , Wheezing -/-
Cor : S1S2 tunggal, extra systole (-), gallop (-), murmur (-)

Abdomen : Inspeksi : Cembung, BSC (-),


Auskultasi : DJJ (+) 136x/menit
Perkusi : Redup (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-), TFU 31 cm (2 Jari
bawah procesus xiphoid), punggung kanan, letak bujur dengan presentasi kepala,
belum masuk pintu atas panggul (PAP). His (-)
Genitalia : VT ø 1 cm, efficement 25 %, ketuban (-), letak kepala, bidang Hodge
1, posisi porsio medial dengan konsistensi lunak, denominatior Sulit
dievaluasi, ukuran panggul dalam batas normal
TBJ : 2900gr

Ekstremitas : akral hangat + + oedema - -

+ + - -

A/ G1P0000Ab000 part` 42-43 mgg J/T/H + KPD + HepB +Postterm

P/ - Pro SC
-.Inj.Ancabim 3x1
-Inj.Ranitidine 3x1

26
-inj.Antrain 3x1

Telah dilakukan tindakan SC (sectio cesarea) karena KPD + hepatitis B. Bayi lahir pukul
13.15 wib(27-5-2019), Jenis kelamin perempuan As 7-8. Ketuban jernih, BB: 2900 gr, PB: 45
cm. cacat (-), anus (+).

3.9 Penatalaksanaan

Monitoring :
● Keluhan pasien
● Fluksus
● TTV
● Kontraksi uterus

3.10 Diagnosis Keluar

P1001Ab000 Post Partum SC a/i KPD + Hepatitis B

3.11 Prognosis

Quo ad vitam : bonam


Quo ad functionam : bonam

27
DAFTAR PUSTAKA

8. Galal M, Symonds I, Murray H, Petraglian, Smith R. 2012. Postterm Pregnancy.


FVV in Obsgyn 4(3): 175-187.

● * Aaron B Caughey, MD, MPH, PhD. 2016. Postterm Pregnancy. Medscape


# DONALD BRISCOE, M.D. Am Fam Physician. 2005 May 15;71(10):1935-1941.

28

Anda mungkin juga menyukai