Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Mata merupakan organ yang sangat berkaitan erat dengan otak dan seringkali
memberikan petunjuk diagnostik yang penting akan adanya gangguan pada sistem saraf
pusat. Penyakit intrakranial umumnya menyebabkan gangguan penglihatan oleh karena
destruksi ataupun tekanan pada bagian tertentu dari jalur impuls visual.

Jalur impuls aferen melewati struktur-struktur yang terlibat dalam penerimaan dan
pemrosesan informasi visual yang meliputi: mata, nervus optikus, chiasma optik, traktus
optikus, nukleus genikulatum lateral, radiasio optik dan korteks striatum. Pada umumnya
abnormalistas visual memiliki berbagai macam etiologi dan tergantung letak lesi yang
dikenainya. Neuritis optikus merupakan keadaan inflamasi, demielinisasi yang menyebabkan
kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu mata (monokular). Neuritis
optikus tidak berdiri sendiri, namun disebabkan oleh berbagai macam penyakit/keadaan.
Salah satunya adalah multipel sklerosis (MS), suatu penyakit demielinasasi sistem saraf
pusat. Neuritis optikus seringkali dihubungkan dengan penyakit ini. Neuritis optikus menjadi
manifestasi klinik pada 15-20% pasien multiple sklerosis dan terjadi pada 50% perjalanan
penyakit multipel sklerosis.

Kehilangan penglihatan dan adanya defek pupil aferen relatif merupakan gambaran
umum dari neuritis optikus. Diskus optik terlihat hiperemis dan membengkak. Terdapat
subtipe dari neuritis optikus, yaitu neuritis retrobulbar dan papilitis. Keadaan tersebut
menggambarkan adanya inflamasi pada saraf optik.

1
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : DK Kiyudan

2. Keluhan Utama
Mata kanan buram sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan penglihatan mata kanan
buram pada sebagian penglihatan atau pandangan secara mendadak dengan mata tidak
disertai kemerahan. Menurut pasien, pandangan dirasakan lebih buram pada bagian luar
dan bawah penglihatan. Penglihatan mata kiri lebih baik daripada mata kanan dan tidak
ada keluhan yang sama. Penglihatan ganda disangkal. Tidak ada riwayat area yang
tertutupi tirai hitam pada lapang pandang. Pasien tidak melakukan usaha khusus seperti
memicingkan mata atau menengok ke samping untuk dapat melihat dengan lebih baik.
Mual dan muntah disangkal, nyeri mata dan kepala disangkal. Terlihat pelangi saat ada
cahaya disangkal. Riwayat melihat bintik-bintik hitam berterbangan disangkal.
Pasien sebelumnya tidak pernah menggunakan kacamata. Riwayat trauma
sebelumnya disangkal. Pasien mengaku belum memeriksakan dirinya ke rumah sakit.
Pasien sebelumnya belum pernah mengalami keluhan mata buram seperti saat ini
sebelumnya. Pasien mengaku tidak ada riwayat penyakit infeksi sebelumnya. Pasien tidak
ada riwayat alergi obat atau makanan sebelumnya. Pasien mengaku memiliki kebiasaan
merokok.

2
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus ataupun penyakit
jantung.Riwayat penyakit mata sebelumnya atau keluhan pada sejak kecil disangkal.
Tidak ada riwayat trauma. Riwayat sakit toxoplasmosis disangkal. `

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keganasan pada keluarga disangkal.

6. Riwayat Sosial
Pasien merupakan mahasiswa dan tinggal dengan orangtua.

7. Status Generalis
Tanda vital
Tekanan darah : 132/ 73 mmHg
Frekuensi nadi : 63 kali/menit
Frekuensi napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,8 C
Pemeriksaan fisik lain : Dalam batas normal
Status Oftalmologi
NO Keterangan OD OS
1. Tajam penglihatan 2/60 6/6
Pinhole : (-)

2. Gerakan bola mata

3. Posisi Orthophoria

4. Tekanan intraocular Normal/palpasi Normal/palpasi


Schiotz: 7/ 7,5 Schiotz: 7/7,5
5. Palpebra Hematoma(-), ptosis Tenang
(-), bengkak (-), merah
(-)
6. Konjungtiva Injeksi siliar (-), injeksi Tenang
konjungtiva (-)
kemosis (-)
3
7. Kornea Jernih Jernih

8. Bilik mata depan Sudut BMD dalam, Sudut BMD dalam


hipopion (-)
9. Iris dan pupil Bulat, sentral, refleks Bulat, sentral, refleks
cahaya langsung dan cahaya langsung dan
tidak langsung baik, tidak langsung baik,
isokor, iris kripta (+) isokor, iris kripta (+)
RAPD (+)
10. Lensa jernih Jernih

11. Vitreous jernih Jernih

12. Funduskopi Refleks fundus (+) Refleks fundus (+),


Papil hiperemis, batas Papil bulat dan
kabur, cup-disk ratio batastegas, cup-disk
sulit dinilai, gambaran ratio 0,3, aa/vv 2/3
macular star, aa/vv 2/3
13. Tes konfrontasi + +

- + + +
- +

14. Diagnosis
Neuroretinitis OD
Dd/ neuritis optik :
papilitis
neuritis retrobulbar

15. Pemeriksaan penunjang:


Pemeriksaan TORCH, autoimun, VDRL, SPHA
OCT

4
OS

OD

5
OD

16. Tatalaksana :
Anjuran rawat inap
Kortikosteroid IV 4 x 250 mg selama 3 hari kemudian tapering off

17. Prognosis:
OD
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
OS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : bonam

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Anatomi dan Histologi

III.1.1 Retina

Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang,
yang terlihat merah pada fundus adalah warna dari koroid. Retina ini terdiri dari bermacam-
macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat Mueler,
membrana limitans interna dan eksterna,sel-sel glia. Membrana limitans interna letaknya
berdekatan dengan membrana hyaloidea dari badan kaca.Retina membentang ke depan
hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya di tepi ora serrate. Permukaan luar
retina sensorik bertumpuk dengan membran Bruch, khoroid, dan sclera. Retina menpunyai
tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0.23 mm pada kutub posterior. 1 Ditengah-tengah retina
posterior terdapat makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis merupakan
cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.1

Gambar 1. Ketebalan Retina.1

7
Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas
lapisan1,2 :

1. Lapisan epitel pigmen


2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar, selamakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optic.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kecil.

Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang berada tepat di luar
membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar
dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari
arteri retina sentralis yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam.1,2

Gambar 2. Lapisan Retina.i

Saat mata melihat dan cahaya masuk, sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang
dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks
penglihatan.Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
8
penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut.Di fovea sentralis, terdapat
hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang
keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak
fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang
lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan
untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina lainnya,
yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan
perifer dan malam (skotopik).1,2

III.1.2 Nervus Optik

Nervus optic panjang sekitar 50mm dari bola mata ke kiasma dan dapat dibagi menjadi 4
segmen:

1. Intraocular (optic nerve head) merupakan segmen terpendek dengan kedalaman 1mm
dan 1,5mm diameter vertical. Optic nerve head dibagi menjadi superficial nerve fiber
layer, prelaminar, laminar (ketiga bagian tersebut yang secara anatomi sebagai
anterior optic nerve), dan retrolaminar.
2. Intraorbital segmen dengan panjang 25-30mm dan meluas dari bola mata ke foraman
optic di apex orbital. Diameternya sebesar 3-4mm karena penambahan pelindung
myelin pada serat saraf. Pada apex orbital saraf dikelilingi fibrosa annulus of Zinn,
yang berasal dari empar otot rectus.
3. Intracanalicular segmen melintasi kanal optic dan ukuran 6mm. tidak seperti bagian
intraorbital, segmen ini terfixasi didalam kanal, mengingat durameter bergabung
dengan periosteum.
4. Intracranial segmen bergabung dengan kiasma dengan panjang bervariasi dari 5mm
hingga 16mm (rata-rata 10mm).

Saraf optic dibentuk oleh akson-akson yang berasal dari sel ganglion retina yang
membentuk lapisan serabut saraf, lapisan retina terdalam. Saraf optic berjalan keluar dari
mata melalui lempeng kribiformis sklera yang menyerupai penyaring. Serabut saraf
ekstraokular memiliki myelin sedangkan serabut yang berada didalam mata tidak bermielin.
Arteri dan vena retina sentral memasuki mata di pusat saraf optic (Kanski, 2007).

9
III.2. Pemeriksaan Sistem Visual

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi fungsi nervus II, yaitu: 4,11

1. Pemeriksaan visus

Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen pada jarak 6


meter.Masing-masing mata diperiksa secara terpisah, diikuti dengan pemeriksaan
menggunakan pinhole untuk menyingkirkan kelainan visus akibat gangguan
refraksi.Penilaian diukur dari barisan terkecil yang masih dapat dibaca oleh pasien dengan
benar, dengan nilai normal visus adalah 6/6.Apabila pasien hanya bisa membedakan gerakan
tangan pemeriksa maka visusnya adalah 1/300, sedangkan apabila pasien hanya dapat
membedakan kesan gelap terang (cahaya) maka visusnya 1/∞.

2. Pemeriksaan refleks pupil

Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi cahaya langsung
(unkonsensual) dan tidak langsung (konsensual).Refleks cahya langsung maksudnya adalah
mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang disinari cahaya.Sedangkan refleks cahaya tidak
langsung atau konsensual adalah mengecilnya pupil pada mata yang tidak disinari cahaya.

3. Pemeriksaan lapang pandang

Dua jenis cara pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes
konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimeter atau
perimeter. Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer penglihatan,
yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu titik. Lapang pandang
yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke semua jurusan, misalnya ke
10
lateral kita dapat melihat 90 – 100o dari titik fiksasi, ke medial 60 o, ke atas 50 – 60o dan ke
bawah 60 – 75o.

Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik,
akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang. Lesi pada nervus
optikus akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini
disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang mendarahi retina tanpa kolateral,
ataupun arteri karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian
menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis
fugax. Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal
yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya akan
menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan
hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian medial akan
menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada serabut
lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim kontralateral.

Gambar 6. Lintasan Impuls visual

dan Gangguan Lapang Pandang

Akibat Berbagai Lesi di Lintasan

Visual

4. Pemeriksaan funduskopi

Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai keadaan fundus


okuli terutama papil dan retina nervus optikus.Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan
alat berupa oftalmoskop.Papil normal berbentuk bulat, warna merah kekuningan, di bagian
temporal sedikit pucat, batas dengan sekitarnya tegas, hanya di bagian nasal agak kabur serta

11
terdapat lekukan fisiologis (cup fisiologis).Pembuluh darah keluar dari cup disk
danbercabang keatas.Jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena berkelok-kelok.

Gambar 7. Gambaran funduskopi normal11

III.3 Neuritis Optik

III.3.1. Definisi

Neuritis optik adalahperadangan atau demielinisasi saraf optik yang terjadi pada papil
saraf dalam bola mata (papillitis) atau dibelakang bola mata atau posterior (retrobulbar optic
neuritis).2,11Insidensineuritis optik paling sering terjadi pada orang dewasa berusia antara 20
dan 45 tahun. Wanita lebih sering terkena daripada pria. Sekitar 20-40% pasien dengan
neuritis optik terjadiensefalitis difus (multiple sclerosis).11 Neuritis optikus dalam populasi
per tahun diperkirakan 5 per 100.000 sedangkan prevalensinya 115 per 100.000. Berdasarkan
data The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) 77% adalah wanita, 85% kulit putih dan usia
rata-rata 32 ± 7 tahun. Sebagian besar kasus patogenesisnya disebabkan inflamasi
demielinisasi dengan atau tanpa sklerosis multipel. Pada sebagian besar kasus neuritis optikus
monosimptomatik merupakan manifestasi awal sklerosis multipel.3

III.3.2 Etiologi

Etiologi neuritis optikus termasuk: 6,10

1. Inflamasi lokal

a. Uveitis dan retinitis

b. Oftalmia simpatika

12
c. Meningitis

d. Penyakit sinus dan infeksi orbita

2. Inflamasi general yaitu:

a. Infeksi saraf pusat

 Multiplel sklerosis.
 Acute disseminated encephalomyelitis
 Neuromyelitis optic (Devic disease)
b. Syphilis

c. Tuberkulosis

3. Leber's disease

Merupakan suatu penyakit herediter pada laki-laki muda, manifestasinya sebagai


perubahan mendadak pada penglihatan sentral (skotoma sentral)pertama kali mengenai satu
mata dan selanjutnya kedua mata.Selama episode akut, mungkin terdapat edema diskus
optikus dan retina peripapilar diserati pelebaran pembuluh-pembuluh darah kecil yang
teleangiektasis di permukaannya tetapi khasnya, tidak ada kebocoran diskus optikus pada
pemeriksaan angiografi flourescent.Pada beberapa kasus inflamasi mengenai nervus di dalam
bola mata sehingga menyebabkan papilitis ringan. Pada kasus yang lain mengenai nervus di
belakang mata.

3. Toksin endogen

a. Penyakit infeksi akut, seperti influenza, malaria, measles, mumps, pneumonia

b. Fokus septik pada gigi, tonsil, infeksi fokal

c. Penyakit metabolic seperti diabetes, anemia, , avitaminosis, dan kehamilan

4. Intoksikasi racun eksogen seperti tobacco, etil alcohol, metil alkohol.

III.3.3 Faktor Resiko

Faktor resiko neuritis optikus termasuk: 3,12

1. Usia

13
Neuritis optikus sering mengenai dewasa muda usia 20 sampai 40 tahun; usia rata-rata
terkena sekitar 30 tahun. Usia lebih tua atau anak-anak dapat terkena juga tetapi
frekuensinya lebih sedikit.

2. Jenis kelamin

Wanita lebih mudah terkena neuritis optikus dua kali daripada laki-laki.

3. Ras

Neuritis optikus lebih sering terjadi pada orang kulit putih dari pada ras yang lain.

III.3.4 Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasinya neuritis optik terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Papilitis

Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh peradangan lokal di nervus
saraf optik dan dapat terlihat dengan pemeriksaan funduskopi.2

Gambar 8.Gambaran Funduskopi pada Papilitis

Patogenesis

Nervus optikus mengandung serabut-serabut syaraf yang mengantarkan informasi


visual dari sel-sel nervus retina ke dalam sel-sel nervus di otak. Retina mengandung sel
fotoreseptor, merupakan suatu sel yang diaktivasi oleh cahaya dan menghubungkan ke sel-sel
retina lain disebut sel ganglion. Kemudian mengirimkan sinyal proyeksi yang disebut akson
ke dalam otak.Melalui rute ini, nervus optikus mengirimkan impuls visual ke otak. Inflamasi

14
yang terjadi pada neuritis optik yang akan menyebabkan sinyal visual terganggu dan
pandangan menjadi lemah.2

Gejala dan Tanda

Dalam waktu yang cepat visus akan sangat menurun, kadang-kadang sampai buta.
Keluhan ini disertai dengan rasa sakit dimata terutama saat penekanan. Kadang-kadang
disertai demam atau setelah demam biasanya pada anak yang menderita infeksi virus atau
infeksi saluran napas bagian atas.3,6

Pada pemeriksaan pupil ditemui adanya RAPD yaitu kelainan pupil yang sering
dijumpai dengan adanya tanda pupil Marcus Gunn.3 Cara pemerikasaan, mata pasien secara
bergantian diberi sinar, pada sisi mata yang sakit pupil tidak mengecil tetapi malah
membesar. Kelainan ini menunjukan adanya lesi N.II pada sisi tersebut.4

Gambar 9. Tanda pupil Marcus Gunn4

Pada pemeriksaan fundus ditemukan hiperemi papil saraf optik dengan batas yang
kabur, pelebaran vena retina sentralis dan edema papil. Kadang-kadang sekitar papil terlihat
bergaris-garis disebabkan edema, sehingga serabut saraf menjadi renggang.6 Ditemukan
eksudat star figure yang menyebar dari daerah papil ke daerah macula, papil saraf optic
berangsur-angsur menjadi pucat yang terkadang menjadi putih seperti kertas dan tajam
penglihatan masih normal.2

Gangguan lapang pandang dapat terjadi pada penglihatan perifer dan menyempit
secara konsentris, didapatkan juga skotoma sentral, sekosentral atau para sentral.

15
b. Neuritis Retrobulbar

Neuritis retrobulbarmerupakan peradangan saraf optik yang terdapat dibelakang bola


mata. Biasanya berjalan akutyang mengenai satu atau kedua mata. Neuritis retrobulbar dapat
disebabkan oleh sclerosis multiple, penyakit myelin saraf, anemia pernisiosa, diabetes
mellitus dan intoksikasi 1,2

Gejala dan Tanda

Gejala kardinalnya tiba-tiba kehilangan penglihatan, yang terkadang disertai demam


(gejala Uhthoff).Visus sangat terganggu dan disertai dengan amaurosis fugax pasien juga
mengeluhkan bola mata bila digerakkan akan terasa berat dibagian belakang bola mata. Rasa
sakit akan bertambah bila bola mata ditekan yang disertai dengan sakit kepala. 2 Pada neuritis
gambaran fundus normal pada awal, namun lama kelamaan akan terlihat kekaburan batas
papil saraf optik dan degenerasi saraf optik akibat degenerasi serabut saraf, disertai atrofi
desenden akan terlihat papil pucat dengan batas tegas.2

Gangguan lapang pandang pada neuritis retrobulbar dapat terjadi sepanjang segmen
intraorbita sampai segmen intracranial dan sesuai dengan lokasinya. Gangguan tersebut dapat
berupa skotoma sentral, skotoma sentral unilateral, skotoma sentral bilateral, skotoma sentral
pada mata homolateral dan defek superior temporal pada kampus kontralateral dan hemiopia
bitemporal bila mengenai kiasma optika, yang melibatkan makula dan blindspot, dan terdapat
bentuk wedge-shapedpada defek lapang pandang hingga mencapai kebutaan total3,4,11

III.3.5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, tanda dan gejala klinis, namun pada
neuritis retrobulbar yang kelainannya cukup jauh di belakang diskus optik dan pada
pemeriksaan oftalmoskopi tidak ditemukan apa-apa, maka perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti MRI, analisis cairan serebrospinal, Visually Evoked Potensials Test (VEP)
dan serologi. 12

Dasar perlunya dilakukan pemeriksaan penunjang diatas pada kasus neuritis optik adalah:

1. Untuk menentukan penyebabnya apakah suatu proses


inflamasi atau non inflamasi, idiopatik, dan infeksi.

16
2. Untuk menentukan prognosisnya, apakah akan berkembang
secara klinis menjadi multipel sklerosis.

a. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI penting untuk memutuskan apakah daerah di otak telah terjadi kerusakan myelin,
yang mengindikasikan resiko tinggi berkembangnya sklerosis multipel. MRI juga dapat
membantu menyingkirkan kemungkinan tumor atau kondisi lain. Pada pasien yang dicurigai
menderita neuritis optikus, pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan
gadolinium sebaiknya dilakukan dengan tujuan untuk konfirmasi diagnosis dan menilai lesi
white matter. MRI dilakukan dalam dua minggu setelah gejala timbul. Pada pemeriksaan
MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan gadolinium menunjukkan peningkatan dan
pelebaran nervus optikus. Lebih penting lagi, MRI dipakai dengan tujuan untuk memutuskan
apakah terdapat lesi ke arah sklerosis multipel. Ciri-ciri resiko tinggi mengarah ke sklerosis
multipel adalah terdapat lesi white matter dengan diameter 3 atau lebih, bulat, lokasinya di
area periventrikular dan menyebar ke ruangan ventrikular.

Gambar 10.Lesi white matter pada MRI13

b. Pemeriksaan cairan serebrospinal

Protein ologo-clonal bands pada cairan serebrospinal merupakan penentu sklerosis


multipel.Terutama dilakukan terhadap pasien-pasien dengan pemeriksaan MRI normal.

c. Test Visually Evoked Potentials

Test Visually evoked potentials adalah suatu test yang merekam sistem visual,
auditorius dan sensoris yang dapat mengidentifikasi lesi subklinis. Test Visually evoked
potentials menstimulasi retina dengan pola papan catur, dapat mendeteksi konduksi sinyal
elektrik yang lambat sebagai hasil dari kerusakan daerah nervus.

17
d. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan tes darah NMO-IgG untuk memeriksa antibodi neuromyelitis


optica.Pasien dengan neuritis optikus berat sebaiknya menjalani pemeriksan ini untuk
mendeteksi apakah berkembang menjadi neuromyelitis optica.Pemeriksaan tingkat sedimen
eritrosit (erythrocyte sedimentation rate (ESR)) dipakai untuk mendeteksi inflamasi pada
tubuh, tes ini dapat menentukan apakah neuritis optikus disebabkan oleh inflamasi arteri
kranialis.

III.3.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding mata tenang visus turun mendadak, adalah:2,3

1. Nonarteritic anterior ischemic optic neuropathy

Terdapatnya nyeri terutama pada pergerakan mata (meskipun tidak mutlak) secara
klinis dapat membedakan neuritis optikus dengan nonarteritic anterior ischemic optic
neuropathy.

2. Syndrom viral dan post viral

Parainfectious optic neuritis umumnya mengikuti onset infeksi virus selama 1-3
minggu, tetapi dapat juga sebagai fenomena post vaksinasi. Umumnya mengenai anak-anak
daripada dewasa dan terjadi karena proses imunologi yang menghasilkan demielinisasi
nervus optikus. Post viral atau parainfeksius neuritis optikus dapat terjadi unilateral tetapi
sering bilateral. Diskus optikus dapat normal atau terjadi pembengkakan.

3. Ablasio Retina

Keadaan dimana terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen
retina. Ablasio retina akan memeberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapat riwayat adanya pijar api
(fotopsia) pada lapang penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang
terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan
retina berwarna merah.

4. Oklusi Arteri Vena Sentralis

18
Gangguan vaskular retina dengan potensial menimbulkan kebutaan yang sering terjadi
dan mudah didiagnosis.Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak yang tidak
nyeri. Biasanya pada usia lebih dari 50 tahun dan mengidap penyakit kardiovaskular terkait
lainnya.

5. Papil Edema

Kongesti non inflamasi diskus optik yang berkaitan dengan peningkatan tekanan
intrakranium.Keluhan yang dirasakan pasien biasanya nyeri kepala hebat, mual, muntah
namun ketajaman penglihatan masih normal.Pada funduskopi didapatkan papil sembab, batas
kabur, kapiler dan vena retina melebar dan berkelok, terdapat perdarahan, eksudat dan
terdapat penonjolan papil yang melebihi 3 dioptri.Tidak terdapat gangguan pada lapang
pandang. Keadaan ini biasanya ditemukan bilateral.

III.3.7 Penatalaksanaan

1. Terapi jangka pendek

The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) telah meneliti secara komprehensif
tentang penatalaksanaan neuritis optikus dengan menggunakan steroid. Dalam penelitiannya
ONTT melibatkan sebanyak 457 pasien, usia 18-46 tahun dengan neuritis optikus akut
unilateral. Data follow up didapatkan dari kohort ONTT (Longitudinal Optic Neuritis Study
(LONS)) menghasilkan informasi penting tentang gejala klinis, penglihatan jangka panjang,
penglihatan yang berkaitan dengan kualitas hidup dan peranan MRI otak dalam memutuskan
resiko berkembang menjadi Clinically Definite Multiple Sclerosis (CDMS).12

Pasien yang terlibat pada penelitian ini diacak menjadi 3 kelompok perlakuan terapi, yaitu:12

1. Mendapatkan terapi prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari) selama 14 hari dengan 4
hari tappering off ( 20 mg hari l, 10 mg hari ke 2 dan 4) (kelompok terapi oral).

2. Mendapatkan terapi dengan metilprednisolon sodium suksinat IV 250 mg tiap 6


jam selama 3 hari, diikuti dengan prednison oral (1 mg/kg BB/ hari) selama 11
hari dengan 4 hari tappering off (kelompok terapi dengan metilprednisolon IV).

3. Mendapatkan terapi dengan placebo selama 14 hari.

19
Dalam penelitian ini yang dinilai terutama tajam penglihatan dan sensitifitas
terhadap kontras sedangkan berkembangnya menjadi CDMS adalah hal kedua yang
dinilai.

MRI otak dan orbita dengan menggunakan gadolinium telah dilakukan untuk semua
pasien. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah: 12

a. Terapi dengan menggunakan metilprednisolon IV mempercepat pulihnya


penglihatan tetapi tidak untuk jangka panjang setelah 6 bulan sampai dengan 5 tahun bila
dibandingkan dengan terapi menggunakan placebo atau prednison oral. Keuntungan
terapi dengan menggunakan metilprednisolon IV ini baik dalam 15 hari pertama saja.

b. Pasien yang mendapatkan terapi dengan menggunakan prednison oral saja


didapatkan terjadi resiko rekurensi neuritis optiknya (30% setelah 2 tahun dibandingkan
dengan kelompok placebo 16% dan kelompok yang mendapatkan steroid IV 13%) sampai
dengan follow up 5 tahun.

c. Pasien dengan monosymptomatik yang mendapatkan terapi dengan


menggunakan metilprednisolon intra vena didapatkan penurunan tingkat perkembangan
ke arah CDMS selama 2 tahun pertama follow up, tetapi tidak bermanfaat setelah 2 tahun
karena persentase perkembangan menjadi CDMS hampir sama dengan kelompok
prednison oral dan placebo.

2. Terapi jangka panjang

Di antara pasien dengan resiko tinggi berkembang menjadi CDMS yang ditetapkan
dengan kriteria MRI oleh ONTT (dua atau lebih lesi white matter), telah dilakukan penelitian
383 pasien oleh (The Controlled High-Risk Avonex MS Prevention Study (CHAMPS))
menunjukkan terapi dengan interferon β 1a pada pasien acute monosymptomatic
demyelinating optic neuritis berkurang secara signifikan dalam 3 tahun dibandingkan dengan
kelompok placebo, juga terdapat pengurangan tingkat lesi baru pada MRI otak. Hasil yang
sama juga didapatkan pada pasien dengan neuritis optikus. Semua pasien kelompok terapi
dengan interferon β-1a dan kelompok placebo juga mendapatkan terapi dengan
metilprednisolon IV selama 3 hari diikuti dengan prednison oral selama 11 hari sesuai dengan
protokol ONTT.Meskipun terapi dengan interferon β-1a pada pasien neuritis optikus dan pada
pasien yang beresiko menurut pemeriksaan MRI manfaat jangka panjangnya tidak diketahui,
tetapi hasil dari CHAMPS memberikan suatu terapi awal yang rasional. Ini didukung oleh

20
hasil penelitian dari Early Treatment of Multiple Sclerosis Study, (ETOMS)) yang
menghasilkan selama 2 tahun follow up terjadi penurunan yang signifikan jumlah pasien yang
berkembang menjadi CDMS dengan terapi awal interferon 13-1a (34%) bila dibandingkan
dengan kelompok placebo (45%).3

Pada model eksperimen sklerosis multipel, dengan menggunakan terapi


immunoglobulin intravena telah menunjukan terjadinya remielinisasi pada sistem syaraf
sentral. Penelitian lain (1992) menyarankan bahwa terapi dengan immunoglobulin
bermanfaat pada pasien neuritis optikus dengan penurunan penglihatan yang bermakna. Akan
tetapi dalam penelitian terbaru tentang immunoglobulin intravena dengan placebo pada 55
pasien sklerosis multipel dengan kehilangan penglihatan tetap (20/40 atau lebih rendah) yang
disertai neuritis optikus tidak menunjukkan pemulihan yang signifikan terhadap tajam
penglihatan.

Jika pada pemeriksaan dengan MRI ditemukan lesi white matter dua atau lebih
(diameter 3 atau lebih) diterapi berdasarkan rekomendasi dari ONTT, CHAMPS, dan
ETOMS, yaitu:3

1. Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi selama 3 hari)
diikuti dengan prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari selama 11 hari kemudian 4 hari
tappering off).

2. Interferon β-1a intramuskular satu kali seminggu.

Pada pasien monosymptomatik dengan lesi white matter pada MRI kurang dari 2, dan
yang telah didiagnosis CDMS, diberikan terapi metilprednisolon (diikuti prednison oral)
dapat dipertimbangkan untuk memulihkan penglihatan, tetapi ini tidak memperbaiki untuk
jangka panjang. Berdasarkan hasil penelitian dari ONTT, penggunaan prednison oral saja
(sebelumnya tidak diterapi dengan metilprednisolon IV ) dapat meningkatkan resiko
rekurensi.

III.3.8. Prognosis

Sebagian besar pasien sembuh sempurna atau mendekati sempurna setelah 6-12
minggu. Sembilan puluh lima persen penglihatan pasien pulih mencapai visus 20/40 atau
lebih baik. Dan sebagian besar pasien mencapai perbaikan maksimal dalam 1-2 bulan,
meskipun pemulihan dalam 1 tahun juga memungkinan.Derajat keparahan kehilangan

21
penglihatan awal menjadi penentu terhadap prognosis penglihatan.Meskipun penglihatan
dapat pulih menjadi 20/20 atau bahkan lebih baik, banyak pasien dengan acute demyelinating
optic neuritis berlanjut menjadi kelainan pada penglihatan yang mempengaruhi fungsi harian
dan kualitas hidupnya. Kelainan tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras (63-100%),
penglihatan warna (33-100%), lapang pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang gelap
(89-100%), reaksi pupil afferent (55-92%), diskus optikus (60-80%), dan visual-evoked
potensial (63-100%).12

III. 4 NEURORETINITIS

III. 4 .1 DEFINISI

Neuroretinitis merupakan tipe dari neuropati optic dengan karakteristik kehilangan


penglihatan unilateral akut dengan pembengkakan diskus optic yang terkait dengan hard
exudate yang berbentuk bintang disekeliling fovea (Narayan et al, 2008).

Merupakan salah satu bentuk dari neuritis optic, yang jarang dilaporkan dibandingkan
bentuk lainnya yakni neuritis retrobulbar dan papilitis (Nartey, 2017).

III. 4 .2 EPIDEMIOLOGI

Menyerang segala usia dengan insiden tersering pada decade ketiga dan keempat
kehidupan dan tidak ada dominasi pada gender (Narayan et al, 2008)

III. 4 .3 ETIOPATOGENESIS

Etiopatogenesis neuroretinitis tidakjelas, diduga akibat infeksi atau proses terkait


imun yang ditimbulkan oleh berbagai agen. Umumnya didahului dengan sindrom virus,
namun pada 50% virus jarang di kultur dari vitreus, aquous humor maupun CSF, dan
pemeriksaan serologic biasanya kurang. Agen virus meliputi herpes simplex, hepatitis B,
mumps. Infeksi lain yang sering menyebabkan neuroretinitis adalah cat-scratch-disease
(akibat Bartonella henselae; gram negative aerobic, intraselularbasilus), sifilis, lyme disease
dan leptospirosis. Etiologi yang masih terduga menjadi penyebab neuroretinitis adalah
toxoplasmosis, toxocariasis dan histoplasmosis.

22
(Purvin et al, 2011)

Pathogenesis neuroretinis dapat dari keterlibatan langsung serat nervus optic terhadap
proses inflamasi atau inflamasi menyebabkan edema dan eksudasi cairan dari area sel yang
terinflamasi di peripapil retina. Cairan kaya lipid mengalir langsung kedalam rongga nuclear-
pleksiform luar namun hanya fase aquous dan selanjutnya melewati membrane limitan
eksterna dan berkumpul dibawah neurosensory retina. Karena longgar dan konfigurasi radial
dari lapisan pleksiform luar, eksudate kaya akan lipid berbentuk bintang. Eksudat macula
muncul setelah 2 minggu dari onset (Narayan et al, 2008; Purvin et al, 2011).

III. 4 . 4 KLASIFIKASI

Neuroretinitis dapat di klasifikasikan sesuai etiologi menjadi idiopatik dan agen infeksius
specific, dimana idiopatik terbagi ke dalam single episode dan seranganberulang.

a. Idiopatik Neuroretinitis

Menyerang dewasa muda dengan kisaran usia 8-55 tahun. Dapat didahului
dengan seperti-flu (paling sering menyerang saluran nafas atas), kehilangan
penglihatan tanpa rasa nyeri (beberapa dengan ketidaknyamanan retrobulbar),
unilateral, ketajaman penglihatan antara 20/50 dan 20/200 namun dapat kisaran 20/20
hingga persepsi cahaya, scotoma sentral atau sekosentral, RAPD (+), terdapat sel
vitreus posterior, sel bilik mata depan dan flare. Pada funduskopi ditemukan edema

23
diskus dapat difus maupun segmental, terkadang timbul hemoragik peripapil dan
tampakan bintang.

b. Cat Scratch Neuroretinitis


Bentuk infeksi neuroretinitis yang paling sering, namun padapada literature
lain menyebutkan bahwa CSD terkait neuroretinitis cukup jarang terjadi. Kisaran usia
penderita 4-64 tahun dengan rata-rata 24 tahun. Dominasi pada wanita. Bilateral,
ketajaman penglihatan berkisar 20/40 hingga lebih buruk dari 20/200, terdapat
demam, malaise, limfadenopati, riwayat tercakar atau tergigit kucing dengan lesi
primer (eritema papul/pustule) pada tempat inokulasi 67%, RAPD (+).

c. Rekuren Idiopatik Neuroretinitis


Sebagian besar neuroretinitis berulang disebabkan idiopatik, kecuali
toxoplasma, agen infeksius umumnya tidak menimbulkan serangan berulang. Usia
antara 10-54 tahun, (Purvin et al, 2011; Dura-Trave et al, 2010)

III. 4 .5 MANIFESTASI KLINIS

1. Kehilangan penglihatan mendadak, bervariasi dari 6/6 hingga persepsi cahaya


2. Defek lapang pandang yang paling sering adalah sekosentral scotoma, sentral arkuata
bahkan altitudinal.
3. RAPD positif, kecuali pada kondisi bilateral
4. Uji Amsler Grid terdapat garis yang bergelombang
5. Defek pada warna dicurigai pada penyakit yang mengenai sel ganglion dan makula
6. Sel pada vitreus menandakan adanya inflamasi posterior
7. Pembengkakan diskus. Umumnya hilang dalam 8-12 minggu, dapat kembali normal
atau menjadi pucat dengan atau tanpa perubahan gliotik.
8. Exudate peripapil dan macula yang berbentuk bintang

(Nartey, 2017)

24
(Purvin et al, 2011)

CSD-NR bilateral dengan positif kuat IgG & IgM (Raihan et al, 2014)

25
CSD-NR sesudah diterapi 6 minggu dengan azitromisin 250mg dan prednisolone oral
60mg (Raihan et al, 2014)

III. 4 .6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Serologic test untuk titer Bartonella (IgM & IgG). Peningkatan IgG dapatmenjadi
diagnostic walaupun tidak meningkatnya IgM (positif bila IgM >1/10 dan IgG
>1/100). Bila hasil serologi negative, tes ulang 6 minggu kemudian (Dura-trave et al,
2010)
2. Fluorescent treponemal antibody absorbtion test (FTA-ABS)
3. Tuberculosis skin test
4. Visual Evoked Potential (VEP) berguna pada dugaan akibat multiple sclerosis yang
mana akan memperlihatkan pemanjangan laten gelombang P100 dan penurunan
amplitude. Namun, gambaran amplitude VEP pada neuroretinitis dapat abnormal juga.
5. ERG biasanya normal berhubungan dengan penunjang tersebut menilai fungsi
integritas dari lapisan retina dan sangat normal pada penyakit yang berhubungan
dengan sel ganglion dan nervus optic, seperti neuroretinitis
6. OCT, metode sensitive untuk mendeteksi serous retinal detachment, terutama pada
fase awal neuroretinitis sebelum terbentuk gambaran macular star.
7. FA tidak terlalu dibutuhkan dalam mendiagnosis namun dapat melengkapi informasi
tambahan. Menampilkan edema diskus difus dengan pewarnaan peripapil selama fase
midvenous dan late dari angiogram.

26
8. MRI pada CSD-NR adalah adanya peningkatan diskus optic meluas hingga 4mm ke
posterior sepanjang nervus optic, sedangkan pada idiopatik-NR, tampakannya
terdapat peningkatan terbatas pada sarung nervus optic. Pada serangan berulang,
beberapa menunjukkan peningkatan terbatas pada diskus, peningkatan nervus optic
retrobulbar hingga normal.(Purvin et al, 2011; Narayan et al, 2008)

(Srinivaasan, 2006)

27
III. 4 .7 DIAGNOSA BANDING

Tampakan funduskopi dapat menyerupai seperti temuan pada penyakit


papilitis, papilledema, oklusi vena retina sentral dan anterior iskemik optic neuropati.
Tabel dibawah menggambarkan perbedaan antara penyakit tersebut.

(Purvin et al, 2011)

28
(Srinivasan, 2006)

Sebagai tambahan, pada kasus retinopati hipertensi dan papil edema akibat
peningkatan TIK biasanya abnormalitas fundusnya bilateral dimana pada neuroretinis
sebagian besar unilateral, dan adanya cotton wool spot di retinopati hipertensi. Selain itu
terdapat latar belakang retinopati dan riwayat pengobatan pada hipertensi dan diabetes. Pada
NAION, adanya sel vitreus tidak selalu konsisten dibandingkan neuroretinitis (Purvin et al,
2011).

III. 4 .8 TATALAKSANA

Kondisi ini dapat sembuh sendiri namun pasien sering di obati dengan steroid pada
fase akut dengan atau tanpa antibiotic sistemik. Azithromycin, ciprofloxacin, rifampicin,

29
parenteral gentamicin, atau trimethoprim-sulfamethoxazole terbukti efektif pada pasien
imunokompremais. Azitromisin merupakan alternative yang bagus. Kondisis ekunder yang
disebabkan oleh agen infeksius yang teridentifikasi, terapi spesifik terhadap organisme
bersamaan dengan steroid dapat dibenarkan (Purvin et al, 2011; Narayan et al, 2008). Pada
satu laporan kasus dengan idiopatik neuroretinitis diberikan oral prednisolone 5 mg selama
10 hari dengan follow up 14 hari kemudian (Nartey, 2017). Sedangkan pada laporan kasus
dengan CSD, prednisone 80mg sehari selama 10 hari dan rifampicin 300mg/12 jam ditambah
doksisiklin 100mg/12 jam, pengobatan ini di pertahankan selama 6 minggu dari konfirmasi
serological (Dura-Trave et al, 2010).

III. 4 . 9 PROGNOSIS

Prognosis umumnya baik dengan resolusi spontan dalam 6-12 minggu, walaupun
struktur macular bentuk bintang dapat menetap pada periode ini. Beberapa laporan
menyatakan kehilangan penglihatan residual yang berat.

30
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien didiagnosa dengan neuroretinitis OD karena dari anamnesa pasien


mengeluhkan penglihatan mata kanan buram pada sebagian penglihatan atau pandangan
secara mendadak dengan mata tidak disertai kemerahan sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Menurut pasien, pandangan dirasakan lebih buram pada bagian luar dan
bawah penglihatan. Keluhan ini sesuai dengan literatur yaitu salah satu keluhan pasien
dengan neuroretinitis adalah kehilangan penglihatan unilateral akut.
Penglihatan ganda disangkal. Tidak ada riwayat area yang tertutupi tirai hitam pada
lapang pandang dapat menyingkirkan diagnosa ablasio retina Pasien tidak melakukan
usaha khusus seperti memicingkan mata atau menengok ke samping untuk dapat melihat
dengan lebih baik. Mual dan muntah disangkal, nyeri mata dan kepala disangkal. Terlihat
pelangi saat ada cahaya disangkal. Riwayat melihat bintik-bintik hitam berterbangan
disangkal. Pasien menyangkal penglihatan mata turun diikuti dengan nyeri pada mata, hal
ini menyingkirkan diasgnosa neuritis optik.
Pada riwayat penyakit dahulu tidak didapatkan hipertensi ataupun diabetes mellitus,
sehingga melemahkan penyakit sistemik yang berkomplikasi ke kelainan pada mata.
Riwayat penyakit mata sebelumnya atau keluhan mata sejak kecil disangkal, hal ini
melemahkan factor predisposisi terjadinya sikatriks pada pasien. Pasien sebelumnya
belum pernah mengalami keluhan mata buram seperti saat ini sebelumnya. Pasien
mengaku tidak ada riwayat penyakit infeksi sebelumnya. Pasien tidak ada riwayat alergi
obat atau makanan sebelumnya. Pasien mengaku memiliki kebiasaan merokok. Hal
tersebut dapat melemahkan diagnosa neuritis optik karena penyakit multiple sklerosis.
Dari pemeriksaan didapatkan tajam penglihatan pada mata kanan 2/60 yang
artinya pasien hanya dapat melihat hitungan jari dari jarak 2 meter dimana orang normal
dapat melihat dari jarak 60 m. Kornea jernih, Bulat, sentral, refleks cahaya langsung dan
tidak langsung baik, isokor, iris kripta (+) RAPD (+) hal ini menegakkan diagnosis kearah
kelainan mata akibat kerusakan pada nervus optik. pada pemeriksaan funduskopi direct
didapatkan Refleks fundus (+) Papil hiperemis, batas kabur, cup-disk ratio sulit dinilai,
gambaran macular star, aa/vv 2/3 yang lebih menguatkan diagnosis kepada neuroretinitis
pada mata kanan.
Penatalaksanaan dari neuroretinitis adalah kondisi ini dapat sembuh sendiri namun
pasien sering di obati dengan steroid pada fase akut dengan atau tanpa antibiotic sistemik.
31
Kondisi sekunder yang disebabkan oleh agen infeksius yang teridentifikasi, terapi spesifik
terhadap organisme bersamaan dengan steroid dapat dibenarkan (Purvin et al, 2011;
Narayan et al, 2008). Pada satu laporan kasus dengan idiopatik neuroretinitis diberikan
oral prednisolone 5 mg selama 10 hari dengan follow up 14 hari kemudian (Nartey,
2017). Pada pasien dianjurkan untuk dilakukan rawat inap dengan pemberian
kortikosteroid intravena dengan dosis 4 x 250 mg per hari selama 3 hari dan kemudian di
tapperingoff. Pasien menolak sehingga diberikan pengobatan rawat jalan yaitu pemberian
metilprednisolon 1 x 48 mg oral, ranitidin 2 x 150 mg oral, dan dianjurkan kontrol setelah
3 hari pengobatan awal diberikan.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Dura-Trave, T. Yoldi-Peri, M., Gallinas-Victoriano, F., Lavilla-Oiz, A., Bove-


Guri, M. 2010. Neuroretinitis Caused by Bartonellahenselae (Cat Scratch
Disease) In A 13 Year Old Girl. International Journal of Pediatrics Vol 2010,
p1-3.

2. Narayan S., Kaliaperumal, S., Srinivasan, R. 2008. Neuroretinitis, A Great


Mimicker. Annals of Indian Academy of Neurology 2008 Apr-Jun; 11(2):
109-113.

3. Nartey, A. 2017. Neuroretinitis: A Case Report of A 16 Year Old High School


Student. Advances in Ophthalmology & Visual System 2017, Vol 7 (4);
00226.

4. Purvin, V., Sundaram, S., Kawasaki, A. 2011. Neuroretinitis: Review of the


Literature and New Observations. Journal of Neuro-Ophthalmology 2011;
31:58-68.

5. Raihan, A., Hazabbah, W., Lakana-Kumar, T. 2014. Neuroretinitis in ocular


bartonellosis; a case series. Clinical Ophthalmology 2014:8 1459-1466

6. Srinivasan, R. 2006. Neuroretinitis. Kerala Journal of Ophthalmology Vol.


XVIII, No. 1; p7-13.

33
i

Anda mungkin juga menyukai