PENDAHULUAN
Mata merupakan organ yang sangat berkaitan erat dengan otak dan seringkali
memberikan petunjuk diagnostik yang penting akan adanya gangguan pada sistem saraf
pusat. Penyakit intrakranial umumnya menyebabkan gangguan penglihatan oleh karena
destruksi ataupun tekanan pada bagian tertentu dari jalur impuls visual.
Jalur impuls aferen melewati struktur-struktur yang terlibat dalam penerimaan dan
pemrosesan informasi visual yang meliputi: mata, nervus optikus, chiasma optik, traktus
optikus, nukleus genikulatum lateral, radiasio optik dan korteks striatum. Pada umumnya
abnormalistas visual memiliki berbagai macam etiologi dan tergantung letak lesi yang
dikenainya. Neuritis optikus merupakan keadaan inflamasi, demielinisasi yang menyebabkan
kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu mata (monokular). Neuritis
optikus tidak berdiri sendiri, namun disebabkan oleh berbagai macam penyakit/keadaan.
Salah satunya adalah multipel sklerosis (MS), suatu penyakit demielinasasi sistem saraf
pusat. Neuritis optikus seringkali dihubungkan dengan penyakit ini. Neuritis optikus menjadi
manifestasi klinik pada 15-20% pasien multiple sklerosis dan terjadi pada 50% perjalanan
penyakit multipel sklerosis.
Kehilangan penglihatan dan adanya defek pupil aferen relatif merupakan gambaran
umum dari neuritis optikus. Diskus optik terlihat hiperemis dan membengkak. Terdapat
subtipe dari neuritis optikus, yaitu neuritis retrobulbar dan papilitis. Keadaan tersebut
menggambarkan adanya inflamasi pada saraf optik.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : DK Kiyudan
2. Keluhan Utama
Mata kanan buram sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
2
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus ataupun penyakit
jantung.Riwayat penyakit mata sebelumnya atau keluhan pada sejak kecil disangkal.
Tidak ada riwayat trauma. Riwayat sakit toxoplasmosis disangkal. `
6. Riwayat Sosial
Pasien merupakan mahasiswa dan tinggal dengan orangtua.
7. Status Generalis
Tanda vital
Tekanan darah : 132/ 73 mmHg
Frekuensi nadi : 63 kali/menit
Frekuensi napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,8 C
Pemeriksaan fisik lain : Dalam batas normal
Status Oftalmologi
NO Keterangan OD OS
1. Tajam penglihatan 2/60 6/6
Pinhole : (-)
3. Posisi Orthophoria
- + + +
- +
14. Diagnosis
Neuroretinitis OD
Dd/ neuritis optik :
papilitis
neuritis retrobulbar
4
OS
OD
5
OD
16. Tatalaksana :
Anjuran rawat inap
Kortikosteroid IV 4 x 250 mg selama 3 hari kemudian tapering off
17. Prognosis:
OD
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
OS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : bonam
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1.1 Retina
Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang,
yang terlihat merah pada fundus adalah warna dari koroid. Retina ini terdiri dari bermacam-
macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat Mueler,
membrana limitans interna dan eksterna,sel-sel glia. Membrana limitans interna letaknya
berdekatan dengan membrana hyaloidea dari badan kaca.Retina membentang ke depan
hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya di tepi ora serrate. Permukaan luar
retina sensorik bertumpuk dengan membran Bruch, khoroid, dan sclera. Retina menpunyai
tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0.23 mm pada kutub posterior. 1 Ditengah-tengah retina
posterior terdapat makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis merupakan
cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.1
7
Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas
lapisan1,2 :
Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang berada tepat di luar
membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar
dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari
arteri retina sentralis yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam.1,2
Saat mata melihat dan cahaya masuk, sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang
dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks
penglihatan.Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
8
penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut.Di fovea sentralis, terdapat
hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang
keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak
fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang
lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan
untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina lainnya,
yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan
perifer dan malam (skotopik).1,2
Nervus optic panjang sekitar 50mm dari bola mata ke kiasma dan dapat dibagi menjadi 4
segmen:
1. Intraocular (optic nerve head) merupakan segmen terpendek dengan kedalaman 1mm
dan 1,5mm diameter vertical. Optic nerve head dibagi menjadi superficial nerve fiber
layer, prelaminar, laminar (ketiga bagian tersebut yang secara anatomi sebagai
anterior optic nerve), dan retrolaminar.
2. Intraorbital segmen dengan panjang 25-30mm dan meluas dari bola mata ke foraman
optic di apex orbital. Diameternya sebesar 3-4mm karena penambahan pelindung
myelin pada serat saraf. Pada apex orbital saraf dikelilingi fibrosa annulus of Zinn,
yang berasal dari empar otot rectus.
3. Intracanalicular segmen melintasi kanal optic dan ukuran 6mm. tidak seperti bagian
intraorbital, segmen ini terfixasi didalam kanal, mengingat durameter bergabung
dengan periosteum.
4. Intracranial segmen bergabung dengan kiasma dengan panjang bervariasi dari 5mm
hingga 16mm (rata-rata 10mm).
Saraf optic dibentuk oleh akson-akson yang berasal dari sel ganglion retina yang
membentuk lapisan serabut saraf, lapisan retina terdalam. Saraf optic berjalan keluar dari
mata melalui lempeng kribiformis sklera yang menyerupai penyaring. Serabut saraf
ekstraokular memiliki myelin sedangkan serabut yang berada didalam mata tidak bermielin.
Arteri dan vena retina sentral memasuki mata di pusat saraf optic (Kanski, 2007).
9
III.2. Pemeriksaan Sistem Visual
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi fungsi nervus II, yaitu: 4,11
1. Pemeriksaan visus
Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi cahaya langsung
(unkonsensual) dan tidak langsung (konsensual).Refleks cahya langsung maksudnya adalah
mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang disinari cahaya.Sedangkan refleks cahaya tidak
langsung atau konsensual adalah mengecilnya pupil pada mata yang tidak disinari cahaya.
Dua jenis cara pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes
konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimeter atau
perimeter. Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer penglihatan,
yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu titik. Lapang pandang
yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke semua jurusan, misalnya ke
10
lateral kita dapat melihat 90 – 100o dari titik fiksasi, ke medial 60 o, ke atas 50 – 60o dan ke
bawah 60 – 75o.
Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik,
akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang. Lesi pada nervus
optikus akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini
disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang mendarahi retina tanpa kolateral,
ataupun arteri karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian
menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis
fugax. Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal
yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya akan
menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan
hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian medial akan
menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada serabut
lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim kontralateral.
Visual
4. Pemeriksaan funduskopi
11
terdapat lekukan fisiologis (cup fisiologis).Pembuluh darah keluar dari cup disk
danbercabang keatas.Jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena berkelok-kelok.
III.3.1. Definisi
Neuritis optik adalahperadangan atau demielinisasi saraf optik yang terjadi pada papil
saraf dalam bola mata (papillitis) atau dibelakang bola mata atau posterior (retrobulbar optic
neuritis).2,11Insidensineuritis optik paling sering terjadi pada orang dewasa berusia antara 20
dan 45 tahun. Wanita lebih sering terkena daripada pria. Sekitar 20-40% pasien dengan
neuritis optik terjadiensefalitis difus (multiple sclerosis).11 Neuritis optikus dalam populasi
per tahun diperkirakan 5 per 100.000 sedangkan prevalensinya 115 per 100.000. Berdasarkan
data The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) 77% adalah wanita, 85% kulit putih dan usia
rata-rata 32 ± 7 tahun. Sebagian besar kasus patogenesisnya disebabkan inflamasi
demielinisasi dengan atau tanpa sklerosis multipel. Pada sebagian besar kasus neuritis optikus
monosimptomatik merupakan manifestasi awal sklerosis multipel.3
III.3.2 Etiologi
1. Inflamasi lokal
b. Oftalmia simpatika
12
c. Meningitis
Multiplel sklerosis.
Acute disseminated encephalomyelitis
Neuromyelitis optic (Devic disease)
b. Syphilis
c. Tuberkulosis
3. Leber's disease
3. Toksin endogen
1. Usia
13
Neuritis optikus sering mengenai dewasa muda usia 20 sampai 40 tahun; usia rata-rata
terkena sekitar 30 tahun. Usia lebih tua atau anak-anak dapat terkena juga tetapi
frekuensinya lebih sedikit.
2. Jenis kelamin
Wanita lebih mudah terkena neuritis optikus dua kali daripada laki-laki.
3. Ras
Neuritis optikus lebih sering terjadi pada orang kulit putih dari pada ras yang lain.
III.3.4 Klasifikasi
a. Papilitis
Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh peradangan lokal di nervus
saraf optik dan dapat terlihat dengan pemeriksaan funduskopi.2
Patogenesis
14
yang terjadi pada neuritis optik yang akan menyebabkan sinyal visual terganggu dan
pandangan menjadi lemah.2
Dalam waktu yang cepat visus akan sangat menurun, kadang-kadang sampai buta.
Keluhan ini disertai dengan rasa sakit dimata terutama saat penekanan. Kadang-kadang
disertai demam atau setelah demam biasanya pada anak yang menderita infeksi virus atau
infeksi saluran napas bagian atas.3,6
Pada pemeriksaan pupil ditemui adanya RAPD yaitu kelainan pupil yang sering
dijumpai dengan adanya tanda pupil Marcus Gunn.3 Cara pemerikasaan, mata pasien secara
bergantian diberi sinar, pada sisi mata yang sakit pupil tidak mengecil tetapi malah
membesar. Kelainan ini menunjukan adanya lesi N.II pada sisi tersebut.4
Pada pemeriksaan fundus ditemukan hiperemi papil saraf optik dengan batas yang
kabur, pelebaran vena retina sentralis dan edema papil. Kadang-kadang sekitar papil terlihat
bergaris-garis disebabkan edema, sehingga serabut saraf menjadi renggang.6 Ditemukan
eksudat star figure yang menyebar dari daerah papil ke daerah macula, papil saraf optic
berangsur-angsur menjadi pucat yang terkadang menjadi putih seperti kertas dan tajam
penglihatan masih normal.2
Gangguan lapang pandang dapat terjadi pada penglihatan perifer dan menyempit
secara konsentris, didapatkan juga skotoma sentral, sekosentral atau para sentral.
15
b. Neuritis Retrobulbar
Gangguan lapang pandang pada neuritis retrobulbar dapat terjadi sepanjang segmen
intraorbita sampai segmen intracranial dan sesuai dengan lokasinya. Gangguan tersebut dapat
berupa skotoma sentral, skotoma sentral unilateral, skotoma sentral bilateral, skotoma sentral
pada mata homolateral dan defek superior temporal pada kampus kontralateral dan hemiopia
bitemporal bila mengenai kiasma optika, yang melibatkan makula dan blindspot, dan terdapat
bentuk wedge-shapedpada defek lapang pandang hingga mencapai kebutaan total3,4,11
III.3.5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, tanda dan gejala klinis, namun pada
neuritis retrobulbar yang kelainannya cukup jauh di belakang diskus optik dan pada
pemeriksaan oftalmoskopi tidak ditemukan apa-apa, maka perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti MRI, analisis cairan serebrospinal, Visually Evoked Potensials Test (VEP)
dan serologi. 12
Dasar perlunya dilakukan pemeriksaan penunjang diatas pada kasus neuritis optik adalah:
16
2. Untuk menentukan prognosisnya, apakah akan berkembang
secara klinis menjadi multipel sklerosis.
MRI penting untuk memutuskan apakah daerah di otak telah terjadi kerusakan myelin,
yang mengindikasikan resiko tinggi berkembangnya sklerosis multipel. MRI juga dapat
membantu menyingkirkan kemungkinan tumor atau kondisi lain. Pada pasien yang dicurigai
menderita neuritis optikus, pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan
gadolinium sebaiknya dilakukan dengan tujuan untuk konfirmasi diagnosis dan menilai lesi
white matter. MRI dilakukan dalam dua minggu setelah gejala timbul. Pada pemeriksaan
MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan gadolinium menunjukkan peningkatan dan
pelebaran nervus optikus. Lebih penting lagi, MRI dipakai dengan tujuan untuk memutuskan
apakah terdapat lesi ke arah sklerosis multipel. Ciri-ciri resiko tinggi mengarah ke sklerosis
multipel adalah terdapat lesi white matter dengan diameter 3 atau lebih, bulat, lokasinya di
area periventrikular dan menyebar ke ruangan ventrikular.
Test Visually evoked potentials adalah suatu test yang merekam sistem visual,
auditorius dan sensoris yang dapat mengidentifikasi lesi subklinis. Test Visually evoked
potentials menstimulasi retina dengan pola papan catur, dapat mendeteksi konduksi sinyal
elektrik yang lambat sebagai hasil dari kerusakan daerah nervus.
17
d. Pemeriksaan darah
Terdapatnya nyeri terutama pada pergerakan mata (meskipun tidak mutlak) secara
klinis dapat membedakan neuritis optikus dengan nonarteritic anterior ischemic optic
neuropathy.
Parainfectious optic neuritis umumnya mengikuti onset infeksi virus selama 1-3
minggu, tetapi dapat juga sebagai fenomena post vaksinasi. Umumnya mengenai anak-anak
daripada dewasa dan terjadi karena proses imunologi yang menghasilkan demielinisasi
nervus optikus. Post viral atau parainfeksius neuritis optikus dapat terjadi unilateral tetapi
sering bilateral. Diskus optikus dapat normal atau terjadi pembengkakan.
3. Ablasio Retina
Keadaan dimana terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen
retina. Ablasio retina akan memeberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapat riwayat adanya pijar api
(fotopsia) pada lapang penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang
terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan
retina berwarna merah.
18
Gangguan vaskular retina dengan potensial menimbulkan kebutaan yang sering terjadi
dan mudah didiagnosis.Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak yang tidak
nyeri. Biasanya pada usia lebih dari 50 tahun dan mengidap penyakit kardiovaskular terkait
lainnya.
5. Papil Edema
Kongesti non inflamasi diskus optik yang berkaitan dengan peningkatan tekanan
intrakranium.Keluhan yang dirasakan pasien biasanya nyeri kepala hebat, mual, muntah
namun ketajaman penglihatan masih normal.Pada funduskopi didapatkan papil sembab, batas
kabur, kapiler dan vena retina melebar dan berkelok, terdapat perdarahan, eksudat dan
terdapat penonjolan papil yang melebihi 3 dioptri.Tidak terdapat gangguan pada lapang
pandang. Keadaan ini biasanya ditemukan bilateral.
III.3.7 Penatalaksanaan
The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) telah meneliti secara komprehensif
tentang penatalaksanaan neuritis optikus dengan menggunakan steroid. Dalam penelitiannya
ONTT melibatkan sebanyak 457 pasien, usia 18-46 tahun dengan neuritis optikus akut
unilateral. Data follow up didapatkan dari kohort ONTT (Longitudinal Optic Neuritis Study
(LONS)) menghasilkan informasi penting tentang gejala klinis, penglihatan jangka panjang,
penglihatan yang berkaitan dengan kualitas hidup dan peranan MRI otak dalam memutuskan
resiko berkembang menjadi Clinically Definite Multiple Sclerosis (CDMS).12
Pasien yang terlibat pada penelitian ini diacak menjadi 3 kelompok perlakuan terapi, yaitu:12
1. Mendapatkan terapi prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari) selama 14 hari dengan 4
hari tappering off ( 20 mg hari l, 10 mg hari ke 2 dan 4) (kelompok terapi oral).
19
Dalam penelitian ini yang dinilai terutama tajam penglihatan dan sensitifitas
terhadap kontras sedangkan berkembangnya menjadi CDMS adalah hal kedua yang
dinilai.
MRI otak dan orbita dengan menggunakan gadolinium telah dilakukan untuk semua
pasien. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah: 12
Di antara pasien dengan resiko tinggi berkembang menjadi CDMS yang ditetapkan
dengan kriteria MRI oleh ONTT (dua atau lebih lesi white matter), telah dilakukan penelitian
383 pasien oleh (The Controlled High-Risk Avonex MS Prevention Study (CHAMPS))
menunjukkan terapi dengan interferon β 1a pada pasien acute monosymptomatic
demyelinating optic neuritis berkurang secara signifikan dalam 3 tahun dibandingkan dengan
kelompok placebo, juga terdapat pengurangan tingkat lesi baru pada MRI otak. Hasil yang
sama juga didapatkan pada pasien dengan neuritis optikus. Semua pasien kelompok terapi
dengan interferon β-1a dan kelompok placebo juga mendapatkan terapi dengan
metilprednisolon IV selama 3 hari diikuti dengan prednison oral selama 11 hari sesuai dengan
protokol ONTT.Meskipun terapi dengan interferon β-1a pada pasien neuritis optikus dan pada
pasien yang beresiko menurut pemeriksaan MRI manfaat jangka panjangnya tidak diketahui,
tetapi hasil dari CHAMPS memberikan suatu terapi awal yang rasional. Ini didukung oleh
20
hasil penelitian dari Early Treatment of Multiple Sclerosis Study, (ETOMS)) yang
menghasilkan selama 2 tahun follow up terjadi penurunan yang signifikan jumlah pasien yang
berkembang menjadi CDMS dengan terapi awal interferon 13-1a (34%) bila dibandingkan
dengan kelompok placebo (45%).3
Jika pada pemeriksaan dengan MRI ditemukan lesi white matter dua atau lebih
(diameter 3 atau lebih) diterapi berdasarkan rekomendasi dari ONTT, CHAMPS, dan
ETOMS, yaitu:3
1. Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi selama 3 hari)
diikuti dengan prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari selama 11 hari kemudian 4 hari
tappering off).
Pada pasien monosymptomatik dengan lesi white matter pada MRI kurang dari 2, dan
yang telah didiagnosis CDMS, diberikan terapi metilprednisolon (diikuti prednison oral)
dapat dipertimbangkan untuk memulihkan penglihatan, tetapi ini tidak memperbaiki untuk
jangka panjang. Berdasarkan hasil penelitian dari ONTT, penggunaan prednison oral saja
(sebelumnya tidak diterapi dengan metilprednisolon IV ) dapat meningkatkan resiko
rekurensi.
III.3.8. Prognosis
Sebagian besar pasien sembuh sempurna atau mendekati sempurna setelah 6-12
minggu. Sembilan puluh lima persen penglihatan pasien pulih mencapai visus 20/40 atau
lebih baik. Dan sebagian besar pasien mencapai perbaikan maksimal dalam 1-2 bulan,
meskipun pemulihan dalam 1 tahun juga memungkinan.Derajat keparahan kehilangan
21
penglihatan awal menjadi penentu terhadap prognosis penglihatan.Meskipun penglihatan
dapat pulih menjadi 20/20 atau bahkan lebih baik, banyak pasien dengan acute demyelinating
optic neuritis berlanjut menjadi kelainan pada penglihatan yang mempengaruhi fungsi harian
dan kualitas hidupnya. Kelainan tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras (63-100%),
penglihatan warna (33-100%), lapang pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang gelap
(89-100%), reaksi pupil afferent (55-92%), diskus optikus (60-80%), dan visual-evoked
potensial (63-100%).12
III. 4 NEURORETINITIS
III. 4 .1 DEFINISI
Merupakan salah satu bentuk dari neuritis optic, yang jarang dilaporkan dibandingkan
bentuk lainnya yakni neuritis retrobulbar dan papilitis (Nartey, 2017).
III. 4 .2 EPIDEMIOLOGI
Menyerang segala usia dengan insiden tersering pada decade ketiga dan keempat
kehidupan dan tidak ada dominasi pada gender (Narayan et al, 2008)
III. 4 .3 ETIOPATOGENESIS
22
(Purvin et al, 2011)
Pathogenesis neuroretinis dapat dari keterlibatan langsung serat nervus optic terhadap
proses inflamasi atau inflamasi menyebabkan edema dan eksudasi cairan dari area sel yang
terinflamasi di peripapil retina. Cairan kaya lipid mengalir langsung kedalam rongga nuclear-
pleksiform luar namun hanya fase aquous dan selanjutnya melewati membrane limitan
eksterna dan berkumpul dibawah neurosensory retina. Karena longgar dan konfigurasi radial
dari lapisan pleksiform luar, eksudate kaya akan lipid berbentuk bintang. Eksudat macula
muncul setelah 2 minggu dari onset (Narayan et al, 2008; Purvin et al, 2011).
III. 4 . 4 KLASIFIKASI
Neuroretinitis dapat di klasifikasikan sesuai etiologi menjadi idiopatik dan agen infeksius
specific, dimana idiopatik terbagi ke dalam single episode dan seranganberulang.
a. Idiopatik Neuroretinitis
Menyerang dewasa muda dengan kisaran usia 8-55 tahun. Dapat didahului
dengan seperti-flu (paling sering menyerang saluran nafas atas), kehilangan
penglihatan tanpa rasa nyeri (beberapa dengan ketidaknyamanan retrobulbar),
unilateral, ketajaman penglihatan antara 20/50 dan 20/200 namun dapat kisaran 20/20
hingga persepsi cahaya, scotoma sentral atau sekosentral, RAPD (+), terdapat sel
vitreus posterior, sel bilik mata depan dan flare. Pada funduskopi ditemukan edema
23
diskus dapat difus maupun segmental, terkadang timbul hemoragik peripapil dan
tampakan bintang.
(Nartey, 2017)
24
(Purvin et al, 2011)
CSD-NR bilateral dengan positif kuat IgG & IgM (Raihan et al, 2014)
25
CSD-NR sesudah diterapi 6 minggu dengan azitromisin 250mg dan prednisolone oral
60mg (Raihan et al, 2014)
1. Serologic test untuk titer Bartonella (IgM & IgG). Peningkatan IgG dapatmenjadi
diagnostic walaupun tidak meningkatnya IgM (positif bila IgM >1/10 dan IgG
>1/100). Bila hasil serologi negative, tes ulang 6 minggu kemudian (Dura-trave et al,
2010)
2. Fluorescent treponemal antibody absorbtion test (FTA-ABS)
3. Tuberculosis skin test
4. Visual Evoked Potential (VEP) berguna pada dugaan akibat multiple sclerosis yang
mana akan memperlihatkan pemanjangan laten gelombang P100 dan penurunan
amplitude. Namun, gambaran amplitude VEP pada neuroretinitis dapat abnormal juga.
5. ERG biasanya normal berhubungan dengan penunjang tersebut menilai fungsi
integritas dari lapisan retina dan sangat normal pada penyakit yang berhubungan
dengan sel ganglion dan nervus optic, seperti neuroretinitis
6. OCT, metode sensitive untuk mendeteksi serous retinal detachment, terutama pada
fase awal neuroretinitis sebelum terbentuk gambaran macular star.
7. FA tidak terlalu dibutuhkan dalam mendiagnosis namun dapat melengkapi informasi
tambahan. Menampilkan edema diskus difus dengan pewarnaan peripapil selama fase
midvenous dan late dari angiogram.
26
8. MRI pada CSD-NR adalah adanya peningkatan diskus optic meluas hingga 4mm ke
posterior sepanjang nervus optic, sedangkan pada idiopatik-NR, tampakannya
terdapat peningkatan terbatas pada sarung nervus optic. Pada serangan berulang,
beberapa menunjukkan peningkatan terbatas pada diskus, peningkatan nervus optic
retrobulbar hingga normal.(Purvin et al, 2011; Narayan et al, 2008)
(Srinivaasan, 2006)
27
III. 4 .7 DIAGNOSA BANDING
28
(Srinivasan, 2006)
Sebagai tambahan, pada kasus retinopati hipertensi dan papil edema akibat
peningkatan TIK biasanya abnormalitas fundusnya bilateral dimana pada neuroretinis
sebagian besar unilateral, dan adanya cotton wool spot di retinopati hipertensi. Selain itu
terdapat latar belakang retinopati dan riwayat pengobatan pada hipertensi dan diabetes. Pada
NAION, adanya sel vitreus tidak selalu konsisten dibandingkan neuroretinitis (Purvin et al,
2011).
III. 4 .8 TATALAKSANA
Kondisi ini dapat sembuh sendiri namun pasien sering di obati dengan steroid pada
fase akut dengan atau tanpa antibiotic sistemik. Azithromycin, ciprofloxacin, rifampicin,
29
parenteral gentamicin, atau trimethoprim-sulfamethoxazole terbukti efektif pada pasien
imunokompremais. Azitromisin merupakan alternative yang bagus. Kondisis ekunder yang
disebabkan oleh agen infeksius yang teridentifikasi, terapi spesifik terhadap organisme
bersamaan dengan steroid dapat dibenarkan (Purvin et al, 2011; Narayan et al, 2008). Pada
satu laporan kasus dengan idiopatik neuroretinitis diberikan oral prednisolone 5 mg selama
10 hari dengan follow up 14 hari kemudian (Nartey, 2017). Sedangkan pada laporan kasus
dengan CSD, prednisone 80mg sehari selama 10 hari dan rifampicin 300mg/12 jam ditambah
doksisiklin 100mg/12 jam, pengobatan ini di pertahankan selama 6 minggu dari konfirmasi
serological (Dura-Trave et al, 2010).
III. 4 . 9 PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik dengan resolusi spontan dalam 6-12 minggu, walaupun
struktur macular bentuk bintang dapat menetap pada periode ini. Beberapa laporan
menyatakan kehilangan penglihatan residual yang berat.
30
BAB IV
PEMBAHASAN
32
DAFTAR PUSTAKA
33
i