“PHITHISIS BULBI’’
Paper ini dibuat Sebagai Salah Satu Persyaratan Mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior SMF Mata
Di Rumah Sakit Umum Haji Medan
Pembimbing :
Disusun Oleh :
REVILA AULIA
102119086
(Revila Aulia)
BAB I
PENDAHULUAN
Ptisis bulbi merupakan suatu keadaan dimana bola mata mengecil, tidak bisa
melihat, atau keadaan tidak berfungsinya mata. Ptisis bulbi terjadi sebagai suatu
kondisi atau keadaan akhir (end-stage) dari penyakit mata yang berat ditandai dengan
perlunakan dari bola mata dengan atropi dan disorganisasi dari struktur bola mata.
Ptisis bulbi dapat disebabkan oleh faktor kongenital atau didapat seperti trauma,
tumor, “painful blind eye” yang menyebabkan cacat secara estetik yang secara
signifikan mempengaruhi kondisi fisik seseorang.
Ptisis bulbi diawali dengan perubahan struktur intraokuler, karena trauma atau
peradangan yang menyebar dari segmen anterior hingga ke posterior. Atropi dapat
ditemui pada traktus uvea dan retina, yang pada awalnya belum disertai kerutnya
bulbus okuli. Tetapi pada keadaan lanjut didapatkan atropi dari bulbus okuli, disertai
hipotoni. Gambaran klinis ptisis bulbi dapat dijumpai adanya perubahan dari bentuk
bola mata yang normalnya berbentuk kuboid (buah pear) mengecil tertarik kearah
otot rektus sehingga bulbus okuli menjadi lunak. Retina dan choroid bisa terlepas,
menyebabkan sclera menjadi lebih tebal.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. DEFINISI
Phthisis bulbi merupakan suatu keadaan dimana bola mata mengecil, tidak
bisa melihat, atau keadaan tidak berfungsinya mata. Kondisi ini merupakan kondisi
akhir (end-stage) dari penyakit pada mata yang tidak dapat diperbaiki lagi.
Istilah ptisis pertama kali digunakan oleh Galen yang berasal dari bahasa
yunani ”phthien” atau ”phthinein” yang berarti penyusutan atau pengurangan.Selama
lebih kurang 200 tahun gambaran klinis ptisis telah mengalami banyak perubahan
berdasarkan penyebab dan perubahan strukturnya, di mana batasan yang jelas dari
atrofi okuli masih sulit dan masih menjadi perdebatan. Hogan dan Zimmerman
merupakan orang pertama yang mengatakan bahwa istilah atrofi dan ptisis bulbi
merupakan stadium akhir pada proses degenerasi dan kerusakan yang berat dari mata.
Keluhan subyektif tergantung pada etiologi dan beratnya ptisis bulbi, tanda
dan gejala klinis yang khas adalah hipotensi okular kronis (5 mmHg), terjadi
penyusutan pada bola mata, pseudoenophthalmos, fibrosis jaringan intraokular,
kehilangan penglihatan, dan episode berulang dari iritasi intraokular dan
nyeri.kerusakan awal untuk struktur intraokular baik dari penetrasi trauma atau
peradangan pada akhirnya dapat menyebabkan atrofi luas dan disorganisasi mata.
B. EPIDEMIOLOGI
Phithisis bulbi merupakan stadium akhir dari sejumlah penyakit ocular dengan
penyebab yang bervariasi. Faktor resiko yang penting dan berperan dalam
terjadinya ptisis bulbi adalah :
1. Kelainan kongenital anatomi bola mata sejak lahir seperti mikropthalmia,
anopthalmia.
2. Kegagalan prosedur pembedahan seperti operasi katarak, glaukoma dan
retina.
3. Trauma pada mata seperti penetrasi benda tajam, trauma tumpul, trauma
kimia dan trauma suhu.
4. Infeksi dan inflamasi seperti keratitis, uveitis dan endoftalmitis.
5. Keganasan intraokular seperti melanoma koroidal, retinoblastoma.
D. PATOFISIOLOGI
Jumlah dan kualitas dan kejernihan dari cairan ini harus tetap sehingga
tekanan intraocular normal dan fungsi penglihatan tidak terganggu. Korpus siliaris
dan blood-aquos barrier harus dalam keadaan baik dan optimal untuk tujuan tersebut.
Insufsiensi atau kekurangan cairan ini dapat terjadi kerusakan corpus siliaris karena
tindakan pembedahan, trauma, robekan siliokoroidal, peningkatan pengeluaran akuos
humor melalui uveoskleral atau disfungsi dari korpus siliar karena infeksi dan
inflamasi berat. Semua kondisi ini dapat menyebabkan hipotoni pada bola mata.
Hipotoni pada bola mata dapat bersifat reversibel atau sementara, namun pada
kondisi hipotoni yang kronik dan progresif akan menyebabkan kerusakan pada
struktur dalam mata berupa kekeruhan pada lensa, atropi atau penyusutan
korneosklera, dan atropi neuronal yang akan menjadi permanen. Keadaan ini yang
disebut dengan ptisis bulbi; keadaan dimana bola mata mengalami penyusutan dan
kehilangan fungsi penglihatan yang sifatnya permanen.
Tekanan intraokular 6 mmHg tergolong dalam hipotoni namun gangguan
penglihatan yang berat terjadi jika tekanan intraokular kurang dari 5 mmHg. Hipotoni
sementara merupakan kondisi self-limiting atau akan membaik sendiri, namun jika
disertai dengan kerusakan blood-aquos barrier, inflamasi hebat, edema dan infeksi
maka hipotoni intraokular akan menetap. Mekanisme terjadinya ptisis bulbi daat
digambarkan sebagai berikut :
E. KLASIFIKASI
Ptisis bulbi adalah atropi bulbi atau shrunken eye. Atropi bulbi sendiri terdiri dari 3
jenis :
1. Atropi bulbi tanpa penyusutan
Ukuran dan bentuk dari bola mata normal, namun pada pemeriksaan dalam
mata ditemukan kelainan seperti katarak, ablatio retina, sinekia dan atau membran
siklitik.
2. Atropi bulbi dengan penyusutan
Bola mata lebih kecil dengan tekanan bola mata yang rendah (hipotoni),
bagian bilik mata depan yang datar (flat), edema kornea dengan vaskularisasi,
fibrosis dan keruh.
3. Atropi bulbi dengan disorganisasi struktur dalam mata (ptisis bulbi)
2/3 bagian dari bola mata memiliki ukuran yang normal dengan penebalan
sklera, disorganisasi struktur bagian dalam mata, kalsifikasi kornea, lensa dan
retina. Dapat ditemukan pendarahan spontan, inflamasi dan pembentukan tulang
baru pada jaringan uvea karena kalsifikasi. Kondisi ini merupakan resiko
terjandinya keganasan pada mata dan pada bagian mata ini, fungsi penglihatannya
menurun.
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Ptisis bulbi merupakan kondisi akhir atau end stage dari berbagai gangguan
mata. Penting untuk menanyakan pasien mengenai berbagai keadaan yang
termaksud dalam faktor resiko, misalnya riwayat trauma sebelumnya, sejak
kapan mengalami gangguan penglihatan, ada tidaknya tanda-tanda infeksi seperti
mata merah, berair, nyeri periorbita atau nyeri kepala yang hebat, silau, sulit
membuka mata, riwayat penyakit sistemik dan metabolik seperti diabetes
mellitus, sakit jantung, riwayat operasi atau pembedahan mata sebelumnya,
penggunaan obat-obatan,dll.
2. Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan pada mata dimulai dari inspeksi untuk melihat simetris atau tidak
antara kedua bola mata, ukuran mata, tanda infeksi atau trauma, sikatrik,dsb.
Pemeriksaan dengan palpasi juga penting untuk mendeteksi tekanan bola mata
jika pemeriksaan tonometri tidak dapat dilakukan, deteksi nyeri tekan pada
palpasi dan membandingkan mata kanan dan kiri. Pemeriksaan tajam penglihatan
(visus) dapat dilakukan kecuali pada pasien dengan riwayat operasi eviserasi atau
enukleasi sebelumnya. Pemeriksaan kamera anterior untuk melihat ada tidaknya
hipopion, pemeriksaan lensa dan segmen posterior juga dapat dilakukan jika
masih memungkinkan. Pada kondisi dimana penyusutan korneosklera sudah
sangat jelas dengan kekeruhan kornea tidak diperlukan pemeriksaan diatas lagi.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan curiga ptisis
bulbi adalah USG, CT scan orbita, MRI orbita. Pemeriksaan darah lengkap, gula
darah dan pemeriksaan lainnya yang dapat membantu mendeteksi penyakit lain
sebagai penyebab dasar juga dapat dilakukan.
H. PENATALAKSANAAN
Tidak ada cara untuk mengembalikan visus pada kasus phithisis bulbi dan jika
tidak ada keluhan ataupun tidak menimbulkan gangguan pada pasien tidak diperlukan
terapi. Jika ada keluhan nyeri atau adanya iritasi selama penyusutan bola mata
dilakukan eye removal (enukleasi).
1. ENUKLEASI
Enukleasi bulbi merupakan tindakan pembedahan mengeluarkan bola mata
dengan melepas dan memotong jaringan yang mengikatnya didalam rongga
orbita. Jaringan yang dipotong adalah seluruh otot penggerak mata, sebagian
nervus optikus anterior dan melepaskan konjungtiva dari bola mata dengan usaha
untuk mempertahankan conjungtiva tersebut, kapsula tenon, serta otot
ekstraokular. Enukleasi bulbi biasanya dilakukan pada keganasan intraocular,
mata yang dapat menimbulkan oftalmia simpatika, mata yang tidak berfungsi dan
memberikan keluhan rasa sakit, endophtalmitis supuratif dan phitihisis. Biasanaya
pasien setelah enukleasi bulbi di beri mata palsu atau protesa, setelah pemasangan
protesa pasien harus control selama satu tahun.
2. EVISERASI
Eviserasi adalah salah satu prosedur bedah dalam rekonstruksi orbita
dimana rekonstruksi ini dilakukan untuk tujuan terapeutik dan kosmetik.
Eviserasi melibatkan pengeluaran isi bola mata (lensa, uvea, retina, vitreus,
dan kadang kornea) dengan meninggalkan sklera, otot luar mata, dan saraf
optik yang utuh, biasanya diikuti dengan penempatan implan orbital untuk
menggantikan volume okulus yang hilang.
Eviserasi telah mendapatkan popularitas dalam beberapa dekade
terakhir. Sebagian besar didasarkan pada persepsi bahwa pengeluaran isi bola
matamemberikan hasil yang fungsional dan kosmetik yang lebih unggul
dibandingkan dengan beberapa prosedur bedah rekonstuksi orbita yang lain.
Beberapa teknik modifikasi eviserasi telah dipaparkan dalam dekade terakhir,
masing-masing menunjukkan hasil yang lebih baik.
Salah satu indikasi yang paling umum untuk melakukan eviserasi
adalah trauma penetrasi okulus. Di samping keuntungan kosmetik dan
beberapa keuntungan lain yang diberikannya, terdapat beberapa pertentangan
apakah eviserasi merupakan tindakan terbaik untuk trauma penetrasi okulus.
Eviserasi bersama dengan sejumlah prosedur bedah intraokulus lainnya, telah
diteliti sebagai penyebab potensial terjadinya simpatetik oftalmia (SO).
Pemilihan eviserasi sebagai tindakan bedah didasarkan pada indikasi
eviserasi, dan kebutuhan kosmetik dari si penderita. Indikasi dilakukan
eviserasi meliputi faktor lokal dan sistemik. Pada kasus infeksi berat pada
bola mata dan jaringan intraokulus, trauma dengan ruptur bola mata yang
hebat, eviserasi dapat dilakukan.
Hampir semua ptisis bulbi menjadi buta permanen, nyeri dan secara kosmetik
sulit diterima oleh pasien. Komplikasi yang bisa terjadi berupa ulkus kornea dan
perforasi, pendarahan mata spontan, inflamasi okular dan periokular (panopthalmitis)
dan jika disebabkan keganasan maka dapat terjadi transformasi keganasan.
Komplikasi lain yang cukup jarang terjadi adalah simpatetik oftalmika yaitu suatu
keadaan uveitis granulomatosa di mata lainnya (yang sehat) akibat mata yang satunya
mengalamai kerusakan akibat trauma tembus atau setelah pembedahan yang merusak
korpus siliar.
BAB III
KESIMPULAN
Phthisis bulbi merupakan penyakit stadium akhir mata yang diakibatkan oleh
penyembuhan luka akibat berbagai penyebab seperti trauma parah, peradangan,
tumor nekrosis, dan / atau penyakit vaskular. Ini menyebabkan kehilangan
penglihatan dan terus menjadi penyebab penting kebutaan. Diagnosis klinis dari
phthisis bulbi, yang ditandai dengan atrofi, penyusutan, dan disorganisasi globe,
merupakan situasi yang membuat frustasi karena pendekatan terapeutik terbatas
pada pilihan pengobatan simptomatik atau kosmetik. Prosedur profilaksis dan
kunjungan tindak lanjut yang dekat diperlukan pada pasien dengan risiko tinggi
untuk pengembangan phthisis bulbi.
Daftar Pustaka