Anda di halaman 1dari 25

UJIAN KASUS

OS KATARAK INSIPIEN DAN RETINOPATI DIABETIKUM

Diajukan untuk
Memenuhi TugasKepaniteraanKlinikdan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Mata
RSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun oleh:
Dyah Farah Deta
30101407173

Pembimbing:
dr. Djoko Heru Santoso, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


RSUDDR. LOEKMONO HADI KUDUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITRAAN

KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

CASE REPORT UJIAN KLINIK BAGIAN MATA


dengan judul :

OS KATARAK INSIPIEN DAN RETINOPATI DIABETIKUM

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepanitraan Klinik

Di Departemen Ilmu Kesehatan Mata

RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun Oleh :

Dyah Farah Deta 30101407173

Telah disetujui oleh Pembimbing

Nama Pembimbing Tanggal Tanda Tangan

dr. Djoko Heru Santoso, Sp.M …………….….. …………….……


BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. D
Umur : 58 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jati, kudus
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. RM : 764xxx
Tanggal Pemeriksaan : selasa, 19 september 2018

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis pada selasa, 19 september 2018 pukul 10.00 WIB di Poli Mata
RSUD. dr. Loekmono Hadi Kudus.

A. Keluhan Utama:
Mata kiri kabur
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan mata kirinya kabur dan berkabut kurang lebih
sejak ± 2 tahun yang lalu dan semakin memberat dalam beberapa bulan terakhir.
Pasien juga merasakan kadang matanya pedih, pedes dan mudah silau jika melihat
cahaya terang. Pasien memiliki riwayat kencing manis dari tahun 1999
Pasien menyangkal adanya bayangan kecil-kecil pada mata (floaters),
penglihatan gelap pada kedua mata (penyempitan lapang pandang). Pasien juga
menyangkal adanya pusing dan cekot-cekot.

C. Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat Menggunakan Kacamata (-):
 Riwayat DM (+): ± sudah 19 tahun
 Riwayat operasi mata (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluhan serupa sebelumnya di keluarga

E. Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien berobat menggunakan BPJS (PBI)

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS PRESENT
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis
 Vital Sign
 Tekanan Darah :135/87 mmHg
 Nadi :85 kali/ menit
 Suhu :36,5 0C
 Respiration Rate (RR) :22 x / menit
 Status Gizi :baik

B. STATUS OFTALMOLOGI

OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)


Visus jauh (Snellen) : 6/30 Visus Visus jauh (Snellen) : 6/60
Tidak dilakukan Tonometri Tidak dilakukan
Gerak bola mata normal, enoftalmus Gerak bola mata normal, enoftalmus (-
Bulbus okuli
(-), eksoftalmus (-), strabismus (-) ), eksoftalmus (-), strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-),nyeri tekan (- Edema (-), hiperemis(-),nyeri tekan (-),
),blefarospasme (-), lagoftalmus (-), Palpebra blefarospasme (-), lagoftalmus (-) ,
ektropion (-), entropion (-) ektropion (-), entropion (-)
Edema (-),injeksi silier (-),injeksi Edema (-),injeksi silier (-),injeksi
konjungtiva (-),infiltrat (-),hiperemis Konjungtiva konjungtiva (-),infiltrat (-),hiperemis (-
(-) )
Putih Sklera Putih
Bulat, jernih, edema (-),arkus senilis (- Bulat, jernih,edema (-),arkus senilis (-
)keratik presipitat (-), infiltrat (-), Kornea ), Keratik presipitat (-), infiltrat (-),
sikatriks (-) sikatriks (-)
Camera Occuli
Jernih, dalam,hipopion (-), hifema (-), Jernih, dalam,hipopion (-), hifema (-)
Anterior
atrofi (-), edema(-), synekia (-) Iris atrofi (-),edema(-), synekia (-)
Dalam batas normal Pupil Dalam batas normal
Kekeruhan (-) Lensa Kekeruhan (+) minimal
(-) Shadow test (-)
Perdarahan (-), keruh (-), papil edem Perdarahan (-), keruh (-), papil edem
Vitreus
(-),ratio cup/diskus normal (-),ratio cup/diskus normal,
Fundus Refleks (+) Fundus Refleks Fundus Refleks (+)
Eksudat (-), perdarahan (- Eksudat (-), perdarahan (-
),mikroaneurisma (-),hard exudate (- ),mikroaneurisma (+), hard exudate
Retina
), cotton wool spots (-), (+), cotton wool spots (-),
neovaskularisasi (-) neovaskularisasi (-)
Tidak dilakukan Sistem Lakrimasi Tidak dilakukan

IV. RESUME
 Subjektif
• Mata kirinya kabur dan berkabut kurang lebih sejak ± 2 tahun yang lalu, semakin
memberat dalam beberapa bulan terakhir.
• Pasien juga merasakan kadang matanya pedih, pedes dan mudah silau jika
melihat cahaya terang.
• Pasien memiliki riwayat DM kurang lebih sudah 19 tahun.

 Objektif
 Pemeriksaan fisik : dalam batas normal
 Pemeriksaan mata :
Visus jauh (Snellen): OD 6/30, OS 6/60
Lensa kekeruhan minimal
Retina:
OS: mikroaneurisma
OS: hard exudate

V. DIAGNOSA DIFFERENSIAL

OS
 Katarak insipien + Nonproliferative Diabetic
Retinopathy
 Proliferative Diabetic Retinopathy
 Retinopati Hipertensi

VII. DIAGNOSA KERJA


 OS katarak insipien + Nonproliferative Diabetic Retinopathy

VI. DASAR DIAGNOSIS


 Subjektif
• Mata kirinya kabur dan berkabut kurang lebih sejak ± 2 tahun yang lalu, semakin
memberat dalam beberapa bulan terakhir.
• Pasien juga merasakan kadang matanya pedih, pedes dan mudah silau jika
melihat cahaya terang.
• Pasien memiliki riwayat DM kurang lebih sudah 19 tahun.

 Objektif
 Pemeriksaan fisik : dalam batas normal
 Pemeriksaan mata :
Visus jauh (Snellen): OD 6/30, OS 6/60
Lensa kekeruhan minimal
Retina:
OS: mikroaneurisma
OS: hard exudate

VII. TERAPI
 Edukasi & Konseling
1. Kontrol gula darah dan pengendalian faktor sistemik lain (hipertensi,
hiperlipidemia) penting untuk memperlambat timbulnya atau progresifitas
retinopati diabetik.
2. Kontrol mata secara rutin

 Kuratif
1. Cyndo Lyteers ed fl No. I
S 4 dd gtt II OS
2. Flamae ed fl No. I
S6dd gtt 1
3. Mecobalamin tab 500 mg
S 3 dd tab I

VIII. PROGNOSIS

OCCULI SINISTRA(OS)
Quo Ad Vitam Bonam
Quo Ad Sanationam Dubia ad malam
Quo Ad Functionam Dubia ad malam
Quo Ad Kosmetikam Bonam
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

DEFINISI
Retinopati diabetik adalah salah satu komplikasi mikrovaskular pada diabetes mellitus
(DM) tipe 1 dan 2 yang terjadi akibat proses hiperglikemia dalam jangka waktu yang lama.
Retinopati diabetik menyebabkan suatu mikroangiopati progresif yang ditandai
olehkerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus,meliputi arteriol prekapilerretina,
kapiler-kapiler dan vena-vena.Akibat yang serius adalah kerusakan retina, yang kadang-
kadang menetap dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan bahkan kebutaan.

EPIDEMIOLOGI
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering dijumpai,
terutama di negara barat.Kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25 tahunmengidap diabetes dan
kira-kira1 dari 25 orang berusia 60 tahun adalah penyandangdiabetes. Prevalensi retinopati
diabetik proliferatif pada diabetes tipe 1 dengan lamapenyakit 15 tahun adalah
50%.Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anakdibawah umur 10 tahun tanpa
memperhatikan lamanya diabetes. Resikoberkembangnya retinopati meningkat setelah
pubertas.
Berdarkan penelitian yang dilakukan Amerika oleh WiconsinEpidemiologic study of
Diabetic Retinopathy(WSDR), membagi prevalensi penderita retinopati menjadi dua
kelompok yaitu onset muda dan onset tua.Onset muda adalah pasien yang didiagnosis
diabetes sebelum 30 tahun dengan terapi insulin dan onset tua adalah pasien yang didiagnosis
diabetes setelah 30 tahun.Pada onset muda, 71% terdiagnosis dengan retinopati, 23% terkena
retinopati diabetika proliferatif dan 6% terdiagnosis Clinicially Significant
MacularEdema(CMSE).Pada onset tua, pasien retinopati dengan pengobatan insulin 8
sebesar 70% dan tanpa pengobatan 39%. Pada pasien tanpa pengobatan insulin sebesar 3%
proliferatif dan 14% CMSE, sedangkan dengan yang pengobatan insulin 14% mencapai
proliferatif dan 11% CMSE.

ETIOLOGI
Retinopati akibat diabetes mellitus lama berupa aneurismata, melebarnya vena,
perdarahan dan eksudat lemak. Penderita Diabetes Mellitus akan mengalami retinopati
diabetik hanya bila ia telah menderita lebih dari 5 tahun. Bila seseorang telah menderita DM
lebih 20 tahun maka biasanya telah terjadi kelainan pada selaput jala/retina. Retinopati
diabetes dapat menjadi agresif selama kehamilan, setiap wanita diabetes yang hamil harus
diperiksa oleh ahli optalmologi/dokter mata pada trimester pertama dan kemudian paling
sedikit setiap 3 bulan sampai persalinan.
Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwalamanya
terpapar pada hiperglikemia (kronis) menyebabkan perubahan fisiologi danbiokimia yang
akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.Hal inididukung oleh hasil
pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang mudadengan diabetes tipe 1 paling
sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini. Hasilserupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2,
tetapi pada pasien ini onset dan lamapenyakit lebih sulit ditentukan secara tepat.Perubahan
abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telahdihubungkan dengan prevalensi
dan beratnya retinopati antara lain:
• Adhesif platelet yang meningkat.
• Agregasi eritrosit yang meningkat.
• Abnormalitas lipid serum.
• Fibrinolisisyang tidak sempurna.
• Abnormalitas dari sekresi growth hormon
• Abnormalitas serum dan viskositas darah.

FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor resiko yang mempengaruhi retinopati diabetika antara lain:

1) Jenis Kelamin
Berdasarkan WSDR, pada penderita dibawah 30 tahun kejadian proliferatif lebih
sering terjadi pada pria dibandingakan dengan wanita, walaupun tidak ada perbedaan yang
bermakna untuk progesivitas dari retinopatinya. Sedangkan pada penderita diatas 30 tahun
tidak ada perbedaan yang bermakna untuk kejadian maupun progesivitas antara pria
maupun wanita.
2) Umur
Pada diabetes tipe 1, prevalensi dan keparahan berhubungan dengan umur. Retinopati
jarang terjadi pada pasien dibawah 13 tahun, kemudian meningkat sampai umur 15-19
tahun, lalu mengalami penurunan setelahnya.Pada pasien diabetes tipe 2, kejadian
retinopati meningkat dengan bertambahnya umur.
3) Durasi Diabetes
Lamanya mengalami diabetes merupakan faktor terkuat kejadian retinopati.
Pervalensi retinopati pada pasien diabetes tipe 1 setelah 10-15 tahun sejak diagnosis
ditegakkan antara 20-50%, setelah 15 tahun menjadi 75-95% dan mencapai 100% setelah
30 tahun. Pada diabetes tipe 2 prevalensi retinopati sekitar 20% sejak diagnosis ditegakkan
dan meningkat menjadi 60-85% setelah 15 tahun.
4) Hiperglikemi
Berdasarkan penelitian WSDR ditemukan bahwa pada pasien diabetes dengan
retinopati memiliki kadar gula darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak
terdiagnosis retinopati.Sehingga kadar gula darah yang tinggi berpengaruh terhadap
kejadian retinopati diabetika.
5) Hipertensi
Hipertensi merupakan komorbid tersering pasien retinopati dengan diabetes, 17%
pasien retinopati diabetika tipe 1 memiliki hipertensi dan 25% pasien menjadi memiliki
hipertensi setelah 10 tahun terdiagnosis retinopati diabetika. Hipertensi berperan dalam
kegagalan autoregulasi vaskularisasi retina yang akan memperparah patofisiologi
terjadinya retinopati diabetika.
6) Hiperlipidemia
Dislipedemia mempunyai peranan penting pada retinopati proliferatif dan
makula.Dislipidemia berhubungan dengan tebentuknya hard exudate pada penderita
retinopati. Berdasarkan penelitian WESDR, hard exudate lebih banyak terdapat pada
pasien diabetes tanpa pengobatan oralhypolipidemic.
7) Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks massa tubuh berhubungan dengan diagnosis dan keparahan retinopati pada
penderita diatas 30 tahun tanpa pengobatan insulin.14 Mereka yang underweight (BMI<20
kg/m2 untuk pria dan wanita) memiliki risiko 3 kali lebih besar untuk terkena retinopati
dibandingkan dengan BMI normal.
8) Kehamilan
Retinopati diabetika mengalami progesivitas yang cepat pada saat kehamilan.
Progresivitas retinopati lebih meningkat lagi pada kehamilan dengan preeklampsia
dibandingkan dengan yang tidak.
9) Inflamasi
Keadaan inflamasi menyebab disfungsi vaskular yang menjadi faktor patogenesis pada
diabetes tipe 2.

PATOGENESIS
Hiperglikemia kronik merupakan faktor utama terjadinya retinopati diabetika.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Diabetes Control andComplication Trial
(DCCT) menunjukkan bahwa pasien yang mendapat terapi insulin dengan kadar HbA1c
dibawah 7% lebih jarang terjadi retinopati yang progresif dibandingkan dengan yang tidak
mendapat terapi insulin. Beberapa proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia dan
menimbulkan terjadinya retinopati diabetika antara lain:
1) Aktivasi jalur poliol
Pada hiperglikemik terjadi peningkatan enzim aldose reduktase yang meningkatan
produksi sorbitol. Sorbitol adalah senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati
membran basalis sehingga tertimbun di sel dan menumpuk di jaringan lensa, pembuluh darah
dan optik. Penumpukan ini menyebabkan peningkatan tekanan osmotik yang menimbulkan
gangguan morfologi dan fungsional sel. Konsumsi NADPH selama peningkatan produksi
sorbitol menyebabkan penigkatan stress oksidatif yang akan mengubah aktivitas Na/K-
ATPase, gangguan metabolism phopathydilinositol, peningkatan produksi prostaglandin dan
perubahan aktivitas protein kinase C isoform.
2) Glikasi Nonenzimatik Kadar glukosa yang berlebihan dalam darah akan berikatan
dengan asam amino bebas, serum atau protein menghasilkan Advanced gycosilation
endproduct (AGE). Interaksi antara AGE dan reseptornya menimbulkan inflamasi vaskular
dan reactive oxygen species(ROS) yang berhubungan dengan kejadian retinopati diabetika
proliferatif.
3) Dialsilgliserol dan aktivasi protein C Protein kinase C diaktifkan oleh
diasilglierol dan mengaktifkan VEGF yang berfungsi dalam proliferasi pembuluh darah baru.
Pada hiperglikemik terjadi peningkatan sintesis diasilgliserol yang merupakan regulator
protein kinase C dari glukosa.
PATOFISIOLOGI
Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetika terletak pada kapiler retina.
Dinding kapiler terdiri dari 3 lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana basalis
dan sel endotel, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler retina adalah 1 : 1.
Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur
kontraktibilitas, mempertahankan fungsi barier, transportasi kapiler dan proliferasi sel
endotel; membrana basalis berfungsi untuk mempertahankan permeabilitas; sel endotel
bersama dengan matriks ekstra sel dari membrana basalis membentuk pertahanan yang
bersifat elektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul termasuk fluoroscein yang
digunakan untuk diagnosis kapiler retina.
Perubahan histopatologi pada retinopati diabetika dimulai dari penebalan membrane
basalis, dilanjutkan dengan hilangnya sel perisit dan meningkatnya proliferasi sel endotel,
sehimgga perbandingan sel endotel dan sel perisit menjadi 10 : 1,7. Patofisiologi retinopati
diabetika melibatkan 5 proses yang terjadi di tingkat kapiler yaitu:
• Pembentukan mikroaneurisma
• Peningkatan permeabilitas
• Penyumbatan
• Proliferasi pembuluh darah baru (neovaskular) dan pembentukan jaringan fibrosis
• Kontraksi jaringan fibrosis kapiler dan vitreus

KLASIFIKASI
Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, maka retinopati diabetik dibagimenjadi:
1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan retinopatidiabetik
dasar ( Background Diabetic Retinopathy).
2. Retinopati Diabetik Proliferatif.

PATOFISIOLOGI
1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif
Merupakan bentuk yang paling umum dijumpai.Merupakan cerminan klinisdari
hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena.Disebabkan olehpenyumbatan
dan kebocoran kapiler , mekanisme perubahannya tidak diketahui tapitelah diteliti adanya
perubahan endotel vaskuler (penebalan membran basalis danhilangnya pericyte) dan
gangguan hemodinamik (pada sel darah merah dan agregasiplatelet).Disini perubahan
mikrovaskular pada retina terbatas pada lapisan retina(intraretinal), terikat ke kutub posterior
dan tidak melebihi membran internal.
Karakteristik pada jenis ini adalah dijumpainyamikroaneurisma multipel
yangdibentuk oleh kapiler-kapiler yang membentuk kantungkantung kecil menonjolseperti
titik-titik, vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, bercakperdarahan
intraretinal.Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina danberbentuk nyala api karena
lokasinya didalam lapisan serat saraf yang berorientasihorizontal. Sedangkan perdarahan
bentuk titik-titik atau bercak terletak di lapisanretina yang lebih dalam tempat sel-sel akson
berorientasi vertikal.
Retinopati Diabetik Preproliferatif dan Edema Makula
Merupakan stadium yang paling berat dari Retinopati Diabetik NonProliferatif.Pada
keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dankebocoran plasma
yangberlanjut, disertai iskemik pada dinding retina (cotton woolspot, infark pada lapisan
serabutsaraf). Hal ini menimbulkan area non perfusi yangluas dan kebocoran darah atau
plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas daristadium ini adalah cotton wool spot,
blothaemorrage,Intraretinal MicrovascularAbnormal (IRMA), dan rangkaian vena
yangseperti manik-manik.Bila satu darikeempatnya dijumpai ada kecendrungan untuk
menjadi progresif (RetinopatiDiabetik Proliferatif), dan bila keempatnya dijumpai maka
beresiko untuk menjadiProliferatif dalam satu tahun.
Edema makula pada retinopati diabetik non proliferatif merupakan penyebabtersering
timbulnya gangguan penglihatan. Edema ini terutama disebabkan olehrusaknya sawar retina-
darah bagian dalam pada endotel kapiler retina sehingga terjadikebocoran cairan dan
konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya. Edema inidapat bersifat fokal dan difus.
Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dankeruh disertai mikroaneurisma dan
eksudat intraretina sehingga terbentuk zonaeksudat kuning kaya lemak bentuk bundar
disekitar mikroaneurisma dan paling seringberpusat dibagian temporal makula.
Retinopati Diabetik Non Proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatanmelalui 2
mekanisme yaitu:
• Perubahan sedikit demi sedikit dari pada penutupan kapiler
intraretinalyangmenyebabkan iskemik makular.
• Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edemamakular.
Diagnosis DME dibuat berdasarkan evaluasi segmen posterior dengan slitlamp
biomicroscopy menggunakan lensa kontak, dengan hal-hal yang menjadi fokus perhatian
adalah lokasi penebalan retina dan jaraknya terhadap fovea, adanya eksudat 12 dan lokasinya,
serta ada atau tidaknya cystoid macular edema (CME) (AmericanAcademy of Ophthalmology
and Staff, 2011-2012a). Modalitas lain yang digunakan untuk menegakkan diagnosa DME
adalah foto fundus, fluorescein angiography, timedomain atau spectral domain optical
coherence tomography (OCT) (Massin, dkk., 2010). Pemeriksaan OCT digunakan sebagai
pencitraan resolusi tinggi pada retina serta untuk mendeteksi peningkatan ketebalan retina.
Pada kasus DME, OCT menunjukkan adanya peningkatan ketebalan retina dan terdapat area
intraretinal dengan reflektivitas yang rendah, terutama pada lapisan retina luar (Massin, dkk.,
2010).
Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) mengklasifikasikan kembali
DME berdasarkan pada prognosis tajam penglihatan dan pertimbangan terapinya (Raman,
dkk., 2010). Clinically significant macular edema (CSME) didefinisikan sebagai adanya
edema retina yang terletak di sentral makula atau dalam radius 500 µm dari sentral makula,
atau terdapat hard exudate yang terletak di sentral makula atau dalam radius 500 µm dari
sentral makula dihubungkan dengan adanya penebalan retina di sekitarnya. Kriteria lainnya
adalah terdapat zona retina yang menebal lebih besar dari 1 area diskus dan berada dalam
jarak 1 diameter diskus dari sentral macula (American Academy ofOphthalmology and Staff,
2011-2012a; Chew dan Ferris III, 2006).

Clinically Significant Macular Edema (CSME)


Patogenesis DME/ CSME sangat kompleks dan multifaktorial. Pada prinsipnya DME
dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan blood-retinal barrier (BRB), sehingga
menyebabkan akumulasi cairan di dalam lapisan intraretinal dari makula, yang kemudian
diikuti oleh adanya ekstravasasi lipid plasma dari intravascular lumen. Ekstravasasi lipid ini
dapat mencapai lapisan retina dalam yang terdiri atas fotoreseptor, sehingga menimbulkan
hilangnya tajam penglihatan. Studi lain menyatakan bahwa interaksi antara sitokin dan
growth factor (VEGF) juga turut berperan dalam patogenesis DME (Schmidt-Erfurth, 2010;
Bhagat, dkk., 2009).

Serupa dengan retinopati diabetik, kontrol glikemik yang buruk, durasi DM,
hipertensi, merokok, dislipidemia dan kehamilan juga berpengaruh pada DME.
TheEpidemiology of Diabetes Interventions and Control Study (EDIC) menunjukkan bahwa
angka kejadian DME yang memerlukan terapi laser pada pasien DM tipe 1 lebih rendah pada
pasien dengan kontrol glikemik yang baik dibandingkan dengan yang control glikemiknya
buruk. Hasil yang sama diperoleh oleh The UnitedKingdom Prospective Diabetes Study
(UKPDS) pada pasien dengan DM tipe 2 (Danis, 2008). Menurut Moss, dkk., (1996) dalam
studinya tidak menemukan adanya hubungan antara merokok dengan insiden DME. Belum
terdapat studi yang menghubungkan antara obesitas dengan kejadian DME. Dislipidemia
merupakan faktor risiko yang independen pada DME dan turunnya tajam penglihatan pada
pasien retinopati diabetik. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan jumlah hard exudate pada
pasien DM yang mengalami hyperlipidemia (Danis, 2008). Eksudasi lipid pada DME
disebabkan karena adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan gangguan fungsi
pada blood-retinal barrier (Raman, dkk., 2010). Hiperlipidemia diketahui menyebabkan
disfungsi endothelial akibat penurunan bioavailabilitas nitric oxide dan berakibat pada
pembentukan eksudat pada retinopati diabetik (Cetin, dkk., 2013).
Diabetic macular edema (DME) tergolong penyakit yang kronis, dan resolusi
spontan jarang terjadi. Hilangnya tajam penglihatan (≥15 huruf pada ETDRS chart) dalam
waktu 3 tahun dapat dialami oleh 24% pasien dengan CSME yang tidak mendapatkan
penanganan. Insiden edema makula ini secara signifikan meningkat seiring dengan
peningkatan tingkat keparahan diabetes (Bhagat, dkk., 2009).

2. Retinopati Diabetik Proliferatif


Merupakan penyulit mata yang paling parah pada Diabetes Melitus. Pada jenisini
iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh-pembuluh halus
(neovaskularisasi) yang sering terletak pada permukaan diskus dandi tepi posterior zona
perifer disamping itu neovaskularisasi iris atau rubeosis iridisjuga dapat terjadi. Pembuluh-
pembuluh baru yang rapuh berproliferasi dan menjadimeninggi apabila korpus vitreum mulai
berkontraksi menjauhi retina dan darahkeluar dari pembuluh tersebut maka akan terjadi
perdarahan massif dan dapat timbulpenurunan penglihatan mendadak.
Disamping itu jaringan neovaskularisasi yang meninggi ini dapat mengalamifibrosis
dan membentuk pita-pita fibrovaskular rapat yang menarik retina danmenimbulkan kontraksi
terus-menerus pada korpus vitreum. Ini dapat menyebabkanpelepasan retina akibat traksi
progresif atau apabila terjadi robekan retina, terjadiablasio retina regmatogenosa. Pelepasan
retina dapat didahului atau ditutupi olehperdarahan korpus vitreum. Apabila kontraksi korpus
vitreum telah sempurnadimata tersebut, maka retinopati proliferatif cenderung masuk ke
stadiuminvolusional atau burned-out.

GEJALA KLINIS
Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa:
• Kesulitan membaca
• Penglihatan kabur
• Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
• Melihat lingkaran-lingkarancahaya
• Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

Gejala Objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa:


• Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerahvena dengan
bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluhdarah terutama polus
posterior.
• Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanyaterletak dekat
mikroaneurisma dipolus posterior.
• Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok.
• Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannyakhusus yaitu
iregular,kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtatamembesar dan
bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalambeberapa minggu.
• Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemiaretina. Pada
pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuningbersifat difus dan
berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerahnonirigasi dan dihubungkan
dengan iskemia retina.
• Pembuluh darah baru (Neovaskularisasi) pada retina biasanya terletakdipermukaan
jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok,dalam, berkelompok, dan
ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringanretina, kemudian berkembang ke daerah
preretinal, ke badan kaca. Pecahnyaneovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat
menimbulkan perdarahanretina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun
perdarahan badan kaca.
• Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerahmakula
sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makular padaretinopati
diabetik non proliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroscopicmenggunakan lensa
+90 dioptri.Disamping itu Angiografi Fluoresens juga sangatbermanfaat dalam mendeteksi
kelainan mikrovaskularisasi pada retinopati diabetik.Dijumpainya kelainan pada
elektroretinografik juga memiliki hubungan dengankeparahan retinopati dan dapat membantu
memperkirakan perkembangan retinopati.

PENATALAKSANAAN
Sejauh ini belum ada pengobatan yang spesifik dan efektif untuk
mencegahperkembangan retinopati diabetik.
A. Pencegahan
Suatu fakta dikemukakan bahwa insiden retinopati diabetik ini tergantung padadurasi
menderita diabetes mellitus dan pengendaliannya. Hal sederhana yangterpenting yang dapat
dilakukan oleh penderita diabetes untuk dapat mencegahterjadinya retinopati adalah dengan
mengontrol gula darah, selain itu tekanan darah,masalah jantung, obesitas dan lainnya harus
juga dikendalikan dan diperhatikan.
B. Pengobatan
Fokus pengobatan bagi pasien retinopati diabetik non proliferatif tanpa edemamakula
adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemuk lainnya.Terapi Laser argon
fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien yang secaraklinis menunjukkan edema
bermakna dapat memperkecil resiko penurunanpenglihatan dan meningkatka fungsi
penglihatan. Sedangkan mata dengan edemamakula diabetik yang secara klinis tidak
bermakna maka biasanya hanya dipantausecara ketat tanpa terapi laser.
Untuk retinopati diabetik proliferatif biasanya diindikasikan pengobatandengan
fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkankemungkinan
perdarahan massif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan caramenimbulkan regresi dan
pada sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-pembuluh baru tersebut, Kemungkinan
fotokoagulasi panretina laser argon ini bekerjadengan mengurangi stimulus angiogenik dari
retina yang mengalami iskemik.Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam
jumlah sampai ribuanyang tersebar berjarak teratur diseluruh retina, tidak mengenai bagian
sentral yangdibatasi oleh diskus dan pembuluh vascular temporal utama.
Untuk penatalaksanaan konservatif penglihatan monokular yang disebabkanoleh
perdarahan korpus vitreum diabetes pada pasien binokular adalah denganmembiarkan
terjadinya resolusi spontan dalam beberapa bulan.Disamping itu peran bedah vitreoretina
untuk retinopati diabetik proliferatifmasih tetap berkembang, sebagai cara untuk
mempertahankan atau memulihkanpenglihatan yang baik.

PROGNOSIS
Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang bermakna
akanmemiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada matadengan
edema dan perfusi yang relatif baik.
2.1 Katarak Senilis
2.1.1 Definisi
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas
50 tahun. Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta
kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang seperti
Indonesia, India dan lainnya. Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di
Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan.
2.1.2 Etiologi18
Penyebab katarak senilis sampai saat ini belum diketahui secara pasti, diduga
multifaktorial, diantaranya antara lain5
a) Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
b) Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk
terhadap serabu-serabut lensa.
c) Faktor imunologi
d) Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.
e) Gangguan metabolisme umum.

2.6.3 Klasifikasi17
Katarak senilis secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur,
hipermatur. Perbedaan stadium katarak tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah (air Normal Berkurang (air+masa
masuk) lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaukoma

1. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak yang
membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya. Kekeruhan
biasanya terletak di korteks anterior dan posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya
nampak jika pupil dilebarkan. Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia yang disebabkan
oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang menetap
untuk waktu yang lama.
2. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai seluruh
lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Terjadi
penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degeneratif. Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,
mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal sehingga terjadi glaukoma
sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau sahdow test, maka akan terlihat bayangn
iris pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+).
3.Stadium Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap
air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibandingkan dalam keadaan normal.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan menyebabkan
myopia lentikular
4. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi yang
berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi melalui kapsul,
sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman
normal kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan
iris negatif.
5. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang mengalami
degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi mengecil dan
berwarna kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka korteks
yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan
sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di korteks lensa. Keadaan ini disebut sebagai
katarak Morgagni. Uji bayangan iris memberikan gambaran pseudopositif. Cairan / protein
lensa yang keluar dari lensa tersebut menimbulkan reaksi inflamasi dalam bola mata karena
di anggap sebagai benda asing. Akibatnya dapat timbul komplikasi uveitis dan glaukoma
karena aliran melalui COA kembali terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan /
protein lensa itu sendiri yang menghalangi aliran cairan bola mata.
2.5.4 Tanda dan Gejala 17,19
Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang lengkap.
Keluhan yang membawa pasien datang antara lain:
1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau berangsur-
angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan tajam penglihatan dengan pin-hole.

2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana tigkat
kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan latar
belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa silau terhadap lampu
mobil yang berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan
ini sering kali muncul pada penderita katarak kortikal.
3. Sensitifitas terhadap kontras
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui
perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan tempat.
Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus
daripada menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi penglihatan;
namun uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang disebabkan oleh adanya
katarak.
4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa, biasanya
menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien presbiopia
pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua.
Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa nyaman ini
berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear. Perkembangan
miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat
dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.
5. Variasi Diurnal Penglihatan
Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan menurun pada
siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya paenderita katarak
kortikal perifer kadang-kadang mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang
dibanding pada sinar redup.
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul atau
bergelombang.
7. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat disekeliling
sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita glaucoma.
8. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang keruh,
menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binocular dengan cover
test dan pin hole.
9. Perubahan persepsi warna
Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan persepsi
warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan dibanding warna
sebenarnya.
10.Bintik hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak pada
lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan vitreous yang sering
bergerak-gerak.

2.5.5 Pemeriksaan Fisik17,18,19


- Penurunan ketajaman penglihatan
Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan ketajaman penglihatan, baik
untuk melihat jauh maupun dekat. Ketajaman penglihatan dekat lebih sering menurun jika
dibandingkan dengan ketajaman pengihatan jauh, hal ini mungkin disebabkan adanya daya
konstriksi pupil yang kuat. Penglihatan menurun tergantung pada derajat katarak. Katarak
imatur dari sekitar 1/60; pada katarak matur hanya 1/300 sampai 1/~.
- Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa,
biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien
presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan
kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa
nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear.
Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia
yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.

2.5.6 Manajemen Katarak17,19


Indikasi operasi katarak dibagi dalam 3 kelompok:
1. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika penurunan tajam
penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-hari, maka operasi
katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera, bahkan jika
prognosis kembalinya penglihatan kurang baik:
- Katarak hipermatur
- Glaukoma sekunder
- Uveitis sekunder
- Dislokasi/Subluksasio lensa
- Benda asing intra-lentikuler
- Retinopati diabetika
- Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus optikus, namun
kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima, misalnya pada pasien muda, maka
operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam meskipun
pengelihatan tidak akan kembali.
a) Teknik-teknik pembedahan katarak
Penatalaksanaan utama katarak adalah dengan ekstraksi lensa melalui tindakan bedah.
Dua tipe utama teknik bedah adalah Intra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak
Intra Kapsular (ICCE) dan Extra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak Ekstra
Kapsular (ECCE). Di bawah ini adalah metode yang umum digunakan pada operasi katarak,
yaitu ICCE, ECCE dan phacoemulsifikasi.

b) Operasi katarak intrakapsular/ Ekstraksi katarak intrakapsular


Metode yang mengangkat seluruh lensa bersama kapsulnya melalui insisi limbus
superior 140-160 derajat. Metode ini sekarang sudah jarang digunakan. Masih dapat
dilakukan pada zonula Zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi atau mudah putus.
Keuntungannya adalah tidak akan terjadi katarak sekunder.
Meskipun demikian, terdapat beberapa kerugian dan komplikasi post operasi yang
mengancam dengan teknik ICCE. Insisi limbus superior yang lebih besar 160-180º
dihubungkan dengan penyembuhan yang lebih lambat, rehabilitasi tajam penglihatan yang
lebih lambat, angka kejadian astigmatisma yang lebih tinggi, inkarserata iris, dan lepasnya
luka operasi. Edema kornea juga dapat terjadi sebagai komplikasi intraoperatif dan
komplikasi dini.
c) Operasi katarak ekstrakapsular
Metode ini mengangkat isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior,
sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Pembedahan ini
dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa okuler posterior. Keuntungan dari metode ini adalah karena
kapsul posterior untuh maka dapat dimasukan lensa intraokuler ke dalam kamera posterior
serta insiden komplikasi paska operasi (ablasi retina dan edema makula sistoid) lebih kecil
jika dibandingkan metode intrakapsular. Penyulit yang dapat terjadi yaitu dapat timbul
katarak sekunder.
d) Fakoemulsifikasi
Merupakan modifikasi dari metode ekstrakapsular karena sama-sama menyisakan
kapsul bagian posterior. Insisi yang diperlukan sangat kecil yaitu 5 mm yang berguna untuk
mempercepat kesembuhan paska operasi. Kemudian kapsul anterior lensa dibuka. Dari
lubang insisi yang kecil tersebut dimasukan alat yang mampu mengeluarkan getaran
ultrasonik yang mampu memecah lensa menjadi kepingan-kepingan kecil, kemudian
dilakukan aspirasi. Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik dan kebanyakan
katarak senilis. Namun kurang efektif untuk katarak senilis yang padat.
Keuntungan dari metode ini antara lain:
 (Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjadhit karena
akan menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya astigmatisma, dan rasa
adanya benda asing yang menempel setelah operasi. Hal ini juga akan mencegah peningkatan
tekanan intraokuli selama pembedahan, yang juga mengurangi resiko perdarahan.
 Cepat menyembuh.
 Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi struktur
mata.

e) Intraokular Lens (IOL)


Setelah pembedahan, pasien akan mengalami hipermetropi karena kahilangan
kemampuan akomodasi. Maka dari itu dilakukan penggantian dengan lensa buatan (berupa
lensa yang ditanam dalam mata, lensa kontak maupun kacamata). IOL dapat terbuat dari
bahan plastik, silikon maupun akrilik. Untuk metode fakoemulsifikasi digunakan bahan yang
elastis sehingga dapat dilipat ketika akan dimasukan melalui lubang insisi yang kecil. Untuk
menentukan kekuatan lensa intraokular yang akan diberikan kepada pasien, dapat digunakan
rumus SRK yaitu P = A – 0.9 K – 2.5 L

Keterangan :
- A (konstanta lensa intraokular, tergantung jenis / merk lensa yang digunakan)
- K (daya refraksi kornea sentral, diukur dengan keratometer, normalnya sekitar 43-44
Dioptri)
- L (panjang sumbu bola mata, diukur dengan USG A-Scan mata, normalnya lebih kurang 24
mm).
10. PROGNOSIS 4,5,12,13

Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada


kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat dirawat dengan
obat tetes mata, tablet, operasi laser atau operasi mata. Menurunkan tekanan pada
mata dapat mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu semakin
dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan
kerusakan mata. Kontrol tekanan intraokuler yang jelek akan menyebabkan semakin
rusaknya nervus optik dan semakin menurunnya visus sampai terjadinya kebutaan.
Jika TIO tetap terkontrol dan terapi penyebab dasar menghasilkan penurunan TIO,
maka kecil kemugkinannya terjadi kerusakan penglihatan progresif.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Basic and Clinical Science Course, Retina and Vitreous, Section 12, American -Academy
of Ophtalmologi, United State, 1997, page 71-86.
2. Elkington AR, Khaw PT, Petunjuk Penting Kelainan Mata, Buku Kedokteran
EGCJakarta, 1995, hal. 162-165.
3. F. Bandello et al.,2014. Clinical Strategies in the Management of Diabetic Retinopathy,
©Springer-Verlag Berlin Heidelberg
4. Freeman WR, Practical Atlas of Retinal Disease and Therapy, Edition 2,Lippincott-
Raven, Hongkong, 1998, page 199-213.
5. Ilyas S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal: 46-47. 2009
6. Lang GK. Gareis O, Lang GE, Recker D, Wagner P. Ophthalmology: A pocket textbook
atlas. 2nd ed. New York: Thieme. 2006. pp: 69,70,72
7. Langston D, Manual of Ocular Diagnosis and therapy, Edition 4, Deborah
PavanLangston, United State, 1996, page 162-165.
8. Nema HV, Text book of Opthalmology, Edition 4, Medical publishers, New Delhi,2002,
page 249-251.
9. Yanoff M., Duker J.S.Opthalmology Fouth Edition. Elsevier Saunders. 2014.

Anda mungkin juga menyukai