Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

SELULITIS PRESEPTAL
OKULI SINISTRA

Pembimbing :
dr. Mohammad Reza Mossadeq Hunaini. Sp.M

Disusun oleh :
Nama: Keumala Kusuma Damailita
NIM: 2012730055

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKARWANGI
Periode Februari-Maret 2018
BAB I

PENDAHULUAN

Selulitis preseptal adalah infeksi yang umum terjadi pada kelopak mata dan
jaringan lunak periorbital yang menimbulkan eritema kelopak mata akut dan edema.
Infeksi yang terjadi umumnya berasal dari persebaran dari infeksi lokal sekitar seperti
sinusitis, dari infeksi okular eksogen, atau mengikuti trauma terhadap kelopak mata.1
Selulitis preseptal dan selulitis orbita memiliki manifestasi klinis yang mungkin
mirip, akan tetapi kedua kondisi tersebut harus dibedakan. Selulitis preseptal hanya
melibatkan jaringan lunak di anterior septum orbital dan tidak melibatkan struktur di dalam
rongga orbita. Selulitis preseptal dapat menyebar ke posterior septum orbita dan
berprogresi menjadi selulitis orbita dan abses orbital atau subperiosteal. Infeksi pada orbita
sendiri dapat menyebar secara posterior dan menyebabkan meningitis atau trombosis sinus
kavernosus. Selulitis preseptal umumnya merupakan penyakit pediatrik dengan 80%
pasien berusia di bawah 10 tahun dan kebanyakan di antaranya berusia di bawah 5 tahun.
Pasien dengan selulitis preseptal memiliki kecenderungan lebih muda jika dibandingkan
pasien yang menderita selulitis orbita. Selulitis orbita merupakan penyebab tersering
proptosis pada anak- anak sehingga perlu dilakukan pengobatan segera.2
Mengingat selulitis preseptal jika tidak ditangani dengan tepat dapat berkembang
menjadi selulitis orbita, maka mengenal penyakit ini dan menatalaksana dengan tepat
merupakan suatu poin penting yang baik jika dimiliki oleh dokter. Maka dari itu, penulis
tertarik untuk menyusun laporan kasus mengenai selulitis preseptal.
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. TR
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Mengurus rumah tangga
Alamat : Cikembar
Tanggal Pemeriksaan : 12 Februari 2018

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Kelopak mata kiri bagian bawah bengkak sejak 3 hari SMRS.

Keluhan Tambahan:
Mata kiri berair, mata kiri nyeri, dan tajam pengelihatan mata kiri jarak jauh kurang
jelas.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak 3 hari SMRS, pasien mengeluh kelopak mata kiri bagian bawah bengkak.
Sehari sebelumnya, mata kiri bagian dalam terasa gatal dan berair, riwayat terkena benda
tumpul maupun gigitan serangga disangkal. Keluhan tersebut tidak disertai demam, mata
merah, maupun mata belekan. Namun, pasien mengeluh nyeri kepala bagian kiri. Selama
sakit pasien sudah berobat ke klinik dan dirujuk ke RS. Sekarwangi, pasien hanya diberikan
obat tetes mata yang diberikan oleh dokter di klinik tsb untuk mengurangi rasa gatal dan
mata berair, namun kelopak mata tetap bengkak, nyeri, dan timbul benjolan dengan nanah
disudut kelopak mata bagian bawah.
Riwayat Penyakit Dahulu:
 Riwayat kelainan pada mata sebelumnya (-)
 Menggunakan kacamata (-)
 Alergi (-), Asma (-), DM (-), Hipertensi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat Asma (-), Glaukoma (-), Katarak (-), DM (-), Hipertensi (-),

Riwayat Alergi :
Riwayat alergi makanan (-), debu (-) obat (-)

Riwayat Psikososial:
Pasien tinggal bersama suami didaerah Cikembar yang merupakan daerah
pegunungan dan kebun. Suami dan tetangga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.
Pasien mandi dua kali sehari dan mencuci rambut setiap dua hari sekali. Pasien tidak
merokok dan minum alkohol.

Riwayat Pengobatan :
Selama sakit pasien sudah berobat ke klinik dan dirujuk ke RS. Sekarwangi, pasien
hanya diberikan obat tetes mata yang diberikan oleh dokter di klinik tsb untuk mengurangi
rasa gatal dan mata berair, namun kelopak mata tetap bengkak, nyeri, dan timbul benjolan
dengan nanah disudut kelopak mata bagian bawah.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Kesadaran : Composmentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Laju nadi : 80x / menit
Laju napas : 20x / menit
Suhu : 37°C
IV. STATUS OFTALMOLOGI
OD Pemeriksaan OS
6/6 Visus 6/6
Pergerakan
Baik kesegala arah Baik kesegala arah
Bola Mata
Tenang Palpebra Superior Tenang
Tenang Eritema, edema, nyeri tekan,
dan terdapat pustule a/r
Palpebra Inferior
palpebral inferior (±0,2cm
dibawah punctum lakrimalis)
Normal per palpasi TIO Palpasi Normal per palpasi
Konjungtiva :
Injeksi (-) Tarsal Superior Injeksi (-)
Injeksi (-) Tarsal Inferior Injeksi (+)
Injeksi konjungtiva (-), Injeksi konjungtiva (+),
injeksi siliar (-). injeksi siliar (+),

Konjungtiva Bulbi

Tenang Sklera Tenang


Jernih Kornea Jernih
Jernih, kedalaman Jernih, kedalaman sedang
COA
sedang
Warna coklat tua, kripte Warna coklat tua, kripte jelas,
Iris
jelas, sinekia (-) sinekia (-)
Bulat, isokhor, Bulat, isokhor,
Pupil
refleks cahaya (+) refleks cahaya (+)
Jernih Lensa Jernih
V. RESUME
Seorang perempuan 25 tahun datang dengan keluhan kelopak mata kiri bagian
bawah bengkak sejak 3 hari SMRS. Sehari sebelumnya, mata kiri bagian dalam terasa gatal
dan berair, riwayat terkena benda tumpul maupun gigitan serangga disangkal. Keluhan
tersebut tidak disertai demam, mata merah, maupun mata belekan. Namun, pasien
mengeluh nyeri kepala bagian kiri. Selama sakit pasien sudah berobat ke klinik dan dirujuk
ke RS. Sekarwangi, pasien hanya diberikan obat tetes mata yang diberikan oleh dokter di
klinik tsb untuk mengurangi rasa gatal dan mata berair, namun kelopak mata tetap bengkak,
nyeri, dan timbul benjolan dengan nanah disudut kelopak mata bagian bawah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran composmentis, keadaan umum
tampak sakit sedang, tanda-tanda vital dalam batas normal, pada pemeriksaan Visus ODS
6/6, pada inspeksi palpebra inferior okuli sinistra tampak eritema dan edema, tampak
pustule a/r palpebral inferior (±0,2cm dibawah punctum lakrimalis okuli sinistra) pada
palpasi palpebral inferior teraba hangat dan nyeri tekan.

VI. DIAGNOSA KERJA


Selulitis preseptal okuli sinistra

VII. PENATALAKSANAAN
R/ Cefotaxim 2gr No. VI
ʃ 2dd1 i.v
R/ Metronidazole No. VI
ʃ 3dd1 kompres hangat
R/ Cendo Mycos e.o No. I
ʃ 3dd1 o.s
R/ Cendo LFX e.d No. I
ʃ 6ggt1 o.s
R/ Ketorolac amp No. VI
ʃ 2dd1 i.v
R/ Ranitidin amp No. VI
ʃ 2dd1 i.v

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : bonam
Ad Functionam : bonam
Ad Sanactionam : bonam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Orbita adalah sebuah rongga berbentuk segi empat seperti buah pir yang berada
diantara fossa kranial anterior dan sinus maksilaris. Tiap orbita berukuran sekitar 40mm
pada ketinggian, kedalaman, dan lebarnya. Orbita dibentuk oleh 7 buah tulang:
1. Os. Frontalis
2. Os. Maxillaris
3. Os. Zygomaticum
4. Os. Sphenoid
5. Os. Palatinum
6. Os. Ethmoid
7. Os. Lacrimalis
Secara anatomis orbita dibagi menjadi enam sisi, yaitu:
1. Dinding medial, terdiri dari os maxillaris, lacrimalis, ethmoid, dan sphenoid.
Dinding medial ini seringkali mengalami fraktur mengikuti sebuah trauma.
Os ethmoid yang menjadi salah satu struktur pembangun dinding medial
merupakan salah satu lokasi terjadinya sinusitis etmoidales yang merupakan salah
satu penyebab tersering selulitis orbita.
2. Dinding lateral, terdiri dari sebagian tulang sphenoid dan zygomaticum.
3. Langit- langit, berbentuk triangular, terdiri dari tulang sphenoid dan frontal. Defek
pada sisi ini menyebabkan proptosis pulsatil.
4. Lantai, terdiri dari os. Palatina, maxillaris, dan zygomaticum. Bagian posteromedial
dari tulang maksilaris relatif lemah dan seringkali terlibat dalam fraktur blowout.
5. Basis orbita, merupakan bukaan anterior orbita
6. Apeks orbita, merupakan bagian posterior orbita dimana keempat dinding orbita
bekonvergensi, memiliki dua orifisium yaitu kanal optikus dan fisura orbital
superior.

Pada orbita terdapat suatu membran jaringan ikat yang tipis yang melapisi berbagai
struktur. Membran tersebut terdiri dari fascia bulbi, muscular sheats, intermuscular septa,
dan ligamen lockwood. Di dalam orbita terdapat struktur- struktur sebagai berikut: bagian
n. optikus, muskulus ekstraokular, kelenjar lakrimalis, kantung lakrimalis, arteri oftalmika,
nervus III, IV, dan VI, sebagian nervus V, dan fascia serta lemak.
Inflamasi periorbital dapat diklasifikasikan menurut lokasi dan derajat keparahan.
Salah satu pertanda anatomis dalam menentukan lokasi penyakit adalah septum orbital.
Septum orbital adalah membran tipis yang berasal dari periosteum orbital dan masuk ke
permukaan anterior lempeng tarsal kelopak mata. Septum memisahkan kelopak mata
superfisial dari struktur dalam orbital dan membentuk barier yang mencegah infeksi dari
kelopak mata menuju rongga orbita.
B. Fisiologi gejala2
Kakunya struktur tulang orbita menyebabkan lubang anterior menjadi satu- satunya
tempat ekspansi. Setiap penambahan isi orbita yang terjadi di samping atau belakang bola
mata akan mendorong organ tersebut ke depan, hal ini disebut dengan proptosis.
Penonjolan bola mata adalah tanda utama penyakit orbita.
Proptosis dapat disebabkan lesi- lesi ekspansif yang dapat bersifat jinak atau ganas,
berasal dari tulang, otot, saraf, pembuluh darah, atau jaringan ikat. Selain itu dapat juga
terjadi proptosis tanpa adanya penyakit orbita. Hal ini disebut dengan pseudoproptosis.
Pseudoproptosis dapat terjadi pada miopia tinggi, buftalmos, dan retraksi kelopak mata.
Proptosis sendiri tidak menimbulkan cedera kecuali membuat kelopak mata tidak bisa
ditutup, akan tetapi penyebab proptosis itu sendiri seringkali berbahaya.
Posisi mata ditentukan oleh lokasi massa. Ekspansi di dalam kerucut otot
mendorong mata lurus ke depan (proptosis aksialis), sedangkan massa yang tumbuh di luar
kerucut otot mendorong mata ke samping atau vertikal menjauhi masa tersebut (proptosis
non aksialis). Kelainan bilateral umumnya mengindikasikan adanya penyakit sistemik
misalanya penyakit graves. Istilah eksoftalmos sering dipakai untuk menggambarkan
proptosis pada penyakit Graves. Proptosis pulsatil dapat disebabkan oleh fistula karotiko
kavernosa, malformasi pembuluh darah arteri orbita, atau transmisi denyut otak akibat
tidak adanya atap orbita superior. Proptosis yang bertambah dengan penekukan kepala ke
depan atau dengan perasat valsava merupakan suatu tanda adanya malformasi vena orbita
atau meningokel.
Pada perubahan posisi bola mata, terutama apabila terjadi dengan cepat, mungkin
timbul interferensi mekanis terhadap gerakan bola mata yang cukup untuk membatasi
pergerakan mata dan diplopia. Dapat timbul nyeri akibat ekspansi cepat, peradangan, atau
infiltrasi pada saraf sensoris. Penglihatan biasanya tidak terpengaruh di awal ekcuali bila
lesi berasal dari n. optikus atau langsung menekan saraf tersebut.
Tanda lainnya dapat berupa edema kelopak mata dan periorbital, diskolorisasi kulit,
ptosis, kemosis, dan injeksi epibulbar. Selain itu dapat juga terjadi perubahan fundus
seperti pembengkakan cakram optik, atrofi optik, kolateral optikosiliaris, dan lipatan
koroid.
C. Inflamasi orbita4
Penyakit inflamasi pada orbita dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Inflamasi orbita akut dan inflamasi terkait
a. Selulitis preseptal
b. Selulitis orbita dan abses intraorbital
c. Osteoperiostitis orbita
d. Tromboflebitis orbita
e. Tenonitis
f. Trombosis sinus kavernosus
2. Inflamasi orbita kronik
a. Inflamasi spesifik
i. Tuberkulosis
ii. Sifilis
iii. Actinomikosis
iv. Mukormikosis
v. Infestasi parasit
b. Inflamasi non spesifik
i. Penyakit inflamasi orbital idiopatik
ii. Sindroma Tolosa Hunt
iii. Periostitis orbital kronik

D. Selulitis preseptal1,3,4
Selulitis preseptal adalah infeksi pada jaringan subkutan di anterior septum orbital.
Selulitis preseptal harus dibedakan dengan selulitis orbita karena meskipun memiliki gejala
yang hampir serupa, penatalaksanaan dan komplikasi yang mungkin terjadi dari kedua
keadaan tersebut berbeda. Perlu diingat bahwa selulitis preseptal seringkali berkembang
menjadi selulitis orbital karena vena- vena fasial tidak memiliki katup sehingga proses
peradangan seringkali meluas ke posterior.
Organisme terbanyak penyebab selulitis preseptal adalah staphylococcus aureus
dan streptococcus pyogenes. Selain itu, beberapa bakteri anaerob juga sering menjadi
etiologi dari selulitis preseptal. Pada tahun 1985, penyebab tersering adalah haemophilus
influenzae. Sebuah studi saat itu menunjukkan bahwa sekitar 40% pasien memiliki hasil
kultur darah positif. Seiring dengan peningkatan penggunaan vaksin, tren ini menurun dan
saat ini pada kultur darah, organisme penyebab selulitis seringkali tidak ditemukan atau
negatif yang belum jelas diketahui alasan dan keterkaitannya dengan penurunan hasil
positif dari H. influenzae.
Jalur masuk infeksi sendiri dapat dibagi menjadi:
1. Infeksi eksogen, misalnya seperti trauma atau gigitan serangga
2. Penyebaran infeksi jaringan sekitar seperti sinusitis, dakriosistisis, atau hordeolum
3. Infeksi endogen, berasal dari penyebaran infeksi dari tempat yang jauh seperti saluran
napas atas melalui rute hematogen.
Selulitis preseptal bermanifestasi sebagai edema inflamasi pada kelopak mata dan
kulit periorbital tanpa melibatkan orbita dan struktur di dalamnya. Maka itu, karakteristik
dari penyakit ini adalah pembengkakan periorbital akut, eritema, dan hiperemia pada
kelopak mata tanpa adanya gejala- gejala proptosis, kemosis, gangguan visus, dan
gangguan gerakan bola mata. Mungkin juga terdapat demam dan leukositosis.
Komplikasi dapat terjadi bila selulitis tidak ditangani dengan tepat. Komplikasi
terdiri dari komplikasi okular, orbital, dan komplikasi lainnya. Komplikasi okular biasanya
adalah kebutaan, keratopati, neuritis optik, dan oklusi arteri retina sentral. Komplikasi
orbital adalah perkembangan selulitis orbital menjadi abses subperiosteal dan abses orbita.
Abses subperiosteal adalah penumpukan material purulen antara dinding tulang orbital
dengan periosteum, biasanya terdapat pada dinding orbita media. Biasanya abses
subperiosteal dicurigai bila terdapat manifestasi selulitis orbita dengan proptosis eksentrik.
Namun, diagnosis dipastikan dengan CT scan. Abses orbita merupakan penumpukan
material purulen didalam jaringan lunak orbital. Secara klinis dicurgai dengan tanda-
tandan proptosis parah, kemosis, oftalmoplegia komplit, dan pus di bawah konjungtiva.
Komplikasi lainnya berupa abses parotid atau temporal, komplikasi intrakranial, dan
septikemia general atau pyaemia.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis selulitis
preseptal antara lain:
1. Kultur bakteri dari usap nasal dan konjungitva dan spesimen darah
2. Pemeriksaan darah perifer lengkap
3. X-Ray PNS untuk mendeteksi adanya sinusitis terkait
4. USG orbital untuk mendeteksi adanya abses intraorbital
5. CT scan dan MRI untuk:
a. Membedakan selulitits preseptal dan post septal
b. Mendeteksi abses subperiosteal dan abses orbital
c. Mendeteksi ekstensi intrakranial
d. Menentukan kapan dan darimana dilakukan drainase abses orbital
6. Punksi lumbal bila terdapat tanda- tanda keterlibatan meningel dan serebral
Penatalaksanaan selulitis preseptal menggunakan co-amoxiclav 500/125mg setiap
8 jam. Infeksi yang parah membutuhkan antibiotik yang diberikan secara intravena.
Pengobatan harus dimulai sebelum organisme penyebab teridentifikasi. Terapi antibiotik
awal harus mengatasi stafilokokus, H. influenzae, dan bakteri anaerob.
Selulitis pascatrauma, khususnya setelah gigitan hewan, harus diberikan antibiotik
untuk mengatasi basil gram negatif dan gram positif. Dekongestan hidung dan
vasokonstriktor dapat membantu drainase PNS. Juga perlu diberikan analgesia dan NSAID
untuk mengontrol nyeri dan demam. Konsultasi dengan otorlaringologis sejak dini
bermanfaat.
Sebagian besar kasus berespon cepat dengan pemberian antibiotik. Kasus yang
tidak berespon mungkin membutuhkan tindakan bedah seperti drainase PNS melalui
pembedahan. Pada selulitis praseptal supuratif diindikasikan drainase melalui pembedahan
sejak dini. MRI bermanfaat untuk menentukan kapan dan dimana drainase harus dilakukan.
Indikasi pembedahan lainnya adalah terdapatnya abses intrakranial atau
subperiosteal, dan gambaran atipikal yang mungkin membutuhkan biopsi.
Dengan pengenalan dan penanganan yang tepat, prognosis untuk sembuh total
tanpa komplikasi sangat baik. Morbiditas terjadi dari penyebaran patogen ke orbita yang
dapat mengancam penglihatan dan berlanjut ke penyebaran CNS. Selulitis orbital dapat
berlanjut menjadi abses orbital dan menyebar secara posterior menyebabkan trombosis
sinus kavernosus. Penyebaran sistemik dapat menyebabkan meningitis dan sepsis.
Pasien yang mengalami imunokompromais atau diabetes memiliki kecenderungan
lebih tinggi untuk mengalami infeksi fungal. Manajemen agresif dengan foto polos otak
dan terapi secara intravena diindikasikan pada pasien ini.
BAB IV
KESIMPULAN

Selulitis preseptal adalah infeksi pada jaringan subkutan di anterior septum orbital.
Selulitis preseptal harus dibedakan dengan selulitis orbita karena meskipun memiliki gejala
yang hampir serupa, penatalaksanaan dan komplikasi yang mungkin terjadi dari kedua
keadaan tersebut berbeda. Perlu diingat bahwa selulitis preseptal seringkali berkembang
menjadi selulitis orbital karena vena- vena fasial tidak memiliki katup sehingga proses
peradangan seringkali meluas ke posterior.
Organisme terbanyak penyebab selulitis preseptal adalah staphylococcus aureus
dan streptococcus pyogenes. Selain itu, beberapa bakteri anaerob juga sering menjadi
etiologi dari selulitis preseptal. Pada tahun 1985, penyebab tersering adalah haemophilus
influenzae. Sebuah studi saat itu menunjukkan bahwa sekitar 40% pasien memiliki hasil
kultur darah positif.
Selulitis preseptal bermanifestasi sebagai edema inflamasi pada kelopak mata dan
kulit periorbital tanpa melibatkan orbita dan struktur di dalamnya. Maka itu, karakteristik
dari penyakit ini adalah pembengkakan periorbital akut, eritema, dan hiperemia pada
kelopak mata tanpa adanya gejala- gejala proptosis, kemosis, gangguan visus, dan
gangguan gerakan bola mata. Mungkin juga terdapat demam dan leukositosis.
Penatalaksanaan selulitis preseptal menggunakan co-amoxiclav 500/125mg setiap
8 jam. Infeksi yang parah membutuhkan antibiotik yang diberikan secara intravena.
Pengobatan harus dimulai sebelum organisme penyebab teridentifikasi. Terapi antibiotik
awal harus mengatasi stafilokokus, H. influenzae, dan bakteri anaerob.
Komplikasi dapat terjadi bila selulitis tidak ditangani dengan tepat. Komplikasi
terdiri dari komplikasi okular, orbital, dan komplikasi lainnya. Komplikasi okular biasanya
adalah kebutaan, keratopati, neuritis optik, dan oklusi arteri retina sentral. Komplikasi
orbital adalah perkembangan selulitis orbital menjadi abses subperiosteal dan abses orbita.
Komplikasi lainnya berupa abses parotid atau temporal, komplikasi intrakranial, dan
septikemia general atau pyaemia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kwitko GM. Preseptal cellulitis. http://emedicine.medscape.com/article/1218009-


overview. 2012. Diakses: 13 Februari 2018.
2. Sullivan JA,. Orbita. Dalam : Vaughan DG, Asbury T, Riordan EP, editor. Oftalmologi
Umum Edisi 17. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. 2007.p. 251-256.
3. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed. Elsevier,
2011.
4. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New age international, 2007. p.
377-378, 384-386.

Anda mungkin juga menyukai