Anda di halaman 1dari 26

BAB I

STATUS PASIEN

NOMOR REKAM MEDIS : 637923


IDENTITAS/BIODATA
Nama : Ny. EK Nama Suami : Tn. D
Umur : 19 Tahun Umur : 27 Tahun
Suku Bangsa : Sunda Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : karyawan
Alamat : Desa Sukasirna Alamat : Desa Sukasirna

Tanggal Masuk : 10 mei 2014 Jam : 20.00


Yang Merujuk : dr. Awie, Sp.OG
ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama : nyeri perut bagian bawah sejak 3 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang : G1P0A0 datang ke UGD mengaku hamil 1 bulan,
mengeluh rasa nyeri yang hebat di bagian perut bawah sejak
3 hari yang lalu dan perdarahan sejak 1 minggu, perdarahan
berupa bercak darah. Tidak keluar cairan dari jalan lahir.
Ada pusing, lemas dan mual. Dokter kandungan yang
merujuk mendiagnosis kehamilan ektopik terganggu.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan operasi
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat yang sama
Riwayat Pengobatan : OS belum mengkonsumsi obat apapun sejak timbul keluhan
Riwayat Psikososial : pola makan teratur, merokok dan alkohol disangkal

1
RIWAYAT OBSTETRI
Riwayat Kehamilan : G1P0A0
HPHT :7 April 2014
PP : 14 januari 2014
ANC : SPOG/1x
KB : Tidak pernah menggunakan KB
Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas :

No. Th. Tempat Umur Jenis Penolong Penyulit BB/ Anak


Partus Partus Hamil Persalinan Persalinan Kel
1. Hamil ini
2.
3.

Riwayat Menstruasi Riwayat Pernikahan


Menarche : 12 Tahun Pernikahan ke- :1

Siklus Haid : 28 hari


Lama Haid : 7 hari Usia suami : 27 tahun
Dismenorrhea : Disangkal Lama Menikah : 3 bulan

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda- tanda Vital :-T : 90/60 mmHg
-N : 80 kali/menit
-R : 18 kali/menit
-S : 36,5oC
Antropometri : Tidak diukur

STATUS GENERALIS STATUS OBSTETRI


2
Kepala : Normocephal Inspeksi
Mata : Konjungtiva anemis (+/+) - Wajah : Chloasma grav. (-)
Sklera Ikterik (-/-) - Thorax : Mammae simetris
Refleks Pupil (+/+) - Abdomen : Datar lembut
Isokor ka=ki Nyeri Tekan (+)
Leher : Pembesaran KGB (-/-) DM (-), PS/PP (-/-)
Pembesaran Tiroid (-/-) Luka Post. Op (-)
Thorax : Normochest Palpasi
Gerak Simetris - TFU : Tidak teraba
Paru-Paru : VF Simetris (+/+) Auskultasi DJJ: Tidak dilakukan
Vesikular (+/+) Pemeriksaan Luar Genitalia
Ronkhi (-/-),Wheezing (-/-) - Vulva/ Vagina/perineum : t.a.k
Jantung : Bunyi I/II murni, regular Pemeriksaan Dalam Genitalia
Abdomen : Lihat status obstetri - Vagina : t.a.k
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT < 2dt - Portio : tebal-lunak
A nyeri goyang (+)
- Fornix : Nyeri tekan jam 1
A - Pembukaan : -
A - Corpus Uteri : Tidak Membesar
A - Cavum Doughlas tidak menonjol NT
(+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Haemoglobin *9.5 12 – 16 g/dL
Hematokrit *28.2 37 – 47 %
Eritrosit *3.31 4.2 - 5.4 106/µL
Leukosit *17.3 4.8 - 10.8 103/µL
Trombosit 227 150 – 450 10s/µL
Tes Kehamilan +

3
RESUME

Seorang wanita 19 tahun, G1P0A0 mengaku hamil 1 bulan nyeri perut kanan
bawah sejak 3 hari yang lalu dan perdarahan sejak 1 minggu yang lalu berupa bercak darah
pasien merasa lemas, pusing dan mual. Dokter kandungan yang merujuk mendiagnosis
kehamilan ektopik terganggu.

Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Status generalis ditemukan konjungtiva


anemis, pemeriksaan lainnya dalam batas normal. Status obstetri ditemukan nyeri tekan
abdomen, nyeri goyang posio, nyeri tekan uterus kiri, cavum doughlass tidak menonjol dan
nyeri bila ditekan.

Hasil test kehamilan positif, hemoglobin 9.5 g/dL, hematokrit 28.2 %, eritrosit
3.31 106/µL.

DIAGNOSIS
G1P0A0 gravida 4-5 minggu dengan Kehamilan Ektopik Terganggu

PLANNING
1. Informed concent 5. Pemeriksaan DP
2. Cek laboratorium darah rutin 6. Observasi keadaan umum dan tanda-
3. Infus, cross-match, sedia darah. tanda vital
4. Periksa EKG dan 7. Cek HB serial tiap 6 jam
Rencana USG

FOLLOW UP RUANGAN
Tanggal/ Catatan Instruksi
Jam
10.05.14 S : nyeri perut kanan bawah, perdarahan bercak - Guyur RL 1 labu
(+) - Pasang DC

4
O : - Cek HB serial tiap 6
KU : CM jam
T : 90/60 mmHg - Cek EKG
R : 20 x/mnt - Observasi KU, T, N, R,
N : 80 x/mnt S, Perdarahan
S : Afebris - Rencana Laparatomy
Konjungtiva : Anemis
Abdomen : Datar, Lembut
DM (-), PS/PP (-/-)
NT (+)
Perdarahan (+)
DP (-)
11.05.14 S : nyeri perut kanan bawah, perdarahan bercak. - Cefotaxime 2x1
O : KU: CM - Rencana laparatomy
T : 120/70 mmHg - Obs. TTV, KU,
R : 20 x/mnt Perdarahan
N : 80 x/mnt
S : Afebris
Abdomen : DM (-), PS/PP (-/-)
NT (+)
Luka operasi kering
Perdarahan
HB serial jam 03.12 = 8.6
HB serial jam 09.17 = 7.8

LAPORAN PEMBEDAHAN

Tanggal Operasi : 11 mei 2014

Diagnosa pra bedah : G1P0A0 dengan

5
Kehamilan Ektopik Terganggu

Diagnosa Pasca Bedah : Ruptur dan

AbortusTuba Kiri

Tindakan : Salpingektomi kiri

Uraian Pembedahan

1. Dilakukan anestesi dan antiseptik di


daerah abdomen dan sekitarnya
2. Dilakukan insisi mediana inferior ±10
cm
3. Setelah peritoneum dibuka tampak darah
dan bekuan darah mengisi rongga
abdomen ±600cc. Pada eksplorasi lebih
lanjut, tampak ruptur tuba pars
ampularis kiri dan aktif mengeluarkan
darah.
4. Kesan : Ruptur dan Abortus tuba kiri
5. Diputuskan dilakukan salpingektomi kiri
6. Rongga abdomen dibersihkan dari darah
dan bekuan darah
7. Fascia dijahit dengan benang PGA No.1
8. Kulit dijahit secara subkutikuler

Keadaan Pasca Bedah

1. Masuk pukul :12.20 WIB


2. Keadaan umum : Sadar
3. Nadi : 84 kali permenit
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Suhu tubuh : 36,5 OC
4. Pernapasan : Baik
5. Dipindahkan ke Delima pukul 15.40
WIB

6
12.05.14 KU : CM
POD 0 T : 110/70 mmHg - Cefotaxime 2x1
R : 28 x/mnt - Metronidazole 3x1
N : 84 x/mnt - Kaltrofen 2x1
S : Afebris - Cek BU jika (+) tes
Abdomen : Datar, Lembut feeding
DM (-), PS/PP (-/-) - Transfusi s/d HB
Luka operasi tertutup perban >8gr/dl
Perdarahan (-) - Obs KU, TTV
BAB (-)

13.05.14 KU : CM - AP DC
POD I T : 110/80 mmHg - Cefotaxime 2x1
R : 16 x/mnt - Metronidazole 3x1
N : 88 x/mnt - Kaltrofen 2x1
S : Afebris - Cek BU jika (+) tes
Abdomen : Datar, Lembut - Obs KU, TTV
DM (-), PS/PP (-/-) - Mobilisasi
Luka operasi tertutup perban
Perdarahan (-)
BAB (-)

14.05.14 KU : CM - Cefadroxil 2x1


POD II T : 110/70 mmHg - Asam mefenamat
R : 16 x/mnt 3x500
N : 88 x/mnt - Kaltrofen 2x1

7
S : Afebris - Mobilisasi
Abdomen : Datar, Lembut - RENCANA BOLEH
DM (-), PS/PP (-/-) PULANG
Luka operasi tertutup perban
Perdarahan (-)
BAB (-)
HB = 10.6

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik
dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi
dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam cervik,
pars intertistialis atau dalam tanduk rudimeter rahim.
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat
implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai aterm.
Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul gangguan
pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan
penurunan keadaan umum pasien.
Pada pasien dari kasus diatas sesuai dengan definisi tentang kehamilan
ektopik, pada pasien di dapatkan dan disertai dengan ruuptur dikarenakan oleh
konsepsi yang terus membesar, sehingga pada pasien ini disebut KET.
B. KLASIFIKASI

8
Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi dari
kehamilan ektopik, dapat dibedakan menurut :
1. Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopi.
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%). Konseptus dapat
berimplantasi pada ampulla (85%), isthmus (25%), fimbrial (17%), atau pun pada
interstisial (2%) dari tuba. Tuba fallopi mempunyai kemampuan untuk berkembang
yang terbatas, sehingga sebagian besar akan pecah (ruptura) pada umur kehamilan
35-40 hari. (pada pasien mengalami kehamlan tuba , berimplantasi di ampulla)
2. Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh kehamilan
ektopik dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium. Meskipun daya
akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada daya akomodasi tuba,
kehamilan ovarium umumnya mengalami ruptur pada tahap awal.
3. Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang sekali
terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan tumbuhnya telur, serviks
mengembang. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu sehingga
umumnya hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase.
4. Kehamilan Abdominal. Kehamilan ini terjadi satu dalam 15.000 kehamilan, atau
kurang dari 0,1% dari seluruh kehamilan ektopik. Kehamilan Abdominal ada 2
macam :
a. Primer , dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut.
b. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain misalnya di
dalam saluran telur atau ovarium yang selanjutnya berpindah ke dalam
rongga abdomen oleh karena terlepas dari tempat asalnya. Hampir semua
kasus kehamilan abdominal merupakan kehamilan ektopik sekunder akibat
ruptur atau aborsi kehamilan tuba atau ovarium ke dalam rongga abdomen.
Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan, hal
ini jarang terjadi, yang lazim ialah bahwa janin mati sebelum tercapai
maturitas (bulan ke 5 atau ke 6) karena pengambilan makanan kurang
sempurna.
5. Kehamilan Heterotopik adalah kehamilan ektopik yang dapat terjadi bersama
dengan kehamilan intrauterin. Kehamilan heterotipik ini sangat langka, terjadi satu
dalam 17.000-30.000 kehamilan ektopik.
Kehamilan heterotopik dapat di bedakan atas :
a. Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu kehamilan yang
dapat berlangsung dalam waktu yang sama dengan kehamilan intrautrin
normal.

9
b. Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic Pregnancy) yaitu terjadinya
kehamilan intrauterin setelah lebih dahulu terjadi kehmilan ektopik yang telah
mati atau pun ruptur dan kehmilan intrauterin yang terjadi kemudian
berkembang seperti biasa.
6. Kehamilan interstisial yaitu implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis tuba.
Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan kornual (kahamilan intrauteri, tetapi
implantasi plasentanya di daerah kornu, yang kaya akan pembuluh darah). Karena
lapisan myometrium di sini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-kira
pada bulan ke 3 atau ke 4. Kehamilan interstisial merupakan penyebab kematian
utama dari kehamilan ektopik yang pecah.
7. Kehamilan intraligamenter. Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan
ektopik dalam tuba yang pecah. Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra
peritoneal ini apabila lapisan korionnya melekat dengan baik dan memperoleh
vaskularisasi di situ fetusnya dapat hidup dan berkembang dan tumbuh membesar.
Dengan demikian proses kehamilan ini serupa dengan kehmilan abdominal
sekunder karena keduanya berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah.
8. Kehamilan tubouteina merupakan kehamilan yang semula mengadakan implantasi
pada tuba pars interstitialis, kemudian mengadakan ekstensi secara perlahan-lahan
ke dalam kavum uteri.
9. Kehamilan tuboabdominal berasal dari tuba, dimana zigot yang semula
mengadakan implantasi di sekitar bagian fimbriae tuba, secara berangsur
mengadakan ekstensi ke kavum peritoneal.
10. Kehamilan tuboovarial digunakan bila kantung janin sebagian melekat pada tuba
dan sebagian pada jaringan ovarium.
Gambar 1. Lokasi Kehamilan Ektopik

10
C. PATOFISIOLOGI
Beberapa hal dibawah ini ada hubungannya dengan terjadinya kehamilan
ektopik:
1. Pengaruh Faktor Mekanik
Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan ektopik antara lain:
riwayat operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi non-ginekologis
seperti apendektomi, pajanan terhadap diethylstilbestrol, salpingitis isthmica
nodosum (penonjolan-penonjolan kecil ke dalam lumen tuba yang menyerupai
divertikula), dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Hal-hal tersebut secara
umum menyebabkan perlengketan intra- maupun ekstraluminal pada tuba,
sehingga menghambat perjalanan zigot menuju kavum uteri. Faktor mekanik lain
adalah pernah menderita kehamilan ektopik, pernah mengalami operasi pada
saluran telur seperti rekanalisasi atau tubektomi parsial, induksi abortus berulang,
tumor yang mengganggu keutuhan saluran telur.
2. Pengaruh Faktor Fungsional
Faktor fungsional yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan
dengan faktor hormonal. Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi lamban,
sehingga implantasi zigot terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri. Gangguan
motilitas tuba dapat disebabkan oleh perobahan keseimbangan kadar estrogen dan
progesteron serum. Dalam hal ini terjadi perubahan jumlah dan afinitas reseptor
adrenergik yang terdapat dalam utrus dan otot polos dari saluran telur. Ini berlaku
untuk kehamilan ektopik yang terjadi pada akseptor kontrasepsi oral yang
mengandung hanya progestagen saja, setelah memakai estrogen dosis tinggi
pascaovulasi untuk mencegah kehamilan. Merokok pada waktu terjadi konsepsi
dilaporkan meningkatkan insiden kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai
akibat perubahan jumlah dan afinitas reseptor adrenergik dalam tuba.
3. Kegagalan Kontrasepsi
Sebenarnya insiden sesungguhnya kehamilan ektopik berkurang karena
kontrasepsi sendiri mengurangi insidensi kehamilan. Akan tetapi dikalangan para
akseptor bisa terjadi kenaikan insiden kehamilan ektopik apabila terjadi kegagalan
pada teknik sterilisasi. Alat kontrasepsi dalam rahim selama ini dianggap sebagai
penyebab kehamilan ektopik. Namun ternyata hanya AKDR yang mengandung
progesteron yang meningkatkan frekuensi kehamilan ektopik. AKDR tanpa
progesteron tidak meningkatkan risiko kehamilan ektopik, tetapi bila terjadi
kehamilan pada wanita yang menggunakan AKDR, besar kemungkinan kehamilan
tersebut adalah kehamilan ektopik.

11
4. Peningkatan Afinitas Mukosa Tuba
Dalam hal ini terdapat elemen endometrium ektopik yang berdaya
meningkatkan implantasi pada tuba. (kemungkinan terjadi pada pasien dalam
kasus, karena pasien menyangkal menggunakan KB, merokok, infertilitas,)
5. Pengaruh Proses Bayi Tabung
Beberapa kejadian kehamilan ektopik dilaporkan terjadi pada proses
kehamilan yang terjadi dengan bantuan teknik-teknik reproduksi (assisted
reproduction). Kehamilan tuba dilaporkan terjadi pada GIFT (gamete
intrafallopian transfer), IVF (in vitro fertilization), ovum transfer, dan induksi
ovulasi. Induksi ovulasi dengan human pituitary hormone dan hCG dapat
menyebabkan kehamilan ektopik bila pada waktu ovulasi terjadi peningkatan
pengeluaran estrogen urin melebihi 200 mg sehari.

D. EPIDEMIOLOGI
1. Distribusi Frekuensi
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru
memberikan gejala bila kehamilan tersebut terganggu. Sehingga insidens
kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara
kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan
prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan
berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang
terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya.
Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan
ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya
kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan mungkin juga
progestagen dosis rendah.
Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan keterjadian
kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi di bidang reproduksi,
seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi
kehamilan ektopik.
Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari
pada wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis
lebih banyak ditemukan pada golongan wanita kulit hitam.
Kehamilan ektopik banyak terdapat bersama dengan keadaan gizi buruk
dan keadaan kesehatan yang rendah, maka insidennya lebih tinggi di Negara
sedang berkembang dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah

12
daripada di Negara maju dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi
tinggi. Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari
241 kehamilan, kejadian ini dipengaruhi oleh faktor sosial, mungkin karena pada
golongan pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan
berobat kurang.

2. Determinan
a. Usia
Umur merupakan faktor resiko yang penting terhadap terjadinya
kehamilan ektopik. Sebagian besar wanita mengalami kehamilan ektopik
berumur 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Menurut Linardakis
(1998) 40% dari kehamilan ektopik terjadi antara umur 20-29 tahun. (pada
kasus pasien di dapatkan menikah pertama kali pada usia 17 tahun, pasien
sekarang hamil berusia 29 tahun. Kehamlan pertama)
b. Paritas
Insiden kehamilan ektopik meningkat seiring dengan pertambahan
paritas. Kejadian ini lebih banyak terjadi pada multipara. Ada laporan yang
menyebutkan kejadiannya satu dalam 2600 kehamilan.
c. Ras/Suku
Menurut Philip Kotler, banyak faktor yang mempengaruhi perilaku
seseorang, salah satunya adalah faktor sosial dan kebudayaan. Suku termasuk
bagian dari budaya yang tentunya akan mempengaruhi perilaku dalam
menggunakan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan. Kehamilan
ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari pada wanita kulit
putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis lebih banyak
ditemukan pada golongan wanita kulit hitam. (menurut penelitian dari NEJM
“ectopic pregnancy” Kurt T. Barnhart, M.D., M.S.C.E.) bahwa ras tidak
memiliki hubungan yang bermakna)
d. Agama
Agama merupakan salah satu faktor sosio demografi yang
mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
kebidanan yang merupakan salah satu bentuk dari pelayanan kesehatan yang
bertujuan untuk menjamin agar setiap wanita hamil dan menyusui dapat
memelihara kesehatannya sesempurna mungkin, dapat melahirkan bayi yang
sehat tanpa gangguan apapun dan dapat merawatnya dengan baik.
e. Tingkat Pendidikan

13
Ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan
kesehatannya selama kehamilan bila dibanding dengan ibu yang tingkat
pendidikannya lebih rendah. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor
penting dalam usaha menjaga kesehatan ibu, anak dan juga keluarga. Semakin
tinggi pendidikan formal seorang ibu diharapkan semakin meningkat
pengetahuan dan kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan dalam
kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan
pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur. (pasien hanya sekolah
hingga SMA)
f. Pekerjaan
Derajat sosio ekonomi masyarakat akan menunjukkan tingkat
kesejahteraan dan kesempatannya dalam menggunakan dan menerima
pelayanan kesehatan. Jenis pekerjaan ibu maupun suaminya akan
mencerminkan keadaan sosio ekonomi keluarga. Kehamilan ektopik lebih
sering terjadi pada keadaan sosio ekonomi yang rendah.
g. Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat penyakit yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik
adalah infeksi, tumor yang mengganggu keutuhan saluran telur, dan keadaan
infertil.
h. Riwayat Kehamilan Jelek
Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik
adalah kehamilan ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Sekali pasien
pernah mengalami kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai
25% untuk terjadi lagi. Hanya 60% dari wanita yang pernah mengalami
kehamilan ektopik menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan
jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar
antara 0-14.6%. Sebagai konsekuensinya, beberapa pasien melaporkan
kehamilan ektopik sebelumnya dan mengenal gejala-gejala sekarang yang
serupa.
i. Riwayat infeksi pelvis
Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan
ektopik mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya. Calon ibu menderita
infeksi akibat penyakit GO (gonorrhea) ataupun radang panggul. Hal inilah
yang menyebabkan ibu yang menderita keputihan harus melakukan
pemeriksaan untuk memastikan gejala yang di deritanya adalah tanda infeksi
atau hanya keputihan yang bersifat fisiologis.
j. Riwayat kontrasepsi

14
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan
kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR), rasio kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan intrauterin
adalah lebih besar daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode
kontrasepsi. Kejadian kehamilan ektopik pada akseptor AKDR dilaporkan 12
kali lebih tinggi dibandingkan dengan pemakai kondom. Diperkirakan terjadi 2
kehamilan ektopik per 1000 akseptor AKDR setiap tahun. Akseptor pil yang
berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden yang tinggi terhadap
kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan selagi menjadi akseptor yaitu 5
kali lebih tinggi dibandingkan dengan insidennya yang biasa. Pada pemakai pil
mini 4-6% dari kehamilannya dilaporkan adalah ektopik, akan tetapi
dilaporkan tidak terjadi perubahan insiden pada akseptor pil kombinasi.
k. Riwayat operasi tuba
Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi
yang gagal maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum
sebagai faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik.
l. Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan
insiden kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah
dan afinitas reseptor andrenergik dalam tuba.

E. Gejala dan Gambaran Klinis


Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita
tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita menunjukkan
gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran disertai rasa agak
sakit pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Disamping gangguan haid,
keluhan yang paling sering ialah nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun
kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping
uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang
tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada
lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehmilan,
derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil.
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri
dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen, atau

15
hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut yang sangat
menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh darah yang keluar ke
dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat nyeri hebat, meskipun
perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada perdarahan yang banyak, jelas
bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul nyeri. Darah yang banyak dalam kavum
peritoneal dapat menyebabkan iritasi peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang
bervariasi.
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada kehamilan
ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat
bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin
terjadi sebelum haid berikutnya.
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang
penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan
berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya sedikit, berwarna
coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus.
Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks uteri
menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari diameter 5
sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastis.
Dari hasil anamnesa di dapatkan :
mengeluh rasa nyeri yang hebat di bagian perut bawah menjalar ke pinggang yang
disertai mules-mules sejak 3 hari SMRS,. Tidak keluar cairan dari jalan lahir, tapi
terdapat bercak darah seperti flek. Ada pusing, lemas dan mual
Dari gejala pasien di dapatkan :
• Takikardi
• Pucat, anemis,
• Perut tegang
• Nyeri tekan dan lepas abdomen

16
Pengobatan :
Pada pasien dilakukan
• Operatif : salpingektomi
• Transfusi (-)
Salpingektomi dilakukan karena ada tanda-tanda gangguan hemodinamik dan
rupture tuba.

F. PENCEGAHAN PRIMER
Pencegahan primer adalah usaha-usaha yang dilakukan sebelum sakit
(prepatogenesis), antara lain :
1. Perbaikan dan peningkatan status gizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap penyakit infeksi seperti infeksi akibat gonorea, radang panggul. Keadan
gizi buruk dan keadaan kesehatan yang rendah menyebabkan kerentanan terhadap
penyakit infeksi pada alat genitalia sehingga berisiko tinggi untuk menderita
kehamilan ektopik.
2. Menghindari setiap perilaku yang memperbesar risiko kehamilan ektopik seperti
tidak merokok terutama pada waktu terjadi konsepsi, menghindari hubungan
seksual multipartner (seks bebas) ataiu tidak berhubungan selain dengan
pasangannya.

17
3. Memberikan dan menggalakkan pendidikan kesehatan kepada masyarakat seperti
penyuluhan mengenai kehamilan ektopik, pendidikan tentang seks yang
bertanggungjawab dan nasehat perkawinan melalui berbagai media, sekolah-
sekolah, kelompok pengajian dan kerohanian.
4. Penggunaan kontrasepsi yang efektif. Dewasa ini masih terus dilakukan kegiatan
untuk menemukan suatu cara kontrasepsi hormonal yang mempunyai efektivitas
tinggi dan efek sampingan yang sekecil mungkin. Pil kombinasi merupakan pil
kontrasepsi yang sampai saat ini dianggap paling efektif.

G. PENCEGAHAN SEKUNDER
Pencegahan sekunder merupakan upaya menghentikan proses penyakit lebih
lanjut, mencegah terjadinya komplikasi dengan sasaran bagi mereka yang menderita
atau terancam menderita kehamilan ektopik, meliputi :
1. Program penyaringan
Usaha pencegahan sekunder dapat dilakukan melalui program penyaringan
(screening) bagi wanita yang beresiko terhadap kejadian PMS sehingga diagnosis
dapat ditegakkan sedini mungkin dan dapat segera memperoleh pengobatan secara
radikal pada penderita untuk mencegah terjadinya radang panggul yang beresiko
menimbulkan kehamilan ektopik.
2. Diagnosa dini
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang obstetrik
memberikan kemungkinan kehamilan ektopik dapat ditegakkan diagnosisnya secara
dini yaitu sebelum gejala-gejala klinik muncul, artinya sebelum kehamilan ektopik
pecah. Dalam hal ini pemeriksaan prenatal dini dalam trimester pertama sangat
penting bagi pasien-pasien yang beresiko tinggi terhadap kejadian kehamilan
ektopik. Mereka yang dianggap beresiko tinggi terhadap kehamilan ektopik antara
lain adalah wanita yang pernah menjalani bedah mikro saluran telur, pernah
menderita peradangan dalam rongga panggul, menderita penyakit pada tuba, pernah
menderita kehamilan ektopik sebelumnya, akseptor AKDR atau pil bila terjadi
kehamilan tidak sengaja, dan pada kehamilan yang terjadi dengan teknik-teknik
reproduksi.

H. TAHAPAN DIAGNOSIS
1. Anamnesa
Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai
beberapa bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai
keluhan hamil muda dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri

18
bahu, tenesmus dan perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian
bawah.
2. Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga
perut dapat ditemukan tanda-tanda syok.
3. Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang
sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan
adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang bisa naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.
4. Laboratorim : Hb, leukosit, kadar ß- hCG dalam serum. tes kehamilan.
Pada kasus sudah dilakukan :
• Hb 7.3 +
• Tes kehamilan +
• BhCG = tidak dilakukan
Sudah sesuai*
5. Douglas pungsi (kuldosentesis). Jarum besar yang dihubungkan dengan spuit
ditusukkan ke dalam kavum Douglas di tempat kavum Douglas menonjol ke
forniks posterior. Jika terisap darah, ada 2 kemungkinan yang terjadi, yaitu:
a. Adanya darah dalam kavum Douglas, yang mengakibatkan terjadinya
perdarahan dalam rongga perut.
b. Tertusuknya vena dan terisapnya darah vena dari daerah tersebut. Oleh karena
itu, untuk mengatakan bahwa Douglas pungsi positif artinya ada perdarahan
dalam rongga perut dan darah yang diisap mempunyai sifat berwarna merah tua,
tidak membeku setelah diisap, dan biasanya di dalam terdapat gumpalan-
gumpalan darah yang kecil. Jika darah kurang tua warnanya dan membeku,
darah itu berasal dari vena yang tertusuk.
6. Ultrasonografi
a. Bila dapat dilihat kantong kehamilan intrauterine, kemungkinan kehamilan
ektopik sangat kecil. Kantong kehamilan intrauterine sudah dapat dilihat dengan
ultrasonografi pada kehamilan 5 minggu. Mencari kehamilan ektopik pada
kehamilan 5 minggu lebih sulit dibandingkan dengan kehamilan intrauterin.
b. Bila terdapat gerakan jantung janin di luar uterus, yang merupakan bukti pasti
kehamilan ektopik.
c. Massa di luar kavum uteri belum tentu suatu massa dari kehamilan ektopik.
d. Kavum uteri kosong dengan kadar ß- hCG diatas 6.000 mIU/ml kemungkinan
adanya kehamilan ektopik sangat besar. Mencari kantong kehamilan di luar

19
rahim secara ultrasonografi sangat membantu, tetapi kadang-kadang sulit. Secara
empiris, kadar ß- hCG dipakai dengan cara menduga adanya kehamilan ektopik
dalam membantu keadaan seperti ini.
Pada kasus hasil pemeriksaan USG :
USG : Kantung kemih terisi, Endometrium line positif, Free fluid positif

7. Laparoskopi. System optik dan elektronik dapat dipakai untuk melihat organ-organ
di panggul. Keuntungan laparoskopi dibanding ultasonografi adalah laparoskopi
dapat melihat keadaan rongga pelvis secara a vue, ketepatan diagnosis lebih tinggi
dan kerugiannya lebih invasive dibandingkan dengan ultrasonografi. Laparoskopi
maupun ultrasonografi akan sangat berguna bila dilakukan oleh tenaga yang telah
mempunyai pengalaman.
Gambar 2. Komplikasi Kehamilan Ektopik (perdarahan)

20
I. TERAPI MEDIKAMENTOSA DAN PENATALAKSANAAN BEDAH
Dewasa ini penanganan kehamilan ektopik yang belum terganggu dapat
dilakukan secara medis ataupun bedah. Secara medis dengan melakukan injeksi lokal
methotrexate (MTX), kalium klorida, glukosa hiperosmosis, prostaglandin, aktimiosin
D dan secara bedah dilaksanakan melalui :
1. Pembedahan konservatif
Dimana integritas tuba dipertahankan. Pembedahan konservatif mencakup 2
teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Salpingostomi
adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter kurang
dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat
insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di
perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan
kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit
dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka
(tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan
dengan laparotomi maupun laparoskopi.
Pada dasarnya prosedur salpingotomi sama dengan salpingostomi, kecuali
bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan
bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan
tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.
2. Pembedahan radikal
Dimana salpingektomi dilakukan, Salpingektomi diindikasikan pada
keadaankeadaan berikut ini:
a. Kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu)
b. Pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif
c. Terjadi kegagalan sterilisasi
d. Telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya
e. Pasien meminta dilakukan sterilisasi
f. Perdarahan berlanjut pascasalpingotomi
g. Kehamilan tuba berulang
h. Kehamilan heterotopik
i. Massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.
Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat
menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya
sudah sempit.
J. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier meliputi program rehabilitasi (pemulihan kesehatan) yang
ditujukan terhadap penderita yang baru pulih dari Kehamilan Ektopik meliputi

21
rehabilitasi mental dan social yakni dengan memberikan dukungan moral bagi
penderita terutama penderita yang infertile akibat Kehamilan Ektopik agar tidak
berkecil hati, mempunyai semangat untuk terus bertahan hidup dan tidak putus asa
sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna.

H. Prognosis
Prognosis baik bila kita dapat menemukan kehamilan ektopik secara dini.
Keterlambatan diagnosis akan menyebabkan prognosis buruk karena bila perdarahan
arterial yang terjadi di intraabdomen tidak segera ditangani, akan menyebabkan
kematian karena syok hipovolemik.
Kehamilan ektopik merupakan penyebab kematian yang terpenting maka
didiagnosis harus dapat ditentukan dengan cepat dan persediaan darah untuk tranfusi
harus cukup, begitu pula antibiotik.

BAB III

ANALISA KASUS

A. DIAGNOSA
Dasar diagnosis kasus kehamilahn ektopik terganggu didapatkan dari
autoanamnesis yaitu :
1. Seorang wanita 20 tahun, G1P0A0

22
2. Hamil 5-6 minggu
3. Mengeluh nyeri perut yang hebat pada perut bagian bawah

B. ANALISA KASUS TERHADAP TINJAUAN PUSTAKA


Dasar diagnosis kehamilan ektopik terganggu :

No. Dasar Diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu Kasus


1. Amenorea +
2. Kehamilan positif +
3. Usia kehamilan 6-8 minggu +
4. Keluhan nyeri perut +
5. Spotting +
6. Tanda syok hipovolemik :
- Hipotensi -
- Takikardi -
- Pucat dan anemis +
- Akral dingin -
7. Nyeri tekan dan nyeri lepas abdomen + (sebelah kiri)
8. Uterus membesar -
9. Nyeri goyang serviks dan porsio +
10. Kanan/kiri uterus : nyeri pada perabaan + (kiri)
11. Cavum doughlass menonjol dan terdapat nyeri tekan +
12. Hemoglobin menurun dari kadar normal + (8.3 mg/dL)

C. PENATALAKSANAAN
1. Infus, cross-match, sedia darah.
2. Pasang DC
3. EKG
4. Rencana laparatomi a.i kehamilan ektopik terganggu
5. Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
6. Cek laboratorium darah rutin berulang

D. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam ad bonam
Tidak ada gejala atau tanda yang mengarah pada ancaman kematian. Keadaan umum,
kesadaran, dan tanda vital pasien masih dalam batas normal.
2. Quo ad functionam ad bonam
Kehamilan ektopik terganggu bila diobati dan ditangani dengan benar akan sembuh,
namun akan menyebabkan akut abdomen apabila tidak diobati.

23
BAB IV
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN KASUS
Berdasarkan analisa kasus, maka dapat ditegakkan diagnosis kehamilan ektopik
terganggu atas dasar manifestasi klinis :
1. Wanita 20 tahun
2. G1P0A0, hamil 5-6 minggu
3. Keluhan nyeri perut
4. Pada status generalis ditemukan konjungtiva anemis
5. Pada status obstetri ditemukan nyeri tekan abdomen, nyeri goyang porsio, nyeri
tekan uterus kiri, cavum doughlass menonjol dan nyeri bila ditekan
6. Tes kehamilan positif
7. Interpretasi USG menujukkan kehamilan ekstrauterin, kantong kehamilan terisi,
dsengan free fluid positif
8. Kesan kehamilan ektopik terganggu

B. KESIMPULAN TINJAUAN PUSTAKA


1. Kehamilan ektopik adalah setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri.
Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian
maternal selama kehamilan trimester pertama.
2. Tempat tersering mengalami implantasi ekstrauteri adalah pada tuba Falopii (95%).
Secara endokrinologis tuba dipengaruhi hormon steroid ovarium, yaitu yang paling
menonjol adalah estradiol (E2) dan progesteron (P4). Hormon steroid ovarium ini
mempengaruhi otot-otot polos tuba melalui perubahan-perubahan pada aktivitas
adrenergik, perubahan dalam sintesis prostaglandin, dan pengaruh langsung pada
myosalping.

24
3. Saat ini telah dikembangkan pemeriksaan kehamilan yang sensitif dalam
mendiagnosis kehamilan ektopik. Ada tiga hormon protein yang dapat dipakai untuk
mendeteksi suatu kehamilan dan dapat dipakai dalam mendiagnosis suatu kehamilan
ektopik. Dalam hal ini sensitivitas menjadi satu hal yang lebih diperhatikan karena
jaringan trofobalstik yang ektopik diketahui mensekresikan sedikit hCG.
Pengembangan selanjutnya lebih ditujukan pada pendeteksian kadar hCG baik dalam
urin atau serum. Beberapa teknik pemeriksaan kehamilan yang telah berkembang
adalah bioassay, metoda imunologi, RIA, RRA, dan ELISA. Kombinasi pemeriksaan
kehamilan dengan ultrasonografi memberikan nilai diagnostik yang tinggi sehingga
diagnosis suatu kehamilan ektopik dapat cepaat ditegakkan.
4. Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan USG transvaginal
memudahkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara dini. Dengan
diagnosis dini tersebut maka penatalaksanaan kehamilan ektopik telah bergeser dari
mengurangi mortalitas menjadi mengurangi morbiditas dan mempertahankan
fertilitas. Diagnosis dini ini memungkinkan kita melakukan penatalaksanaan
ekspektatif atau pembedahan konservatif pada pasien dengan kehamilan ektopik
yang belum terganggu. Dalam hal ini kemoterapi dengan methotrexate menjadi
pilihan terapi untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.

DAFTAR PUSTAKA

25
Cunningham, Gary. F. 2010. Williams Obstetry. Edisi 23 Cetakan Pertama. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Eeden, S., 2005. Ectopic Pregnancy Rate and Treatment Utilization in a Large Managed
Care Organization. California 1997-2000. Jurnal Obstetrics and Gynecology, vol
105, hal 1052-1057.
Wiknjosastro, H., 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat Cetakan Ketiga, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.
Wiknjosastro, H., 2011. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, Jakarta.

26

Anda mungkin juga menyukai