KATARAK
Disusun oleh :
Fitri Annisah 1102014105
Pembimbing :
Kolonel (Purn) dr. Dasril Dahar Sp.M
Kepaniteraan Klinik
Jakarta Timur
2018
BAB I
1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Y
Usia : 54 Tahun
Agama : Islam
Keluhan Utama : Mata kiri tidak dapat melihat sejak 1 minggu SMRS
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum memberikan obat sejak keluhan muncul
2
Riwayat trauma :
Riwayat trauma, terkena benda asing, atau bahan kimia pada mata disangkal oleh pasien.
Status generalis:
Keadaan umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 72 x/ mnt
Respirasi : 20 x/ mnt
Suhu : 36,7 ºC
STATUS OFTALMOLOGIS
3
Keruh Keruh
Lensa
Shadow test (+) Shadow test (-)
Pemeriksaan slitlamp
Cilia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Konjungtiva Injeksi (-) Injeksi (-)
Kornea Jernih Jernih
Coa Darah (-) pus (-) Darah (-) pus (-)
Iris Warna coklat,kripta iris Warna coklat, kripta iris normal
normal
Lensa Keruh Keruh (Seperti Mutiara)
Pemeriksaan subyektif
Pemeriksaan OD OS
Visus Jauh 6/12 1/300
Refraksi - -
Koreksi S +1,00 6/6 Tidak Terkoreksi
Visus dekat - -
Proyeksi sinar Baik Baik
Persepsi warna Baik Tidak dapat dinilai
PALPASI
Nyeri tekan Tidak Ada Tidak Ada
Massa tumor Tidak Ada Tidak Ada
Tensi okuli (digital) N+0/P N+0/P
Tonometer Schiotz 15.7 mmHg 15.7 mmHg
4
IV. RESUME
Serorang Perempuan 54 Tahun datang dengan keluhan mata sebelah kiri tidak
melihat sejak satu minggu SMRS. Awalnya pasien mulai merasakan mata kirinya
buram sejak 3 bulan SMRS. Pasien merasa seperti ada awan yang menghalangi
mata kirinya. Mata kirinya dirasa semakin lama semakin buram hingga akhirnya
tidak melihat 1 minggu SMRS. Mata kanan pasien terasa buram sejak 1 minggu
SMRS. Mata kanannya dirasakan berkabut menurut pasien.
Dari status oftalmologis didapatkan :
OD OS
V. DIAGNOSA KERJA
OD Katarak Senilis Imatur
OS Katarak Senilis Matur
VI. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa:
- Modifikasi gaya hidup dengan mengurangi faktor risiko, diet dan olahraga teratur.
Tindakan operasi :
5
VII. PROGNOSIS
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI LENSA
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah (avaskular),
tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang memiliki fungsi untuk
mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi.. Ke depan
berhubungan dengan cairan bilik mata, ke belakang berhubungan dengan badan kaca.
Digantung oleh Zunula zinii (Ligamentum suspensorium lentis), yang
menghubungkannya dengan korpus siliaris. Permukaan posterior lebih cembung daripada
permukaan anterior. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran
yang sempermiabel, yang akan memperoleh air dan elektrolit untuk masuk.3,7,8
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus
diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik.
Nukleus dan korteks terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung ke ujung
berbentuk ( Y ) bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak di anterior dan terbalik
di posterior. Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamen yang dikenal zonula zinii, yang
tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam ekuator
lensa.3,7,8
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara jaringan-
jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam jaringan tubuh
lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada dikebanyakan jaringan lain.
Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak
ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.3,7,8
Gambar 2. (http://duniamata.blogspot.com/2010/05/struktur-lainnya-lensa-
kristalina.html&usg)
7
B. FISIOLOGI LENSA
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. UNtuk
memfokuskan cahaya datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat
zonula zinii dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang
terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel
akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris
berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya.
Kerjasama fisiologis antar zonula, korpus siliaris, dan lensa untuk memfokuskan benda
dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi.2,7
Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagaian posterior lebih konveks. Proses
sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung
perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat, dimana nukleus
menjadi besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa lebih besar, lebih
gepeng, warnanya kekuningan, kurang jernih dan tampak seperti “ gray reflek “ atau
“senil reflek”, yang sering disangka katarak. Karna proses sklerosis ini lensa menjadi
kurang elastis dan daya akomodasinya berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, dimana
pada orang Indonesia dimulai pada usia 40 tahun.2,7
C. PEMERIKSAAN LENSA
Pemeriksaan yang dilakukan pada enyakit lensa adalah pemeriksaan tajam
penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slit lamp, oftalmoskop, penlight, loop,
sebaiknya dengan pupil dilatasi.8
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur
HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk
aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase adalah enzim yang
merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fruktosa oleh enzim
sorbitol dehidrogenase.7
8
I. DEFINISI
Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering dijumpai pada
orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh dunia. Penuaan
merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga factor lain yang
mungkin terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik (mis; diabetes), merokok,
dan herediter. Kata katarak berasal dari Yunani “katarraktes” yang berarti air terjun.
Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang
keruh. Katarak sendiri sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi,
denaturasi protein, dan proses penuaan.sehingga memberikan gambaran area berawan
atau putih.3,8
Gambar 3. (http://medicastore.com/images/katarak2.jpg&imgrefurl)
Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi secara
instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita terganggu
secara tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular dari satu mata
ke mata yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara bersamaan.3,8
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasen mungkin
meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan pembedahan maka
pengangkatan lensa akan memperbaii ketajaman penglihtan pada > 90% kasus.sisanya
mungkin mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius
misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang menghambat pemulihan daya
pandang.3,8
II. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60
tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa.
9
Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak
kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-
laki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan
akibat katarak.5
Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, dan
trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak.8
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak
kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika hamil,
atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan
metabolik lainnya seperti diabetes mellitus.3
IV. PATOFISIOLOGI
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan siliar ke
sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke
retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air
ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya
usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.3,8
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang berada
di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan dari lensa. Air yang
banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan
kekeruhan lensa.6
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen terus
bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin lama serabut
tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.6
b. Mulai presbiopiac
10
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah proteinnukelus
lensa, sedang warna coklat protein lensa nucleusmengandung histidin dan
triptofan disbanding normal
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan kimia
dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan pada serabut
halus multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa,
misalnya menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa
menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan penghambatan
jalannya cahaya ke retina.8
11
V. KLASIFIKASI
Polar Morgagni
KATARAK SENILIS
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis antara lain:3
1. Herediter
2. Radiasi sinar UV
3. Faktor makanan
4. Krisis dehidrasional
5. Merokok
2. Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin α dan β
adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat shock protein berguna untuk
menjaga keadaan normal dan mempertahankan molekul protein agar tetap inaktif sehingga
lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat lagi mensintesis kristalin untuk
menggantikan kristalin yang rusak, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan
lensa.6,8
12
Mekanisme terjadi kekeruhan lensa pada katarak
senilis yaitu:
- Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi dengan adanya area yang
jernih diantaranya. Kekeruhan dapat dimulai dari ekuator ke arah sentral
(kuneiform) atau dapat dimulai dari sentral (kupuliform). 3,5
- Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian lensa. Volume lensa
dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik, bahan lensa yang
degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma sekunder.3 ,5
- Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian lensa. Deposisi ion
Ca dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada derajat maturasi ini. Bila terus
berlanjut, dapat menyebabkan kalsifikasi lensa.3,5
- Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah mencair. Cairan
keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa menjadi mengerut.3,5
- Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus lensa menggenang
bebas di dalam kantung kapsul. Pengeretuan dapat berjalan terus dan menyebabkan
hubungan dengan zonula Zinii menjadi longgar.3,5
13
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Shadow test - + - Pseudops
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma
Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan lensa menjadi keras
dan kehilangan daya akomodasi.
Maturasi pada katarak senilis nuklear terjadi melalui proses sklerotik, dimana lensa
kehilangan daya elastisitas dan keras, yang mengakibatkan menurunnya kemampuan
akomodasi lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya yang melewati lensa mata. Maturasi
dimulai dari sentral menuju perifer. Perubahan warna terjadi akibat adanya deposit
pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus berwarna coklat (katarak brunesens) atau
hitam (katarak nigra) akibat deposit pigmen dan jarang berwarna merah (katarak
rubra).5,6
Gambar 10. (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara
progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung
pada jenis dari katarak yang diderita pasien.3,5
14
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.
4. Diagnosa
Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-
penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.6,8
15
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi dapat
juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan. Ketebalan
kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat dengan teliti
sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular
juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata
sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test
dilakukan untuk menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan
ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus
dinilai.8
5. Diagnosis Banding
6. Tatalaksana
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Bergantung pada
integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract
ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE).8
Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus,medis, dan
kosmetik.8
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap
individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas
sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa
matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma
imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan
pada retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi
katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh
pupil yang hitam.
Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi
katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi, SICS.
16
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh
lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari mata
melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya
pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak
sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer.ICCE tidak
boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang
masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.3,6,8
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek
lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak
muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular posterior,
perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan
bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata
sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina,
mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada
saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat
timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.3,6,8
3. Phacoemulsification
17
pada kasus glaukoma fakolitik dan dapat dikombinasikan dengan operasi
trabekulektomi.6
KOMPLIKASI
A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan
akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki
keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau
gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk
mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical
preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
18
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep
antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.
B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama
insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi
akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat
ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps iris,
keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.
19
PROGNOSIS
Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat memperbaiki ketajaman
penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan prognosis penglihatan untuk pasien anak-
anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis.
Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat
pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman
pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik
pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat.4
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc Graw-Hill;
2007.
2. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B. Saunders
Company ; 2006.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China: Elsevier :
2011. (e-book)
5. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, tanggal 08 Februari 2014.
6. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol. 2011.
7. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar Anatomi
dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
8. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika, 2000.
21