Ruptur Kornea
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Oleh:
Ragil Septianajati
30101700145
Pembimbing:
A. ANAMNESA
Autoanamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Selasa, 6
September 2022 di Poli Mata RSUD Dr. R. Soedjati Purwodadi
Keluhan Utama
Mata kiri penglihatan kabur
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36⁰C
2. Status Ophthalmicus
C. RESUME
Anamnesis
Keluhan Utama
Mata Kanan Merah
Riwayat Penyakit Sekarang
Mata kanan merah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Mata merah
terlihat memenuhi sisi temporal mata kanan. Pandangan kabur dan rasa penuh pada
mata kanan. Kelopak mata kanan atas dan bawah bengkak kemerahan disertai nyeri
saat ditekan. Pusing dirasakan hilang timbul. Saat melirik ke atas dirasa nyeri pada
mata kanan. Pasien telah melakukan kompres dingin pada mata kanan dan periksa
ke puskesmas, namun keluhan belum membaik.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
Riwayat Penyakit Keluarga
-
Riwayat Social Ekonomi
Biaya pengobatan umum dengan kesan ekonomi cukup.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan visus didapatkan OD 0,9 dan OS 1,0. Pemeriksaan fisik didapatkan
palpebra superior mata kanan edema, hematoma, spasme serta nyeri tekan. Pada
palpebra inferior mata kanan didapatkan edema, hematoma, serta nyeri tekan. Pada
konjungtiva didapatkan kemosis dan hematoma subkonjungtiva homogen batas tegas di
sisi temporal mata kanan. Mata kiri tenang tidak terdapat keluhan.
D. DIAGNOSA
1) Diagnose Kerja : Conjunctival Haemorrhage
2) Diagnosa Banding :
- Conjunctival Haemorrhage
- Subkonjungtival Haemorrhage ec Hipertensi
- Konjungtivitis
- Keratitis
- Uveitis
- Glaucoma akut
E. TATALAKSANA
A. Medikamentosa
Cendo Polynel 1 tetes/4 jam mata kanan
B. Non medikamentosa
Kompres dingin
Kontrol 1 minggu
G. PROGNOSIS
TINJAUAN PUSTAKA
Vaskularisasi konjungtiva berasal dari dua sumber, yaitu arteri palpebralis dan
arteri siliaris anterior. Pleksus post tarsal dari palpebra, yang diperdarahi oleh arkade
marginal dan perifer dari palpebra superior akan memperdarahi konjungtiva
palpebralis. Arteri yang berasal dari arkade marginal palpebra akan melewati tarsus,
mencapai ruang subkonjungtiva pada daerah sulkus subtarsal membentuk pembuluh
darah marginal dan tarsal. Pembuluh darah dari arkade perifer palpebra akan
menembus otot Muller dan memperdarahi sebagian besar konjungtiva forniks. Arkade
ini akan memberikan cabang desenden untuk menyuplai konjungtiva tarsal dan juga
akan mengadakan anastomose dengan pembuluh darah dari arkade marginal serta
cabang asenden yang melalui forniks superior dan inferior untuk kemudian
melanjutkan diri ke konjungtiva bulbi sebagai arteri konjungtiva posterior. Suplai dari
arteri siliaris anterior berjalan sepanjang tendon otot rektus dan mempercabangkan
sebagai arteri konjungtiva anterior tepat sebelum menembus bola mata. Arteri ini
mengirim cabangnya ke pleksus perikorneal dan ke daerah konjungtiva bulbi sekitar
limbus. Pada daerah ini, terjadi anastomose antara pembuluh darah konjungtiva
anterior dengan cabang terminal dari pembuluh darah konjungtiva posterior (Snell &
Lemp)
II. Definisi
.Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh
darah rapuh (umur, hipertensi, arteriosclerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia,
pemakaian antikoagulan, dan batuk rejan). Perdarahan subkonjungtiva dapat juga
terjadi akibat trauma langsung atau tidak langsung, yang kadang-kadang menutupi
perforasi jaringan bola mata yang terjadi. Pada fraktur basis kranii akan terlihat
hematoma kacamata karena berbentuk kacamata yang berwarna biru pada kedua mata
(Sidarta, 2006).
IV. Klasifikasi
Perdarahan subkonjungtiva berdasarkan mekanismenya, dibagi menjadi dua,
yaitu perdarahan subkonjungtiva tipe spontan dan traumatik. Perdarahan tipe spontan
diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan
mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh
adalah umur, hipertensi, arterosklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian
antikoagulan dan batuk rejan. Pada perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik,
didapatkan anamnesis bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata langsung
atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan yang terjadi
kadang – kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi (Sidarta, 2006).
V. Gejala Klinis
Kelainan dapat terjadi spontan, biasanya hanya pada satu mata, pada setiap
kelompok umur. Kemunculannya mendadak dan tampilan merah terang sering kali
mengkhawatirkan pasien. Perdarahan disebabkan oleh pecahnya pembuluh-pembuluh
kecil konjungtiva, kadang-kadang didahului oleh serangan batuk atau bersin yang
hebat (Ferrer , Schwab, & Shetlar, 2009).
VI. Diagnosis
Diagnosis Klinis penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan pada kasus perdarahan
subkonjungtiva. Anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan adanya darah
pada sklera atau mata berwarna merah terang (tipis) atau merah tua (tebal). Sebagian
besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan
subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera. Perdarahan akan terlihat
meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan berkurang perlahan
ukurannya karena diabsorpsi (IDI, 2014).
Pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien adalah pemeriksaan status
generalis dan pemeriksaan oftalmologi. Pemeriksaan oftalmologi akan didapatkan
sebagai berikut:
Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau
merah tua (tebal).
Pemeriksaan tajam penglihatan umumnya 6/6, jika visus <6/6 maka dicurigai
terjadi kerusakan selain di konjungtiva.
Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada setiap penderita dengan perdarahan
subkonjungtiva akibat trauma (IDI, 2014).
VII. Tatalaksana
Terapi paling baik adalah menenangkan diri pasien. Perdarahan
subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati.
Pengobatan lain dilakukan terhadap penyakit yang mendasari bila ada (IDI, 2014).
Kadang-kadang perdarahan ini bersifat bilateral atau kambuhan; kemungkinan adanya
diskrasia darah harus disingkirkan terlebih dahulu (Ferrer , Schwab, & Shetlar, 2009).
Edukasi Memberitahu keluarga bahwa: tidak perlu khawatir karena perdarahan
akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama, namun setelah itu ukuran akan berkurang
perlahan karena diabsorpsi. Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi
dengan angka terjadinya perdarahan subkonjungtiva sehingga diperlukan
pengontrolan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi. Kriteria rujukan adalah
ketika perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika
ditemukan penurunan visus (IDI, 2014).
VIII. Prognosis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad sanationam : Bonam (IDI, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Drake, R. L., Vogl, A., & Mitchell, A. (2012). Gray's Basic Anatomy. Philadelphia: Elsevier
Churchill Livingstone.
Ferrer , F., Schwab, I., & Shetlar, D. (2009). Konjungtiva. Dalam P. R. Eva, & J. Witcher,
Vaughan & Asbury General Ophthalmology (hal. 97-124). Jakarta: McGraw-Hi11
Education (Asia) and EGC Medical publisher.
IDI. (2014). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Sidarta, I. (2006). Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI.
Snell, R., & Lemp, M. (t.thn.). The Ocular Appendages in: Clinical Anatomy of The Eye. 2nd
Edition. Blackwell Science.