Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Limfoma merupakan suatu keganasan yang berasal dari transformasi sel pada
kelenjar limfoid. Limfoma terutama mengenai kelenjar limfoid, limpa, dan jaringan
non hemopoetik lainnya. Limfoma orbita dapat ditemukan 10% dari semua tipe
limfoma, 5-8% dari semua limfoma ekstranodular dan hanya 1% dari semua limfoma
primer non-Hodgkin (LNH). Limfoma orbita primer adalah tipe dari LNH yang
muncul secara spontan di konjungtiva, kelenjar lakrimal, palpebra dan otot-otot
ekstraokular. Margo dan Mulla rnelaporkan bahwa lebih dari 300 malignansi orbita,
55% merupakan limfoma yang melibatkan orbita. Sekitar 75% pasien dengan
limfoma orbita akan mengalami keterlibatan sistemik.1,2,3
Lebih dari 95% kasus limfoma orbita berasal dari sel-B, dan 80% merupakan
limfoma low grade. Jenis yang paling umum dari limfoma orbita primer adalah jenis
extranodular marginal zone lymphoma (ENMZL) mucosa-associated lymphoid tissue
(MALT) sekitar 35-80%, diikuti oleh follicular lymphoma 20%, diffuse large B-cell
lymphoma 8%, dan jenis yang jarang yaitu mantle cell lymphoma, small lymphocytic
lymphoma, and lymphoplasmacytic lymphoma.4,5
Limfoma diklasifikasikan berdasarkan histologi, morfologi, imunofenotip dan
genotip oleh U.S. National Cancer Institute Working Formulation of Non-Hodgkin’s
Lymphomas World Health Organization (WHO). Staging limfoma berdasarkan organ
yang terlibat oleh Ann Arbor System. Evaluasi awal pasien dengan limfoma orbita
memerlukan pemeriksaan oftalmologis yang teliti dan sampling jaringan yang
adekuat untuk diagnosis histopatologik. Penilaian lanjut staging yang akurat dan
perencanaan terapi termasuk anamnesis yang lengkap, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, pencitraan radiografik, dan biopsi sum-sum tulang.
Berbagai modalitas terapi konvensional dapat diterapkan untuk limfoma orbita,
termasuk agen tunggal atau kombinasi regimen kemoterapi, radioterapi, dan antibodi
anti-CD20 monoklonal atau imunoterapi interferon. Diagnosis dan penatalaksanaan
yang tepat pada pasien dengan limfoma orbita dapat meningkatkan angka harapan

1
hidup pasien.3,4,5,6 Laporan kasus ini akan membahas mengenai diagnosis dan
penatalaksanaan pada limfoma orbita.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki, umur 65 tahun, datang ke poliklinik mata RS M


Djamil Padang pada tanggal 3 Oktober 2016 dengan :
Subyektif

Keluhan Utama :

Kelopak atas mata kanan bengkak sejak 2 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit sekarang :

 Bengkak yang semakin membesar pada kelopak mata kanan atas sejak 1
bulan yang lalu. Awalnya benjolan sebesar kacang sejak 2 bulan yang
lalu, namun lama kelamaan benjolan bertambah besar sehingga kelopak
mata sulit dibuka, benjolan tidak terasa sakit, tidak berwarna kemerahan,
dan warna sama dengan kulit sekitarnya .
 Tampak merah dan bengkak pada selaput putih mata sejak 2 bulan yang
lalu
 Bola mata tampak menonjol sejak 1 bulan yang lalu
 Keluhan penglihatan mata kabur (-), penglihatan ganda (-).
 Riwayat trauma sebelumnya disangkal
 Riwayat operasi katarak pada kedua mata sejak 2 tahun yang lalu (-)
 Penurunan berat badan ada, dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu.
Tetapi pasien tidak tahu berapa penurunan berat badannya
 Penurunan nafsu makan ada sejak 1 bulan yang lalu, makan hanya
setengah dari porsi biasa.
 Demam ada sejak 1 bulan yang lalu, demam tidak tinggi, tidak menggigil
dan tidak berkeringat banyak
 Riwayat berkeringat banyak malam hari tidak ada

3
 Benjolan dibawah ketiak, leher,perut dan sela paha tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat terpapar radiasi tidak ada.
 Riwayat sakit keganasan sebelumnya tidak ada.
 Riwayat sakit tekanan darah tinggi tidak ada.
 Riwayat sakit gula (Diabetes melitus) tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga:


 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit keganasan.

Obyektif

Pemeriksaan Fisik

KU : sedang TD 110/70 mmHg Nadi 86 x/menit Pernafasan 18 x/menit


Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening regio colli,
axilla dan inguinal.

4
Status Oftalmologi

Status Oftalmologi OD OS
Visus 20/200 20/50 ph 20/30
Palpebra Edema (+), massa di palpebra superior Edema (-)
ukuran  30x20x20 mm, permukaan
tidak rata, kenyal padat, batas tidak
tegas, terfiksir, nyeri tekan (-).
Konjungtiva Khemosis, salmon patch Hiperemis (-)
appearance (+)
Kornea Bening Bening
COA Cukup dalam Cukup dalam
Iris Coklat Coklat, rugae (+)
Pupil Relatif bulat, rf +/+, Ø 2-3 mm Bulat, rf +/+, Ø 2-3 mm
Lensa IOL (PC) IOL (PC)
TIO Sulit dinilai N(P)
Funduskopi
Media Bening Bening
Papil Bulat, batas tegas, c/d 0.3-0.4 Bulat, batas tegas, c/d 0.3-0.4
Pembuluh darah aa: vv = 2:3 aa: vv = 2:3
Retina Perdarahan (-), eksudat (-) Perdarahan (-), eksudat (-)
Makula Rf. Fovea (+) Rf. Fovea (+)
Posisi Protusio Ortho
Gerak Terbatas ke segala arah Bebas

5
Diagnosa :

- Tumor di palpebra dan konyungtiva ocular dextra (OD) et causa susp.


limfoma maligna
- Pseudofakia ODS

Rencana:

 CT scan orbita
 Biopsi palpebra superior OD
 Pemeriksaan laboratorium untuk persiapan biopsi

6
Tanggal /11-10-2016

CT scan Orbita :

Tampak massa isodens di palpebra superior, superoanteromedial dan bulbus okuli


dextra. Massa berbatas tidak tegas, tepi regular, kalsifikasi (-)
Bulbus okuli dextra tampak menonjol (protrusio) ukuran normal, tepi regular, corpus
vitreum normal
Di distal massa, nervus optikus dan musculus rectus medialis tidak menebal
Musculus rectus lateralis baik, tak menebal
Retrobulber tak tampak massa
Foramen optikum tidak melebar
Tak tampak destruksi tulang
Orbita sinistra tak tampak kelainan
Kesan :

Soft tissue mass pada palpebra superior dan periorbita dextra. Suspek limfoma.

7
Hasil Laboratorium

Hb : 12,4g/dl
Leukosit : 9.450/mm3
Trombosit : 292.000/mm3
Hematokrit : 38%
Hitung Jenis : 0/5/1/41/53/0
PT : 10,3 detik
APTT : 40.9 detik

Tanggal 12 Oktober 2016 : Dilakukan biopsi eksisi palpebra OD dalam lokal


anestesi

Laporan Operasi

Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Spooling sakus konjungtiva dengan


betadine encer. Pasang duk lobang steril.
Insisi kulit palpebra ukuran  20 mm, undermine ke posterior
Eksisi massa subkutan ukuran  8x8x3 mm.
Atasi perdarahan dengan kauter.
Jahit mukosa dengan vicryl 6.0
Jahit kulit dengan prolene 6.0
Beri salf mata antibiotika. Tutup perban
Jaringan tumor diperiksakan ke laboratorium PA.

8
13/10-2016/ Follow up 1 hari post operasi

Status Oftalmologi OD OS
Visus 20/200 20/50 ph 20/30
Palpebra Edema (+), massa di palpebra superior Edema (-)
ukuran  30x20x20 mm, permukaan
tidak rata, kenyal padat, batas tidak
tegas, terfiksir, nyeri tekan (-).
Hechting: pus (-), darah (-).
Konjungtiva Khemosis hebat Hiperemis (-)
Kornea Bening Bening
COA Cukup dalam Cukup dalam
Iris Coklat Coklat, rugae (+)
Pupil Relatif bulat, rf +/+, Ø 2-3 mm Bulat, rf +/+, Ø 2-3 mm
Lensa IOL (PC) IOL (PC)
TIO Sulit dinilai N(P)
Funduskopi
Media Bening Bening
Papil Bulat, batas tegas, c/d 0.3-0.4 Bulat, batas tegas, c/d 0.3-0.4
Pembuluh darah aa: vv = 2:3 aa: vv = 2:3
Retina Perdarahan (-), eksudat (-) Perdarahan (-), eksudat (-)
Makula Rf. Fovea (+) Rf. Fovea (+)
Posisi Protusio Ortho
Gerak Terbatas ke segala arah Bebas

9
Diagnosa :

- Post biopsi eksisi palpebra superior OD ec susp. limfoma maligna


- Pseudofakia ODS

Terapi post op:

 Ciprofloxacin 2x500 mg
 Asam mefenamat 3x500 mg
 Kloramfenikol ed 3x OS

10
Follow up 27-10-1016

S/ Bengkak pada kelopak atas mata kanan bertambah besar.

O/

Status Oftalmologi OD OS
Visus Sulit dinilai 20/50ph 20/30
Palpebra Edema (+), massa (+) di palpebra Edema (-)
superior ukuran  50x30x25 mm,
permukaan tidak rata, kenyal padat,
batas tidak tegas, terfiksir, nyeri tekan
(-). Hechting: pus (-), darah (-).

Konjungtiva Khemosis hebat Hiperemis (-)


Kornea Sulit dinilai Bening
COA Sulit dinilai Cukup dalam
Iris Sulit dinilai Coklat, rugae (+)
Pupil Sulit dinilai Bulat, rf +, Ø 3 mm
Lensa Sulit dinilai IOL (PC)
TIO Sulit dinilai N(P)
Posisi Protusio Ortho
Gerak Sulit dinilai Bebas

11
Assesment/

Diagnosa :

- Protusio bulbi OD ec Susp. Limfoma maligna OD


- Pseudofakia ODS

Rencana : Aff hechting palpebra superior OD

Terapi : Kloramfenikol eo 3xOD

Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi tanggal 27-10-2016:

Hasil Biopsi :
Makroskopik : sepotong jaringan putih kecoklatan 0,7 x 0,5 x 0,3 cm penampang
putih kecoklatan kenyal padat
Mikroskopik : Tampak potongan jaringan yang terdiri atas proliferasi sel-sel limfoid
dengan ukuran kecil – sedang, inti pleomorfik, sebagian
hiperkromatik, sebagian vesikular, membran inti regular dengan
nukleoli nyata. Sel-sel tersebut tersebat difus dengan kapiler –
kapiler diantaranya
Diagnosa : Lymphoma Maligna Non Hodgkin

Anjuran : Pemeriksaan IHK LCA CD 20

Planning /

Konsul bagian Ilmu Penyakit Dalam subbagian hematologi onkologi medik

12
8 November 2016
Hasil Konsul Bagian Penyakit Dalam Sub Bagian Hemato Onkologi Medik
A/ Limfoma Maligna non Hodgkin Ekstranodular
P/
 Ro” Thorax
 USG Abdomen
 Echocardiografi
 Pemeriksaan labor

9 November 2016

Hasil laboratorium

LED : 22 mm Na : 131mmol/L
Ureum : 33 mg/dl K : 4.2 mmol/L
Kreatinin : 1.0 mg/dl Cl : 90 mmol/L
SGOT : 33u/L LDH : 894 u/L (240-480)
SGPT : 29 u/L

Hasil Ro” Thorax:

 Tidak ditemukan tanda-tanda metastasis


 Susp bronkopneumonia

Hasil USG abdomen:

 Tidak ditemukan tanda-tanda metastasis

Hasil Echocardiografi
 Fungsi sistolik global (LV baik, Ejection Fraction 60%, global normokinetik,
fungsi diastolic LV baik, katup-katub baik, kontraktilitas RV baik

Pasien direncanakan untuk kemoterapi

13
BAB III

DISKUSI

Limfoma non Hodgkin (LNH) adalah suatu keganasan primer jaringan


limfoid yang bersifat padat. LNH sering dijumpai dengan penyakit ekstranodul di
cincin Waldeyer. Limfoma orbita terbagi menjadi limfoma primer yaitu limfoma
yang terisolasi pada orbita, dan limfoma sekunder yaitu metastase dari organ lain.
Limfoma orbita primer adalah LNH yang muncul secara spontan di konjungtiva,
kelenjar lakrimal, palpebra dan otot-otot ekstraokular.7,8
Tabel 1. Limfoma Orbita Primer dan Sekunder3

Limfoma Primer Limfoma Sekunder


Karakteristik Terisolasi, ekstranodul, Menyebar, may appear
manifestasi klinis awal late as part of generalized
timbul pada orbita relapse
Lokasi Unilateral Unilateral
Usia 50-70 tahun 50-70 tahun, mungkin
terjadi pada kelompok usia
muda
Jenis kelamin Laki-laki = perempuan Laki-laki = perempuan
Histologi Low grade, indolent, small Intermediate, high grade
lymphocytic, follicular or
MALT

Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dapat meningkatkan harapan hidup


dari pasien. Diagnosis dapat ditegakkan dengan amanesis dan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan darah lengkap, imaging dengan CT-scan atau MRI dari orbita, dan
biopsi dari massa atau fine needle aspiration biopsy (FNAB). Beberapa kriteria mayor
harus dipertimbangkan pada penilaian awal penyakit untuk menentukan terapi
optimal secara jelas, yaitu : (1) subtipe histopatologik limfoma; (2) perluasan

14
penyakit, di dalam dan di luar regio periokular; (3) faktor prognostik yang
berhubungan dengan penyakit dan pasien; dan (4) dampak limfoma orbita pada mata
dan fungsi visual. Diagnosis banding dari limfoma orbita yaitu lesi jinak
limfoproliferatif, metastasis tumor ke orbita, pseudotumor, adenoma lakrimal,
hemangioma kavernosa, dan limfangioma difus.6,7,8
Limfoma orbita primer dapat muncul mulai dari usia 15 hingga 70 tahun tapi
paling sering ditemukan pada orang dewasa berumur 50 tahun atau lebih. Lokasi asal
lesi tersering adalah orbita (40%), diikuti konyungtiva (35%-40%), kelenjar lakrimal
(10-15%) dan palpebra (10%). Perkiraan keterlibatan beberapa area adneksa berkisar
dari 10% sampai 20%. Limfoma orbita umumnya bersifat unilateral dan hanya 20%
kasus yang bersifat bilateral. Anamnesis pada limfoma didapatkan proptosis yang
muncul secara bertahap, massa tidak nyeri yang dapat teraba pada palpebra dan atau
konjungtiva yang menunjukkan gambaran salmon patch, dan penurunan tajam
penglihatan. Pada pasien ini dari anamnesis didapatkan seorang pasien laki-laki umur
65 tahun dengan keluhan massa pada kelopak mata kanan yang bertambah besar,
tidak nyeri, penonjolan bola mata, dan bengkak pada selaput putih mata.6,9,10,11

Gambar 1. Salmon patch appearance1

Pada pasien ini dari status generalis tidak didapatkan didapatkan pembesaran
kelenjar limfa dan pemeriksaan status oftalmologis didapatkan massa pada palpebra
superior yang tidak nyeri, disertai bengkak pada selaput putih mata berwarna merah
muda, dengan batas tidak tegas, dan tidak terdapat nyeri tekan seperti gambaran

15
salmon patch. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan lactat
dehydrogenase (LDH) yaitu 894 μL.
Pada pemeriksaan penunjang dengan CT scan pada limfoma orbita akan
didapatkan massa dengan batas jelas yang berada disekitar struktur okular, tanpa
adanya erosi dari tulang orbita kecuali pada high grade limfoma. Biasanya
mempunyai densitas yang homogen dapat berada di retro okular, anterior preseptal,
glandula lakrimal, atau meluas ke bagian adneksa. 12,13,14,15 Pemeriksaan CT-scan pada
pasien ini tampak massa isodens di palpebra superior, superoanteromedial dan bulbus
okuli dextra. Massa berbatas tidak tegas, tepi regular, tidak ada kalsifikasi, Bulbus
okuli dextra tampak menonjol dengan ukuran normal, orbita mencurigakan suatu
gambaran limfoma.

Gambar 2. CT Scan Orbita pada pasien limfoma orbita17

Staging dari limfoma orbita berdasarkan Ann Harbor system yaitu stage I
limfoma terbatas pada orbita, stage II limfoma mengenai struktur sekitar seperti
sinus, tonsil, dan hidung. Stage III terdapat lesi pada nodul limfoid pada kedua sisi
dibawah diafragma , dan stage IV terdapat dua atau lebih extranodal yang terkena

16
seperti hati, atau tulang. E diberikan apabila terdapat ekstensi extra nodal, A apabila
tidak terdapat keluhan, dan B apabila terdapat demam, penurunan berat badan drastis,
dan keringat malam dalam waktu 6 bulan. 3,7,12 Pada pasien ini pemeriksaan roentgen
thoraks dan USG abdomen tidak ditemukan tanda-tanda metastasis. Berdasarkan Ann
Harbor System pasien ini termasuk kedalam stage IE, namun diperlukan pemeriksaan
penunjang lain dan berdasarkan histologi dan morfologinya berdasarkan National
Cancer Institute Working Formulation dan WHO.

Tabel 2. The Ann Arbor Staging System untuk limfoma3

Pada pemeriksaan patologi anatomi limfoma akan didapatkan populasi


limfosit yang imatur dan aktif membelah secara difus. Secara histologi, limfoma
orbita ditandai dengan perluasan populasi sel heterogen, terdiri dari centrocyte
seperti, monocytoid, dan sel-sel plasmasitoid, kadang kadang terdapat blast di zona
marginal di sekitar folikel reaktif (Gambar 3A-B). Fitur histopatologis patognomonik

17
berupa "kolonisasi folikel" (infiltrasi sekunder pusat germinal oleh limfosit ganas)
dan pembentukan "lesi limfoepitelial" melalui invasi struktur epitel dengan sarang sel
limfoma MALT (Gambar 3C). "Dutcher bodies," intranuclear pseudoinclusions dari
sitoplasma periodic acid-Schiff–positive eosinophilic, telah diamati pada keganasan
limfoid low grade, terutama dengan diferensiasi plasmasitoid 2,12 Pada pasien ini hasil
dari patologi anatomi menunjukan jaringan yang terdiri atas proliferasi sel-sel limfoid
dengan ukuran kecil – sedang, inti pleomorfik, sebagian hiperkromatik, sebagian
vesikular, membran inti regular dengan nukleoli nyata. Sel-sel tersebut tersebar difus
dengan kapiler-kapiler diantaranya.6,12,16

Gambar 3. Gambaran histologis limfoma orbita . (A) Infiltrasi Difus konjungtiva oleh populasi sel
limfosit kecil padat (hematoxylin dan eosin, pembesaran 100x). (B) Sel-sel Monocytoid dan Russell
body ( hematoxylin dan eosin, pembesaran 1000x). (C) lesi limfoepitelial di lakrimal kelenjar
(hematoxylin dan eosin, pembesaran 500x). (D) sel Centrocyte seperti, sel plasma, dan Dutcher body
di bawah epitel konjungtiva (hematoxylin dan eosin, pembesaran 1000x).18

Berdasarkan National Cancer Institute Working Formulation membagi


limfoma menjadi low grade, intermediate, dan high grade berdasarkan histologi dan
morfologi dari limfoma.

18
Tabel 3. U.S. National Cancer Institute Working Formulation of Non-Hodgkin’s
Lymphomas3
Low-Grade Lymphomas  Small lymphocytic
 Follicular, predominantly small cleaved cell
 Follicular, mixed, small cleaved cell and large cell
Intermediate-Grade  Follicular, predominantly large cell
Lymphomas  Diffuse, mixed, small and large cell
 Diffuse,large cell (cleaved and noncleaved)
High-Grade Lymphomas  Diffuse large cell, immunoblastic
 Lymphoblastic (convoluted and non-convoluted)
 Small noncleaved cell (Burkitt’s and
non-Burkitt’s)

Tabel 3 . Klasifikasi WHO dari limfoma non Hodgkin.3


B-cell • Precursor B-cell lymphoblastic leukemia/lymphomaa
neoplasms • Peripheral B-cell neoplasms:
– Chronic lymphocytic leukemia/small lymphocytic lymphomab
– Diffuse large B-cell lymphomac (the most common NHL)
– Follicular lymphomab (the most common indolent B-cell NHL)
– Marginal zone lymphomas of MALTb
– Mantle cell lymphomac
– Burkitt’s lymphomaa
T-cell • Precursor T-cell neoplasm
lymphomas • Peripheral T-cell neoplasms:
– Mycosis fungoidesb/Sézary syndrome
a Highly aggressive.
b Indolent.
c Aggressive.
MALT = mucosa-associated lymphoid tissue; NHL = non-Hodgkin’s
lymphoma; WHO = World Health Organization.

19
Penatalaksanaan dari limfoma orbita terdiri dari 4 pilihan, yaitu terapi
pembedahan, radioterapi, kemoterapi, dan imunoterapi. Tindakan pembedahan pada
limfoma orbita dapat menjadi alat diagnostik dan terapeutik. Biopsi memegang
peranan penting dalam diagnosis dari orbital limfoma namun terapi pembedahan
sebagai terapi utama tidak disarankan, karena dapat menyebabkan relaps dari
penyakit ini lebih lanjut, keadaan ini disebabkan oleh lokasi tumor yang membuat
terapi pembedahan sulit untuk mengeksisi tumor secara komplit dan menjaga estetika
dan fungsi dari okular. Pemilihan tempat biopsi dipengaruhi oleh lokasi, tipe, dan
ekstensi dari lesi.1,2,6Pada pasien ini dilakukan pembedahan sebagai diagnostik yaitu
dengan biopsi pada palpebra superior dan pemeriksaan patologi anatomi.
Radioterapi merupakan terapi yang paling sering dan banyak digunakan
karena limfoma orbita biasanya terlokalisasi. Dosis radioterapi yang digunakan
bergantung pada grade dari limfoma itu sendiri. Dosis radioterapi biasanya berkisar
antara 25 – 35 Gy pada low grade limfoma, dan 30 – 40 Gy pada high grade
limfoma.17,18,19

Kemoterapi biasanya diindikasikan untuk limfoma orbita subtipe histologis


yang lebih agresif dengan potensi keterlibatan sistemik dan metastasis jauh. Limfoma
indolen sangat sensitif terhadap kemoterapi agen tunggal dan kombinasi .Terapi agen
tunggal dilakukan dengan agen alkylating seperti cyclophosphamide. Untuk limfoma
intermediate- high grade, kemoterapi kombinasi awal biasanya dengan doxorubicin
kombinasi rejimen seperti siklofosfamid, doxorubicin, vincristine, dan prednison
(CHOP) atau siklofosfamid, vincristine, doxorubicin, dan deksametason (CVAD).
Efek samping kemoterapi yang paling umum adalah mielosupresi, anemia, infeksi,
dan perdarahan. Gagal jantung kongestif sekunder, penurunan fungsi ventrikel kiri
adalah toksisitas yang signifikan lain rejimen tersebut.3,6,7

Kemoterapi juga menunjukkan respon yang baik terhadap pasien limfoma


orbita primer stadium awal. Bhattacharyya dkk juga menperlihatkan respon yang
bagus dengan memberikan rejimen CHOP 6 siklus pada kasus limfoma orbita primer
dengan gambaran histologi diffuse non hodgkin’s lymphoma. Pada pasien ini

20
didapatkan berkurangnya proptosis, dan tidak berkembangnya gejala yang muncul
selama pengobatan.11Antunica dkk (2007) melakukan pengobatan kemoterapi dengan
rejimen CHOP terhadap pasien limfoma orbita primer dengan gambaran histologis
diffuse small cell lymphoma, didapatkan hasil respon klinis yang baik setelah 12
siklus terapi.20Essadi juga melaporkan keberhasilan kombinasi kemoterapi dan
imunoterapi setelah pemberian 6 siklus regimen rituxizumab, siklofosfamid,
doxorubicine, vincristine, dan prednison (R-CHOP) pada limfoma orbita stadium
awal.21

21
BAB IV

KESIMPULAN

1. Diagnosis limfoma orbita dapat ditegakkan dengan amanesis dan pemeriksaan


fisik, pemeriksaan darah lengkap, rontgen thorax, CT-scan atau MRI dari
orbita, aspirasi dari sumsum tulang belakang, dan biopsi dari massa atau
FNAB
2. Anamnesis dari pasien ini didapatkan berupa benjolan pada kelopak mata dan
selaput putih bola mata yang semakin membesar. Mayoritas pasien limfoma
orbita datang dengan keluhan massa pada konyungtiva yang berwarna merah
muda, proptosis, massa di palpebra atau orbita, penurunan visus, dan diplopia.
3. Pemeriksaan CT Scan orbita didapatkan suatu massa isodens dengan batas
tidak tegas yang berada di sekitar struktur okular, tanpa adanya erosi tulang
orbita, dengan bulbus okuli tampak menonjol, mencurigakan gambaran
limfoma. Pemeriksaan ini bertujuan untuk membantu penilaian lokasi, ukuran,
dan derajat infiltrasi limfoma orbita.
4. Biopsi dilakukan pada pasien ini untuk tindakan diagnostik. FNAB atau
biopsi terbuka pada orbita dan adneksa sangat diperlukan untuk menegakkan
diagnosis pasti dan menegakkan klasifikasi histologis limfoma orbita.
5. Pasien ini direncanakan untuk kemoterapi. Kemoterapi yang diberikan pada
limfoma orbita stadium awal telah menunjukkan keberhasilan pada beberapa
kasus.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Skuta GL, Cantor BL, Weiss JS. Orbital Neoplasms and Malformations. In:
Orbit,Eyelid and Lacrimal System. San Fransisco : American Academy of
Ophthalmology Section 7; 2016-2017: 79-83
2. Decaudin D, de Cremoux P, Salomon AV, Dendale R, Le Rouic LL. Ocular Adnexal
Lymphoma: A Review of Clinicopathologic Features and Treatment Options. Blood
2006; 108: 1451-60
3. Esmaeli B, Faustina M. Orbital Lymphoma. In: Karcioglu (eds). Orbital Tumor
Diagnosis and Treatment. USA: Springer;2005:133-139
4. Ansell S, Andjamesarmitage. Non-Hodgkin Lymphoma: Diagnosis and Treatment.
Mayo Clin Proc. 2005;80(8): 1087-97.
5. Zhou P et all. Orbital Lymphoma. International Journal of Radiation Oncology
2005:63(3):866-871
6. Rahman A. Diagnosis dan Penatalaksanaan Limfoma Orbita. Majalah Kedokteran
Andalas.Vol 37(2).Nov 2014; 31-7
7. Sharma T, , Kamath M, Fekrat, S, Scott T, Ingrid U.. Diagnosis and
Management of Orbital Lymphoma, Opthalmic Pearl. American Academy of
Ophthalmology.2015:37–9
8. Bardenstein DS. Orbital and Adnexal Lymphoma. In:Singh AD (eds). Clinical
Ophthalmic Oncology. Philadelphia: Saunders Elsevier;2007:565-570
9. Essadi et all. Primary non Hodgkin’s Lymphoma of the Orbit: a Case Report.
Medical Case Study 2011:2(2):19-21
10. Nutting CM, Jenkins CD, Norion AJ,Cree I, Rose GE, Plowman PN. Primary
Orbital Lymphoma. The Hemeaol J 2002; 3: 14-6.
11. Bhattacharyya PC, Bhattacaryya AK, Talukdar R. Primary Orbital Lymphoma. JAPI
2003:51:1116-1118
12. Skuta GL, Cantor BL, Weiss JS. Orbit. In:Ophthalmic Pathologic and Intraocular
Tumors. San Fransisco : American Academy of Ophthalmology Section 4; 2016-
2017:238-240
13. Eckardt et al. Orbital Lymphoma: Diagnostic Approach and Treatment Outcome.
World Journal of Surgical Oncology 2013:11(73):1-6

23
14. Das S,Murthy R, Naik M, Honavar SG, Vemuganti G, Reddy VA. Orbital
Lymphoma: Clinical Profile and Treatment Outcomes. AIOC 2009 Proceedings.
Orbit Plastic Surgery Session-I. 403-5
15. Priego G, Majus C, Climent F, lrluntane A. Orbital Lymphoma: imaging features and
differential diagnosis. lnsights lmaging 2012; 3. 337-44.
16. Stevanovic A, Lossos IS. Extranodal Marginal Zone Lymphoma of the Ocular
Adnexa. Blood 2008: 114(3):501-510
17. De Cicco L, Cella L, Liuzzi R, Solla R, Farella A, Punzo G, Tranfa F, Strianese D,
Conson M, Bonavoionta G, Salvatore M, Pacelli R. Radiation Therapy in Primary
Orbital Lyrnphoma: A Single lnstitution Retrospective Analysis. Radiation Oncol
2009;4:60; 1-6.
18. Erak M, Mitric M. Radiotherapy for Orbital Lymphoma. Hematology and Leukemia
2014:2(1)
19. Yadav BS, Sharma SC. Orbital Lyphoma: Role of Radiation. Indian J Ophthalmol
2009:57:91-97
20. Antunica AG et al. Primary Orbital non Hodgkin Lymphoma:Case Report. Acta Clin
Croat 2007: 46:113-116
21. Essadi et all. Primary non Hodgkin’s Lymphoma of the Orbit: a Case Report.
Medical Case Study 2011;2(2):19-21

24

Anda mungkin juga menyukai