Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Glaukoma merupakan sekelompok penyakit dengan karakteristik

neuropati optik yang konsisten dengan adanya penggaungan dan

kerusakan fungsi jaringan saraf dan ikat dari diskus optikus yang akan

berkembang menjadi defek lapangan pandang yang khas dan biasanya

disertai peningkatan tekanan dalam bola mata. Glaukoma dapat

diklasifikasikan menjadi sudut terbuka (Open Angle Glaucoma) dan sudut

tertutup (Angle Closure Glaucoma), maupun primer dan sekunder.1,2

Glaukoma sudut terbuka merupakan jenis glaukoma yang paling

sering ditemui. Sekitar 60-70% kasus glaukoma di Amerika Serikat

merupakan glaukoma sudut terbuka. Di seluruh dunia diperkirakan sekitar

dua juta orang mengalami glaukoma sudut terbuka setiap tahunnya dan

sekitar tiga juta orang mengalami kebutaan pada kedua mata akibat

glaukoma.2-8

Berdasarkan rata-rata, individu usia 70 tahun atau lebih memiliki

risiko 3-4 kali lebih tinggi untuk mengalami POAG (Primary Open Angle

Glaucoma) dibanding individu usia 40-50 tahun. Prevalensi POAG

meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Onset POAG biasanya

tersembunyi, progresivitasnya lambat dan tidak nyeri. Keadaan ini sering

terjadi bilateral namun dapat pula pada satu mata. POAG seringkali tidak

1
2

menunjukkan gejala atau keluhan visual hingga akhirnya menjadi suatu

keadaan yang lanjut. Penglihatan sentral relatif tidak terganggu hingga

baru disadari bila sudah mencapai fase lanjut dan terjadi defek lapangan

pandang. Kebutaan dapat terjadi bila tidak dilakkan diagnosis dan terapi

dengan baik.9-13

Diagnosa POAG sendiri ditegakkan dengan penilaian papil optik

dan defek lapangan pandang. Pemeriksaan skrining POAG efektif

dilakukan pada kelompok orang yang berisiko tinggi seperti usia lanjut, ras

tertentu dan riwayat keluarga dengan glaukoma. Pemeriksaan dapat ditiitk

beratkan pada tekanan intraokular dan pemeriksaan status papil saraf

optik.1-7

Penatalaksanaan dengan medikamentosa, laser, dan pembedahan

untuk menurunkan TIO sudah terbukti secara nyata memperlambat

progresivitas dari perkembangan penyakit. Bedah filtrasi atau sering

disebut juga trabekulektomi merupakan tindakan bedah yang umum

dilakukan pada penderita glaukoma. Trabekulektomi dapat menjadi pilihan

dengan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti umur pasien, angka

harapan hidup, tekanan intraokular, derajat kerusakan discus opticus,

progresifitas kerusakan discus opticus, kepatuhan pasien yang rendah

terhadap terapi medikamentosa, gagalnya pengobatan atau akses

pengobatan yang terbatas. Semakin berat derajat kerusakan n. opticus,

semakin rendah target tekanan intraokular yang harus dicapai untuk

mengurangi risiko kebutaan akibat peningkatan tekanan intraokular.


3

Target tekanan intraokular yang rendah dan stabil hanya dapat dicapai

dengan tindakan bedah. 6,7

1.2. Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan

kasus penatalaksanaan glaukoma sudut terbuka primer dengan tindakan

trabekulektomi dan 5-fluorourasil.


BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Identifikasi

Seorang laki-laki, Tn. I, berusia 58 tahun, polisi, alamat di luar kota,

datang ke Poli Mata RSMH pada tanggal 24 Februari 2020 dengan

catatan medis 925077.

2.2. Anamnesis (Autoanamnesis)

Keluhan Utama: Pandangan mata kanan kabur sejak ± 3 bulan yang lalu.

Riwayat Perjalanan Penyakit:

Pasien datang dengan keluhan pandangan mata kanan kabur secara

perlahan sejak ± 3 bulan yang lalu. Keluhan sering menabrak benda

disekitar tidak ada. Keluhan sakit kepala, mata merah, nyeri, mual,

muntah disangkal. Keluhan pandangan seperti dalam terowongan,

penglihatan seperti pelangi, penglihatan ganda disangkal. Pasien berobat

ke dokter spesialis mata di rumah sakit daerah setempat, kemudian

dikatakan terjadi peningkatan tekanan bola mata dan diberikan 3 macam

obat tetes mata (timolol maleate, latanoprost, brinzolamide) untuk

menurunkan tekanan bola mata dan pasien tidak berobat secara teratur.

Sejak ± 1 bulan yang lalu, pasien kembali mengeluh pandangan mata

kanan semakin kabur, kemudian pasien di rujuk ke RSMH Palembang

untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan selanjutnya.

4
Riwayat Penyakit dahulu:

- Riwayat hipertensi disangkal

- Riwayat kencing manis disangkal

- Riwayat memakai kacamata disangkal

- Riwayat trauma sebelumnya disangkal

- Riwayat mata merah berulang disangkal

- Riwayat pemakaian obat steroid dalam jangka waktu lama

disangkal

- Riwayat penyakit yang sama di keluarga disangkal

2.3. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis:

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Kompos mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Pernafasan : 22 x/menit

Temperatur : Afebris

Kepala : Normal, Mata (lihat status oftalmologis)

Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas : Dalam batas normal


Status oftalmologikus (24 Februari 2020):

OD OS
Visus 6/30 ph 6/12 6/12 ph 6/9
BCVA S – 0.75 D → 6/12 BCVA S – 0.5 D → 6/9
TIO 23,8 mmHg 21,9 mmHg
(3 macam obat) (3 macam obat)
KBM Ortoforia

GBM Baik ke segala arah Baik ke segala arah


Palpebra Tenang Tenang

Konjungtiva Tenang Tenang


Kornea Jernih Jernih
BMD VH grade 4, jernih VH grade 4, jernih
Iris Gambaran baik Atropi iris arah jam 6
Pupil Bulat, Sentral, RC (+), Ø 3 mm Bulat, Sentral, RC (+), Ø 3 mm

Lensa Keruh, ST (+), NO1, NC1, C0 IOL (+), sentral


P0
Segmen RFOD (+) RFOS (+)
Posterior
Papil Bulat, batas tegas, warna Bulat, batas tegas, warna
merah normal, c/d:0,8, a/v:2/3, merah normal, c/d:0,5, a/v:2/3,
nasalisasi (+), atropi peripapil nasalisasi (+), atropi peripapil
(+), splinter hemmorhage (-), (-), splinter hemmorhage (-),
bayonett sign (-) bayonett sign (-)
Makula Reflek Fovea (+) N Reflek Fovea (+) N
Retina Kontur pembuluh darah baik Kontur pembuluh darah baik
Hasi Pemeriksaan Gonioskopi

OD Inferior Superior Nasal Temporal

Schwalbe ’s line + + + +

Trabecular meshwork + + + +

Scleral spur + + + +

Iris perifer + + + +

Pigmentasi - - - -

PAS - - - -

Neovaskularisasi - - - -

Kesan: Sudut terbuka OD

OS Inferior Superior Nasal Temporal

Schwalbe ’s line + + + +

Trabecular meshwork + + + +

Scleral spur + + + +

Iris perifer + + + +

Pigmentasi - - - -

PAS - - - -

Neovaskularisasi - - - -

Kesan: Sudut terbuka OS

2.4. Diagnosa

 Advanced glaukoma sudut terbuka primer okuli dekstra

 Katarak senilis imatur okuli dekstra

 Early glaukoma sudut terbuka primer okuli sinistra


 Pseudofakia okuli sinistra

 Miopia simpleks okuli dekstra sinistra

2.5. Diagnosa Banding

 Glaukoma sudut tertutup primer okuli dekstra sinistra

 Advanced glaukoma sudut terbuka sekunder okuli dekstra

2.6. Tatalaksana

- Informed consent

- Timolol maleate 0,5% ED 2x1 tetes ODS

- Latanoprost ED 1x1 tetes ODS

- Brinzolamide ED 3x1 tetes ODS

- Pro Humphrey

- Pro OCT

- Pro foto fundus

- Pro cek laboratorium

- Pro rontgen thorax

- Pro konsul bagian penyakit dalam

- Pro Trabekulektomi + 5FU OD

2.7. Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam OD : Dubia ad malam


Quo ad functionam OS : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam OD: Dubia ad malam

Quo ad sanationam OS : Dubia ad bonam

2.8. Hasil Pemeriksaan Penunjang

1) Hasil laboratorium (tanggal 24 Februari 2020)

 Hemoglobin : 15,4 (13.48-17.40 g/dl)

 Eritrosit : 4.78 (4.40-6.30 x 106/mm3)

 Leukosit : 10.61 (4.73-10.89x 103/mm3)

 Trombosit : 186 (170-396 103/µL)

 Glukosa sewaktu : 97 (< 200 mg/dL)

 Ureum : 28 (16.6-48.5 mg/dL)

 Kreatinin : 1.03 (0.9-1.3 mg/dL)

 Natrium : 140 (135-155 mEq/L)

 Kalium : 5.7 (3.5-5.5 mEq/L)

 Masa perdarahan :2 (1-3 menit)

 Masa pembekuan : 10 (9-15 menit)

 HBsAg : Non Reaktif

2) Rontgen thorax (tanggal 24 Februari 2020)


Kesan : - Tidak tampak kardiomegali.

- Pulmo dalam batas normal.

3) Foto fundus (tanggal 27 Februari 2020)


Kesan OD:

Papil : Bulat, batas tegas warna merah normal, c/d 0,8, a:v 2:3,

nasalisasi (+), atropi peripapil (+), splinter hemmorhage (-),

bayonett sign (-)

Makula : Reflek Fovea (+) normal

Retina : Kontur pembuluh darah baik

Kesan OS:

Papil : Bulat, batas tegas warna merah normal, c/d 0,5, a:v 2:3,

nasalisasi (+), atropi peripapil (-), splinter hemorrhage (-), bayonet

sign (-)

Makula : Reflek Fovea (+) normal

Retina : Kontur pembuluh darah baik

4) Humphrey (24 Februari 2020)


Hasil Pemeriksaan Humphrey Mata Kanan

Kesan : Tunnel vision mata kanan

Hasil Pemeriksaan Humphrey Mata Kiri


Kesan : Tampak defek lapang pandang mata kiri

5) OCT (Alat rusak, tidak dilakukan)

Pasien konsul ke bagian penyakit dalam (25 Februari 2020):

 Cor dan pulmo kompensata

Laporan operasi (28 Februari 2020) :


 Pasien dalam posisi supine

 Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik dengan povidone iodine

10%

 Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril, dilakukan

pemasangan blefarostat

 Dilakukan anestesi lokal dengan injeksi lidokain di subkonjungtiva

 Dilakukan peritomi fornix base dari jam 10 sampai jam 2 secara

tajam dan tumpul sampai terlihat sklera

 Dilakukan pembersihan tenon

 Dilakukan pembuatan flap sklera di arah jam 12 ukuran 3x4 mm

dengan setengah ketebalan sklera

 Diberikan 5-fluorourasil di bawah konjungtiva dan flap sklera,

dibiarkan selama tiga menit

 Setelah itu 5-fluorourasil diangkat dan dibilas dan dikeringkan

 Dilakukan parasintesis untuk menurunkan TIO

 Dilakukan penembusan dari flap ke BMD dengan stab knife

 Dilakukan pembuatan saluran menggunakan puncture sampai

terlihat aliran aquos

 Dilakukan iridektomi perifer di arah jam 12

 Dilakukan penjahitan flap sklera dengan benang nylon 10.0

sebanyak 2 jahitan

 Dilakukan hidrasi melalui parasintesa untuk mengontrol COA

 Dilakukan penjahitan konjungtiva dengan benang vicryl 8.0


 Luka operasi diberi salep kloramfenikol dan ditutup dengan kasa

steril

 Operasi selesai.

Follow Up Post trabekulektomi + 5FU Hari 1

(29 Februari 2020)

OD OS
Visus 6/30 ph 6/12 6/12 ph 6/9
BCVA S – 0.75 D → 6/12 BCVA S – 0.5 D → 6/9
TIO P = N+0 10,9 mmHg
(tanpa obat) (2 macam obat)
KBM Ortoforia

GBM Baik ke segala arah Baik ke segala arah


Palpebra Tenang Tenang

Konjungtiva Subkonjungtiva bleeding (+) di Tenang


superior, tampak jahitan baik,
bleb belum terbentuk
Kornea Jernih Jernih
BMD Terbentuk, sedang VH grade 4, jernih
Iris Iridektomi arah jam 12 Atropi iris arah jam 6
Pupil Bulat, Sentral, RC (+), Ø 3 mm Bulat, Sentral, RC (+), Ø 3 mm

Lensa Keruh, ST (+), NO1, NC1, C0, IOL (+), sentral


P0
Segmen RFOD (+) RFOS (+)
Posterior
Papil Bulat, batas tegas, warna Bulat, batas tegas, warna
merah normal, c/d:0,8, a/v:2/3, merah normal, c/d:0,5, a/v:2/3,
nasalisasi (+), atropi peripapil nasalisasi (+), atropi peripapil
(+), splinter hemmorhage (-), (-), splinter hemmorhage (-),
bayonett sign (-) bayonett sign (-)
Makula Reflek Fovea (+) N Reflek Fovea (+) N
Retina Kontur pembuluh darah baik Kontur pembuluh darah baik

Diagnosa

 Post trabekulektomi + 5FU okuli dekstra a/i advanced glaukoma

sudut terbuka primer okuli dekstra

 Katarak senilis imatur okuli dekstra

 Early glaukoma sudut terbuka primer okuli sinistra

 Pseudofakia okuli sinistra

 Miopia simpleks okuli dekstra sinistra

Tatalaksana

- Levofloxacin ED 6x1 tetes OD

- Prednisolone acetate ED 6x1 tetes OD


- Timolol maleate 0,5% ED 2x1 tetes OS

- Latanoprost ED 1x1 tetes OS

- Cefixime tab 2x100mg

- Paracetamol 3x500mg

- Acc rawat jalan

- Kontrol ulang 1 minggu

Follow Up Post trabekulektomi + 5FU Hari ke- 7

(6 Maret 2020)

OD OS
Visus 6/30 ph 6/12 6/12 ph 6/9
BCVA S – 0.75 D → 6/12 BCVA S – 0.5 D → 6/9
TIO 12.6 mmHg 13,4 mmHg
(tanpa obat) (2 Macam obat)
KBM Ortoforia
GBM Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Palpebra Tenang Tenang

Konjungtiva Hiperemis (+), tampak jahitan Tenang


baik, bleb terbentuk
H1E1V2S0
Kornea Jernih Jernih
BMD VH grade 4, jernih VH grade 4, jernih

Iris Iridektomi arah jam 12 Atropi iris arah jam 6


Pupil Bulat, Sentral, RC (+), Ø 3 mm Bulat, Sentral, RC (+), Ø 3 mm

Lensa Keruh, ST (+), NO1, NC1, C0, IOL (+), sentral


P0
Segmen RFOD (+) RFOS (+)
Posterior
Papil Bulat, batas tegas, warna Bulat, batas tegas, warna merah
merah normal, c/d:0,8, a/v:2/3, normal, c/d:0,5, a/v:2/3,
nasalisasi (+), atropi peripapil nasalisasi (+), atropi peripapil
(+), splinter hemmorhage (-), (-), splinter hemmorhage (-),
bayonett sign (-) bayonett sign (-)
Makula Reflek Fovea (+) N Reflek Fovea (+) N
Retina Kontur pembuluh darah baik Kontur pembuluh darah baik
Diagnosa

 Post trabekulektomi + 5FU okuli dekstra a/i advanced glaukoma

sudut terbuka primer okuli dekstra

 Katarak senilis imatur okuli dekstra

 Early glaukoma sudut terbuka primer okuli sinistra

 Pseudofakia okuli sinistra

 Miopia simpleks okuli dekstra sinistra

Tatalaksana

- Levofloxacin ED 6x1 tetes OD

- Prednisolone acetate ED 6x1 tetes OD

- Timolol maleate 0,5% ED 2x1 tetes OS

- Latanoprost ED 1x1 tetes OS

- Paracetamol 3x500mg

- Kontrol ulang 1 minggu


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi dan fisiologi bilik sudut mata depan

3.1.1. Sudut Camera Oculi Anterior (COA)

Gambar 2.1 Anatomi bilik mata depan, kanalis Schlemm dan trabekula

Meshwork

Sudut kamera anterior terletak pada persambungan kornea perifer

dan akar iris. Ciri-ciri anatomi utama sudut ini adalah garis Schwalbe,

jalinan trabekula (yang terletak di atas kanalis Schlemm) dan taji-taji

sklera. Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Jalinan

trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang yang dasarnya

mengarah ke korpus siliare. Garis ini tersusun dari lembar-lembar

berlubang jaringan kolagenelastik yang membentuk suatu filter dengan

memperkecil ukuran pori ketika mendekati kanalis Schlemm. Bagian

dalam jalinan ini, yang menghadap ke kamera anterior, dikenal sebagai

jalinan uvea; bagian luar, yang berada di dekat kanalis Schlemm, disebut

jalinan korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke

dalam jalinan trabekula tersebut. Taji sklera merupakan penonjolan sklera

21
kearah dalam di antara korpus siliare dan kanalis Schlemm, tempat iris

dan korpus siliare menempel.1,2

3.1.2. Korpus Siliaris

Korpus siliaris secara kasar berbentuk segitiga pada potongan

melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal

iris (sekitar 6mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang

berombak-ombak, pars plana dan zona datar, pars plikata. Prosesus

siliaris berasal dari kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena

korteks. Prosesus siliaris dan epitel siliaris berfungsi sebagai pembentuk

akuos humor. 1,2

Gambar 2.2 Iris dan Corpus Ciliaris

3.1.3. Akuos Humor

Akuos humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera

anterior dan posterior mata. Kecepatan pembentukannya 1,5-2 uL/menit.

Tekanannya sedikit lebih tinggi dari plasma. Komposisi serupa dengan


plasma tetapi cairan ini memiliki komposisi askorbat, piruvat, dan laktat

yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah. 1,2

Akuos Humor diproduksi oleh korpus siliare. Ultrafiltrat plasma yang

dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan

prosesus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera posterior,

humor akueus mengalir melalui pupil ke kamera anterior lalu ke jalinan

trabekular di sudut kamera anterior. Selama periode ini, terjadi pertukaran

diferensial komponen-komponen dengan darah di iris. Peradangan atau

trauma intraokular menyebabkan peningkatan konsentrasi protein. Hal ini

disebut humor akueus plasmoid dan sangat mirip dengan serum darah. 1,2

Gambar 2.3 Fisiologi Aqueous Humor

Resistensi utama terhadap aliran keluar humor akueus dari kamera

anterior adalah lapisan endotel salauran Schlemm dan bagian-bagian

jalinan trabekular di dekatnya, bukan dari sistem pengumpul vena. Tetapi

tekanan di jaringan vena episklera menentukan besar minimum tekanan

intraokular yang dicapai oleh terapi medis. 1


Gambar 2.4 Komposisi Akuos Humor

3.1.4. Aliran Keluar Akuos Humor

Organ yang berperan pada outflow akuos humor pada sudut COA

disebut trabekulum (trabecular meshwork). Struktur seperti ayakan terdiri

dari tiga bagian yakni: uveal meshwork, korneoskleral dan endothelial

meshwork (juxta canalicullar). 1,2

Jalinan trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan

elastis yang dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu

saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati

kanalis schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan

trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga

kecepatan drainase akuos humor juga meningkat. Sejumlah kecil akuos

humor keluar dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela

sklera (aliran uvoskleral).3


Gambar 2.5 Sirkulasi dan drainase Akuos Humor

3.2. Glaukoma Primer Sudut Terbuka

3.2.1. Definisi

Glaukoma primer sudut terbuka adalah gangguan mata yang

bersifat kronik, prgoresifnya lambat, neuropati optik dengan gejala

kerusakan nervus optikus dan kehilangan lapangan pandang.

Peningkatan TIO merupakan faktor risiko yang penting disamping faktor

lain seperti ras, penurunan ketebalan kornea sentral, peningkatan usia

dan riwayat keluarga menderita glaukoma. Penurunan perfusi ke nervus

optikus, kelainan metabolisme sel ganglion atau axon, dan gangguan

matriks ekstraseluler dari lamina cribrosa bisa juga berkontribusi sebagai

faktor risiko. Namun, bagaimana faktor risiko tersebut saling berhubungan

menyebabkan Glaukoma Primer Sudut Terbuka belum bisa dijelaskan. 2-4

3.2.2. Epidemiologi
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan permasalahan

kesehatan yang utama. Berdasarkan penelitian di USA pada orang

dengan usia lebih dari 40 tahun diperkirakan prevalensi glaukoma primer

sudut terbuka sekitar 1,86%. Diperkirakan dengan meningkatnya populasi

usia lanjut, jumlah pasien glaukoma juga akan meningkat 50% dari 3,36

juta pada tahun 2020.3

Penyakit ini 3 kali lebih sering dan umumnya lebih agresif pada

orang yang berkulit hitam. Jika terdapat kecenderungan familial yang kuat

dan kerabat dekat, pasien dianjurkan menjalani pemeriksaan skrining

secara teratur. 2-4

Glaukoma merupakan salah satu penyebab gangguan penglihatan

dan kebutaan di dunia. Prevalensi glukoma sudut terbuka kronik sebesar

1,5-3% pada orang berusia lebih dari 40 tahun pada ras kaukasian.

Karena perjalanan penyakit yang tanpa keluhan, sudah terjadi kerusakan

berat sebelum pasien menyadari penyakitnya. Pada negara berkembang,

diperkirakan 50% kejadian glaukoma tetap tidak terdeteksi. Deteksi dan

pengobatan dini pada glaukoma dapat memberikan hasil jangka panjang

yang lebih baik dibandingkan deteksi dan pengobatan di stadium lanjut. 2-4

Penelitian di Cina pada tahun 2001 dari 4356 pasrtisipan yang

diperiksa didapatkan insiden glaukoma sebesar 3,1%, dengan 71% nya

diklasifikasikan sebagai glaukoma primer sudut terbuka. Pada tahun

2006, semua partisipan tersebut kembali diperiksa dan didapatkan angka


kematian dari partisipan dengan glaukoma (11,1%) lebih tinggi

dibandingkan yang bukan glaukoma (2,6%).2-5,7-10

3.2.3. Faktor Risiko

Menurut American Academy of Ophthalmology, terdapat beberapa

faktor risiko glaukoma sudut terbuka primer, yaitu 4:

1. Tekanan Intra Okular (TIO)

Berdasarkan penelitian epidemiologis pada populasi yang besar,

diketahui bahwa TIO rata-rata manusia adalah 15,5 mmHg, dengan

rentang nilai normal yang didapatkan adalah 10-21 mmHg. Peningkatan

TIO adalah faktor risiko yang penting pada glaukoma primer sudut

terbuka. Akan tetapi, pada 30-50% penderita glaukoma dengan optik

neuropati dan hilang lapangan pandang, ditemukan TIO dibawah 22

mmHg.

2. Usia

Survei oleh The Baltimore Eye menunjukkan bahwa prevalensi

glaukoma meningkat seiring bertambahnya umur, terutama pada ras

berkulit hitam, yaitu lebih dari 11% pada umur 80 tahun keatas. Pada

penelitian Collaborative Initial Glaukoma Treatment, defek pada lapangan

pandang tujuh kali lipat lebih sering terjadi pada pasien 60 tahun keatas

daripada pasien yang berumur 40 tahun.


3. Ras Kulit Hitam

Prevalensi glaukoma pada ras kulit hitam adalah 3-4 kali lebih

besar daripada ras lainnya. Kebutaan akibat glaukoma juga empat kali

lebih sering pada ras kulit hitam daripada ras kulit putih.

4. Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga yang positif juga merupakan faktor risiko pada

glaukoma primer sudut terbuka. Survei pada penelitian The Baltimore Eye

juga menunjukkan bahwa diperkirakan risiko glaukoma primer sudut

terbuka 3,7 kali lipat lebih besar pada individu dengan saudara kandung

yang mengidap penyakit tersebut.

5. Faktor Risiko Lainnya

Beberapa kondisi seperti miopi, diabetes mellitus, penyakit

kardiovaskular, dan oklusi vena sentral, diduga berhubungan dengan

glaukoma. Namun, keadaan-keadaan bukan merupakan faktor risiko

utama dan memiliki hubungan yang kurang signifikan dengan glaukoma

dibandingkan faktor risiko sebelumnya.

3.2.4. Patofisiologi

Glaukoma merupakan sekelompok penyakit neuropati optik yang

biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil

saraf optik dan iskemia papil saraf optik.1,3 Kehilangan akson


menyebabkan defek lapangan pandang dan hilang ketajaman penglihatan

jika lapangan pandang sentral terkena.

Glaukoma primer sudut terbuka adalah glaukoma yang

penyebabnya tidak ditemukan dan ditandai dengan sudut bilik mata depan

yang terbuka.4,5 Dimana glaukoma tipe ini adalah bentuk glaukoma yang

memiliki insiden tinggi, bersifat kronik, dan bersifat progresif. Glaukoma

primer sudut terbuka sering ditandai dengan kerusakan adanya optic

nerve dan retinal nerve fiber layer serta kehilangan subsequent visual

field.6 Selain itu, ditandai dengan adanya peningkatan tekanan

intraokular.2

Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya cairan

mata (humor aqueous) oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada

trabecular meshwork. Pada umumnya, glaukoma primer sudut terbuka

terjadi hambatan pada jaringan trabekulum yang menyebabkan

penimbunan cairan. Ada dua teori utama mengenai mekanisme kerusakan

serabut saraf oleh peningkatan tekanan intraokular yaitu :

a. Teori mekanik

Tekanan intraokular yang meningkat menyebabkan kerusakan

mekanik pada akson saraf optik dan penipisan lapisan serat saraf serta

inti bagian dalam retina, iris, dan korpus siliar juga menjadi atropi. Selain

itu, prosesus siliaris mengalami degenerasi hialin sehingga terjadi

penurunan pengelihatan.
b. Teori vaskular

Teori ini menjelaskan dampak tekanan intraokular yang meningkat

yaitu terjadi iskemia akson saraf. Hal ini disebabkan berkurangnya aliran

darah pada papil saraf optik. Sehingga diskus optikus menjadi atropi

disertai dengan pembesaran cekungan optikus. 7-9

Gambaran patologik utama glaukoma primer sudut terbuka adalah

proses degenerasi di jaringan trabekular berupa penebalan lamela

trabekula yang mengurangi ukuran pori dan berkurangnya jumlah sel

trabekula pembatas.10 Terjadi pengendapan bahan ekstrasel di dalam

jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Hal ini berbeda

dengan proses penuaan normal. Hal ini menyebabkan penurunan

drainase humor aqueous yang menyebabkan tekanan intraokular. 11

Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil

saraf optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada

bola mata. Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian

tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf optik 2-5,7-10

Terapi glaukoma bertujuan untuk mempertahankan fungsi visual

dengan cara menurunkan TIO hingga level yang dapat mencegah

terjadinya kerusakan lebih lanjut dari saraf optik. Sediaan dari terapi yang

diberikan haruslah mempunyai risiko yang terendah, efek samping yang

paling sedikit, dan biaya yang minimal. Konsep dari target pressure

diperkenalkan karena beberapa pasien membutuhkan TIO yang lebih


rendah dibandingkan dengan pasien lain sehingga glaukoma menjadi

lebih stabil. Pasien yang membutuhkan target pressure yang lebih rendah

ialah pasien dengan neuropati optik yang lanjut, meskipun pasien tersebut

tidak pernah memiliki TIO yang tinggi. Penurunan awal TIO yang

dianjurkan minimal 20% dari baseline. Akan tetapi, tidak menjadi jaminan

bahwa penurunan TIO berdasarkan target pressure akan mencegah

progresifitas penyakit. Jika terjadi perburukan yang cepat, maka

diperlukan revisi dari target pressure untuk pasien tersebut.18,19

Terdapat beberapa macam metode untuk menentukan TIO target.

Pertama adalah menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Jampel :

“Target TIO = Maksimum TIO – Maksimum TIO% - Z”

Keterangan : Z = faktor derajat kerusakan nervus optikus

Z = 0  diskus normal dan lapangan pandang normal

Z= 1  diskus abnormal dan lapangan pandang normal

Z=2  kerusakan lapangan pandang tidak mengancam fiksasi

Z=3  kerusakan lapangan pandang mengancam atau melibatkan

fiksasi.18-19

Formula kedua dari The Collaborative Initial Glaucoma Treatment

Study (CIGTS) yaitu:18-19

Sedangkan menurut Canadian Ophthalmological Society TIO target

ditentukan dengan panduan berikut :


Tabel 1. Batas atas target TIO yang dianjurkan
(Dikutip dari: Canadian J Ophthalmol)

Pengaturan ISN'T (ISN'T rule) merupakan neuroretinal rim bagian

inferior merupakan yang terluas diikuti bagian superior kemudian bagian

nasal dan temporal. Neuroretinal rim dapat menghilang/menyempit di

berbagai sektor dari diskus optik dengan bagian yang tergantung dari

derajat penyakit glaukoma.

 Derajat awal glaukoma, hilangnya rim predominan pada dareah

inferortemporal dan superotemporal regio diskus optik

 Glaukoma moderat, bagian temporal regio diskus optik

 Glaukoma lanjut, sisa dari rim hanya di bagian nasal


Tabel 2. Kerusakan mata berdasarkan tipe glaukoma.
(Dikutip dari: Canadian J Ophthalmol 2003)
3.2.5. Gejala Klinis 3,4

 Asimtomatik dalam tahap awal, sehingga hampir selalu

penderita datang berobat dalam keadaan penyakit yang sudah

berat.

 Progresifitas lambat.

 Bilateral tapi tidak simetris.

 Biasanya tekanan bola mata tidak terlalu tinggi (> 21 mmHg).

 Akibat tekanan tinggi akan terbentuk atropi papil disetai

ekskavasio glaukomatosa. Gangguan saraf optik akan terlihat

sebagai gangguan fungsi berupa penciutan lapangan pandang.

 COA mungkin normal dan pada gonioskopi terdapat sudut

terbuka.

 Lapangan pandangan mengecil atau menghilang.

 Atropi nervus optikus dan terdapat cupping.

 Tes provokasi positif.


3.2.6 Medikamentosa

Secara garis besar, cara kerja obat-obat anti glaukoma terbagi

menjadi obat yang meningkatkan aliran humor akuos dan obat yang

menurunkan produksi humor akuos. Beberapa golongan obat yang dapat

digunakan antara lain analog prostaglandin, β-adrenergic antagonists,

carbonic anhydrase inhibitors (oral dan topikal), agen parasimpatomimetik

(miotikum), termasuk kolinergik dan antikolinesterase, terapi kombinasi,

dan agen hiperosmotik.1,18-19

1. Supresi pembentukan humor akuos

a. Penghambat beta adrenergik bekerja dengan mengurangi produksi

humor akuos. Preparat yang tersedia atara lain adalah timolol maleat

0,25% dan 0,5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%, dan lain–lain.

Kontraindikasi utama penggunaan obat–obat ini adalah penyakit

obstruksi jalan napas kronik, terutama asma, dan defek hantaran

jantung. Betaxolol dengan selektivitas relatif tinggi terhadap reseptor β

lebih jarang menimbulkan efek samping respiratori, tetapi obat ini juga

kurang efektif dalam menurunkan TIO. Depresi, kebingungan, rasa

lelah dapat timbul pada pemakaian obat penghambat adrenergik beta

topikal.1,6

b. Brimonidine 0,2% menghambat produksi serta meningkatkan

pengeluaran humor akuos. Brimonidine dapat digunakan sebagai


terapi lini pertama atau tambahan, namun sering mengakibatkan reaksi

alergi.1,6

c. Larutan dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (dua atau

tiga kali sehari) merupakan inhibitor karbonat anhidrase topikal yang

efektif sebagai terapi tambahan, meskipun tidak seefektif inhibitor

karbonat anhidrase sistemik. Efek samping utama ialah rasa pahit

sementara dan blefarokonjungtivitis alergi. Dorzolamide juga tersedia

dalam kombinasi dengan timolol dalam satu larutan. 1,6

d. Inhibitor karbonat anhidrase sistemik yang paling sering digunakan

adalah acetazolamide, tetapi terdapat alternatif yaitu diklorfenamid dan

metazolamid yang digunakan pada glaukoma kronis ketika terapi

topikal sudah tidak memadai dan pada glaukoma akut di mana

tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera dikontrol. Obat-

obat ini mampu menekan produksi humor akuos sebesar 40-60%. 1,6

2. Fasilitasi aliran keluar humor akuos

a. Analog prostaglandin merupakan obat–obat lini pertama atau

tambahan yang efektif. Semua analog prostaglandin dapat

menimbulkan hiperemia konjungtiva, hiperpigmentasi kulit preorbita,

pertumbuhan bulu mata, dan penggelapan iris yang permanen. Obat

ini juga sudah jarang dihubungkan dengan reaktivasi uveitis dan

herpes keratitis serta dapat menyebabkan edema makula pada

individu dengan predisposisi.1.6


b. Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akuos

dengan bekerja pada trabekular meshwork melalui kontraksi otot

siliaris. Pilocarpine jarang digunakan sejak ditemukannya analog

prostaglandin, tapi dapat bermanfaat pada sejumlah pasien. Obat–obat

parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai penglihatan suram,

terutama pada pasien katarak, dan spasme akomodatif yang mungkin

menganggu pada pasien usia muda.1,6

c. Epinefrin 0,25-2% dapat meningkatkan aliran keluar humor akuos dan

dapat disertai penurunan pembentukan humor akuos. Terdapat

sejumlah efek samping, termasuk refleks vasodilatasi konjungtiva,

endapan adrenokrom, konjungtivitis folikularis dan reaksi alergi. Efek

samping intraokular yang dapat terjadi adalah edema makula sistoid

pada afakia dan vasokonstriksi saraf optik. Dipivefrin adalah suatu

prodrug epinefrin yang dimetabolisme di intraokular menjadi bentuk

aktifnya. Epineferin dan dipivefrin jangan digunakan untuk mata

dengan sudut kamera anterior sempit. 1,6

3. Penurun volume vitreus

a. Obat–obat hiperosmotik darah menyebabkan menjadi hipertonik

sehingga air tertarik keluar dari vitreus dan terjadi penurunan produksi

humor akuos. Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam

pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang

menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke anterior (disebabkan oleh


perubahan volume vitreus atau koroid) yang menyebabkan penutupan

sudut.1,6

b. Glycerin (glycerol) oral 1 ml/kgBB dalam suatu larutan 50% adalah

obat yang paling sering digunakan, tapi harus berhati–hati pada

penderita diabetes. Pilihan lain adalah isosorbide oral dan urea

intravena atau manitol intravena.1,6

4. Miotik, midriatik, dan siklopegik

Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma

sudut tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau.

Dilatasi pupil penting dalam pengobatan sudut akibat iris bombe

karena sinekia posterior.1,6

3.2.7. Trabekulektomi

Indikasi untuk melakukan tindakan operasi filtrasi glaukoma

biasanya langsung pada keadaan yang memang memiliki indikasi untuk

dilakukannya operasi, yaitu:7

1. Target penurunan tekanan intra-okular tidak tercapai

2. Kerusakan jaringan saraf dan penurunan fungsi penglihatan yang

progresif meski telah diberi dosis maksimal obat yang bisa ditoleransi

ataupun telah dilakukan laser terapi ataupun tindakan pembedahan

lainnya.
3. Adanya variasi tekanan diurnal yang signifkan pada pasien dengan

kerusakan diskus yang berat.

Beberapa penelitian menunjukan bahwa, tindakan operasi filtrasi

yang dilakukan dari awal memberi hasil yang lebih menguntungkan

dibandingkan pasien hanya menggunakan medikamentosa. Tindakan

operasi filtrasi sejak awal, dapat memperbaik kehidupan sehari-hari

pasien yang tidak lagi mengikuti jadwal ketat penggunaan obat dan tidak

terpapar efek samping dari obat tersebut. Progresifitas penyakit pada

pasien glaukoma berbeda-beda. 8,9

Trabekulektomi merupakan prosedur yang sering dilakukan pada

glaukoma sudut terbuka. Operasi ini bertujuan untuk membuat bypass

yang menghubungkan bilik mata depan dengan jaringan subkonjungtiva

dan orbita. Tujuan operasi filtrasi trabekulektomi pada glaukoma adalah

untuk membuat aliran akuos humour yang permanen dari kamera okuli

anterior ke ruangan subkonjungtiva. Prosedur ini di disain untuk melewati

hambatan patologis aliran akuos yang terjadi pada glaukoma. Apabila

operasi berhasil maka akan dihasilkan bleb filtrasi yang baik, dimana ini

akan membantu menurunkan tekanan intra okuler (TIO). 8,9

Penyebab utama kegagalan operasi filtrasi adalah penyembuhan

pada tempat pembedahan yang kurang baik, dimana terjadi fibrosis atau

sikatrik yang berlebihan subkonjungtiva sehingga menghambat

penyembuhan luka. Banyak penelitian telah membuktikan adanya 2 obat


utama yang dapat dipakai sebagai antifibrotik, yaitu 5-fluorourasil dan

mitomycin-C sebagai terapi tambahan pada operasi filtrasi untuk

glaukoma yang lanjut. Agen antifibrotik ini menghambat proliferasi

fibroblas dan pemperbaiki penyembuhan luka sehingga terbukti signifikan

untuk meningkatkan keberhasilan trabekulektomi. Mitomycin-C diketahui


12
100 kali lebih poten dari 5-fluorourasil.

Penggunan antifibrotik meningkatkan angka kesuksesan operasi

filtrasi, tetapi juga menimbulkan angka komplikasi yang cukup tinggi.

Frekuensi terjadinya komplikasi operasi filtrasi tergantung tehnik yang

digunakan, bila trabekulektomi dilakukan tanpa pemakaian antimetabolit

8,3-28% terjadi komplikasi, trabekulektomi yang ditambahkan dengan 5-

FU 2,6-18,7% dan trabekulektomi dengan mitomycin-C 0-29%. Komplikasi

yang terjadi seperti bocornya luka, hipotoni dari overfiltrasi, makulopati

hipotoni dan infeksi okuler.12,13

3.2.8. 5-Fluorourasil

5-Fluorourasil (5-FU) merupakan suatu zat yang analog dengan

pyrimidine, yang menghambat proliferasi sel-sel fibroblas dengan aksinya

yang selektif pada fase S (sintesa) pada lingkaran sel. Para peneliti telah

menunjukkan antimetabolite yang reversibel ini dapat mengurangi

proliferasi fibroblas subkonjungtiva pada binatang percobaan. 5-FU ini

dapat diberikan intraoperasi, setelah operasi ataupun keduanya. Pada 5


tahun terakhir ini para ahli menggunakan 5-FU intra operasi dengan cara

yang sama dengan yang digunakan untuk mitomycin-C. 11-13

Penggunaan 5-FU subkonjungtiva telah diketahui sangat

meningkatkan keberhasilan operasi filtrasi glaukoma. Namun karena

antimetabolite ini dapat menyebabkan defek epitel kornea pada periode

awal setelah operasi dan rasa tidak nyaman karena injeksi yang dilakukan

berulang, maka beberapa tahun terakhir dicoba menggunakan sponge 5-

FU intra operasi sama seperti penggunaan mitomycin-C. 13

Suatu penelitian tentang pemakaian 5-FU setelah operasi

dibandingkan dengan suatu kelompok kontrol plasebo. Pada ke 2

kelompok tidak terdapat peningkatan TIO sampai dengan follow-up 1

tahun setelah operasi. Visus yang dicapai ke 2 kelompok sama,

berkurangnya jumlah pemakaian obat-obatan glaukoma dan peningkatan

kontrol IOP.14,15
14
Lachkar et al melakukan penelitian tentang efikasi dan keamanan

pemakaian 5-FU intra operasi pada pasien–pasien di Afro-Karibia, dimana

pada penelitian sebelumnya dilaporkan kecilnya angka kesuksesan

setelah operasi filtrasi. Pada 18 mata yang dilakukan trabekulektomi dan

diberikan sponge yang direndam dalam 25 mg/ml larutan 5-FU lalu

diletakkan antara kapsula tenon dan sklera selama 5 menit sebelum eksisi

trabekula, dibandingkan dengan 16 mata yang dilakukan trabekulektomi

tanpa 5-FU. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti dari

IOP pada follow up selama 6, 12,15,18 dan 24 bulan setelah operasi pada
ke 2 grup. Angka keberhasilan pada 18 bulan didefinisikan sebagai IOP

yang kurang atau sama dengan 21 mm Hg tanpa obat-obatan tambahan,

mencapai 56% pada grup 5-FU dan 55% pada grup kontrol. Disimpulkan

bahwa penggunaan sponge 5-FU intraoperasi adalah aman, tetapi tidak

menunjukkan penurunan risiko kegagalan operasi trabekulektomi di Afro-

Karibia. 11-1

Komplikasi pada pemberian injeksi subkonjungtiva yang pertama,

ke 2 dan 3 pasien yang sensitif akan merasakan iritasi dan rasa tidak

nyaman. Pemberian yang ke 7 dan 8 akan menunjukkan tanda-tanda

toksisitas. Toksisitas yang terpenting terjadi pada epitel kornea, dimana 5-

FU akan menghambat proliferasi stem sel pada area limbal yang akan

menghasilkan epitel kornea tersebut, manifestasinya adalah epitel yang

menipis bahkan sampai habis.15


BAB IV

DISKUSI

Dilaporkan suatu kasus laki-laki, 58 tahun dengan glaukoma primer

sudut terbuka. Glaukoma primer sudut terbuka adalah gangguan mata

yang bersifat kronik, prgoresifnya lambat, neuropati optik dengan gejala

kerusakan nervus optikus dan kehilangan lapangan pandang.

Pasien datang dengan keluhan pandangan mata kanan kabur

secara perlahan sejak ± 3 bulan yang lalu. Keluhan sering menabrak

benda disekitar tidak ada. Keluhan sakit kepala, mata merah, nyeri, mual,

muntah disangkal. Keluhan pandangan seperti dalam terowongan,

penglihatan seperti pelangi, penglihatan ganda disangkal. Pasien berobat

ke dokter spesialis mata di rumah sakit daerah setempat, kemudian

dikatakan terjadi peningkatan tekanan bola mata dan diberikan 3 macam

obat tetes mata (timolol maleate, latanoprost, brinzolamide) untuk

menurunkan tekanan bola mata dan pasien tidak berobat secara teratur.

Sejak ± 1 bulan yang lalu, pasien kembali mengeluh pandangan mata

kanan semakin kabur, kemudian pasien di rujuk ke RSMH Palembang

untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan selanjutnya.

Pada anamnesa pasien, mengaku pernah berobat ke dokter

spesialis mata dikatakan terdapat peningkatan tekanan bola mata,

43
kemudian diberi tiga macam obat dan di rujuk ke RSMH. Peningkatan TIO

adalah faktor risiko yang penting pada glaukoma primer sudut terbuka.

Pada pemeriksaan bilik mata depan ditemukan derajat Van Herrick

grade 4 dengan hasil pemeriksaan gonioskopi yang menunjukkan kesan

sudut terbuka. Keadaan ini mempertegas diagnosis glaukoma sudut

terbuka. Pada pemeriksaan Humphrey Perimetri ditemukan adanya defek

lapang pandang pada mata kanan berupa Tunnel Vision dengan defek

lapang pandang lebih dari 10o, pada pemeriksaan funduskopi dijumpai

adanya pembesaran dari c/d ratio yakni 0,8 pada mata kanan sedangkan

pada pemeriksaan OCT tidak dilakukan. Advanced glaukoma primer sudut

terbuka dapat ditegakkan dengan melihat adanya defek lapang pandang

yang lebih dari 10o dan terdapat kelainan di optik saraf mata. Pada pasien

dengan kasus glaukoma primer sudut terbuka, terapi awal dengan

pemberian medikamentosa, namun pada kasus ini terjadi progresivitas

dari penyakit, dimana tekanan bola mata pasien terkontrol dalam batas

normal, namun telah terjadi defek lapang pandang yang luas yakni lebih

dari 10o dan terjadi pembesaran c/d ratio yakni 0,8.

Pasien ini dilakukan tindakan trabekulektomi dengan 5-FU. Tujuan

operasi filtrasi trabekulektomi pada glaukoma adalah untuk membuat

aliran akuos humour yang permanen dari kamera okuli anterior ke

ruangan subkonjungtiva. Prosedur ini didisain untuk melewati hambatan

patologis aliran akuos yang terjadi pada glaukoma. Sedangkan

penggunaan 5-FU bertujuan agar dapat mengurangi proliferasi fibroblas


subkonjungtiva, meningkatkan angka kesuksesan operasi filtrasi. 5-FU

dapat menimbulkan komplikasi yakni terjadinya defek pada epitel kornea,

namun defek yang ditimbulkan tidak sebesar dari pemberian Mitomycin C,

namun pada pasien ini tidak dijumpai terjadinya komplikasi dari pemberian

5-FU. Apabila operasi berhasil maka akan dihasilkan bleb filtrasi yang

baik, dimana ini akan membantu menurunkan tekanan intra okuler (IOP).
BAB V

KESIMPULAN

Pada laporan kasus ini didapatkan suatu suatu kasus laki-laki, 58

tahun dengan glaukoma primer sudut terbuka. Pada anamnesa dan

pemeriksaan oftalmologi ditemukan tekanan intra okular tinggi pada kedua

mata. Pada anamnesa ditemukan pandangan mata kanan kabur sejak ± 3

bulan yang lalu.

Pasien ini dilakukan tindakan trabekulektomi dengan 5-FU. Tujuan

operasi filtrasi trabekulektomi pada glaukoma adalah untuk membuat

aliran akuos humour yang permanen dari kamera okuli anterior ke

ruangan subkonjungtiva. Prognosis pada pasien ini ad fungsionam ad

malam karena progresifitas glaukoma primer sudut terbuka yang masih

dapat terjadi dikemudian hari.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Fletcher, E. C., Chong V. : anatomy and embriology of the eye, in

Vaughan and Asbury’s General Ophthalmology 17 th ed., McGraw-Hill

co., New York, 2007

2. Chibis,W.G, Hillary A.B, James, J.T., John, S.B., Karla J., Shalesh K .

Fundamentals and Principles of Ophthalmology, Basic and Clinical

Science Course, Sec. 2, AAO, San Fransisco, 2014-2015:76-87

3. Lang, G.E., Lang, G.K., Retina, in : Ophthalmology a Pocket textbook

Atlas, 2nd ed. Stuttgart- New York, Thieme, 2007

4. Glaucoma. In : Basic and Clinical Science Course. Section 10.

American Academy of Ophthalmology, The Eye M.D Association.

United States of America. 2014-2015

5. Kaufman, P. L.,MD, Albert, MD, , Adler’s Physiology of the Eye

Clinical Application, 10th ed. St. Louis, Missouri, Mosby, 2002

6. Oliver,J., Cassidy,L., Ophthalmology at a glance, Australia, 2010

7. Zimmerman J. Clinical Pathways in Glaucoma [DNLM: 1. Glaucoma—

diagnosis. 2. Critical Pathways. 3. Glaucoma—therapy. WW 290

C6417 2000]

8. Bentley. C., et al. Epidemiology of primary open angle glaucoma

Glaucoma Identification and Co- management. Chapter 11 © 2007

Philip Bloom and Christopher Bentley. Published by Elsevier Ltd. All

rights

9. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4 th edition. New Delhi:

47
New Age International; 2007.

10. Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV. Becker-Shaffer’s diagnosis

and therapy of the glaucomas. 8 th edition. London: Mosby Elsevier;

2009.

11. Barton K, Hitchings RA. Medical management of glaucoma:

Pathogenesis of glaucoma. UK: Springer Healthcare; 2013; p.33-47.

12. Boyd BF, Luntz M. The use of antimetabolites. In: Innovations in the

Glaucomas Etiology, Diagnosis and Management. Ed. Benyamin

F.Boyd & Maurice Luntz. Chapter 19. Highlights of Ophthalmology.

Bogota Columbia. 2002: 183-192.

13. Casson R, Rahman R, Salmon JF. Long term results and

complications of trabeculectomy augmented with low dose mitomycin-

C in patient at risk for filtration failure.Br.J.Ophthalmol. 2001; 85: 686-

688

14. Davis PA, Parrish RK. Antiproliferative Agents. In: Principles and

Practice of Ophthalmology. Basic Science. Chapter 92. WB.Saunders

Company. 1994: 1085-1091

15. LachkarY. Leyland M, Bloom P, Migdal C. Trabeculectomy with

intraoperative sponge 5-fluorouracil in Afro-Caribbeans.

Br.J.Ophthalmol.1977;81: 555-558.

Anda mungkin juga menyukai