Anda di halaman 1dari 54

PENGARUH TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP

TERHADAP CREATIVE PROCESS ENGAGEMENT YANG


DIMEDIASI OLEH CREATIVE SELF-EFFICACY DAN
INTRINSIC MOTIVATION PADA KARYAWAN PT ASURANSI
ALLIANZ LIFE INDONESIA

TESIS

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI


PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR MAGISTER
MANAJEMEN

Oleh :

NAMA : MUHAMMAD ILHAM AL RASYID


NIM : 122011810051

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2020
THE INFLUENCE OF TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP
ON CREATIVE PROCESS ENGAGEMENT MEDIATED BY
CREATIVE SELF-EFFICACY AND INTRINSIC
MOTIVATION ON EMPLOYEE OF PT ASURANSI ALLIANZ
LIFE INDONESIA

THESIS

SUBMITTED IN PARTIAL
REQUIREMENTS FOR THE AWARD OF
MAGISTER MANAGEMENT

Submitted by :

NAMA : MUHAMMAD ILHAM AL RASYID


NIM : 122011810051

POSTGRADUATE PROGRAM
TRISAKTI UNIVERSITY
JAKARTA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Sektor keuangan sangatlah dibutuhkan bagi perekonomian suatu negara. Hal ini

disebabkan oleh sektor keuangan yang menjadi jembatan penghubung antara pihak

yang kelebihan dengam pihak yang kekurangan dana. Hal tersebut akan sangat

berdampak pada kinerja perekonomian (Mishkin, 2004: 7). Jika sektor keuangan di

suatu negara berjalan dengan baik, maka tumpukan dana yang tak terpakai pada

pihak yang kelebihan dana dapat memenuhi kebutuhan investasi serta konsumsi

dari pihak yang kekurangan dana (Djaelani et al., 2011).

Pada ibeberapa ipenelitian, iditemukan ibahwa ialiran idana itidak ilangsung imelalui

iberbagai ilembaga ikeuangan inon ibank isama ipentingnya idalam iperekonomian ijika

idibandingkan dengan aliran dana ilangsung imelalui ipasar ikeuangan i(Mishkin, i2004:

i171). iBank, iperusahaan iasuransi, idana ipensiun, idan ireksadana imemiliki iperan

iyang isangat ipenting idalam iperdagangan iinstrumen ikeuangan. iLembaga ikeuangan

inon ibank iyang imemiliki iperan iyang icukup ipenting idalam isistem iperekonomian idi

iIndonesia iadalah iasuransi. iIndustri iasuransi imemiliki ipangsa ipasar iterbesar ikedua

isetelah iperbankan idan imemiliki ipangsa ipasar iterbesar idalam iindustri ilembaga

ikeuangan inon ibank i(Bank iIndonesia, i2010: i23). iSelain iitu iindustri iasuransi ijuga

imemiliki iperan iyang isignifikan idalam imendukung iproses ipembangunan inasional

imelalui ipemupukan idana ijangka ipanjang idalam ijumlah ibesar, iyang iselanjutnya

imenjadi isalah isatu isumber idana ipembangunan (OJK, 2015).


Namun, pertumbuhan industri asuransi tidak berjalan mulus jika dibandingkan

dengan industri perbankan. OJK mengatakan bahwa di tahun 2018, pencapaian

premi industri asuransi hanya mencapai angka 9%. Masih kalah jika dibandingkan

dengan pertumbuhan penyaluran kredit perbankan yang tumbuh sampai dengan

12,88% (CNBC Indonesia, 2019). Rendahnya angka pertumbuhan industri asuransi

akan sangat berdampak terhadap sektor perekonomian di Indonesia, dengan angka

pertumbuhan yang mencapai 9% industri asuransi masih sangat memiliki potensi

untuk dikembangkan dengan cara memperbaiki tingkat produktivitas di perusahaan

asuransi agar para karyawan yang bekerja di perusahaan asuransi dapat membantu

meningkatkan angka pertumbuhan premi asuransi.

Di Indonesia, seperti yang dilaporkan oleh infobanknews.com (2020) terdapat 6

perusahaan asuransi jiwa yang memiliki premi bruto Rp. 5 Triliun ke atas serta

meraih “Infobank Insurance Award 2020” paling tinggi diantara perusahaan-

perusahaan asuransi jiwa lainnya di Indonesia yang dapat dilihat pada tabel dibawah

ini :

Tabel 1.1

Perusahaan Asuransi Jiwa Berpremi Bruto > Rp. 5 Triliun pada tahun 2020

No. Perusahaan Asuransi Jiwa

1 Asuransi BRI Life

2 Asuransi Allianz Life Indonesia


3 Capital Life Indonesia

4 AXA Mandiri Financial Services

5 AIA Financial

6 Indolife Pensiontama

Sumber: infobanknews.com

Dari data diatas Asuransi Allianz Life Indonesia menempati peringkat kedua

berdasarkan jumlah premi bruto sampai dengan akhir kuartal 3 tahun ini dan dapat

berhasil mengalahkan para pesaingnya. Namun, karyawan pada industri Asuransi

harus menghadapi berbagai macam tantangan, sama halnya seperti yang dialami

oleh seluruh sektor di industri perbankan. Terkadang para karyawan tidak diminta

oleh para atasan mereka untuk merasa khawatir mengenai hasil buruk dari perilaku

potensi mereka. Dalam kasus seperti itu, karyawan tidak dihimbau mengenai

efektifitas mereka dalam mewujudkan suatu inovasi karena pemimpin mereka

mendorong mereka untuk terlibat kedalam aktivitas kreatif yang seringkali

beresiko, tidak jelas, dan kurang terstruktur (Afsar dan Masood, 2018).

Dalam dunia pekerjaan, perusahaan harus memahami peran penting karyawan

sehingga perusahaan harus mampu menghindari resiko yang akan timbul dari suatu

pekerjaan.

Dalam keadaan seperti ini perilaku inovatif pada setiap perusahaan adalah sesuatu

hal yang vital untuk menyadari keunggulan kompetitif agar dapat mengalahkan

para pesaing (Khalili, 2017), beberapa penelitian juga menemukan bahwa inovasi,

diwariskan maupun dilahirkan oleh para karyawan adalah kesempatan yang paling
berharga bagi perusahaan agar dapat bertahan pada lingkungan bisnis yang

kompetitif (Fan et al., 2017). Namun, setiap inovasi membutuhkan creative process

engagement (CPE) karyawan, yang mengacu pada pemanfaatan bakat dan

kecerdasan kreatif karyawan yang secara terus menerus memerlukan keterlibatan

psikologis mereka dalam bekerja (Azim et al., 2019). Keputusan seorang karyawan

untuk terlibat dalam tugas kreatif sangat bergantung pada tingkat kepercayaan diri

mereka dalam hal bakat kreatif mereka (Thundiyil et al., 2016). Sebagai contoh,

(Afsar dan Masood, 2018) dan (Jaiswal dan Dhar, 2015) telah mengkonfirmasi

bahwa transformational leadership adalah faktor kontekstual yang paling dominan

yang dapat menstimulasi kapasitas kepercayaan diri kreatif karyawan dan memicu

keterlibatan kreatif karyawan di tempat kerja mereka. Transformational leadership

mengacu pada pendekatan kepemimpinan di mana seorang pemimpin

mempengaruhi pengikutnya dengan “memperluas dan meningkatkan tujuan

karyawan dan memberi mereka kepercayaan diri untuk bekerja melebihi harapan”

(Azim et al., 2019).

Efikasi yang ada pada diri karyawan bukan hanya dalam mengetahui kapasitas kerja

mereka namun juga memahami bagaimana mengaplikasikan hal tersebut pada

pekerjaan yang diberikan, efikasi yang mengarah kepada kinerja kreatif disebut

sebagai creative self-efficacy (Azim et al., 2019). Efikasi tersebut dapat

menumbuhkan kepercayaan diri dan tingkat kompetensi individu mengenai hal

baru, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada keterlibatan dalam pekerjaan-

pekerjaan kreatif (Jaiswal dan Dhar, 2015; Mittal dan Dhar, 2015).
Selain creative self-efficacy, salah satu faktor yang dapat memicu tingginya creative

process engagement adalah intrinsic motivation (Mahmood et al., 2019). (Devloo

et al., 2015) melaporkan temuan bahwa intrinsic motivation karyawan

berkontribusi pada perilaku kerja yang inovatif karena mereka merasa memegang

kendali dan menguasai aktivitas mereka. Intrinsic motivation juga diasumsikan

dapat memainkan peran mediasi dalam proses pengaruh transformational

leadership terhadap keterlibatan karyawan (Denti dan Hemlin, 2012).

Berdasarkan data yang didapatkan dari cnnindonesia.com (2020) dan

infobanknews.com (2020) Allianz Life Indonesia merupakan salah satu perusahaan

asuransi jiwa terbaik di indonesia. Dari sumber tersebut Allianz Life Indonesia

menempati peringkat kedua pada kategori perusahaan asuransi dengan jumlah

premi bruto sampai dengan akhir kuartal 3 tahun ini. iOleh ikarena iitu, ipeneliti

imemutuskan iuntuk imelakukan ipenelitian imengenai ipengaruh itransformational

ileadership iterhadap icreative iprocess iengagement iyang idimediasi ioleh icreative self

efficacy dan intrinsic motivation pada karyawan di perusahaan tersebut.

Allianz iGroup iadalah iperusahaan iasuransi idan imanajer iaset iterkemuka idi idunia

idengan i100 ijuta inasabah ipersonal idan iperusahaan. iNasabah iAllianz imendapatkan

imanfaat idari iberbagai ilayanan iasuransi ipersonal idan iperusahaan, imulai idari

iasuransi iproperti, ijiwa idan ikesehatan isampai ilayanan ibantuan iasuransi ikredit idan

iasuransi ibisnis isecara iglobal. iAllianz iadalah isalah isatu iinvestor iterbesar idi idunia

idengan idana ikelolaan inasabah iasuransi ilebih idari i650 imiliar iEuro isementara

iAllianz iGlobal iInvestors idan iPIMCO, isebagai imanajer iaset, imengelola i1,6 itriliun
iEuro iaset itambahan imilik ipihak iketiga. iBerkat iintegrasi isistematik iekologis idan

ikriteria isosial ipada iproses ibisnis idan ikeputusan iinvestasi, iAllianz imemegang

iposisi iterdepan iuntuk iperusahaan iasuransi idalam iDow iJones iSustaibility iIndex.

iPada itahun i2019, ilebih idari i147.000 ikaryawan idi ilebih idari i70 inegara imeraih itotal

ipendapatan i142,3 imiliar iEuro idan ilaba ioperasional isebesar i11,9 imiliar iEuro.

Allianz imemulai ibisnisnya idi iIndonesia idengan imembuka ikantor iperwakilan ipada

itahun i1981. iPada itahun i1989, iAllianz imendirikan iPT iAsuransi iAllianz iUtama

iIndonesia, iperusahaan iasuransi iumum. iKemudian, iAllianz imemasuki ibisnis

iasuransi ijiwa, ikesehatan idan idana ipensiun idengan imendirikan iPT iAsuransi

iAllianz iLife iIndonesia idi itahun i1996. iPada itahun i2006, iAllianz iUtama idan iAllianz

iLife imemulai ibisnis iasuransi isyariah. iKini iAllianz iIndonesia ididukung ioleh ilebih

idari i1.400 ikaryawan idan ilebih idari i20.000 itenaga ipemasar idan iditunjang i ioleh

ijaringan imitra iperbankan idan imitra idistiribusi ilainnya iuntuk imelayani ilebih idari i7

ijuta itertanggung idi iIndonesia. (allianz.co.id, 2020)

Berdasarkan pembahasan di atas, penelitian ini diberi judul : Pengaruh

Transformational Leadership terhadap Creative Process Engagement yang

dimediasi oleh Creative Self-efficacy dan Intrinsic Motivation pada karyawan

PT Asuransi Allianz Life Indonesia.


Perumusan Masalah

Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi perumusan

masalah pada penelitian ini adalah : “Apakah transformational leadership

berpengaruh terhadap creative process engagement yang dimediasi oleh self

efficacy dan intrinsic motivation pada karyawan PT Asuransi Allianz Life

Indonesia?”.

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang diungkapkan di atas maka tujuan dari

penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis transformational leadership pada karyawan di PT

Asuransi Allianz Life Indonesia.

2. Untuk menganalisis creative self-efficacy pada karyawan di PT Asuransi

Allianz Life Indonesia.

3. Untuk menganalisis intrinsic motivation pada karyawan di PT Asuransi

Allianz Life Indonesia.

4. Untuk menganalisis creative process engagement pada karyawan di PT

Asuransi Allianz Life Indonesia.

5. Untuk imenganalisis ipengaruh itransformational ileadership iterhadap

icreative iprocess iengagement ipada ikaryawan idi iPT iAsuransi iAllianz iLife

iIndonesia.

6. Untuk menganalisis pengaruh transformational leadership terhadap

creative self-efficacy pada karyawan di PT Asuransi Allianz Life Indonesia.


7. Untuk menganalisis pengaruh transformational leadership terhadap

intrinsic motivation pada karyawan di PT Asuransi Allianz Life Indonesia.

8. Untuk menganalisis pengaruh creative self-efficacy terhadap creative

process engagement pada karyawan di PT Asuransi Allianz Life Indonesia.

9. Untuk menganalisis pengaruh intrinsic motivation terhadap creative

process engagement pada karyawan di PT Asuransi Allianz Life Indonesia.

10. Untuk menganalisis pengaruh mediasi creative self-efficacy pada hubungan

transformational leadership dan creative process engagement pada

karyawan di PT Asuransi Allianz Life Indonesia.

11. Untuk menganalisis pengaruh mediasi intrinsic motivation pada hubungan

transformational leadership dan creative process engagement pada

karyawan di PT Asuransi Allianz Life Indonesia.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti lainnya:

a. Menjadi ireferensi ibagi ipeneliti ilain idalam imelakukan ipenelitian

iselanjutnya iterkait idengan itransformational ileadership, icreative iself-

efficacy, iintrinsic imotivation idan icreative iprocess iengagement.

b. Sebagai sarana dalam menambah pengetahuan yang bermanfaat

khususnya dalam hal transformational leadership, creative self-efficacy,

intrinsic motivation dan creative process engagement.


2. Bagi perusahaan:

Memberi informasi untuk perusahaan dalam mengelola transformational

leadership, creative self-efficacy, intrinsic motivation dan creative process

engagement.

Batasan Penelitian

Batasan idalam ipenelitian iini iadalah ipertama, idimensi idan iitem ipengukuran iyang

idilakukan idalam ipenelitian iini ihanya imengacu ipada ipenelitian iyang itelah

idilakukan ioleh Buil et al. (2019). Kedua, sampel yang digunakan hanya karyawan

PT Asuransi Allianz Life Indonesia yang ada di Jakarta sehingga hasilnya tidak

dapat digeneralisasikan dan hanya terbatas pada sampel yang diteliti.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teori dan Telaah Hasil Penelitian Terdahulu

Transformational Leadership

Gandolfi (2012) menjelaskan transformational leadership sebagai sebuah gaya

kepemimpinan yang dapat menciptakan hubungan yang positif pada pimpinan dan

karyawannya. Transformational leadership menurut García-Morales et al. (2012)

adalah gaya kepemimpinan yang mengutamakan kepentingan bersama pada setiap

anggota organisasi dan menolong karyawannya dalam mencapai tujuan bersama.

Dartey-Baah (2015), memberikan pengertian transformational leadership adalah

sebuah gaya kepemimpinan yang memiliki kharisma dalam memimpin sehingga

etika serta moral anggotanya dapat meningkat dalam bekerja. Eisenbeiß dan

Boerner (2013) mengatakan bahwa transformational leadership adalah gaya

kepemimpinan yang dapat membuat karyawannya termotivasi sehingga mereka

dapat bekerja dengan lebih baik serta mendahulukan kepentingan bersama dalam

mencapai tujuan perusahaan. Van Wart (2013) mendefinisikan transformational

leadership sebagai proses ketika seorang pemimpin dapat menciptakan perubahan

di dalam organisasi dengan meningkatkan motivasi karyawannya.


Tabel

Pengertian Transformational Leadership

No. Sumber Keterangan

1. Dartey-Baah (2015) Gaya kepemimpinan yang memiliki daya tarik


dan kharisma dalam memimpin agar
meningkatnya etika dan moral anggotanya dalam
bekerja.
2. Eisenbeiß dan Boerner Pemimpin yang dapat memotivasi karyawannya
(2013) agar bekerja dengan baik dengan mendahulukan
kepentingan bersama dalam mencapai tujuan
perusahaan.
3. Van Wart (2013) Proses dimana para pemimpin membuat
perubahan di dalam organisasi dengan
meningkatkan motivasi para karyawannya.
4. Gandolfi (2012) Gaya kepemimpinan yang membuat pemimpin
dan karyawannya memiliki hubungan yang
positif.
5. Garcia-Morales et al. Gaya kepemimpinan yang dapat meningkatkan
(2012) kepentingan bersama diantara anggota organisasi
dan membantu karyawannya dalam mencapai
tujuan bersama.
Sumber : Penelitian Terdahulu

Dari definisi beberapa ahli mengenai transformational leadership, maka dapat

diberi kesimpulan bahwa transformational leadership adalah suatu gaya

kepemimpinan pada seorang pemimpin yang mampu untuk memotivasi

karyawannya secara maksimal dalam meningkatkan etika serta moral karyawan

dalam pekerjaan sehingga dapat tercapai kepentingan bersama serta tujuan

perusahaan dengan memberikan motivasi, inovasi, inspirasi dan tujuan yang tepat

dalam bekerja.
Dimensi-Dimensi Transformational Leadership

Dimensi-dimensi transformational leadership menurut Bass et al. (2003) memiliki

empat komponen. Penjelasannya sebagai berikut :

a. Idealized Influence

Pimpinan yang dikagumi, dihormati, dan dapat dipercaya oleh para

karyawannya. Para karyawan akan mengidentifikasi dan ingin meniru

pimpinan tersebut. Pimpinan seperti ini akan sangat memikirkan apa yang

dibutuhkan oleh para karyawannya, hal tersebut sangat penting

dibandingkan sekian banyak hal yang harus dilakukan oleh pimpinan dalam

mendapatkan rasa hormat dari karyawannya. Pimpinan secara konsisten

saling berbagi dengan karyawannya dengan tetap memperhatikan prinsip

serta etika dan nilai-nilai yang ada.

b. Inspirational Motivation

Pimpinan memberikan arti dan tantangan bagi pekerjaan para karyawan

untuk memotivasi mereka. Membangkitkan semangan individu maupun

sebuah tim. Antusiasme dan optimisme akan sangat diperlihatkan. Pimpinan

mendorong karyawannya agar bisa membayangkan masa depan diri mereka

sendiri dengan cara membayangkan masa depan sebuah negara yang

menarik.

c. Intellectual stimulation

Pimpinan membuat para karyawannya agar terpacu untuk menjadi inovatif

dan kreatif dengan mempertanyakan asumsinya, setiap masalah dari


penyusunan, dan melakukan pendekatan pada situasi lama dengan cara yang

baru. Tidak pernah ada kritik maupun ejekan bagi karyawan yang berbuat

kesalaha. Solusi yang kreatif serta ide-ide baru selalu muncul untuk

menyelesaikan permasalahan yang terjadi di antara karyawan, termasuk

proses mengatasi masalah serta menemukan solusi.

d. Individualized Consideration

Pimpinan memperhatikan setiap kebutuhan karyawannya terutama prestasi

dan perkembangan karyawan dengan cara bertindak sebagai pelatih ataupun

mentor. Mengembangkan potensi karyawan ke tingkatan yang lebih tinggi.

Menciptakan kesempatan untuk mempelajari berbagai hal baru pada

suasana kerja yang mendukung perkembangan, yang mana perbedaan

kebutuhan dan keinginan individu akan sangat terlihat.

Konsekuensi Transformational Leadership

Gyensare et al., (2016) beranggapan bahwa konsekuensi transformational

leadership adalah semakin rendahnya tingkat transformational leadership dapat

menyebabkan perasaan tidak puas pada diri karyawan sehingga dapat

meningkatkan keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan tersebut. Menurut

HA (2014) konsekuensi dari transformational leadership adalah seorang pimpinan

dapat membina karyawan ke suatu posisi, yang mana karyawan tersebut bisa

mengambil alih peran kepemimpinan dan bertindak di luar standar yang telah

ditentukan. Valero et al., (2015) menyatakan bahwa konsekuensi dari


transformational leadership adalah pimpinan yang mampu membangkitkan

semangat karyawannya di lingkungan pekerjaan akan membuat pimpinan dan

karyawan tersebut untuk saling bertukan pikiran serta mencari solusi yang

dibutuhkan oleh perusahaan.

Creative Self-Efficacy

Creative self-efficacy menurut Azim et al. (2019) adalah ketika seorang indivitu

tidak hanya mengetahui kapasitas kreatifitas mereka namun juga ketika individu

tersebut mengetahui bagaimana cara untuk menerapkan kreatifitas tersebut pada

keadaan yang tepat. Thundiyil et al. (2016) menyatakan bahwa creative self-

efficacy adalah bentuk yang lebih spesifik dari self-efficacy, yaitu ketika karyawan

percaya bahwa ia memiliki pengetahuan serta keterampilan untuk terlibat dalam

pekerjaan yang kreatif, creative self-efficacy adalah komponen utama bagi

kreatifitas dan inovasi, melebihi pentingnya dukungan atasan. Jaiswal dan Dhar

(2015) memberikan pengertian bahwa creative self-efficacy sebagai taraf

kepercayaan individu mengenai kemampuan mereka untuk menciptakan hasil yang

kreatif. Tierney dan Farmer (2011) mendefinisikan creative self-efficacy sebagai

sebuah pandangan terhadap diri sendiri yang mana seseorang tersebut memiliki

kemampuan untuk menghasilkan sesuatu hasil yang kreatif. Malik et al. (2015)

menjelaskan bahwa creative self-efficacy sebagai keyakinan bahwa seseorang

memiliki kemampuan untuk menghasilkan suatu hasil yang kreatif.


Tabel

Pengertian Creative Self-Efficacy


No. Sumber Keterangan
1. Azim et al. (2019) Individu tidak hanya mengetahui kapasitas
kreatifitas mereka namun juga ketika individu
tersebut mengetahui bagaimana cara untuk
menerapkan kreatifitas tersebut pada keadaan
yang tepat.
2. Thundiyil et al. (2016) Bentuk yang lebih spesifik dari self-efficacy,
yaitu ketika karyawan percaya bahwa ia
memiliki pengetahuan serta keterampilan
untuk terlibat dalam pekerjaan yang kreatif,
creative self-efficacy adalah komponen utama
bagi kreatifitas dan inovasi, melebihi
pentingnya dukungan atasan.
3. Jaiswal dan Dhar (2015) Taraf kepercayaan individu mengenai
kemampuan mereka untuk menciptakan hasil
yang kreatif.
4. Malik et al. (2015) Keyakinan bahwa seseorang memiliki
kemampuan untuk menghasilkan suatu hasil
yang kreatif.
5. Tierney dan Farmer (2011) Sebuah pandangan terhadap diri sendiri yang
mana seseorang tersebut memiliki
kemampuan untuk menghasilkan sesuatu
hasil yang kreatif.
Sumber : Penelitian Terdahulu

Dari pernyataan beberapa ahli di atas mengenai creative self-efficacy, maka dapat

disimpulkan bahwa creative self-efficacy adalah keyakinan seorang individu dalam

mengetahui kapasitasnya serta kemampuannya dalam mengerjakan berbagai

macam pekerjaan yang berhubungan dengan kreatifitas sehingga ia bisa

menghasilkan suatu hasil yang kreatif.


Konsekuensi Creative Self-Efficacy

Menurut Jaiswal dan Dhar (2015) konsekuensi creative self-efficacy adalah

semakin tinggi creative self-efficacy yang dimiliki oleh seorang karyawan maka ia

akan cenderung memobilisasi potensi kreatifnya menjadi hasil yang kreatif. Hsu et

al. (2011) menyatakan bahwa creative self-efficacy mencerminkan kepercayaan diri

seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu pekerjaan khusus pada

proses inovasi, dan memiliki optimisme pada hasil yang menguntungkan, self-

efficacy dan optimisme dapat mempengaruhi kinerja, kesejahteraan, sikap kerja

karyawan dan perilaku yang terkait dengan inovasi, seperti memecahkan masalah.

Karena inovasi merupakan suatu upaya yang beresiko maka karyawan akan

menghadapi banyak resiko dalam proses inovasi. Malik et al. (2015) juga

menyatakan bahwa konsekuensi dari creative self-efficacy adalah individu dengan

creative self-efficacy yang tinggi akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi pada

kemampuannya untuk tampil secara kreatif, dengan adanya penghargaan ekstrinsik

yang bergantung pada kreativitas, individu-individu ini menjadi sangat termotivasi

untuk tampil secara kreatif serta percaya diri akan hasil dari usaha mereka. Harapan

positif dari hasil yang menguntungkan akan membuat serta membentuk perilaku

mereka sehingga akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan.


Intrinsic Motivation

Intrinsic motivation menurut Tan et al. (2019) adalah sebagai dorongan untuk

terlibat dalam suatu aktivitas demi dirinya sendiri untuk mengalami kesenangan dan

kepuasan yang melekat dalam suatu aktivitas. Quigley dan Tymon (2006)

menyatakan bahwa intrinsic motivation adalah sebuah perasaan dan dorongan

positif yang diraih dari pekerjaan, perasaan ini meningkatkan upada pada diri

karyawan yang membuat pekerjaan mereka terselesaikan. Maka dari itu, intrinsic

motivation dapat membantu dalam menciptakan pengalaman dan perasaan yang

positif pada setiap individu. Leat dan El-Kot (2009) memberikan pengertian bahwa

intrinsic motivation sebagai hasrat pribadi dalam melakukan suatu pekerjaan

sehingga ia meraih kepuasan kerja. Martin-Perez dan Martin-Cruz (2015)

mendefinisikan intrinsic motivation sebagai sebuah dorongan yang melekat pada

individu agar dapat belajar dan mencari hal-hal yang baru dan menjadikannya

sebuah tantangan untuk melatih dan memperluas kinerja seseorang. Deci dan Ryan

(2010) menjelaskan bahwa intrinsic motivation adalah jenis motivasi yang

didasarkan pada minat alami seseorang dalam berbagai aktivitas yang memberikan

pengalaman baru dan tantangan. Perilaku yang termotivasi secara intrinsik tidak

memerlukan penghargaan eksternal, karena hal tersebut adalah ekspresi dari

perasaan seseorang mengenai siapa mereka dan apa yang menarik minat mereka.
Tabel

Pengertian Intrinsic Motivation

No. Sumber Keterangan


1. Tan et al. (2019) Dorongan untuk terlibat dalam suatu aktivitas
demi dirinya sendiri untuk mengalami
kesenangan dan kepuasan yang melekat
dalam suatu aktivitas.
2. Martin-Perez dan Martin- Sebuah dorongan yang melekat pada individu
Cruz (2015) agar dapat belajar dan mencari hal-hal yang
baru dan menjadikannya sebuah tantangan
untuk melatih dan memperluas kinerja
seseorang.
3. Deci dan Ryan (2010) Jenis motivasi yang didasarkan pada minat
alami seseorang dalam berbagai aktivitas
yang memberikan pengalaman baru dan
tantangan. Perilaku yang termotivasi secara
intrinsik tidak memerlukan penghargaan
eksternal, karena hal tersebut adalah ekspresi
dari perasaan seseorang mengenai siapa
mereka dan apa yang menarik minat mereka.
4. Leat dan El-Kot (2009) Hasrat pribadi dalam melakukan suatu
pekerjaan sehingga ia meraih kepuasan kerja.
5. Quigley dan Tymon Sebuah perasaan dan dorongan positif yang
(2006) diraih dari pekerjaan, perasaan ini
meningkatkan upada pada diri karyawan yang
membuat pekerjaan mereka terselesaikan.
Sumber : Penelitian Terdahulu

Dari pernyataan beberapa ahli mengenai intrinsic motivation, maka dapat

disimpulkan bahwa intrinsic motivation adalah dorongan dan otivasi yang berasal

dari dalam diri individu yang berupa keinginan atau hasrat untuk melakukan suatu

pekerjaan dan tanggung jawab sehingga dapat menghasilkan kepuasan kerja yang

secara langsung berdampak pada perasaan positif mereka.


Dimensi-dimensi Intrinsic Motivation

Teo et al. (2015) menyatakan bahwa intrinsic motivation memiliki tiga dimensi,

yaitu : (a) intrinsic motivation to know, (b) intrinsic motivation to accomplish, (c)

intrinsic motivation to stimulation. Penjelasannya sebagai berikut :

a. Intrinsic Motivation to Know

Motivasi untuk belajar, mengeksplorasi, mengetahui hal-hal baru, dan

memahami sesuatu.

b. Intrinsic Motivation to Accomplish

Motivasi untuk menguasai hal-hal dan meningkatkan kemampuan, serta

berorientasi terhadap interaksi pada lingkungan untuk menunjukkan

keterampilan yang dimiliki sehingga timbul rasa puas pada diri sendiri.

c. Intrinsic motivation to Stimulation

Motivasi untuk bisa hadir dalam suatu aktivitas yang dapat memunculkan

kesenangan dan kepuasan tertentu tanpa mengharapkan adanya imbalan

materi maupun keuntungan eksternal

Konsekuensi Intrinsic Motivation

Menurut Kim (2018) konsekuensi dari intrinsic motivation adalah tingginya

tingkat intrinsic motivation akan menimbulkan rendahnya rasa jenuh serta

rendahnya keinginan untuk berpindah ke organisasi lain karena ia telah

menganggap pekerjaan yang ia miliki saat ini sudah sangat menarik dan
menyenangkan. Teo et al. (2015) menyatakan bahwa konsekuensi dari tingginya

tingkat intrinsic motivation adalah timbulnya rasa positif yang diperoleh dari

pekerjaan yang akhirnya dapat menyebabkan tingginya tingkat job satisfaction.

Creative Process Engagement

Creative process engagement menurut Azim et al. (2019) dapat digambarkan

sebagai keterlibatan emosional dan fisik karyawan dalam aktivitas yang sering kali

baru dan tidak biasa tetapi tetap memiliki peran terhadap tujuan organisasi. Du et

al. (2016) menjelaskan creative process engagement adalah keterlibatan karyawan

dalam metode ataupun proses yang berkaitan dengan kreativitas. Creative process

meliputi tiga tahap yaitu, identifikasi masalah, pencarian dan penerjemahan

informasi, dan pembentukan ide. Zhang dan Bartol (2010) memberikan pengertian

bahwa creative process engagement sebagai suatu partisipasi karyawan dalam

proses kognitif yang berhubungan dengan suatu pekerjaan kreatif, termasuk

identifikasi masalah, pencarian dan penerjemahan informasi, serta pembentukan ide

alternatif. Harris et al. (2014) menjelaskan pengertian creative process engagement

adalah sejauh mana karyawan secara kognitif, mendedikasikan perhatian mereka

untuk mengidentifikasi masalah potensial, mencari informasi dan menghasilkan

pendekatan baru atau alternatif untuk pemecahan masalah.


Tabel

Pengertian Creative Process Engagement

No. Sumber Keterangan


1. Azim et al. (2019) Keterlibatan emosional dan fisik karyawan
dalam aktivitas yang sering kali baru dan
tidak biasa tetapi tetap memiliki peran
terhadap tujuan organisasi.
2. Du et al. (2016) Keterlibatan karyawan dalam metode ataupun
proses yang berkaitan dengan kreativitas.
3. Harris et al. (2014) Sejauh mana karyawan secara kognitif,
mendedikasikan perhatian mereka untuk
mengidentifikasi masalah potensial, mencari
informasi dan menghasilkan pendekatan baru
atau alternatif untuk pemecahan masalah.
4. Zhang dan Bartol (2010) Suatu partisipasi karyawan dalam proses
kognitif yang berhubungan dengan suatu
pekerjaan kreatif, termasuk identifikasi
masalah, pencarian dan penerjemahan
informasi, serta pembentukan ide alternatif.
Sumber : Penelitian Terdahulu

Dari pernyataan beberapa ahli mengenai creative process engagement, maka dapat

disimpulkan bahwa creative process engagement adalah keterlibatan emosional dan

fisik karyawan dalam proses kognitif yang berkaitan dengan kreativitas yang

meliputi tiga tahap yaitu, identifikasi masalah, pencarian dan penerjemahan

informasi, dan pembentukan ide.


Konsekuensi Creative Process Engagement

Menurut Azim et al. (2019) konsekuensi dari creative process engagement adalah

semakin tinggi tingkat creative process engagement maka pemanfaatan bakat dan

kecerdasan kreatifitas karyawan akan semakin meningkat sehingga memerlukan

keterlibatan psikologis dalam bekerja. Sedangkan Tan et al. (2019) beranggapan

bahwa creative process engagement berbeda dengan pemecahan masalah biasa dan

pengambilan keputusan rasional, creative process engagement lebih difokuskan

kepada masalah yang unik bukan masalah biasa, proses kreatif secara objektif selalu

menghasilkan solusi yang baru, dalam creative process engagement informasi

dicari, diterjemah, digabungkan kemudian diatur ulang. Selain itu individu yang

memiliki creative process engagement yang tinggi cenderung lebih memiliki upaya

yang luar biasa dalam mengidentifikasi masaah, mencari informasi yang relevan,

serta mengeksplorasi kemungkinan, maka dari itu individu ini akan lebih cenderung

menghasilkan solusi yang baru dan berguna. Du et al. (2016) menjelaskan bahwa

konsekuensi dari creative process engagement adalah semakin tinggi tingkat

creative process engagement maka akan mempengaruhi keterlibatan individu pada

pekerjaan lainnya, dan pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja dalam perannya.

Berbeda dengan job engagement yang lain, creative process engagement

membutuhkan kemampuan kognitif yang tinggi dan membutuhkan banyak waktu

serta energi.
Telaah hasil peneltian

Transformational Leadership dan Creative Process Engagement

Peneliti Judul Penelitian Hasil


(Tahun)
Azim et al. Linking itransformational 1. Terdapat hubungan
(2019) ileadership iwith iemployees’ positif dan signifikan
engagement iin ithe icreative antara transformational
iprocess leadership dan creative
process engagement.
2. Creative self-efficacy
memediasi hubungan
transformational
leadership dan creative
process engagement.
Mahmood et al., The iinfluence iof 1. Terdapat ihubungan
(2019) itransformational ileadership ion ipositif idan isignifikan
iemployees’ icreative iprocess iantara itransformational
iengagement: iA imulti-level ileadership idan icreative
ianalysis iprocess iengagement.
Henker et al. Transformational iLeadership 1. Terdapat ihubungan
(2015) iand iEmployee iCreativity: iThe ipositif idan isignifikan
iMediating iRole iof iPromotion iantara transformational
iFocus iand iCreative iProcess ileadership i idan i
iEngagement icreative iprocess
iengagement.
Telaah hasil peneltian

Transformational Leadership dan Creative Self-Efficacy

Peneliti Judul Penelitian Hasil


(Tahun)
Azim et al. Linking itransformational 1. Terdapat ihubungan
(2019) ileadership iwith iemployees’ ipositif idan isignifikan
engagement iin ithe icreative iantara itransformational
iprocess ileadership idan icreative
iprocess iengagement.
2. Creative iself-efficacy
imemediasi ihubungan
itransformational
ileadership idan icreative
iprocess iengagement.
Gong et al., Employee ilearning iorientation, 1. Creative self-efficacy
(2010) itransformational ileadership, memediasi hubungan
iand iemployee icreativity: iThe transformational
imediating irole iof iemployee leadership dan
icreative iself-efficacy employee creativity.
Wang et al., Linking itransformational 1. Terdapat ihubungan
(2014) ileadership iand iemployee ipositif idan isignifikan
icreativity iin ithe ihospitality iantara itransformational
iindustry: iThe iinfluences iof ileadership idan icreative
icreative irole iidentity, icreative iself-efficacy.
iself-efficacy, iand ijob
icomplexity
Telaah hasil peneltian

Transformational Leadership dan Intrinsic Motivation

Peneliti Judul Penelitian Hasil


(Tahun)
Mahmood et al., The iinfluence iof 1. Terdapat hubungan
(2019) itransformational ileadership ion positif dan signifikan
iemployees’ icreative iprocess antara transformational
iengagement: iA imulti-level leadership dan intrinsic
ianalysis motivation.
Conchie (2013) Transformational ileadership, 1. Terdapat hubungan
iintrinsic imotivation, iand itrust: positif dan signifikan
iA imoderated-mediated imodel antara transformational
iof iworkplace isafety leadership dan intrinsic
motivation.
Wang et al., Linking transformational 1. Terdapat hubungan
(2014) leadership and employee positif dan signifikan
creativity in the hospitality antara transformational
industry: The influences of leadership dan
creative role identity, creative creative self-efficacy.
self-efficacy, and job
complexity

Rerangka Konseptual

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa creative process engagement

merupakan sebuah keterlibatan emosional dan fisik karyawan dalam proses kognitif

yang berkaitan dengan kreativitas yang meliputi tiga tahap yaitu, identifikasi

masalah, pencarian dan penerjemahan informasi, dan pembentukan ide. Karyawan

yang memiliki keterlibatan emosional serta memiliki dedikasi tinggi terhadap

pekerjaannya akan menghasilkan pendekatan baru dan alternatif dalam pemecahan

masalah.
Dalam meningkatkan creative process engagement, perusahaan dapat menerapkan

transformational leadership karena gaya kepemimpinan ini dapat meningkatkan

visi karyawan dan menumbuhkan rasa percaya serta kekaguman melalui dukungan

personal. Transformational leadership dapat mengalihkan kesadaran dari tantangan

pekerjaan kepada cara baru untuk meraih tujuan yang lebih besar (Azim et al.,

2019). Selain itu perusahaan juga harus meningkatkan creative self-efficacy karena

semakin tinggi tingkat creative self-efficacy yang ada pada diri karyawan maka

karyawan akan cenderung memobilisasi potensi kreatifnya menjadi hasil yang

kreatif serta individu dengan creative self-efficacy yang tinggi akan memiliki

kepercayaan diri yang tinggi pada kemampuannya untuk tampil secara kreatif,

dengan adanya penghargaan ekstrinsik yang bergantung pada kreativitas, individu-

individu ini menjadi sangat termotivasi untuk tampil secara kreatif serta percaya

diri akan hasil dari usaha mereka. Harapan positif dari hasil yang menguntungkan

akan membuat dan membentuk perilaku mereka sehingga akan menghasilkan

sesuatu yang diharapkan (Jaiswal dan Dhar, 2015; Malik et al., 2015).

Selain kedua hal di atas perusahaan juga harus meningkatkan intrinsic motivation

karena akan menimbulkan rendahnya rasa jenuh serta rendahnya keinginan untuk

berpindah ke organisasi lain karena ia telah menganggap pekerjaan yang ia miliki

saat ini sudah sangat menarik dan menyenangkan sehingga keterlibatan emosional

karyawan terhadap pekerjaannya akan timbul (Kim, 2018).


Uraian di atas dijelaskan dalam gambar rerangka konseptual sebagai berikut :

Pengaruh Transformational Leadership terhadap Creative Process Engagement

yang dimediasi oleh Creative Self-Efficacy dan Intrinsic Motivation pada

Karyawan PT Asuransi Allianz Life Indonesia.

Gambar 1

Rerangka Konseptual

Sumber : Azim et al. (2019) & Mahmood et al. (2019)


Pengembangan Hipotesis

Transformational Leadership dan Creative Process Engagement

Teori transformational leadership berkontribusi terhadap peningkatan

psychological empowerment yang mencerminkan kesadaran motivasi terhadap

kompetensi, penentuan jati diri, makna dan dampak ketika seseorang menjalankan

pekerjaan (Azim et al., 2019), yang pada akhirnya, meningkatkan keyakinan

karyawan terhadap keamanan psikologis terhadap keterlibatan kreatifitas mereka

(Carmeli et al., 2014; Henker et al., 2015; To et al., 2015). Secara lebih spesifik,

transformational leadership menunjukkan dukungan utamanya dengan

menekankan pada kemandirian, fleksibilitas, proaktif dan pemberdayaan karyawan

karena kontribusi mereka sangat layak dan berdampak bagi perusahaan. Oleh

karena itu potensi penuh karyawan dapat dicapai dengan cara merubah aspirasi dan

nilai mereka menjadi lebih bermakna (Azim et al., 2019; Jauhari et al., 2017).

Mengikuti teori self-determination, jenis hubungan antara transformational

leadership dan kreatifitas ini meningkatkan rasa keterkaitan dan kenyamanan

karyawan. Akhibatnya hal tersebut dapat meningkatkan self-determination dan

tingkat kompetensi mereka (Deci dan Ryan, 2010). Inti dari teori self-determination

menunjukkan bahwa manusia memiliki aspirasi yang menarik perihal kemandirian,

kompetensi dan keterkaitan dengan pekerjaan mereka, yang akhirnya memotivasi

mereka untuk menjadi kreatif (Azim et al., 2019). Dukungan dari transformational

leadership dapat melampaui kepentingan pribadi dari karyawan untuk mencari


wawasan baru untuk menyelesaikan masalah (Jauhari et al., 2017). Selain

menginspirasi dan memotivasi karyawan untuk terlibat dalam proses kreatif,

transformational leadersip secara aktif membentuk psychological safety serta

memberikan dukungan dan feedback untuk terus berkembang dan sukses, dengan

demikian hal ini dapat memfasilitasi untuk meningkatkan creative process

engagement (Carmeli et al., 2014). Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang

akan diajukan adalah sebagai berikut

H1 : Transformational leadership berpengaruh terhadap creative process

engagement.

Transformational leadership dan creative self-efficacy

Puente-Díaz (2016) menunjukkan bahwa faktor individu dan faktor organisasi

dapat meningkatkan creative self-efficacy. Lebih jauh lagi ia menekankan bahwa

kepemimpinan yang efektif dan hubungan dengan tim kerja yang berkualitas dapat

meningkatkan creative self-efficacy. gaya pengawasan dapat membuat perbedaan

yang signifikan dalam membangun creative self-efficacy karyawan, yang mana

pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku kreatif karyawan (Gu et al., 2017).

Sebagian besar studi mengacu pada transformational leadership sebagai variabel

kontekstual yang mempengaruhi creative self-efficacy (Mittal dan Dhar, 2015;

Wang et al., 2014).


Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang akan diajukan adalah sebagai berikut

H2 : Transformational leadership berpengaruh terhadap creative self-efficacy

Transformational Leadership dan Intrinsic Motivation

Transformational leadership melalui idealized influence dan intellectual

stimulation, dapat meningkatkan intrinsic motivation karyawan dan mendorong

mereka untuk terlibat dalam tindakan kreatif (Braun et al., 2013; Kark et al., 2018).

Selain itu dengan mengembangkan iklim kerja yang adil, transformational

leadership dapat meningkatkan intrinsic motivation karyawan dan pada akhirnya

dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi dalam konteks organisasi.

Transformational leadership dapat menciptakan lingkungan yang dapat

menginspirasi karyawan dalam pekerjaan-pekerjaan yang menantang serta dapat

membuat pekerjaan karyawan lebih menarik dan menyenangkan (Henker et al.,

2015). Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang akan diajukan adalah sebagai

berikut

H3 : Transformational leadership berpengaruh terhadap intrinsic motivation.


Creative Self-Efficacy dan Creative Process Engagement

Secara keseluruhan, penelitian sebelumnya menujukkan bahwa para pemimpin

yang memiliki creative self-efficacy yang tinggi cenderung dapat meningkatkan

kreativitas karyawan dengan mendorong mereka untuk menjadi kreatif, dan sebagai

hasilnya, karyawan yang terlibat dalam pekerjaan kreatif akan meningkatkan

tingkat kreativitas karyawan (Huang et al., 2016). Self-Efficacy adalah kekuatan

pendukung yang dominan untuk keterlibatan karyawan dalam suatu proses kreatif

(Zhang dan Bartol, 2010).

Karyawan dengan riwayat pencapaian pribadi yang baik mereka akan memiliki rasa

keberuntungan dan cenderung memiliki pemikiran yang berbeda (Puente-Díaz dan

Cavazos-Arroyo, 2017). Pemikiran yang berbeda sangatlah penting terutama ketika

menghadapi permasalahan yang sulit dijelaskan (Huang et al., 2016). Hasil positif

dari proses kreatif akan memperkuat keyakinannya untuk melanjutkan

keterlibatannya di dalam pekerjaan (Puente-Díaz, 2016). Dengan demikian, ada

hubungan yang dapat diterima antara creative self-efficacy dan creative process

engagement. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang akan diajukan adalah

sebagai berikut :

H4 : Creative self-efficacy berpengaruh terhadap creative process engagement.


Intrinsic Motivation dan Creative Process Engagement

Zhang dan Bartol (2010) mengemukakan bahwa tingkat keterlibatan dalam suatu

pekerjaan kreatif sangat bervariasi, jika seseorang memberikan sedikit perhatian

pada suatu masalah dan memilih untuk sedikit terlibat dalam penyelesaiannya,

sebuah solusi mungkin akan menjadi itidak ikreatif idan itidak iberguna. iNamun idi isisi

ilain, isolusi ikreatif idapat idihasilkan iketika iseseorang imemberikan iperhatian

isubstansial ipada isuatu imasalah idan imemilih iuntuk ilebih iterlibat idalam ipekerjaan

ikreatif, iyaitu iketika ikaryawan isepenuhnya imengidentifikasi imasalah idari iberbagai

isudut ipandang, imengumpulkan iinformasi iyang iberagam inamun itetap irelevan,

iserta imenciptakan iberbagai imacam ialternatif.

Mahmood et al, (2019) menunjukkan ibahwa ifungsi iutama idari iintrinsic imotivation

iadalah imengendalikan iperhatian. iKetika isorang iindividu iterlibat idalam ipekerjaan

imereka, imereka iakan ilebih icenderung imencurahkan isemua iperhatian imereka ipada

imasalah iyang imereka ihadapi. Perhatian tersebut mengarahkan karyawan kepada

creative process engagement melalui pengendalian diri, yang akhirnya intrinsic

motivation akan mempengaruhi sejauh mana seorang individu akan bertahan dalam

melaksanakan pekerjaan kreatif (Zhang dan Bartol, 2010). Maka, berdasarkan

uraian di atas, hipotesis yang akan diajukan adalah sebagai berikut :

H5 : Intrinsic motivation berpengaruh terhadap creative process engagement.


Creative Self-Efficacy Memediasi Hubungan antara Transformational

Leadership dan Creative Process Engagement

Transformational leadership baik secara teoritis maupun empiris, memiliki dampak

yang luar biasa dalam membangun keyakinan creative self-efficacy yang pada

akhirnya akan mengarahkan karyawan untuk terlibat dalam proses kreatif (Afsar

dan Masood, 2018; Puente-Díaz, 2016). Transformational leadership dapat

meningkatkan motivasi karyawan, meningkatkan kepercayaan diri mereka serta

memperkuat psychological safety melalui pengaruh dimensinya yaitu, idealized

influence, inspirational motivation, individualized consideration, dan intellectual

stimulation (Azim et al., 2019; Mittal dan Dhar, 2015; Wang et al., 2014).

Permasalahan yang dapat dijelaskan dengan baik akan sangat dibutuhkan agar dapat

timbul solusi kreatif, informasi yang tepat dan data yang relevan serta

diterjemahkan dengan benar sangatlah diperlukan dalam penyelesaian masalah

tersebut (Azim et al., 2019). Karyawan dengan keyakinan yang baik akan

cenderung mempertahankan tantangan terkait keterlibatannya pada proses kreatif

(Tierney dan Farmer, 2011). Dengan demikian, ada hubungan yang dapat diterima

antara creative self-efficacy dan creative process engagement. Berdasarkan uraian

di atas, hipotesis yang akan diajukan adalah sebagai berikut :

H6 : Creative self-efficacy memediasi hubungan antara transformational

leadership dan creative process engagement.


Intrinsic Motivation Memediasi Hubungan antara Transformational

Leadership dan Creative Process Engagement

Transformational leadership dapat menciptakan lingkungan yang dapat

menginspirasi karyawan dalam pekerjaan-pekerjaan yang menantang serta dapat

membuat pekerjaan karyawan lebih menarik dan menyenangkan (Henker et al.,

2015). Selain itu, Zhang dan Bartol (2010) menemukan bahwa transformational

leader dapat meningkatkan kreativitas karyawan dengan memberikan

psychological empowerment yang dapat meningkatkan intrinsic motivation pada

karyawan. Devloo et al. (2015) menemukan bahwa intrinsic motivation karyawan

berkontribusi pada perilaku kerja yang inovatif, karena mereka merasa memegang

kendali dan menguasai aktivitas pekerjaan mereka. Hal tersebut juga dapat

meningkatkan creative self-efficacy dalam diri karyawan (Mahmood et al., 2019)

diasumsikan bahwa intrinsic motivation dapat memainkan peran mediasi dalam

proses transformational leadership terhadap keterlibatan karyawan (Denti dan

Hemlin, 2012; Kark et al., 2018). Oleh karena itu, berdasarkan asumsi teoritis dan

bukti penelitian sebelumnya, penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut :

H7 : Intrinsic Motivation memediasi hubungan antara transformational

leadership dan creative process engagement


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian pada tesis ini bersifat uji hipotesis (hypothesis testing) yang bertujuan

untuk meneliti pengaruh transformational leadership terhadap creative process

engagement yang dimediasi oleh creative self-efficacy dan intrinsic motivation pada

karyawan PT Asuransi Allianz Life Indonesia. Variabel-variabel yang digunakan

adalah sebagai berikut :

a. Variabel Bebas (independent variable) adalah Transformational

Leadership.

b. Variabel Perantara (intervening variable) adalah creative self-efficacy dan

intrinsic motivation.

c. Variabel Terikat (dependent variable) adalah creative process engagement.

Uji hipotesis (hypothesis testing) menurut Sekaran (2014) merupakan sebuah

metode ipengujian ihipotesis iyang imenjelaskan imengenai iperbedaan-perbedaan iatau

ihubungan-hubungan itertentu iantar iindependensi iatau ikelompok idari idua ifaktor

iatau ilebih idalam isatu isituasi. iDalam ipenelitian iini iunit ianalisisnya iadalah iindividu,

iyaitu ipara ikaryawan iyang ibekerja idi iPT iAsuransi iAllianz iLife iIndonesia iyang

iakan idiminta ipenilaian idengan icara imengisi ikueisoner. iPada ipenelitian iini itingkat
iintervensinya iadalah iminimal, idi imana ipenelitian iini idilakukan idalam ikonteks

isurvey idan idilakukan isebagaimana iadanya itanpa irekayasa.

Variabel dan Pengukuran

Variabel Penelitian

Variabel menurut Sekaran (2014) adalah isegala isesuatu iyang idapat imembedakan

iataupun imembawa ivariasi ipada inilai, iyang imana inilai ibisa ipada iwaktu iyang isama

iuntuk iobjek iyang iberbeda iatau iberbagai iwaktu ipada iobjek iyang isama. iDi idalam

ipenelitian iini iterdapat iempat ivariabel, iyaitu ivariabel ibebas i(independent ivariable),

idua ivariabel iperantara i(intervening ivariable), idan ivariabel iterikat i(dependent

ivariable). iVariabel ibebas i(independent ivariable) menurut Sugiyono (2011) adalah

variabel yang mempengaruhi variabel terikat (dependent variable). Variabel terikat

(dependent variable) dalam penelitian ini adalah transformational leadership.

Variabel perantara (intervening variable) adalah variabel yang menjadi perantara

antara variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (independent

variable) (Sekaran, 2014). Variabel perantara (intervening variable) dalam

penelitian ini adalah creative self-efficacy dan intrinsic motivation. Sedangkan,

variabel terikat (dependent variable) menurut Sugiyono (2011) adalah ivariabel

iyang idipengaruhi ioleh ivariabel ibebas i(independent ivariable). iVariabel iterikat

i(dependent ivariable) idalam ipenelitian iini iadalah icreative iprocess iengagement.


Seluruh item dalam penelitian ini menggunakan skala Likert lima poin, yaitu :

Skala 1 = Sangat Tidak Setuju

Skala 2 = Tidak Setuju

Skala 3 = Ragu-ragu

Skala 4 = Setuju

Skala 5 = Sangat Setuju

Variabel Bebas (Independent Variable)

Transformational Leadership

Variabel bebas pada penelitian ini diukur dengan menggunakan 20 item pernyataan

yang dibagi menjadi empat dimensi yang dikembangkan oleh (Bass et al., 2003),

yaitu :

Tabel

Item Pernyataan Transformational Leadership


No. Item Pernyataan
Idealized Influence
1. Pimpinan berbicara tentang nilai dan kepercayaannya yang paling penting

Pimpinan menentukan pentingnya memiliki tujuan yang kuat


2.
Pimpinan mempertimbangkan konsekuensi moral dan etis dari keputusan
3.
Pimpinan menekankan pentingnya memiliki misi kolektif
4.
Pimpinan menanamkan kebanggaan kepada saya karena berhubungan dengan
5. dia
Pimpinan mengabaikan kepentingan pribadi demi kebaikan kelompok
6.
Pimpinan bertindak dengan cara yang membangun rasa hormat saya
7.
Pimpinan menampilkan rasa kuat dan percaya diri
8.
Inspirational Motivation
Pimpinan berbicara optimis tentang masa depan
9.
Pimpinan berbicara dengan antusias tentang apa yang perlu dilakukan
10.
Pimpinan mengartikulasikan visi masa depan yang menarik
11.
Pimpinan mengungkapkan keyakinan bahwa tujuan akan tercapai
12.
Intellectual Stimulation
Pimpinan memeriksa kembali asumsi kritis terhadap pertanyaan
13.
Pimpinan mencari perspektif yang berbeda saat memecahkan masalah
14.
Pimpinan membuat saya melihat masalah dari berbagai sudut pandang
15.
Pimpinan menyarankan cara baru untuk melihat bagaimana menyelesaikan
16. tugas
Individual Consideration
Pimpinan menghabiskan waktu mengajar dan membimbing
17.
Pimpinan memperlakukan saya sebagai individu bukan hanya sebagai anggota
18. kelompok
Pimpinan menganggap saya memiliki kebutuhan berbeda dari orang lain
19.
Pimpinan membantu saya untuk mengembangkan kekuatan saya
20.
Varibel Perantara (Intervening Variable)

Creative Self-Efficacy

Variabel perantara pada penelitian ini diukur dengan menggunakan 3 item

pernyataan yang dikembangkan oleh Jaiswal dan Dhar (2015) dan digunakan oleh

Azim et al., (2019)

Tabel

Item Pernyataan Creative Self-Efficacy

No. Item Pernyataan


Saya memiliki keyakinan pada keyakinan saya untuk menyelesaikan
1.
permasalahan secara kreatif.
2. Saya merasa bahwa saya hebat dalam mengembangkan ide-ide baru.

3. Saya memiliki bakat untuk mengembangkan ide-ide orang lain secara lebih
jauh.

Varibel Perantara (Intervening Variable)

Intrinsic Motivation

Variabel perantara pada penelitian ini diukur dengan menggunakan 10 item

pernyataan yang dikembangkan oleh Minh-Duc dan Huu-Lam (2019) :


Tabel

Item Pernyataan Intrinsic Motivation

No. Item Pernyataan


1. Hasil pekerjaan saya dijadikan rujukan evaluasi oleh rekan kerja saya
2. Saya ingin memiliki prestasi baik dalam pekerjaan saya.

3. Perusahaan memberikan reward atau penghargaan apabila saya bekerja dengan


baik dan melebihi target yang ditetapkan perusahaan.
4. Penghargaan atau reward yang diberikan perusahaan memotivasi saya untuk
bekerja dengan semangat.
5. Saya senang dengan pekerjaan yang diberikan oleh atasan sehingga saya tidak
merasa bosan dengan rutinitas pekerjaan saya.
6. Saya suka dengan pekerjaan yang menantang.
7. Perusahaan memberikan keleluasaan saya dalam bekerja dengan tidak selalu
diawasi dengan supervisor.
8. Saya merasa bersemangat dalam bekerja apabila tidak selalu diawasi
supervisor.
9. Potensi pengembangan diri yang menarik dalam pekerjaan saya adalah hal
yang memotivasi saya dalam bekerja
10. Bekerja diperusahaan ini membuat kemampuan dan keterampilan saya
berkembang.

Varibel Perantara (Intervening Variable)

Intrinsic Motivation

Variabel perantara pada penelitian ini diukur dengan menggunakan 11 item

pernyataan yang dikembangkan oleh Zhang dan Bartol (2010) dan digunakan oleh

Mahmood et al., (2019):


Tabel

Item Pernyataan Creative Process Engagement


No. Item Pernyataan
Problem Identification
Saya menghabiskan banyak waktu mencoba untuk memahami sifat dari suatu
1. masalah.
Saya memikirkan masalah dari berbagai sudut pandang.
2.
Saya menguraikan masalah/tugas yang sulit menjadi beberapa bagian untuk
3. mendapatkan pemahaman yang baik.
Information Searching and Encoding
Saya mencari solusi dari berbagai macam informasi.
4.
Saya mencari informasi dari berbagai sumber (misalnya: kenangan pribadi,
5. pengalaman orang lain, dokumentasi, internet, dll.).
Saya menyimpan sejumlah besar informasi secara rinci mengenai bidang
6. keahlian saya untuk digunakan pada masa yang akan datang.
Idea Generation
Saya mempertimbangkan beragam sumber informasi dalam menghasilkan ide-
7. ide baru.
Saya mencari hubungan pada solusi yang digunakan terhadap permasalahan
8. yang beragam.
Saya membuat sejumlah besar solusi alternatif untuk masalah yang sama
9. sebelum saya memilih solusi akhir.
Saya mencoba untuk menemukan solusi potensial yang berbeda dalam
10. melakukan sesuatu.
Saya menghabiskan banyak waktu untuk mencari informasi yang membantu
11. menghasilkan ide-ide baru.

Prosedur Pengumpulan Data

Populasi dan Sampel

Populasi menurut Sugiyono (2011) adalah sebuah wilayah generalisasi yang

memuat seluruh obyek/subyek dengan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk diteliti serta dipelajari. Populasi penelitian pada bulan September di
PT Asuransi Allianz Life Indonesia yaitu sebanyak 784 pegawai (termasuk … ).

Sampel menurut Sugiyono (2011) merupakan sebuah bagian dari populasi yang

ada. Pada penelitian ini jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus

Slovin berdasarkan Tejada dan Punzalan (2012), yaitu :

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁𝑒 2

Keterangan :

n : Jumlah Sampel

N : Jumlah Populasi

e : Batas toleransi kesalahan (error tolerance) (penelitian ini menggunakan

pengujian hipotesa dengan tingkat keyakinan sebesar 95% ( = 0,05)).

784
𝑛= = 265 Responden
1 + 784(0,05)2

Kuesioner yang disebarkan di PT Asuransi Allianz Life Indonesia adalah sebanyak

300 kuesioner. Kuesioner yang hilang dan/atau tidak dikembalikan oleh calon

responden adalah sebanyak … dan … dikembalikan namun tidak diisi secara


lengkap, sehingga kuesioner yang dikembalikan kepada peneliti diisi secara

lengkap adalah sebesar … . Dengan begitu, data sampel tersebut sudah cukup

mewakili jumlah responden yang dibutuhkan menurut Slovin yaitu sebanyak 265

responden. Adapun sampel yang akan diberikan Kuisioner direncanakan sebanyak

275 sampel, sehingga telah melewati jumlah minimal.

Teknik Pengumpulan Data

Terdapat idua imacam idata iyang iada idi idalam ipenelitian iini, iyaitu idata iprimer idan

idata isekunder. iUntuk idata iprimer, ipeneliti imengumpulkan idata idengan imelakukan

ipenyebaran ikuesioner ikepada ikaryawan iyang ibekerja idi iPT iAsuransi iAllianz iLife

iIndonesia. iPenyebaran ikuesioner iini imerupakan imetode ipengumpulan idata

idengan icara imenyebarkan idaftar ipernyataan itertulis iyang isudah idirumuskan

isebelumnya ikepada iresponden, idengan imaksud iuntuk imemperoleh iinformasi iyang

irelevan iberdasarkan iobjek iyang iditeliti isecara ilangsung. iUntuk idata isekunder,

ipeneliti imemperoleh idata iberdasarkan idata iprimer iyang itelah idiolah ilebih ilanjut

ibaik ioleh ipihak ipenghimpun idata iprimer imaupun ipihak ilain, seperti karya ilmiah

peneliti lain, literatur maupun data dari internet (Sekaran, 2014).

Uji Validitas

Uji ivaliditas iyang idigunakan iuntuk imengukur ivalid iatau itidaknya isuatu ikuesioner.

iMaka idari iitu, iapabila iitem ipernyataan ipada ikuesioner idapat imengungkapkan

isesuatu iyang iakan idiukur ioleh ikuesioner itersebut imaka ikuesioner idapat idikatakan
ivalid (Sekaran, 2014). Pengujian validitas idalam ipenelitian iini idilakukan

imenggunakan irumus ikoefisien ikorelasi ipearson i(Pearson’s iProduct iMoment

iCoefficient iof iCorellation). iDasar ipengambilan ikeputusan iuji ivaliditas iini iadalah

isebagai iberikut :

 Jika nilai p-value > 0,05 maka item penyataan dikatakan tidak valid.

 Jika nilai p-value < 0,05 maka item penyataan dikatakan valid.

Tabel 3.5

Hasil Uji Validitas Transformational Leadership

Koefisien Factor
No. Pernyataan Keputusan
Korelasi Loading
Idealized Influence
Pimipinan berbicara tentang
1. nilai dan kepercayaannya yang
paling penting
Pimpinan menentukan
pentingnya memiliki tujuan
2.
yang kuat
Pimpinan mempertimbangkan
konsekuensi moral dan etis
3.
dari keputusan
Pimpinan menekankan
pentingnya memiliki misi
4.
kolektif
Pimpinan menanamkan
kebanggaan kepada saya
5. karena berhubungan dengan
dia
Pimpinan mengabaikan
kepentingan pribadi demi
6.
kebaikan kelompok
Pimpinan bertindak dengan
cara yang membangun rasa
7.
hormat saya
Pimpinan menampilkan rasa
8. kuat dan percaya diri
Inspirational Motivation
Pimpinan berbicara optimis
9. tentang masa depan
Pimpinan berbicara dengan
antusias tentang apa yang
10.
perlu dilakukan
Pimpinan mengartikulasikan
11. visi masa depan yang menarik
Pimpinan mengungkapkan
keyakinan bahwa tujuan akan
12.
tercapai
Intellectual Stimulation
Pimpinan memeriksa kembali
asumsi kritis terhadap
13.
pertanyaan
Pimpinan mencari perspektif
yang berbeda saat
14.
memecahkan masalah
Pimpinan membuat saya
melihat masalah dari berbagai
15.
sudut pandang
Pimpinan menyarankan cara
baru untuk melihat bagaimana
16.
menyelesaikan tugas
Individual Consideration
Pimpinan menghabiskan
waktu mengajar dan
17.
membimbing
Pimpinan memperlakukan
saya sebagai individu bukan
18. hanya sebagai anggota
kelompok
Pimpinan menganggap saya
memiliki kebutuhan berbeda
19.
dari orang lain
Pimpinan membantu saya
untuk mengembangkan
20.
kekuatan saya
Sumber : Data diolah
Tabel 3.5

Hasil Uji Validitas Creative Self-Efficacy

Koefisien Factor
No. Pernyataan Keputusan
Korelasi Loading
Saya memiliki keyakinan pada
keyakinan saya untuk
1.
menyelesaikan permasalahan
secara kreatif.
Saya merasa bahwa saya hebat
dalam mengembangkan ide-
2.
ide baru.
Saya memiliki bakat untuk
mengembangkan ide-ide
3.
orang lain secara lebih jauh.
Sumber : Data diolah

Tabel 3.5

Hasil Uji Validitas Intrinsic Motivation

Koefisien Factor
No. Pernyataan Keputusan
Korelasi Loading
Hasil ipekerjaan isaya idijadikan
1. irujukan ievaluasi ioleh irekan
ikerja isaya
Saya iingin imemiliki iprestasi
2. ibaik idalam ipekerjaan isaya.
Perusahaan imemberikan
ireward iatau ipenghargaan
iapabila isaya ibekerja idengan
3.
ibaik idan imelebihi itarget iyang
iditetapkan iperusahaan.
Penghargaan iatau ireward
iyang idiberikan iperusahaan
4. imemotivasi isaya iuntuk
ibekerja idengan isemangat.
Saya isenang idengan ipekerjaan
iyang idiberikan ioleh iatasan
5.
isehingga isaya itidak imerasa
ibosan idengan irutinitas
ipekerjaan isaya.
Saya isuka idengan ipekerjaan
6. iyang imenantang.
Perusahaan imemberikan
ikeleluasaan isaya idalam
7. ibekerja idengan itidak iselalu
idiawasi idengan isupervisor.
Saya imerasa ibersemangat
idalam ibekerja iapabila itidak
8.
iselalu idiawasi isupervisor.
Potensi ipengembangan idiri
iyang imenarik idalam
ipekerjaan isaya iadalah ihal
9.
iyang imemotivasi isaya idalam
ibekerja
Bekerja idiperusahaan iini
imembuat ikemampuan idan
10. iketerampilan isaya
iberkembang.
Sumber : Data diolah
Tabel 3.5

Hasil Uji Validitas Creative Process Engagement

Koefisien Factor
No. Pernyataan Keputusan
Korelasi Loading
Problem Identification
Pimipinan berbicara tentang
1. nilai dan kepercayaannya yang
paling penting
Pimpinan menentukan
pentingnya memiliki tujuan
2.
yang kuat
Pimpinan mempertimbangkan
konsekuensi moral dan etis
3.
dari keputusan
Information Searching and Encoding
Pimpinan berbicara optimis
4. tentang masa depan
Pimpinan berbicara dengan
antusias tentang apa yang
5.
perlu dilakukan
Pimpinan mengartikulasikan
6. visi masa depan yang menarik
Idea Generation
Pimpinan memeriksa kembali
asumsi kritis terhadap
7.
pertanyaan
Pimpinan mencari perspektif
yang berbeda saat
8.
memecahkan masalah
Pimpinan membuat saya
melihat masalah dari berbagai
9.
sudut pandang
Pimpinan menyarankan cara
baru untuk melihat bagaimana
10.
menyelesaikan tugas
Pimpinan menghabiskan
waktu mengajar dan
11.
membimbing
Sumber : Data diolah
Uji Reliabilitas

Dalam sebuah alat ukur, pengujian reabilitas sangat perlu untuk dilakukan agar

dapat memastikan bahwa instrumen dari alat ukur yang digunakan dalam penelitian

ini adalah konsisten serta akurat. Hermawan (2006) menyatakan bahwa akurasi,

konsistensi, dan prediktabilitas suatu alat ukur berkaitan dengan reabilitas. Alat

analisis yang digunakan untuk menguji reabilitas pada penelitian ini yaitu dengan

melihat Cronbach’s Alpha yang mana kriteria dalam pengambilan keputusan adalah

sebagai berikut :

 Cronbach’s Alpha lebih dari 0,60 maka dinyatakan reliable.

 Cronbach’s Alpha kurang dari 0,60 maka dinyatakan tidak reliable.

Tabel

Hasil Uji Reliabilitas

Cronbach’s
No. Variable Items n Keputusan
Alpha
1. Transformational Leadership 20 265
2. Creative Self-Efficacy 3 265
3. Intrinsic Motivation 10 265
4. Creative Process Engagement 11 265
Sumber : Data diolah
Uji Kesesuaian Model

Kesesuaian imodel isecara ikeseluruhan i(overall ifit imodel) iharus idiuji iterlebih

idahulu isebelum idilakukannya ianalisis ihipotesis iagar idapat imenjamin ibahwa

imodel itersebut idapat imenggambarkan ipengaruh isebab idan iakibat. iPengujian

itersebut idapat idilakukan idengan ikriteria ipengukuran isebagai iberikut :

a) Absolute ifit imeasure idigunakan iuntuk imengukur imodel ifit isecara

ikeseluruhan, idimana ikriterianya idapat idilihat idari inilai ichi-square, ip-

value, iGoodness iof iFit iIndex i(GFI), idan iRoot iMean iSquare iError iof

iApproximation i(RMSEA).

b) Incremental ifit imeasure iyaitu iukuran iyang idigunakan iuntuk

imembandingkan imodel iyang idiajukan idengan imodel ilain iyang

idispesifikasi ioleh ipeneliti. iKriterianya idengan imelihat iNormend iFit iIndex

i(NFI), iTucker iLewis iIndex i(TLI), iAdjusted iGoodness iof iFit iIndex i(AGFI),

idan iComparative iFit iIndex i(CFI).

c) Parsimonious ifit imeasure iyaitu iadjustment iterhadap ipengukuran ifit iuntuk

idapat idiperbandingkan iantara imodel idengan ijumlah ikoefisien iyang

iberbeda. Kriterianya dengan melihat Minimum Sample Discrepancy

Function (CMIN).

Dalam menganalisis data, metode pada penelitian ini menggunakan pengujian

hipotesa dengan tingkat keyakinan sebesar 95% ( = 0,05).


Tabel

Hasil Pengujian Kesesuaian Model (Goodness of Fit)

Pengukuran
Jenis Nilai yang
Goodness of Nilai Kesimpulan
Pengukuran diharapkan
Fit
Chi square
χ2 – Chi-
table df 698=
square
710.421
Absolute Fit Minimal 0,05
p-value
Measures atau diatas 0,05
≥ 0,90 atau
GFI
mendekati 1
RMSEA < 0,08
≥ 0,90 atau
AGFI
mendekati 1
≥ 0,90 atau
NFI
Incremental mendekati 1
Fit Measures ≥ 0,90 atau
TLI
mendekati 1
≥ 0,90 atau
CFI
mendekati 1
Batas bawah 1,
Parsimonious
CMIN/DF batas atas 2,3
Fit Measure
atau 5
Sumber : Data diolah

Metode Analisis Data

1. Untuk menganalisis transformational leadership dengan menggunakan

statistic descriptive yaitu dengan menghitung nilai mean (rata-rata) jawaban

responden terhadap item pernyataan yang telah diajukan.


2. Untuk menganalisis creative self-efficacy dengan menggunakan statistic

descriptive yaitu dengan menghitung nilai mean (rata-rata) jawaban

responden terhadap item pernyataan yang telah diajukan.

3. Untuk menganalisis intrinsic motivation dengan menggunakan statistic

descriptive yaitu dengan menghitung nilai mean (rata-rata) jawaban

responden terhadap item pernyataan yang telah diajukan.

4. Untuk menganalisis creative process engagement dengan menggunakan

statistic descriptive yaitu dengan menghitung nilai mean (rata-rata) jawaban

responden terhadap item pernyataan yang telah diajukan.

5. Untuk menganalisis transformational leadership terhadap creative process

engagement yang dimediasi oleh creative self-efficacy dan intrinsic

motivation dengan menggunakan Structural Equation Model (SEM).

Anda mungkin juga menyukai