PENDAHULUAN
Istilah hidrosefalus berasal dari bahasa Yunani, ‘hydro’ yang berarti air dan
‘cephalus’ yang berarti kepala. Hidrosefalus adalah kondisi yang diakibatkan oleh
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi dari Cairan Serebro Spinal (CSS).
Keadaan ini menyebabkan peningkatan volume cairan spinal, dilatasi dari sistem
ventrikuler otak dan peningkatan tekanan intrakranial. Insiden hidrosefalus sulit
ditentukan karena dapat terjadi secara isolated atau berkaitan dengan penyakit
neurologi lainnya. Namun secara umum, insiden hidrosefalus adalah 0,5-4 per 1000
kelahiran hidup. Sedangkan pada hidrosefalus kongenital isolated, insidennya
berkisar 0,5-1,5 per 1000 kelahiran hidup.(1)
Gambaran klinis yang pertama terlihat antara lain pembesaran tengkorak kepala
yang kemudian disusul dengan gangguan neurologis akibat tekanan CSS yang
meningkat sehingga menyebabkan hipotrofi otak. Kelainan pada mata yang lazim
terjadi antara lain strabismus, kelainan visus, papil edem dan atropi nervus optikus.(3)
Penanganan hidrosefalus yang utama adalah life saving dan life sustaining yang
berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan
bedah secepatnya. Pada makalah ini akan dibahas mengenai klasifikasi, etiologi dan
kelainan okular yang muncul pada anak dengan hidrosefalus.
1
BAB II
2.1 Anatomi
Periode embriologi saat tertutupnya neural tube merupakan hal penting pada
kasus hidrosefalus. Penutupan neural tube terjadi terjadi pada masa 28 hari setelah
pembuahan. Penyempitan pada lumen sentral neural tube mengakibatkan
pendorongan bagian lain saat pembentukan sistem ventrikel. Pada usia kehamilan 2
bulan terjadi pembentukan ventrikel empat dengan cara invaginasi mesenkim
demikian juga dengan ventrikel lateral dan ventrikel tiga. Pembentukan pleksus
khoroid berkembang setelah pembentukan lumen ventrikel sekitar 75% pada usia tiga
bulan kehamilan.(4, 5)
Adanya aliran CSS dapat diketahui saat usia gestasional 9-10 minggu yang
bersamaan dengan terbentuknya foramen saluran ventrikel empat. Aliran CSS dari
ventrikel serebral menuju foramen ventrikel dan mengisi ruang sub arakhnoid dan
kemudian diabsorbsi oleh pembuluh-pembuluh darah vena.(4, 5)
Struktur anatomis berkaitan dengan sistem ventrikel otak dan kanalis sentralis
(Gambar 1) (6-8):
1. Ventrikel Lateralis
Kedua ventrikel lateralis terletak didalam hemisfer telencephalon, berhubungan
dengan vetrikel tiga (ventrikel tertius) melalui foramen interventrikularis (Foramen
Monro).
2. Ventrikel Tiga (Ventrikel Tertius)
Terletak pada diencephalon. Dinding lateral dibentuk oleh thalamus dengan
adhesion interthalamica dan hypothalamus. Resessus optikus dan infundibularis
menonjol ke anterior, dan resessus suprapinealis kearah kaudal. Antara ventrikel
tiga dengan ventrikel empat di hubungkan melalui celah kecil yaitu Aquaductus
Sylvii.
2
3. Ventrikel empat (Ventrikel Quartus)
Membentuk ruang yang berbentuk kubah diatas fossa rhombiodea antara
serebellum dan medulla serta membentang sepanjang resessus lateralis pada kedua
sisi. Masing-masing resessus berakhir pada foramen Luschka, muara lateral
ventrikel empat. Pada perlekatan vellum medullare anterior terdapat apertura
mediana Magendie.
4. Kanalis sentralis, medulla oblongata dan medulla spinalis
Saluran sentral korda spinalis merupakan saluran kecil yang memanjang sepanjang
korda spinalis, dilapisi sel-sel ependimal. Diatas, berlanjut kedalam medulla
oblongata, mengarah kedalam ventrikel empat.
5. Ruang Sub Arakhnoid
Merupakan ruang yang terletak diantara lapisan arakhnoid dan piamater. (Gambar
2).
3
Gambar 2. Anatomi lapisan meningen otak.(7)
Normalnya, CSS berada mengelilingi otak dan korda spinalis. CSS berfungsi
sebagai pembawa nutrisi ke otak dan membuang sisa metabolisme. CSS dibentuk
terutama dalam sistem ventrikel melalui pleksus koroid yang berada didalam
ventrikel lateralis, ventrikel tiga dan ventrikel empat. Meskipun sebagian besar CSS
diproduksi dalam ventrikel lateralis, tetapi sekitar 25% dapat berasal dari endotel
kapiler dalam parenkim otak. Pengendalian neurogenik berperan pembentukan CSS
karena pleksus koroid diinervasi oleh saraf adrenergik dan kolinergik. Stimulus
terhadap saraf adrenergik mengurangi produksi CSS, sedangkan stimulus terhadap
saraf kolinergik dapat meningkatkan produksi CSS. Otak sebenarnya berada dalam
4
keadaan melayang dalam cairan CSS. Hal inilah yang melindunginya dari mekanisme
trauma.(10-12)
Penyerapan CSS sebanyak 80% oleh villi arakhnoid di ruang sub arakhnoid
yang dipengaruhi oleh besarnya sinus venosus, dan 20% nya memasuki kanal spinalis
yang kemudian akan diabsorbsi. Aliran dan absorbsi CSS terjadi akibat adanya
perbedaan tekanan yang ada antara sistem ventrikel dan aliran vena. Tekanan di
ventrikel setinggi 180 mmHg pada kondisi normal, sedangkan tekanan pada sinus
sagitalis superior berada pada kisaran 90 mmHg.(14)
5
Gambar 3 . Sirkulasi CSS di dalam otak dan saraf spinal. (1) CSS diproduksi
oleh pleksus koroidalis. (2) CSS bersirkulasi melewai ventrikel. (3)
CSF meninggalkan ventrikel empat. (4) Mengalir melalui ruang
subarakhnoid yang mengelilingi otak dan saraf spinal. (5) CSS
direabsorbsi melalui pembuluh darah vena.(6)
6
BAB III
HIDROSEFALUS
Terdapat tiga jenis gangguan aliran cairan otak. Yang pertama gangguan aliran
karena adanya hambatan sirkulasi, seperti tumor yang terdapat di dalam ventrikel
akan menyumbat aliran CSS. Kedua, aliran CSS tidak tersumbat namun produksi
CSS yang berlebihan, seperti pada papilloma pleksus khoroidalis. Yang ketiga, cairan
otak yang mengalir jumlahnya normal dan tidak ada sumbatan, tetapi ada gangguan
dalam proses penyerapan cairan ke pembuluh darah vena sehingga jumlah cairan
akan meningkat.(4, 13)
7
Berdasarkan adanya obstruksi CSS, hidrosefalus dapat dibagi menjadi tipe
obstruktif (non komunikan) dan non obstruktif (komunikan).(4)
Terjadi bila aliran CSS otak terganggu, baik didalam atau pada sistem ventrikel
yang mengakibatkan penyumbatan disepanjang satu atau lebih saluran aliran CSS
dalam sistem ventrikel otak. Kelainan ini kebanyakan disebabkan oleh kelainan
kongenital atau pun massa tumor. Kasus-kasusnya antara lain stenosis aquaductus
Sylvii, malformasi Arnold Chiari, sindrom Dandy Walker, tumor di ventrikel, tumor
di fossa posterior, ventrikulitis dan kista arakhnoid.(13)
8
3.2 Etiologi Hidrosefalus
Pada kondisi normal, drainase CSS terjadi dengan mekanisme absorpsi melalui
vili arakhnoid, yang merupakan invaginasi ruang subarakhnoid ke lumina dural dan
sinus venous serebral. Absorpsi juga terjadi di limfatik serebral dan lapisan perineural
yang dominan pada bayi. Minor Outflow Pathway melalui pleksus koroid dan kapiler
vena periventrikuler menuju aliran vena dalam, terjadi pada neonatus dan anak
dibawah usia 2 tahun.(12)
Pada keadaan normal, Aquaductus Sylvii pada bayi baru lahir berukuran
panjang 3 mm dan penampang 0,5 mm rata-rata. Aquaductus ini merupakan lokasi
tersering terjadinya obstruksi ventrikular pada aliran CSS, karena merupakan jalur
terpanjang dan paling sempit. Obstruksi komplit dari aquaductus disebut sebagai
9
atresia, sedangkan inkomplit disebut stenosis. Pada stenosis aquaductus, penyempitan
fokal umumnya terjadi pada tingkat superior colliculi atau intercolliculi sulcus.
Stenosis aquaduktus terjadi sebagai kelainan perkembangan atau lesi yang didapat,
paling banyak disebabkan oleh tumor, seperti tumor kelenjar pineal atau midbrain.
Bila obstruksi aquaduktus terjadi setelah perinatal hemorrhage, meningitis atau
inflamasi lain, disebut dengan aquaductal gliosis. Penyebab lain (namun jarang) yang
dapat menyebabkan stenosis aquaduktus antara lain infeksi virus (; mononucleosis,
parotitis), toksoplasmosis intrakranial dan malformasi vena mesencephalic. Kejadian
stenosis aquaductus terjadi sebanyak 20% dari kasus hidrosefalus, yang merupakan
tipe hidrosefalus obstruktif.(2)
10
dapat disebabkan oleh karena massa di fossa posterior, atau karena terjadi obstruksi
aliran CSS karena tidak terbentuknya foramen (lebih jarang).(10)
3.2.4 Tumor
Perdarahan intrakranial yang paling sering adalah perdarahan yang berasal dari
subependymal germinal matrix yang menyebabkan perdarahan intraventrikuler dan
beresiko terjadinya ruptur ventrikel lateral. Kondisi ini khas terjadi pada bayi
prematur. Subependymal germinal matrix terletak di sebelah antero-lateral dari
ventrikel lateral. Didalam matriks germinal ini terdapat pembuluh darah yang
berdinding tipis, sehingga rentan untuk terjadi perdarahn. Lokasi perdarahan yang
paling sering adalah bagian posterior dari foramen Monro. Darah akan menyebar ke
salah satu atau kedua belah ventrikel lateral, kemudian menuju ventrikel tiga, empat
dan selanjutnya ke sisterna basal. Selanjutnya darah akan memasuki serebral dan
ruang sub arachnoid di medulla spinalis, sehingga akan menyebabkan arachnoiditis
obliterasi didalam sisterna basal dan terjadi obstruksi aliran CSS. Selain itu, gangguan
dinamik aliran CSS juga dapat terjadi pada aquaductus Sylvii ataupun villi
arakhnoid.(2)
11
pada bayi prematur disebabkan oleh banyak faktor yang berhubungan dengan faktor
intravaskular, vaskular dan ekstravaskular. Pada bayi yang matur, perdarahan
intrakranial sering disebabkan oleh trauma. Perdarahan intraventrikuler lebih jarang
terjadi pada bayi matur dibandingkan prematur.(2)
12
BAB IV
13
4.2.1 Papil edem
Papil edem merupakan salah satu tanda penting pada pasien hidrosefalus, yang
jika tidak terdeteksi dapat menyebabkan kerusakan penglihatan permanen akibat
atropi optik. Tetapi, papil edem tidak selalu ditemukan pada pasien hidrosefalus,
terutama pada anak dibawah usia 2 tahun karena masih terbukanya fontanella kranial.
Karena fontanella masih terbuka, tulang kranium dapat melebar sebagai bentuk
mekanisme pertahanan akibat adanya peningkatan tekanan intrakranial, sehingga
tidak menyebabkan papil edem. Namun demikian, papil edem dapat terjadi bila
peningkatan tekanan intrakranial sudah melebihi kapasitas volume kavum kranium.(17)
14
Gambar 7 . A. Funduskopi normal. B. Funduskopi dengan edem nervus optikus.
Peningkatan Cairan Serebrospinal (biru), menyebabkan penekanan
pada ruang subarakhnoid yang kemudian menekan nervus optikus.
(15)
Lee dkk (2017) melakukan penelitian untuk menilai papil edem yang terjadi
pada pasien dengan hidrosefalus. Penelitian ini dilakukan terhadap 46 pasien dengan
usia rata-rata 6,3 ± 4,7 tahun. Hasil penelitian didapatkan sebanyak 27 pasien (59%)
mengalami papil edem dengan usia rata-rata 8,8 tahun dan sebanyak 19 pasien (41%)
ditemukan tanpa papil edem dengan usia rata-rata 2,7 tahun. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pada anak dengan hidrosefalus, kejadian papiledem lebih
banyak ditemukan pada usia yang lebih besar karena telah menutupnya fontanella
kranium.(17)
Dapat terjadi pada semua bentuk hidrosefalus dan merupakan penyebab utama
kehilangan penglihatan. Pasien hidrosefalus dengan atropi nervus optikus biasanya
berhubungan dengan defisit neurologis yang berat. Mekanisme kerusakan nervus
optikus pada hidrosefalus bervariasi. Dapat terjadi dengan cara kompresi langsung
pada kiasma oleh ventrikel tiga, papil edem kronik, ataupun traksi nervus optikus.(16)
15
Atropi nervus optikus biasanya terjadi bilateral. Peningkatan tekanan
intrakranial akut dapat ditemukan pada hidrosefalus kongenital dengan shunt yang
gagal atau hidrosefalus dengan perdarahan interventrikuler dan dapat terjadi atropi
nervus optikus tanpa adanya papil edem. Nervus optikus rusak karena pelebaran
ventrikel terutama ventrikel tiga yang menekan secara langsung kiasma atau
mengganggu aliran arteri ke daerah tersebut. Penekanan ventrikel tiga akan
mengganggu traktus optikus yang ditunjukkan dengan adanya gambaran atropi nervus
optikus. Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan kompresi arteri dan iskemik
pada nervus optikus dan berakhir dengan kebutaan.(16)
4.2.3 Strabismus
16
9
Parese N. IV juga dapat terjadi, namun lebih jarang. Kondisi ini akibat
penekanan nervus trochlear oleh tentorial margin. Parese N.IV bilateral juga dapat
terjadi akibat keterlibatan superior medullary velum (lokasi tempat persilangan
17
nervus trochlear), baik oleh tumor ataupun perubahan lain yang disebabkan oleh
hidrosefalus tersebut.(2)
Parese N.III jarang terjadi akibat hidrosefalus. Eksotropia yang terjadi pada
anak dengan hidrosefalus sering diakibatkan dari penurunan visus karena atropi papil.
(2)
Pada hidrosefalus yang progresif, bola mata akan terdorong ke bawah karena
adanya penekanan terhadap atap orbita yang tipis. Perubahan posisi bola mata ini
menyebabkan sklera superior tampak lebih banyak terlihat dengan bayangan iris
dibawahnya, kondisi ini disebut dengan istilah ‘sunset eye’.(Gambar 9). Tanda klinis
ini ditemukan pada 40% kasus bayi dengan hidrosefalus obstruksi, dan banyak terjadi
pada anak dengan usia kurang dari 6 bulan.(16, 19)
18
4.2.5 Penurunan Penglihatan dan Kebutaan
19
BAB V
PENATALAKSANAAN
Pada kasus hidrosefalus, deteksi dini dan intervensi yang cepat sangat penting
dalam mencegah kerusakan otak dan perkembangan normal anak.(20)
Teknik shunting terbagi atas eksternal dan internal. Pada eksternal, CSS
dialirkan dari ventrikel keluar tubuh dan bersifat hanya sementara. Sedangkan pada
internal, CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain seperti Ventrikulo-
Sisternal (Thor-Kjeldsen), Ventrikulo-Atrial, Ventrikulo-Sinus, Ventrikulo-
20
Bronkhial, Ventrikulo-Mediastinal, Ventrikulo-Peritoneal, dan Lumbo Peritoneal
Shunt (Gambar 10). Teknik operasi yang paling sering dilakukan adalah
Ventrikuloperitoneal Shunt (VP Shunt). Komplikasi shunting antara lain infeksi,
hematoma subdural, obstruksi, tekanan CSS yang rendah, asites dan kraniosinostosis.
(2, 20)
5.3 Edukasi
Tekanan pada otak dapat menyebabkan efek jangka pendek ataupun jangka
panjang, termasuk gangguan penglihatan, sakit kepala, penurunan pendengaran,
kelemahan otot dan ketidakseimbangan hormon. Efek lain adalah gangguan
kemampuan belajar. Anak dengan hidrosefalus meningkatkan resiko untuk berbagai
gangguan perkembangan. Rata-rata memiliki IQ rendah dibandingkan dengan
populasi umum lainnya.(15)
21
menunjukkan shunt yang dibuat gagal dan harus dievaluasi ulang. Malfungsi shunt
dapat dinilai dengan adanya keluhan sakit kepala, penurunan visus, iritasi, lelah,
gangguan koordinasi gerak, sulit untuk mengangkat atau mempertahankan posisi,
sulit untuk berjalan dan demensia ringan.(15, 20)
5.4 Prognosis
22
BAB VI
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Nielsen N, Breedt A. Hydrocephalus. In: Cartwright CC, Wallace DC, editors. Nursing
Care of The Pediatric Neurosurgery Patient. Berlin: Springer; 2013. p. 37-84.
2. Brodsky MC. Neuro-Ophthalmologic Manifestation of Systemic and Intracranial
Disease. Pediatric Neuro-Ophthalmology. Second Edition ed. New York: Springer; 2010. p.
539-53.
3. Gaston H. Ophthalmic Complications of Spina Bifida and Hydrocephalus. Eye Brain.
1991;5:279-90.
4. Varmezani RO. Pediatric Hydrocephalus ; A Statistical and Historical Approach.
Global Journal of Medical Research. 2015;15(1):1-10.
5. Oi S, Luedemann W, Samii A, Samii M. Evolution Theory in Cerebrospinal Fluid
Dynamics: Hypothesis for Failure of Neuroendoscopic Ventriculostomy in Treatment of
Hydrocephalus in Fetal, Neonatal and Early Infantile Periods. Journal of Hydrocephalus.
2009;1(1):2-10.
6. Solomon EP. Central Nervous System. Introductio to Human Anantomy and
Physiology. Fourth Edition ed. China: Saunders Elsevier; 2016. p. 105-15.
7. Thompson GS. Nervous System. Understanding Anatomy & Physiology. Second
Edition ed. Philadelphia: F.A Davis Company; 2015. p. 159-203.
8. Kosztowski ToA, Filippidis AS, Goodwin CR, Elder BD, Rigamonti D. Anatomy and
physiology of the cerebrospinal fl uid system. In: Rigamonti D, editor. Adult Hydrocephalus:
Cambridge University Press; 2014. p. 1-10.
9. Kartal MG, Algin O. Evaluation of hydrocephalus and other cerebrospinal fluid
disorders with MRI: An update. Insights Imaging. 2014;5:531–41.
10. X.Repka M. Brain Lesions with Ophthalmologic Manifestations. Handbook of
Pediatric Neuro-ophthalmology. USA: Springer; 2006. p. 255-86.
11. Krishnamurthy S, Li J. New Concept in The Pathogenesis in Hydrocephalus.
Translational Pediatrics. 2014;3(3):185-94.
12. L.Hartman A. Normal Anatomy of The Cerebrospinal Fluid Compartement. In: Irani
DN, editor. Cerebrospinal Fluid in Clinical Practice: Elsevier; 2009. p. 5-10.
13. Sivagnanam M, K.Jha N. Hydrocephalus : An Overview. In: Pant S, editor.
Hydrocephalus: InTech; 2012. p. 1-18.
14. Aleci C, Mannone C, Rebauudengo N. On the Relationship between Ocular and
Ventricular Fluid Dynamics. Advancing a Joint Classification and a Pilot Study in Patients
Suffering from Nonocclusive Hydrocephalus. Neru-Ophthalmology & Visual Neuroscience.
2015;1(1):27-36.
15. Wright Z, Larrew TW, Eskandari R. Pediatric Hydrocephalus : Current State of
Diagnosis and Treatment. Pediatrics in Review. 2016;37(2):478-90.
16. Pant S, Cherlan I. Clinical Presentation of Hydrocephalus. In: Pant S, editor.
Hydrocephalus: InTech; 2012. p. 43-56.
17. Lee HJ, Phi JH, Kim S-K, Wang K-C, Kim S-J. Papilledema in children with
hydrocephalus: incidence and associated factors. Journal Neurosurgery Pediatric. 2017:1-5.
18. Ryan MM, Engle EC. Disorders of the Ocular Motor Cranial Nerves and Extraocular
Muscles. Neuromuscular Disorders of Infancy, Chilhood and Adolescence. Second Edition
ed: Elsevier; 2015. p. 922-57.
24
19. Ahuja V, Thapa D, Gombar S, Kazal S, Kaur H, Malholtra A. Drowning Eye Sign -
Massive Hydrocephalus. Pediatric Anesthesia. 2015;25:753-60.
20. Karimzadeh P. Management of Hydrocephalus In: Pant S, editor. Hydrocephalus:
InTech; 2012. p. 69-75.
21. Anderson S. Visual Function and Ocular Morphology in Children with Surgically
treated Hydrocephalus. Sweden: University of Gothenburg; 2011.
25