Anda di halaman 1dari 21

Tugas KMB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIDROSEFALUS

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 6 ( ENAM )

1. Halmin : C051171720
2. Hasmiati : C051171718
3. Sri Wahyuni : C051171715
4. Rahmi Syuryani : C051171724

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JALUR KERJASAMA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK 2017/2018

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIDROSEFALUS

I. ANATOMI DAN FISIOLOGIS


Cairan serebro spinal adalah cairan yang berwarna jernih dan merupakan bantalan
cairan pelindung disekitar susunan saraf pusat (SSP). CSS terdiri dari air, elektrolit,
oksigen dan karbon dioksida , glukosa, beberapa leukosit( terutama limfosit ) dan sedikit
protein (Prince, 1995 ).
Ruangan cairan serebrospinal (CSS) mulai terbentuk pada minggu ke lima masa
embrionik, terdiri atas, sistem Ventrikel, sistem magna pada dasar otak, dan ruang sub
arachnoid yang meliputi seluruh susunan saraf.
Anatomi yang berhubungan dengan produksi dan sirkulasi cairan serebrospinal,
yaitu:
1. Sistem Ventrikel
Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel
IV.Ventrikel lateral terdapat di bagian dalam serebrum, masing-masing ventrikel
terdiri dari 5 bagian yaitu kornu anterior, kornu posterior, kornu inferior, badan dan
atrium. Ventrikel III adalah suatu rongga sempit di garis tengah yang berbentuk
corong unilokuler, letaknya di tengah kepala, ditengah korpus kolosum dan bagian
korpus unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica, kelenjar hipofisa dan otak
tengah dan diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding hipothalanus. Disebelah
anteropeoterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Ventrikel
IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di sebelah ventral serebrum
dan dorsal dari pons dan medula oblongata.
2. Meningen dan ruang subarakhnoid
Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang
bersifat non neural. Meningen terdiri dari jarinan ikat berupa membran yang
menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan medula spinalis. Meningen
terdiri dari 3 lapisan, yaitu Piamater, arakhnoid dan duramater. Piameter merupakan
selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang mengikuti setiap lekukan-
lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga melekat pada permukaan batang
otak dan medula spinalis, terus ke kaudal
sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. Arakhnoid mempunyai
banyak trabekula halus yang berhubungan dengan piameter, tetapi tidak mengikuti
setiap lekukan otak. Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang
berisi CSS dan pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid tidak mengikuti
lekukanlekukan otak, maka di beberapa tempat ruang subarakhnoid melebar
yangdisebut sisterna. Yang paling besar adalah siterna magna, terletak diantara bagian
inferior serebelum danme oblongata. Lainnya adalah sisterna pontis di permukaan
ventral pons, sisterna interpedunkularis di permukaan ventral mesensefalon, sisterna
siasmatis di depan lamina terminalis. Pada
sudut antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna vena magna serebri.
Sisterna ini berhubungan dengan sisterna interpedunkularis melalui sisterna ambiens.
Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna dan
sisterna pontis merupakan selubung dari medula spinalis sampai setinggi Servikal 2.
Ruang subarakhnoid dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana
cairan serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal. Durameter terdiri dari lapisan
luar durameter dan lapisan dalam durameter. Lapisan luar dirameter di daerah kepala
menjadi satu dengan periosteu tulang tengkorak dan berhubungan erat dengan
endosteumnya.
3. Ruang Epidural
Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak terdapat jaringan ikat yang
mengandung kapiler-kapiler halus yang mengisi suatu ruangan disebut ruang epidural.
4. Ruang Subdural
Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid yang mengandung sedikit
cairan, mengisi suatu ruang disebut ruang subdural.

Pembentukan, Sirkulasi dan Absorpsi Cairan Serebrospinal (CSS)

Cairan serebrospinal barasal dari darah dan dibentuk didalam otak. Di ventrikel-
ventrikel otak terdapat suatu rangkaian kapiler yang disebut pleksus koroid.
Cairan serebrospinal yang dihasilkan disini memenuhi kedua ventrikel sisi, yaitu
ventrikel III dan ventrikel IV, saluran yang menghubungkan ventrikel sisi (lateral) ke
ventrikel ketiga adalah foramina monro dan saluran yang menghubungkan ventrikel ketiga
dengan ventrikel ke empat adalah akuaduktus sylvii. Dari tonjolan ventrikel keempat,
cairan serebrospinal masuk kedalam suatu lubang yang disebut foramen magendie dan
sampai kedalam ruang subaraknoid yang mengelilingi otak dan sum-sum tulang belakang.
Ventrikel keempat bersambung kedalam sum-sum tulang belakang yang juga mengandung
cairan ini. Setelah mengalir disekeliling otak dan sum-sum tulang belakang, CSS kembali
kesistem peredaran darah melalui vili-vili araknoid yang terhubung dengan sinus venosus.
Volume CSS yang terkandung di ruang serebrospinal adalah sekitar 135 ml pada orang
dewasa, tetapi cairan ini diproduksi sebanyak sekitar 550 ml setiap hari, oleh karena itu
cairan tersebut beredar dan diserap kedalam darah sssecara terus menerus, jika tersumbat,
volumenya akan bertambah dan tekanannya meningkat.
Ruang yang mengandung cairan serebrospinal adalah:
 Ventrikel di dalam otak
 Kabalis sentralis didalam sum-sum tulang belakang.
 Ruang araknoid yang mengelilingi otak dan sum-sum tulang belakang.
II. KONSEP HIDROSEPALUS
A. PENGERTIAN

Hidrosefalus ( kepala – air, istilah ini berasal dari bahasa Yunani: “hydro” yng
berarti air dan “cephalus” yang berarti kepala, sehingga kondisi ini sering dikenal
dengan “kepala air”) adalah suatu keadaan dimana jumlah cairan serebro spinal dalam
rongga serebrospinal yang berlebihan, atau dengan kata lain Hidrosepalus berarti
kelebihan air dalam kubah tengkorak.
Hidrosefalus adalah pembesaran ventrikulus otak sebagai akibat peningkatan
jumlah cairan serebrospinal (CSS) yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
produksi, sirkulasi dan absorbsinya. Kondisi ini juga bisa disebut sebagai gangguan
hidrodinamik CSS.Kondisi seperti cerebral atrofi juga mengakibatkan peningkatan
abnormal CSS dalam susunan saraf pusat (SSP). Dalam situasi ini, hilangnya jaringan
otak meninggalkan ruang kosong yang dipenuhi secara pasif dengan CSS. Kondisi
seperti itu bukan hasil dari gangguan hidrodinamik dan dengan demikian tidak
diklasifikasikan sebagai hidrochefalus.

B. ETIOLOGI
1. Sebab Prenatal
Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya
hidrosefalus kongenital.sebab prenatal meliputi:malformasi (anomali perkembangan
sporadis), infeksi atau kelainan vaskuler.
a) Stenosis Akuaduktus Sylvius akibat malformasi.:
Tiga tipe stesosis
1. Gliosis akuaduktus
Berupa pertumbuhan berlebihan dari glia fibriler yang menyebabkan
kontriksi lumen.
2. Akuaduktus yang berbilah ( seperti garpu ) menjadi kanal- kanal yang
kadang dapat tersumbat.
3. Obstruksi akuaduktus oleh septum apendim yang tipis ( biasanya pada ujung
kaudal )
b) Malformasi Dandy Walker
c) Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi ventrikel IV
dan rongga subaraknoid yang tidak adekuat.
d) Malformasi Arnold Chiari
Malformasi ini melibatkan kelainan SSP yang rumit ( khas pada fosa fosterior ).
Batang otak tampak memanjang dan mengalami malformasi dan tonsil
serebelum memanjang dan ekstensi kedalam kanalis spinalis. Kelainan ini
menyebabkan obliterasi sisterna-sisterna fosa posterior dan menganggu salauran
ventrikel IV.
e) Infeksi in-uteri
Infeksi in-uteri yang melibatkan SSP yang dapat menyebabkan hidsefalus.
Disamping menganggu aliran CSS , infeksi ini sering kali menyebkan
kerusakan parenkimal yang sangat berperan pada prognosa perkembangan bayi.
f) Lesi destruktif akibat iskemik serebral
g) Hidrosefalus genetik
2. Sebab Postnatal
a) Lesi massa ( tumor )
b) Perdarahan
Perdarahan oleh karena berbagai kejadian seperti cidera kepala, kelahiran
prematur dapat menyebabkan gangguan hidrodinamik CSS, pada stadium akut
transformasi fibrinogen menjadi fibrin dan bekuan dapat menyebabkan
sumbatan mekanis pada saluran CSS yang relatif sempit.
c) Meningitis
Hidrosefalus terjadi akibat fibrosis leptomeningeal atau inflamasi akuaduktus.
Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi lokasi, hal ini disebabkan oleh adanya
kerusakan jaringan otak.
d) Gangguan aliran vena
Terjadi akibat adanya sumbatan anatomis atau fungsional pada basis kranii dan
lan-lain.
3. Neoplasma
hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.
Pada anak, kasus terbanyak yang menyebabkan penyumbatan ventrikel IV dan
akuaduktus Sylvius bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari
serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan
suatu kraniofaringioma.
4. Perdarahan - perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningen pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi
akibat organisasi dari darah itu sendiri

C. KLASIFIKASI

Hidrosefalus dapat dikelompokkan berdasarkan dua kriteria besar yaitu secara patologi
dan secara etiologi.
Hidrosefalus Patologi dapat dikelompokkan sebagai
1) Obstruktif (non-communicating) - terjadi akibat penyumbatan sirkulasi CSS yang
disebabkan oleh kista, tumor, pendarahan, infeksi, cacat bawaan dan paling umum,
stenosis aqueductal atau penyumbatan saluran otak.
2) Non – obstruktif (communicating) - dapat disebabkan oleh gangguan keseimbangan
CSS, dan juga oleh komplikasi setelah infeksi atau komplikasi hemoragik.
Hidrosefalus Etiologi dapat dikelompokkan sebagai
1) Bawaan (congenital) - sering terjadi pada neonatus atau berkembang selama intra-
uterin.
2) Diperoleh (acquired) – disebabkan oleh pendarahan subarachnoid, pendarahan
intraventrikular, trauma, infeksi (meningitis), tumor, komplikasi operasi atau
trauma hebat di kepala.
D. PATOFISIOLOGI

Menurut teori hidrosefalus terjadi akibat dari tiga mekanisme yaitu; produksi
cairan yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran cairan, peningkatan tekanan sinus
vena.
a. Produksi cairan serebrospinal yang berlebihan
Adanya produksi yang berlebihan akan menyebabkan TIK meningkat dalam
mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan resorbsi CSS,
b. Gangguan aliran CSS
Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan cairan serebro spinal secara proporsional dalam upaya mempertahankan
resorbsi yang seimbang.
c. Peningkatan tekanan sinus vena
 Peningkatan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskular intra
kranial bertambah.
 Peningkatan TIK sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan
aliran cairan serebro spinal terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi.
Konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah peningkatan tekanan
intrakranial ( TIK) sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi
dan absorbsi. Jika CSS diproduksi terlalu banyak, terlalu sedikit diresorbsi,
atau terdapat sumbatan pada sistem ventrikel, sistem ventrikular menjadi
membesar. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masih belum dipahami
dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana sebagaimana
akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi.
Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung
berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.
Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari:
1) Kompensasi sistem serebrovaskular
2) Redistribusi dari liquor serebropinal atau cairan ekstraseluler atau
keduanya dalam susunan sistem saraf pusat.
3) Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan
viskoelastisitas otak,kelainan turgor otak)
4) Efek tekanan denyut liquor serebrospinal (masih diperdebatkan)
5) Hilangnya jaringan otak
6) Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya
regangan abnormal pada sutura kranial.
Konsekuensi klinis tergantung dari komplians tengkorak. Bila sutura
kranial sudah menutup, dilatasi ventrikel akan diimbangi dengan
peningkatan volume vaskuler; dalam hal ini peningkatan tekanan vena
akan diterjemahkan dalam bentuk klinis dari pseudotumor serebri,
sebaliknya, bila tengkorak masih dapat mengadaptasi, kepala akan
membesar dan volume cairan akan bertambah.
Pada fase awal, peningkatan tekanan CSS di ventrikel menyebabkan
pendesakan dan akhirnya atrofi substansial alba periventrikularis.
Peningkatan tekanan hidrostatik dalam sbstansia alba mengganggu perfusi
jaringan, menyebabkan hipoksia jaringan lokal, kerusakan pada jaras saraf
yang bermielin, dan akhitnya gliosis ireversibel. Abnormalitis klinis dan
histologis yang disebabkan hidrosefalus hanya akan dapat berkurang jika
tekanan intraventrikel dikembalikan kekeadaan normal secepat mungkin.
E. GEJALA KLINIS
Gejala klinis bervariasi sesuai dengan usia, derajat dari hidrosefalus pada saat
diketahui, penyebab utama, dan kecepatan waktu terjadinya hidrosefalus.
1. Anak yang menderita hidrosefalus pada fase awal tampak normal, karena tekanan
intra kranial hanya sedikit meningkat sepanjang sutura kranii masih terbuka dan
kepala masih dapat membesar.
2. Pada Fase lanjut didapatkan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial lain
seperti :
a. Fontanel anterior yang sangat tegang atau menonjol.
b. Sutura cranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
d. Pembesaran bagian frontal ( frontal bossing ).
e. Fenomena “ Matahari tengelam”( sunset appearance ) yaitu deviasi kebawah
pada kedua bola mata dan tertariknya kedua kelopak mata atas.
3. Gejala Hipertensi Intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup : Nyeri kepala, muntah, gangguan
kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala
gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler ( bradikardia, aritmia respirasi ).
Dapat diyemukan papil edema pada pemeriksaan funduskopi.
4. Gejala lainnya yang dapat terjadi adalah: spastisitas yang biasanya melibatkan
ekstremitas inferior ( sebagai konsekuensi peregangan traktus piramidalis sekitar
ventrikel lateral yang dilatasi ) dan berlanjut sebagai gangguan berjalan , gangguan
endokrin ( Karena dilatasi hipotalamus dan ‘pituitary stalk’ oleh dilatasi ventrikel
III ).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sebelum lahir
Saat ini, sebelum lahir hidrosefalus dapat didiagnosis dengan pemeriksaan
ultrasonografi prenatal rutin.
2. Setelah lahir
Setelah lahir dapat dideteksi dengan pemeriksaan dan dokumentasi serial rutin
lingkar kepala anak. Hidrosefalus dapat dideteksi dari beberapa pemeriksaan
penunjang seperti X-ray konvesional, CT Scan, USG, dan MRI.

G. PENATALAKSANAAN
1. Non-operatif
a. Terapi Medikamentosa
Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya menguragi
sekresi cairan dari fleksus khoroid.Obat-obatan yang lazim digunakan adalah
Asetazolamid dan Furosemid. Jenis obat lain yang dapat digunakan adalah
isorbid, yang dapat meningkatkan resorbsi cairan serebro spinal.
b. Pungsi Lumbal berulang ( serial lumbar pucture )
Mekansme punsi lumbal berulang untuk menghentikan progresivitas
hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyatakan adanya
hubungan antara manfaat tekanan cairan serebrospinal yang menurun dengan
absorpsi CSS yang lebih mudah ada pula yang menyatakan kecepatan absorpsi
CSS akan meningkat selama tekanan CSS naik secara perlahan-lahan, kemudian
sampai pada tekanan tertentu kecepatan absorpsi CSS menurun.Jadi dengan
pungsi lumbal berulang akan terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten
yang mempermudah absorpsi CSS oleh vili arakhnoidalis.
2. Operatif
Penatalaksanaan operatif biasannya lansung dikerjakan pada pusat
pelayanan kesehatan yang memiliki fasiltas bedah saraf.Pada kondisi gawat, sambil
menunggu operasi , biasanya terlebih dahulu diberiakan Mannitol ( cairan
hipertonik ) per infus, 0,5-2g/kg BB/hari diberikan dalam 10-30 menit.
a. Operasi Pintas ( shunting )
Tindakan shunt cairan otak adalah tatalaksana standar hidrosefalus, berupa
pemasangan selang ke dalam ruang ventrikel otak untuk kemuadian
mengalirkan cairan otak ke rongga tubuh lain agar bias diserap. Pada dasarnya ,
tidak ada kontraindikasi untuk tndakan shunt pada hidrosefalus. Ada 2 macam
tindakan shunt, yaitu shunt eksternal dan internal.
 Shunt Eksternal ( Ekstra Ventricular Drainage ) adalah tindakan mengalirkan
CSS ke dunia luar yang hanya bersifat sementara dan dilakukan jika terdapat
kontraindikasi untuk pemadangan shunt internal. Drainase CSS dilakukan
dengan memasang kateter ventrikuler yang kemudian dihubungkan dengan
suatu kantong drain eksternal. Tindakan ini dilakukan untuk penderita yang
berpotensi menjadi hidrosefalus ( hidrosefalus transisi ) atau yang sedang
mengalami infeksi. Keterbatasan tindakan semacam ini adalah adanya
ancaman kontaminasi CSS dan penderita harus selalu dipantau secara ketat.
 Shunt Internal mengalirkan CSS ke dalam rongga tubuh lainnya. Teknik
shunt ini tidak diindikasikan pada keadaan infeksi ( ventrikulitis ) dan
perdarahan akut intra-ventrikel.

b. Endoscopic Third Ventriculostomy ( EVT )


Merupakan tindakan pengaliran CSS dari dasar ventrikel III ke sisterna
basalis ( ruang subaraknoid di belakang sela tursika )yang hanya dapat
dilakukan pada kasus hidrosefalus obstruktif.
Penetrasi dasar ventrikel III ini merupakan suatu tindakan membuat
jalan alternative melalui rongga subaraknoid bagi kasus-kasus stenosis
akuaduktus atau lebih umum gangguan aliran darah fosa posterior.

Seleksi pasien
Tidak semua kasus hidrosefalus berhasil baik mengunakan teknik endoskopik ini.
Beberapa ahli menyarankan sebaiknya digunakan pada :
 Hidrosefalus Obstruktif ( akibat stenosis akuaduktus sylvius dan tumor fossa
posterior )
 Usia diatas 1 tahun
 Tidak ada riwayat meningitis atau perdarahan subaraknoid.
 Pembesaran ventrikel dengan anatomi dan fungsi absorbs yang masih relative
normal.
Komplikasi
Komplikasi dan ketidakberhasilan tindakan ETV ini bisa terjadi segera saat atau
setelah tindakan, atau belakangan. Komplikasi yang terjadi dapat berupa sedera
hipotalamus , gangguan nervus kranialis III dan VI, bahkan sampai henti jantung.
Kegagalan yang segera muncul dapat disebabkan oleh perdarahan di sekitar tempat
ventrikulostomi yang tidak terkontrol, lubang yang terlalu kecil atau adanya lapisan
araknoid yang dapat menghambat aliran CSS . Kegagalan yang terjadi belakangan bias
diakibatkan terbentuknya jaringan parut pada lubang ventrikulost. omi dan gangguan
resorbsi Tingkat keberhasilan ETV lebih rendah bila ditemukan adanya factor penyulit
seperti tumot, pemasangan shunt atau adanya perdarahan subaraknoid sebelumnya,
dan riwayat radiasi pada otak.
Pathway ( WOC )

Produksi CSS berlebihan Neoplasma, infeksi, kelainan, perdarahan Penurunan Reapsorbsi ciaran CSS

Obstruksi
( peningkatan Resistensi aliran CSS Ansitas
Kurang informasi

Ketidak seimbangan CSS


Defisiensi pengetahuan Tindakan operatif

Jumlah CSS berlebihan


Koping keluarga tdk efektif Pemasangan Shunt

HIDROSEPHALUS
Post de entri kuman dan benda asing
Merangsang reseptor nyeri
Peningkatan TIK
Resiko infeksi
prostagladin

hipotalamus Merangsang pusat Resistensi Peningkatan tekanan


muntah retrograde intra abdomen Menekan komponen otak

Nyeri Akut
Lambung penuh, Defisiti neuorologis
Muntah diafragma naik
Ketidak sieimbangan Nutrisi,
kurang dari kebutuhan
Gangguang sirkulasi kejaringan otak Penurunan sensasi control motorik Fungsi Keseimbangan Penurunan fungsi batuk
tonus otot menurun

Resiko ketidak efektifan perfusi


Kelemahan fisik kulit Kemampuan batuk
jaringan serebral
Hambatan mobilitas fisik menurun

Peteki tebal pada


kulit

Resiko kerusakan integritas kulit Resiko jatuh Bersihan jalan nafas tidak
efektif
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat.
b. Riwayat penyakit / keluhan utama : muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah, apatis
c. Riwayat penyakit dahulu
 Antenatal: perdarahan ketika hamil
 Natal : perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
 Post natal : infeksi, meningitis, neoplasma
d. Riwayat penyakit keluarga
2. Pengkajian persistem
a. B1 ( Breath ) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi nafas
b. B2 ( Blood ) : Pucat, Peningkatan frekuensi nafas
c. B3 ( Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan mengkilat,
pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, konstruksi penglihatan
perifer, strabismus, tidak dapat melihat keatas” sunset eyes “, kejang
d. B4 ( Bladder ) : oliguria
e. B5 ( Bowel ) : Mual, muntah, malas makan
f. B6 ( Bone ) : Kelemahan, lelah
3. Observasi Tanda-tanda vital
a. Peningkatan systole tekanan darah
b. Penurunan nadi
c. Peningkatan frekuensi pernafasan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d Peningkatan Tekanan Intra Kranial, terpasangnya shunt
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan sputum, peningkatan sekresi
sekret, ketidakmampuan batuk efektif
3. Risiko ketidakefektifan perfusi jarigan otak
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntah
5. Hambatan mobilitas fisik b/d penurunan kesadaran, kelemahan fisik umum,
pembesaran kepala
6. Penurunan koping keluarga b/d krisis situasional.
7. Ansietas b/d proses penyakit, keadaan kritis
8. Defisiensi pengetahuan b/d kurang sumber pengetahuan
9. Risiko kerusakan integritas kulit
10. Risiko jatuh
11. Risiko Infeksi

C. INTERVENSI
No. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Nyeri akut b/d  Kontrol nyeri  Manajemen Nyeri :
Peningkatan TIK,  Tingkat nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri
terpasangnya shunt Kriteria hasil: secara komprehensif termasuk
1. Mampu lokasi, karakteristik, durasi ,
mengontrol frekuensi, kualitas, dan factor
nyeri ( tahu predisposisi.
penyebab nyeri, 2. Kurangi factor-faktor yang
mampu mencetuskan atau meningktkan
mempertahankan nyeri
teknik 3. Berikan informasi mengenai
farmakologi nyeri, deperti penyebab, berapa
untuk lama nyeri dirasakan, dan antisipasi
mengurangi ketidaknyamanan akibat prosedur,
nyeri, mencari 4. Ajarkan penggunaan teknik
bantuan ) nonfarmakologi seperti, hypnosis,
2. Melaporkan relaksasi akupresur.
bahwa nyeri 5. Gali pengetahuan dan
berkurang kepercayaan pasien mengenai nyeri
dengan 6. Berikan individu penurun nyeri
mengunakan yang optimal dengan resepan
manajemen analgesik.
nyeri 7. Rong pasien untuk
3. Mampu mendiskusikan pengalaman nyeri
mengenali nyeri sesuai kebutuhan
( skala 8. Periksa tingkat kenyamanan
intensitas, bersama pasien, catat perubahan
frekuensi dan dalam catatan medis .
tanda nyeri )
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang

2. Ketidakefektifan Peningkatan keefektifan 1. Kaji keadaan jalan nafas


bersihan jalan nafas jalan nafas 2. Evaluasi pergerakan dada dan
b/d penumpukan Kriteria hasil : auskultasi suara nafas pada kedua
sputum, 1. Bunyi nafas paru ( bilateral)
peningkatan sekresi terdengar bersih. 3. Berikan minuman hangat jika
sekret , 2. Ronkhi tidak keadaan memungkinkan
ketidakmampuan terdengar 4. Jelaskan kpda klien tenang
batuk efektif 3. Menunjukkan batuk kegunaan batuk yang efektif dan
yang efektif mengapa terdapt penumpukan
4. Tidak ada lagi sekret disaluran nafas.
penumpukan sekret 5. Ajarkan klien yang kooperatif
di saluran pernafasan tentang metode yang tepat untuk
pengontrolan batuk
6. Nafas dalam dan perlahan saat
duduk setegak mungkin
7. Lakukan pernafasan diafragma
8. Tahan nafas selama 3-5 detik,
kemudian secara perlahan-lahan
keluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut
9. Lakukan nafas kedua, tahan ,
batukkan dari dada dgn melakukan
2 batuk pendek dan kuat.
10. Berikan perawatan mulut yang
baik setelah batuk
11. Kolaborasi dengan dokter,
radiologi, dan fisioterapi untuk :
 Pemberian ekpektoran
 Pemberian antibiotic
 Fisioterapi dada
 Konsul foto thoraks

3. Risiko Perfusi jaringan otak 1. Kaji factor penyebab dari


ketidakefektifan tetap efektif situasi/keadaan/ indivisu/
perfusi jarigan otak Kriteria hasil: penurunan perfusi jaringan dan
1. Klien tidak gelisah kemungkinan penyebab
2. Klien tidak peningkatan TIK
mengeluh yeri 2. Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam
kepla,mual-mual, 3. Evaluasi pupil
dan muntah 4. Pertahankan kepala/leher pada
3. Tidak terdapat papil posisi yang netral , usahakan
edema dengan sedikit bantal
4. TTV dalam batas 5. Berikan periode istirahat antara
normal tindakan perawatan dan batasi
 TD dewasa : 110 lamanya prosedur
/70 mmHg 6. Bantu klien jika batuk, muntah
 TD anak : 100/60 7. Berikan penjelasan pada klien ( jika
MMhg sadar ) dan orang tua tentang sebab
 Pernafasan akibat TIK meningkat
anak : 20-30 8. Kolaborasi pemberian O2 sesuai
x /mnt
 Pernafasan indikasi
dewasa : 16 – 20 9. Berikan cairan intravena sesuai
x/ mnt dengan yang diindikasikan
 Nadi anak : 80- 10. Berikan obat diuretik osmotic,
90x/mnt contoh : manitol
 Nadi Dewasa : 11. Monitor hasil laboratorium sesuai
60 – 100x/mnt dengan indikasi Seperti LED,
 Suhu tubuh : prothrombin
36,6 – 37 º C

4. Ketidakseimbangan Kebutuhan nutrisi klien 1. Observasi tekstur, turgor kulit


nutrisi: kurang dari terpenuhi dalam jangka 2. Lakukan oral hygiene
kebutuhan tubuh waktu tertentu ( mis. 7 x 3. Tentukan kemmapuan klien dalam
b/d mual muntah 24 jam ) mnegunyah, menelan dan refleks
Kriteria Hasil : batuk
1. Turgor baik 4. Letakkan posisi kepala lebih tinggi
2. Asupan dapat masuk pada saat ,selama, dan sesudah
sesuai kebutuhan makan
3. Terdapat 5. Berikan makan dengan perlahan
kemampuan menelan pada lingkungan yang tenang.
4. BB meningkat 1kg
5. Lab : Hb dan
albumin dalam batas
normal
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin,Arief.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan system


Persyarafan .Jakarta:Salemba Medika.
Herdman,T.Heather.2015.Nanda International Inc.diagnosis keperawatan : definisi &
klasifikasi 2015-2017.ed.10.Jakarta:EGC.
Bulechek G.M.,Butcher H.K.,Dochterman J.M.,Wagner C.2013.Nursing Interventions
Classifications ( NIC ) .6th edition.Mosby:Elsevier Inc.
Moorhead,S.,Johnson.M.,Maas.M.L., Awanson.E.,2013. Nursing Outcomes
Classifications ( NOC ).6th edition.Mosby:Elsevier Inc.
Satyanegara.2014.ILMU BEDAH SARAF SATYANEGARA.Edisi V.Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Aini,N.2016.repository.unair.ac.id>ABSTRAK.Diperoleh Tanggal 7 Oktober 2017.
Nuzulul.2011.Askep Hidrosefalus.Diakses Dari http: //nurzulul-
fkp09.web.unair.ac.id>artikel-Askep Hidrosefalus.html.Diperoleh Tanggal 7
Oktober 2017.

Anda mungkin juga menyukai