Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

Hidrosefalus

Pembimbing:
dr. Agus Yunianto, Sp.BS

Disusun oleh
Dicky Alfian Ade Muda
112017222

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH

PERIODE 15 Oktober 2018 – 22 Desember 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

RSPAD GATOT SOEBROTO

JAKARTA

1
BAB I

PENDAHULUAN
Hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani, hydro (air) dan cephalos (kepala). Hidrosefalus
adalah terdapatnya akumulasi abnormal/berlebihan cairan serebrospinal (CSS) dalam ventrikel,
sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Kondisi ini bisa terjadi pada semua umur.
Hidrosefalus sudah ditemukan di jaman Mesir Kuno, sekitar 2500 SM- 500 M. Hippocrates sudah
menulis tentang hidrosefalus, dan bahasan tentang hidrosefalus lebih jelas ditulis oleh Galen pada
abad ke-2.1 Tindakan operatif pada bayi hidrosefalus pertama kali ditulis oleh Abulkassim al
Zahrowi (1000 M). Pada 1800, Carl Wernicke melakukan tindakan pungsi ventrikel dan drainase
hidrosefalus. Quincke (1891) melakukan serial lumbal pungsi dan Mikuliz (1893) melakukan
teknik ventrikulo subarachnoid-subgaleal.

Cairan serebrospinal (CSS) adalah cairan yang terdapat di dalam otak dan saraf tulang
belakang (medula spinalis). Cairan ini berfungsi sebagai pelindung mekanik otak dan medula
spinalis dari trauma. Cairan serebrospinal juga berfungsi untuk membuang sisa-sisa hasil
metabolisme otak dan menjaga agar lingkungan di sekitar otak dan medula spinalis tetap stabil.
Produksi cairan serebrospinal terjadi di dalam bagian otak yang disebut koroid pleksus di ventrikel
otak. Dengan jumlah yang di produksi mencapai 500 ml per harinya. Cairan tersebut akan mengisi
rongga otak dan medula spinalis. Kemudian cairan akan bersirkulasi dan akhirnya diserap di
bagian yang disebut vili araknoid (arachnoid vili).2

2
BAB II
PEMBAHASAN
Anatomi

Secara umum sirkulasi CSS terdiri dari pleksus koroideus, ventrikulus, ruang subaraknoid dan vili
araknoidea.3
1. Pleksus koroideus
Pleksus koroideus terletak pada ventrikulus lateralis, tertius dan quartus. Pada saat embrio,
pleksus ini berkembang dari invaginasi mesenkim pada daerah mielensefalon selama minggu
keenam intra-uterin. Pada usia minggu ke-7 sampai ke-9, pleksus koroideus mulai
kehilangan jaringan mesenkimal dan ditutupi oleh sel-sel ependimal.3

Gambar 1. Potongan koronal dari ventrikulus lateralis dan


tertius, tampak pleksus koroideus.3

2. Sistem ventrikulus
a. Ventrikulus Lateralis
Ventrikulus lateral berjumlah dua buah dan berbentuk huruf C, secara anatomi,
ventrikel ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu bagian kornu anterior, korpus dan
kornu posterior. Corpus dari ventrikulus lateralis menjadi dasar dari septum pelusida.3

3
b. Ventrikulus Tertius
Ventrikulus tertius berada diantara dua thalami dan dibatasi oleh hypothalamus
di bagian inferior. Bagian anterior dari ventrikulus tertius berhubungan dengan lamina
teminalis dan foramen interventrikularis atau foramen Monroe. Sedangkan bagian
posteriornya berhubungan dengan ventrikulus quartus melalui aquaduktus cerebri
Sylvii.3
c. Ventrikulus Quartus
Ventrikulus quartus terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian superior (bagian dari
isthmus rhombensefalon), intermedius (bagian metensefalon) dan inferior (bagain
mielensefalon). Dinding dari ventrikel ini dibatasi oleh sel-sel ependim, berlanjut ke
bawah oleh canalis sentralis dari medulla dan bagian superior oleh aquaduktus cerebri
sylvii dan melebar ke foramen lateralis/foramen Luschka.3

Gambar 2. Proyeksi ventrikel lateral, tertius dan quartus pada otak.3

4
3. Ruang Subaraknoid

Gambar 3. Posisi dari sisterna ruang subaraknoid.3

Otak dan medulla spinalis dibungkus oleh meningeal yang terdiri dari tiga lapisan.
Dari luar ke dalam di mulai dari duramater, araknoid dan piamater. Duramater merupakan
lapisan paling superfisial dan melekat pada calvaria cranii, kemudian lapisan kedua adalah
araknoid dan selaput otak (meanings) yang langsung melekat pada girus otak adalah
piamater. Antara araknoid dan piamater terdapat spatium subaraknoid. Spatium subaraknoid
diisi oleh CSS dan arteri-arteri utama yang memperdarahi otak. Pada bagian tertentu spatium
subaraknoid melebar dan membentuk suatu cisterna. Antara medulla dan cerebellum terdapat
cisterna magna.3
4. Granulatio dan vili araknoidea
Telah diketahui bahwa granulatio dan vili araknoidea sangat berperan penting dalam
mengatur aliran CSS ke sistem venosus pada tubuh manusia.3

5
Gambar 4. (Atas) potongan koronal melalui verteks memperlihatkan vena, meningeal dan
granulatio arknoidea. (Bawah) diagram granulatio.3

Fisiologi aliran CSS


Sebagian besar (sekitar 70%) CSS diproduksi oleh pleksus choroideus yang terletak di dalam
sistem ventrikel, terutama pada ventrikel lateralis. Produksi CSS normal adalah 0,20-0,35 mL /
menit; atau sekitar 300-500 ml/hari. Kapasitas ventrikel lateralis dan tertius orang yang sehat
adalah 20 mL dan total volume CSS pada orang dewasa adalah 120 -160 mL.3
Aliran CSS dimulai dari pleksus choroideus yang terdapat pada ventrikulus lateralis kemudian ke
ventrikel tertius melalui foramen interventrikular (foramen Monroe), dari ventrikel tertius
CSS dialirkan ke dalam ventrikulus quartus melalui aquaductus cerebri Sylvii, dan pada akhirnya

6
ke ruang subaraknoid melalui foramen Luschka dan Magendie dan selanjutnya diabsorbsi di
granulatio dan vili araknoidea ke sistem sinus venosus.

Epidemiologi

Frekuensi hidrosefalus lebih kurang 2 kasus per 1.000 kelahiran. Frekuensi hidrosefalus
dan spina bifida adalah 9.7% diantara kelainan perkembangan sistem saraf. Hidrosefalus dapat
terjadi pada semua umur. Juga tidak ada perbedaan ras.3
Hidrosefalus infantil, 46% diantaranya adalah akibat abnormalitas perkembangan otak,
50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior.2
Insiden hidrosefalus kongenital di Amerika Serikat adalah 3 per 1.000 kelahiran hidup sedangkan
insiden untuk hidrosefalus akuisita (aquired hydrocephalus) tidak diketahui secara pasti karena
penyebab penyakit yang berbeda-beda. Pada umumnya, Insiden hidrosefalus adalah sama untuk
kedua jenis kelamin, kecuali pada sindrom Bickers-Adams, X-linked hydrocephalus ditularkan
oleh perempuan dan diderita oleh laki-laki. Hidrosefalus dewasa mewakili sekitar 40% dari total
kasus hidrosefalus.3

Etiologi

2.1 Tipe obstruktif (non-komunikans)


Terjadi bila CSS otak terganggu (gangguan di dalam atau pada sistem ventrikel yang
mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem ventrikel otak)
2.1.1 Kongenital.
a. Stenosis akuaduktus serebri
Mempunyai berbagai penyebab. Kebanyakan disebabkan oleh infeksi atau
perdarahan selama kehidupan fetal, stenosis kongenital sejati sangat jarang. Stenosis
akuaduktal ke dalam 4 kelompok berdasarkan temuan histologis: gliosis, forking
stenosis simple, dan pembentukan septum. Stenosis atau penyempitan akuaduktal terjadi
pada 2/3 kasus hidrosefalus kongenital.
b. Sindroma Dandy-Walker (atresia foramen Megendie dan Luschka).
Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus. Etiologinya
tidak diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel IV dan hipoplasia veris
serebelum. Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi
ventrikel IV dan rongga subarakhnoid yang tidak adekuat; dan hal ini dapat tampil pada

7
saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya tampak dalam tiga bulan pertama. Kasus
semacam ini sering terjadi bersamaan dengan anomali lainnya seperti: agenesis korpus
kalosum, labiopalatoskhisis, anomali okuler, anomali jantung, dan sebagainya.
c. Malformasi Arnold-Chiari
Malformasi ini melibatkan kelainan susunan saraf pusat yang rumit (khas pada fossa
posterior). Batang otak tampak memanjang dan mengalami malformasi, dan tonsil
serebellum memanjang dan ekstensi ke dalam kanalis spinalis. Kelainan ini
menyebabkan obliterasi sisterna-sisterna fossa posterior dan mengganggu saluran
ventrikel IV. Malformasi Arnold Chiari dijumpai pada hampir semua kasus
mielomeningokel, walaupun tidak semuanya berkembang menjadi hidrosefalus aktif
yang membutuhkan tindakan operasi pintas (shunting) (80% kasus).
d. Aneurisma vena Galeni
Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi secara normal tidak dapat
dideteksi sampai anak berusia beberapa bulan. Hal ini terjadi karena vena Galen
mengalir di atas akuaduktus Sylvii, menggembung dan membentuk kantong aneurisma.
Seringkali menyebabkan hidrosefalus.
e. Hidroansefali
Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak ada dan diganti dengan kantong CSS.
sangat jarang. (Toxoplasma/T.gondii, Rubella/German measles, X-linked hidrosefalus).

2.1.2 Acquired / Didapat


a. Stenois akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan)
Infeksi oleh bakteri meningitis yang menyebabkan radang pada selaput (meningen)
di sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus berkembang ketika jaringan parut dari
infeksi meningen menghambat aliran CSS dalam ruang subarachnoid, yang melalui
akuaduktus pada sistem ventrikel atau mempengaruhi penyerapan CSS dalam villi
arachnoid.
Jika saat itu tidak mendapat pengobatan, bakteri meningitis dapat menyebabkan
kematian dalam beberapa hari. Tanda-tanda dan gejala meningitis meliputi demam, sakit
kepala, panas tinggi, kehilangan nafsu makan, kaku kuduk. Pada kasus yang ekstrim,
gejala meningitis ditunjukkan dengan muntah dan kejang. Dapat diobati dengan
antibiotik dosis tinggi.

8
b. Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial
c. Hematoma intraventrikular
Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel, mengakibatkan darah mengalir
dalam jaringan otak sekitar dan mengakibatkan perubahan neurologis. Kemungkinan
hidrosefalus berkembang sisebabkan oleh penyumbatan atau penurunan kemampuan
otak untuk menyerap CSS.
d. Tumor : Ventrikel, Regio vinialis, Fossa posterior
Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia 5-10 tahun. 70% tumor
ini terjadi dibagian belakang otak yang disebut fosa posterior. Jenis lain dari tumor
otakyang dapat menyebabkan hidrosefalus adalah tumor intraventrikuler dan kasus yang
sering terjadi adalah tumor plexus choroideus (termasuk papiloma dan carsinoma).
Tumor yang berada di bagian belakang otak sebagian besar akan menyumbat aliran
CSS yang keluar dari ventrikel IV. Pada banyak kasus, cara terbaik untuk mengobati
hidrosefalus yang berhubungan dengan tumor adalah menghilangkan tumor penyebab
sumbatan.
e. Abses/granuloma
f. Kista arakhnoid
Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang berisi cairan. Jika terdapat kista
arachnoid maka kantung berisi CSS dan dilapisi dengan jaringan pada membran
arachnoid. Kista biasanya ditemukan pada anak-anak dan berada pada ventrikel otak
atau pada ruang subarachnoid. Kista subarachnoid dapat menyebabkan hidrosefalus non
komunikans dengan cara menyumbat aliran CSS dalam ventrikel khususnya ventrikel
III.
Berdasarkan lokasi kista, dokter bedah saraf dapat menghilangkan dinding kista dan
mengeringkan cairan kista. Jika kista terdapat pada tempat yang tidak dapat dioperasi
(dekat batang otak), dokter dapat memasang shunt untuk mengalirkan cairan agar bisa
diserap. Hal ini akan menghentikan pertumbuhan kista dan melindungi batang otak.

2.2 Tipe komunikans


Jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau gangguan penyerapan
2.2.1 Penebalan leptomeningens dan/atau granulasi arakhnoid akibat:

9
a. Infeksi : Mikobakterium TBC, Kuman piogenik, Jamur; cryptococcus neoformans,
coccidioides immitis.
b. Perdarahan subarachnoid : Spontan seperti pada aneurisma dan malformasi arteriol,
Trauma
c. Meningitis karsinomatosa
2.2.2 Peningkatan viskositas CSS
Kadar protein yang tinggi seperti pada perdarahan subarakhnoid, tumor kauda
ekuina, tumor intrakranial neurofibroma akustik, hemangioblastoma serebelum dan
medulla spinalis, neurosifilis, sindrom Guillain-Barre.
2.2.3 Produksi CSS yang berlebihan
Papiloma pleksus khoroideus

NPH (Normal Pressure Hydrocephalus)


Hidrosefalus yang terjadi tanpa disertai dengan peningkatan tekanan intrakranial yang berarti,
merupakan suatu tipe hidrosefalus kronik dimana tekanan intrakranial berangsur-angsur berubah
stabil dan terjadi pembesaran dari ventrikel otak. Penderita dengan NPH tidak menunjukkan
gejala-gejala klasik dari peninggian tekanan intrakranial seperti sakit kepala, mual, muntah, atau
penurunan kesadaran sehingga seringkali salah terdiagnosis sebagai penyakit Parkinson,
Alzheimer, atau degeneratif berhubung sifat kronisnya dan gejala-gejala yang menyertainya.2
NPH akan menunjukkan gejala-gejala trias klasik yakni gaya berjalan ataxia, demensia, dan
inkontinensia urin.2
 Gaya berjalan ataxia, biasanya bersifat kronik progresif, disebabkan karena ekspansi dari
sistem ventrikuler, terutama pada ventrikel lateral yang mempengaruhi traksi dari serat
motorik sakral yang berjalan di area ini, seringkali gejalanya berupa instabilitas postur dan
gangguan keseimbangan yang makin terlihat bila penderita berjalan atau menaiki tangga.
Kelemahan dan kelelahan otot juga dapat merupakan bagian dari keluhan meskipun lebih
samar. Hal-hal tersebut inilah yang membuatnya seringkali terdiagnosa sebagai penyakit
Parkinson, hanya saja disini tidak dijumpai tremor atau rigiditas seperti penderita penyakit
Parkinson pada umumnya.
 Demensia, pada dasarnya merupakan predominasi dari lobus frontalis disertai apatis,
keterlambatan dalam proses berpikir, dan kecenderungan untuk hilang atensi. Gangguan

10
memori biasanya merupakan masalah utama, yang sering salah terdiagnosis sebagai
penyakit Alzheimer. Demensia ini diduga akibat traksi dari serat limbik yang berjalan di
area preventrikuler.
 Inkontinensia urin, biasanya terjadi pada stadium akhir dari NPH, dimulai dari
meningkatnya frekuensi berkemih hingga akhirnya menunjukkan gejala “inkontinensia
lobus frontalis” dimana penderita menjadi tidak peduli terhadap gejala inkontinensia yang
dialaminya.

Manifestasi klinis

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi
besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral
dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke
bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak
biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.
Pada pemeriksaan radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah
– pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel
. CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa
pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini
pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan
atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan
terjadi retardasi mental dan fisik.

Pada bayi kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun, adanya
keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit
tinggi dari permukaan tengkorak serta ditemukan tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial
antara lain muntah, gelisah, menangis dengan suara ringgi, peningkatan sistole pada tekanan darah,
penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor,
peningkatan tonus otot ekstrimitas, dahi menonjol atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah
terlihat jelas, alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera terlihat seolah – olah diatas iris, bayi
tidak dapat melihat ke atas, ‘‘Sunset Eyes” , strabismus, nystagmus, atropi optic, bayi sulit
mengangkat dan menahan kepalanya ke atas

11
Pada anak yang telah menutup suturanya maka ditemukan gejala peningkatan intracranial
antara lain nyeri kepala, muntah, lethargi, lelah, anak menjadi apatis, dan penglihatan terganggu
serta perubahan pada pupil yang menajdi edema.

Patofisiologi

Ruangan CSS mulai terbentuk ada minggu kelima masa embrio, terdiri dari sistem
ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subarakhnoid yang meliputi seluruh susunan
saraf. CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam
peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan
saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis ini terdapat dalam suatu sistem yang terdiri dari
dua bagian yang berhubungan satu sama lainnya : (1) Sistem internal terdiri dari dua ventrikel
lateralis, foramen-foramen interventrikularis (Monroe), ventrikel ke-3, akuaduktus Sylvii dan
ventrikel ke-4. (2) Sistem eksternal terdiri dari ruang-ruang subaraknoid, terutama bagian-bagian
yang melebar disebut sisterna. Hubungan antara sistem internal dan eksternal ialah melalui
kedua apertura lateralis ventrikel ke-4 (foramen Luschka) dan foramen medialis ventrikel ke-
4 (foramen Magendie).

Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi
40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan pada prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam
ventrikel biasanya antara 500-1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter.

Aliran CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe
ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan
melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna.
Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler.

Dalam keadaan normal tekanan likuor berkisar antara 50-200 mm, sama dengan 50-200
mmH2O. Ruang tengkorak bersama dura yang tidak elastis merupakan suatu kotak tertutup yang
berisikan jaringan otak dan medula spinalis sehingga volume otak total (kraniospinal) ditambah
dengan volume darah dan likuor merupakan angka tetap (Hukum Monroe Kellie). Bila terdapat
peningkatan volume likuor akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Keadaan ini
terdapat pada perubahan volume likuor, pelebaran dura, perubahan volume pembuluh
darah terutama volume vena, perubahan jaringan otak (bagian putih otak berkurang pada

12
hidrosefalus obstruktif). Pada umumnya volume otak serta tekanan likuor berubah oleh berbagai
pengaruh sehingga volume darah selaluakan menyesuaikan diri.

Hidrosefalus akibat dari tiga mekanisme yaitu produksi likuor yang berlebihan,
peningkatan resistensi aliran likuor dan peningkatan tekanan sinus venosa. Akibat dari tiga
mekanisme tersebut adalah peningkatan tekanan intracranial sebagai upaya mempertahankan
keseimbangan sekresi dan absorbs. Produksi likuor yang berlebihan hampir semua disebabkan
oleh adanya tumor di pleksus khoroid. Produksi berlebihan menyebabkan tekanan intracranial
menginkat dalam mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan reasorbsi likuor, sehingga
ventrikel akan membesar. Ada juga penyebabnya akibat hipervitaminosis A.

Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi
yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional
dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.

Peningkatan tekan sinus venosa menyebabkan volume vaskuler intracranial bertambah dan
peningkatan tekanan intracranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankn aliran
likuor terhadap tekanan sinus vena yang relative tinggi. Konsekuensi dari hipertensi vena
bergantung dari struktur tengkorak, bila sutura kranial sudah menutup, dilatasi ventrikel akan
diimbangi dengan peningkatan volume vaskuler, dalam hal ini peningkatan tekanan vena dalam
bentuk klinis menjadi pseudotumor serebri. Sebalikna bila tengkorak masih mengadaptasi, kepala
akan membesar dan volume cairan akan bertambah.

Diagnosis

Pengukuran lingkar kepala fronto-oksipital yang teratur pada bayi merupakan tindakan
terpenting untuk diagnosis dini. Pertumbuhan kepala normal paling cepat terjadi pada tiga bulan
pertama. Lingkar kepala akan bertambah kira-kira 2 cm setiap bulan. Pada tiga bulan berikutnya,
penambahan akan berlangsung lebih lambat.

Anamnesis

 Kepala yang tampak membesar pada anak dengan UUB yang belum menutup

13
 Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial: letargi, muntah, sakit kepala, iritabel,
sampai penurunan kesadaran. Terutama ditemukan pada UUB yang sudah menutup
 Anamnesis ke arah penyebab: riwayat trauma, infeksi SSP seperti meningitis, riwayat
hidrosefalus pada keluarga.

Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

 Pertumbuhan lingkar kepala yang abnormal (>+ 2SD atau dalam pemantauan terdapat
peningkatan lingkar kepala yang tidak sesuai grafik pertumbuhan lingkar kepala).
 UUB masih terbuka pada anak usia > 18 bulan atau UUB membonjol
 Kelainan bentuk kepala: oksipital yang prominen, asimetri bentuk kepala, pembesaran
diameter biparietal, dan frontal boosing
 Funduskopi: papiledema jika terdapat peningkatan tekanan intrakranial, pendarahan retina
pada hidrosefalus akut, atrofi nervus optic pada hidrosefalus kronik, korioretinitis pada
infeksi toksoplasma atau CMV.
 Kelainan saraf cranial: “sunset appearance” dimana mata terlihat deviasi kebawah.
 Tanda-tanda lesi upper motor neuron: hiperreflex, klonus, spastisitas.
 Lesi di daerah tulang belakang:benjolan, dimple, hair tuft, atau hemangioma yang
merupakan tanda spina bifida.

Pemeriksaan Penunjang

1. Rontgen foto kepala


Dengan prosedur ini dapat diketahui:
 Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura,
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi
prosessus klionidalis posterior.
 Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen
kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

2. Transiluminasi

14
Syarat untuk transiluminasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan
dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai
lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi
sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat
tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah
kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang
melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras
dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini
sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT
Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
4. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat
menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG
pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan
sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi
sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

5. CT Scan kepala dan MRI


Digunakan untuk diagnosis dan mencari etiologi
- Diagnosis :
o Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari
occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan
adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari
CSS.
o Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan
dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari
daerah sumbatan.

15
- Etiologi: Gambaran ostruksi, kalsifikasi periventrikel (infeksi kongenital CMV), atau
kalsifikasi intraparenkim (infeksi kongenital toksoplasma), sindrom Dandy Walker,
atau malformasi Arnold-Chiari.

Diagnosis Banding

 Higroma subdural ; penimbunan cairan dalam ruang subdural akibat pencairan hematom
subdural
 Hematom subdural ; penimbunan darah di dalam rongga subdural
 Emfiema subdural ; adanya udara atau gas dalam jaringan subdural.
 Hidranensefali ; sama sekali atau hampir tidak memiliki hemisfer serebri, ruang yang
normalnya di isi hemisfer dipenuhi CSS
 Tumor otak
 Kepala besar
 Megaloensefali : jaringan otak bertambah
Komplikasi hidrosefalus :
 Atrofi otak dan Herniasi otak yang dapat berakibat kematian
Atrofi Otak : Secara progresif volume otak akan semakin menurun diikuti dengan dilatasi
ventrikel karena penuaan. Tetapi Atrofi didefinisikan sebagai hilangnya sel atau jaringan, jadi
atrofi serebri dapat didefinisikan sebagai hilangnya jaringan otak (neuron dan sambungan
antarneuron). Biasanya disebabkan oleh penyakit-penyakit degeneratif seperti multiple sklerosis,
korea huntington dan Alzheimer. Gejala yang muncul tergantung pada bagian otak yang
mengalami atrofi. Dalam situasi ini, hilangnya jaringan otak meninggalkan ruang kosong yang
dipenuhi secara pasif dengan CSS.

Penatalaksanaan

Tujuan utama dari penatalaksanaan pada hidrosefalus ialah untuk memulihkan kerusakan
yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial. Rekonstitusi mantel otak untuk
memungkinkan perkembangan intelektual normal dan menghindari ketergantungan shunt harus
ditambahkan sebagai tujuan penatalaksanaan. Mantel otak dengan ketebalan lebih dari 9
sentimeter terkait dengan hasil yang baik .Namun, rekonstitusi mantel kortikal tidak mendapat
hasil yang memuaskan jika tatalaksana terlambat lebih dari 5 bulan. Terapi pembedahan pada

16
hidrosefalus meliputi pengalihan dari cairan serebrospinal yang terakumulasi oleh salah satu dari
prosedur dibawah ini: (1) dengan membuka kembali sumbatan agar cairan dapat mengalir pada
jalur alaminya (2) dengan membuat suatu pengalihan pada lokasi sebelum terjadinya obstruksi
untuk memungkinkan css mengalir ke jalur distal intrakranial; atau (3) oleh pengalihan css ke
rongga lain yang kemudian akan diserap ke dalam aliran darah. Contoh dari pembukaan jalur yang
tersumbat meliputi endoscopic aqueductoplasty dan eksisi tumor yang menjadi penyebab
hidrosefalus; endoscopic third ventriculostomy masuk ke dalam kategori kedua.
Ventriculoperitoneal shunts, yang menjadi tatalaksana pilihan pada hidrosefalus, termasuk dalam
kelompok ketiga.

Perawatan medis belum terbukti berguna untuk hidrosefalus. Lebih sering digunakan
sebagai terapi sementara sebelum prosedur pembedahan. Acetazolamide telah umum digunakan
karena telah terbukti dapat mengurangi produksi cairan serebrospinal.

Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)

Sebagian besar pasien memerlukan tindakan operasi pintas, yang bertujuan membuat
saluran baru antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti:
periyoneum, atrium kanan, pleura). Pemilihan kavitas untuk drainase bervariasi untuk masing-
masing kasus. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum, mengingat
ia mampu menampung kateter yang cukup panjang sehingga dapat menyesuaikan pertumbuhan
anak serta resiko terjadi infeksi berat relatif lebih kecil dibandingkan dengan rongga atrium
jantung. Lokasi drainase lain seperti pleura, kandung empedu dan sebagainya dapat dipilih untuk
situasi kasus-kasus tertentu. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun
kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarachnoid lumbar.
Belakangan ini drainase lumbar jarang dilakukan mengingat ada laporan bahwa terjadi herniasi
tonsil pada beberapa kasus 1

17
Dalam melakukan tindakan operasi pintas, banyak pertimbangan yang harus dipikirkan dan
sifatnya sangat subyektif bagi dokter ahli bedah. Ada berbagai jenis dan merek alat shunt yang
masing-masing berbeda bahan, jenis, mekanisme maupun harga serta profil bentuknya. Pada
dasarnya alat shunt terdiri dari tiga komponen yaitu: kateter proksimal, katub (dengan/tanpa
reservoir), dan kateter distal. Komponen bahan dasarnya adalah elastomer silicon. Pemilihan shunt
mana yang akan dipakai dipengaruhi oleh pengalaman dokter yang memasang, tersedianya alat
tersebut, pertimbangan finansial serta latar belakang prinsip-prinsip ilmiah. Ada beberapa bentuk
profil shunt (tabung, bulat lonjong, dsb) dan pemilihan pemakaiannya didasarkan atas
pertimbangan mengenai penyembuhan kulit yang dalam hal ini sesuai dengan usia penderita, berat
badan, ketebalan kulit dan ukuran kepala.

Penempatan reservoir shunt umumnya dipasang di frontal atau di temporo-oksipital yang


kemudian disalurkan di bawah kulit. Teknik operasi penempatan shunt didasarkan oleh
pertimbangan anatomis dan potensi kontaminasi yang mungkin terjadi. Ada dua hal yang perlu di

18
perhatikan pada periode pascaoperasi: yaitu pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi
dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Secara umum tidak ada batasan
untuk posisi baring dari penderita, namun biasanya penderita dibaringkan telentang selama 1-2
hari pertama.

Komplikasi

Banyak bayi yang lahir dengan hidrosefalus (hidrosefalus kongenital) memiliki kerusakan otak
permanen. Hal ini dapat menyebabkan sejumlah komplikasi jangka panjang seperti:

 gangguan bicara
 masalah memori
 rentang perhatian yang pendek
 masalah dengan keterampilan berorganisasi
 masalah penglihatan, seperti juling dan tunanetra
 masalah dengan koordinasi fisik
 epilepsi

Komplikasi pemakaian shunt

Komplikasi shunt dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu: infeksi, kegagalan mekanis,


dan kegagalan fungsional, yang disebabkan jumlah aliran yang tidak adekuat. Infeksi pada shunt
meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian.
Kegagalan mekanis mencakup komplikasi seperti oklusi aliran di dalam shunt (proksimal, katub
atau distal), diskoneksi atau putusnya shunt, migrasi dari tempat semula, serta tempat pemasangan
yang tidak tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa drainase yang berlebihan atau malah kurang
lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi lanjutan seperti
terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, dan hipotensi ortostatik.1

Kelainan fungsional dari shunt merupakan komplikasi utama dari prosedur shunt. Kelainan
ini sangat umum hingga terkadang tidak lagi dianggap sebagai komplikasi tetapi sebagai bagian
dari perjalanan alami prosedur shunt. Dari beberapa faktor predisposisi untuk terjadinya
kerusakan, faktor usia telah terbukti signifikan .Dalam sebuah studi yang melibatkan 38 pusat
bedah saraf dan 773 pasien, 29% dari shunts gagal dalam tahun pertama , dan memerlukan operasi

19
ulang .Hampir setengah dari shunts (47%) pada anak dengan usia < 6 bulan gagal dan 14% shunts
gagal pada anak usia > 6 bulan.

Angka kejadian infeksi pada pemasangan shunt berkisar antara 4% - 7%. Organisme yang
umum menyebabkan infeksi antara lain staphylococcus epidermidis (50% - 60%), staphylococcus
aureus (20% - 30%), batang gram negatif, dan propionibacterium spp. Sebagian besar infeksi
terjadi dalam waktu 3 bulan setelah pemasangan shunt, dan sebagian kecil terjadi pada 6 bulan
setelah pemasangan. Gejala klinis yang mucul tergantung pada tingkat keparahan infeksi, waktu
diagnosis, dan lokasi dari infeksi. Infeksi dapat terjadi pada jalur subkutan tempat pemasangan
selang shunt atau luka (luka atau infeksi pada ruang css (meningitis), infeksi pada ventrikel
(ventriculitis), atau pada rongga perut (peritonitis). Awal infeksi subkutan ditandai dengan demam
ringan, kemerahan di sepanjang jalur shunt, dan cairan purulen yang keluar dari luka insisi.

Pencegahan

Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau mencegah


berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis, dilakukan pada tahap
suseptibel dan induksi penyakit, dengan tujuan mencegah atau menunda terjadinya kasus baru
penyakit. Pada kasus hydrocephalus pencegahan dapat dilakukan dengan:

a. Pada kehamilan perawatan prenatal yang teratur secara signifikan dapat mengurangi
risiko memiliki bayi prematur, yang mengurangi risiko bayi mengalami hydrocephalus.
b. Untuk penyakit infeksi, setiap individu hendaknya memiliki semua vaksinasi dan
melakukan pengulangan vaksinasi yang direkomendasikan.
c. Meningitis merupakan salah satu penyebab terjadinya hydrocephalus. Untuk itu perlu
dilakukan penyuluhan tentang pentingnya vaksin meningitis bagi orang – orang yang
berisiko menderita meningitis. Vaksinasi dianjurkan untuk individu yang berpergian ke
luar negeri, orang dengan gangguan sistem imun dan pasien yang menderita gangguan
limpa.
d. Mencegah cedera kepala.

20
Pencegahan Sekunder

a. Diagnosis Hydrocephalus merupakan salah satu dari kelainan kongenital. Untuk mewaspadai
adanya kelainan kongenital maka diperlukan pemeriksaan fisik, radiologik, dan laboratorium
untuk menegakkan diagnosa kelainan kongenital setelah bayi lahir. Disamping itu, dengan
kemajuan teknologi kedokteran suatu kelainan kongenital kemungkinan telah diketahui selama
kehidupan janin seperti adanya diagnosa prenatal atau antenatal.

Pada hydrocephalus, diagnosa biasanya mudah dibuat secara klinis. Pada anak yang lebih besar
kemungkinan hydrocephalus diduga bila terdapat gejala dan tanda tekanan intrakranial yang
meninggi. Tindakan yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis ialah transluminasi
kepala, ultrasonogafi kepala bila ubunubun besar belum menutup, foto Rontgen kepala dan CT-
Scan.

Prognosis

Prognosis Hidrosefalus bergantung pada tingkat progresivitas, keberhasilan tindakan


operasi, pengaruh tindakan operasi dan penyulit yang terjadi. Pada umunya hidrosefalus kongenital
mempunyai gangguan neurologic dan intelektual atau mental yang sulit diperbaiki.

Lebih dari 50% pasien dengan perdarahan intraventrikuler luas akan berkembang menjadi
hidrosefalus menetap yang membutuhkan pemasangan shunt. Pada pasien pascaoperasi
pengangkatan tumor di fossa kranii posterior pada anak – anak sebesar 20% berkembang menjadi
hidrosefalus menetap yang membutuhkan pemasangan shunt sehingga secara keseluruhan
prognosisnya bergantung pada jenis, lokasi, dan besar operasi pengankatan tumor. Pada pasien
hidrosefalus dibawah usia 1 tahun, sebesar 50% menunjukan tanda – tanda vital yang stabil, fungsi
ginjal yang normal dan tidak ada gejala – gejala peningkatan tekanan intracranial.

21
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF BEDAH
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

Nama Mahasiswa : Dicky Alfian Ade Muda Tanda Tangan :


NIM : 112017222
Dokter Pembimbing : dr. Agus Yunianto, Sp.BS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 5 Agustus 2018 Suku Bangsa : Lampung
Umur : 3 Bulan Agama : Islam
Pendidikan :-

Alamat : Dusun Semong Induk , Lampung

ANAMNESIS
Diambil dari: Alloanamnesis, Tanggal : 11 November 2018 Jam : 18.00 WIB

Dilakukan di: Ruang Perawatan IKA lantai 1 RSPAD Gatot Soebroto

KELUHAN UTAMA: Kepala membesar sejak 2 bulan SMRS

22
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

2,5 bulan SMRS terdapat benjolan di kepala sebelah kiri pasien. Benjolan berdiameter 3
cm dan teraba lunak. Benjolan tersebut dirasakan semakin membesar. 1 bulan SMRS terdapat
benjolan serupa di kepala sebelah kanan dan kepala tampak membesar. Orangtua pasien
mengatakan saat tidur suara nafas pasien seperti mendengkur. Selain keluhan benjolan di kepala,
orangtua pasien mengatakan pasien kadang-kadang muntah sejak 1 bulan SMRS. Muntah
sebanyak 3 kali sehari, muntah susu. pasien aktif menyusu, tidak ada penurunan berat badan. BAB
dan BAK lancar. Pasien dilahirkan secara spontan dan tidak ada kelainan bawaan.

1 minggu SMRS pasien dibawa ke RSUD DR. H. Abdul Moeloek dan dilakukan pemeriksaan
CT-Scan. Dari hasil pemeriksaan fisik dan CT-scan Os didiagnosis hidrosefalus dan dirujuk Ke
RSPAD Gatot Soebroto untuk dilakukan penanganan lebih lanjut.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat penyakit kongenital disangkal, asma (-)

RIWAYAT KELUARGA

Penyakit Ya Tidak Hubungan

Alergi -  -

Tuberkulosis -  -

Asma -  -

Jantung -  -

Ikterus -  -

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN :

Pasien merupakan anak ke 4 dari ibu P3A1, lahir spontan pervaginam ditolong oleh bidan dengan
usia kandungan aterm dan berat lahir 3000 gr. Selama masa kehamilan ibu tidak pernah sakit berat,
tidak pernah terjadi perdarahan atau masalah kandungan lainnya, tidak pernah merokok dan
minum minuman beralkohol. Pemeriksaan antenatal care dilakukan di bidan, namun tidak rutin.

23
Riwayat Sosial Ekonomi

Tempat tinggal : milik sendiri

Keadaan rumah : memiliki luas 10 m x 6 m, lingkungan sekitar rumah baik, kondisi rumah
bersih, terdapat ventilasi, mimiliki 2 kamar tidur, 1 kamar mandi dan 1
dapur. Jumlah orang yang tinggal di dalam rumah 5 orang.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Nadi : 114 x/ menit

Nafas : 28 x/ menit

Suhu : 37OC

Data Antropometri

Berat badan : 5 Kg

Panjang badan : 52 cm

Lingkar Kepala : 44 cm

24
Skala Nellhaus : lingkar kepala 44 cm  + 2 SD ( 98%)

STATUS GENERALIS

Kepala
• Bentuk : Bulat, simetris, makrocephal
• Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah di cabut
Wajah
• Raut muka : Normal, simestris
Mata
• Palpebra : Tidak membengkak, tidak ptosis
• Konjungtiva : Tidak pucat
• Sklera : tidak ikterik
• Pupil : Bulat, simetris.
• Lensa : Jernih
• Bola mata : Normal
Telinga
• Daun telinga : Normotia, simetris, pinna keras serta recoil segera
• Lubang telinga : Lapang
• Pendarahan/ sekret : Tidak ada

25
Hidung
• Bentuk : Normal
• Mukosa : Berwarna merah muda
• Nafas cuping hidung : Tidak ada
Mulut
• Bibir : Normal, simetris, lembab dan berwarna merah muda
• Lidah : Normal
• Mukosa : Berwarna merah muda
Leher
• Bentuk : Simetris
• Trakhea : Di tengah
• KGB : Tidak teraba
Thoraks
• Bentuk : Normal, tidak ada pektus carinatum dan pektus ekskavatum.
gerakan dada simestri kanan dan kiri.
• Kulit : Warna kulit kuning langsat, tidak ada lesi, tidak ada benjolan,
tidak ada retraksi, tidak ada bekas luka operasi
Paru
• Inspeksi : Warna kulit kuning langsat, tidak ada lesi, tidak ada benjolan,
tidak ada retraksi, tidak ada bekas luka operasi
• Palpasi : Tidak teraba benjolan dan massa
• Perkusi : sonor
• Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronki dan wheezing tidak ada.
Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : Teraba ictus cordis di sela iga ke 4 garis midklavicularis kiri, kuat
angkat dan tidak ada getaran ( thrill )
• Perkusi : Tidak dilakukan
• Auskultasi : Bunyi jantung I – II normal reguler, murmur dan gallop tidak ada

26
Abdomen
• Inspeksi : Perut mendatar, kulit kuning langsat dan tidak ada lesi, tidak tampak
benjolan, tidak tampak bekas luka operasi
• Auskultasi : Bising usus positif normal
• Palpasi : Perut supel dan tidak distensi
• Perkusi : Tidak dilakukan
Genitalia
• Tidak ada indikasi
Ekstremitas
• Bentuk : Normal
• Akral : Hangat
• Kulit : Teraba hangat
• Edema : Tidak ada
• Sianosis : Tidak ada
• CRT : < 2 detik

Status Lokalis :

Kepala :

Inspeksi : kepala tampak makrocefali, tampak gambaran pembuluh darah pada sisi kanan dan kiri
kepala, fontanel belum menutup dan melebar, mata tampak sunset phenomen (+)

Palpasi : lingkar kepala 44 cm, nyeri tekan (-)

Perkusi : Cracked pot sign (-)

27
Foto Klinis

A. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan tanggal 5 November 2018, pukul 09:37:26

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi
Hemoglobin 11.9 9,5-13,5 g/dL

Hematokrit 35 29-41 %

Eritrosit 4.2 3.1- 4.5 juta /uL

Leukosit 15650 5,000-19.500 /uL

Trombosit 531000 150.000-400.000 /uL

Hitung jenis
 Basofil 0 0-1%

 Eosinophil 2 1-3

 Batang 3 2-6

 Segmen 9 50-70

 Limfosit 78 20-40

 Monosit 8 2-8

MCV 85 74-108

28
MCH 29 25-35

MCHC 34 30-36

RDW 13.10 11.5-14.5%

Koagulasi
Prematur : 10-14.6
Waktu protrombin (PT) 12.4 Cukup bulan : 10.0-
14.2

APTT 52.2 23.4 – 31.5 detik

Kimia Klinik
SGOT 41 < 35 U/L

SGPT 30 < 40 U/L

Ureum 9 20 – 50 mg/dL

Kreatinin 0.4 0.5 – 1.5 mg/ dL


Glukosa Darah (
84 60 – 140 mg / dL
sewaktu)
Natrium 138 129- 143 mmol/L

Ct-Scan

29
RINGKASAN (RESUME)

2,5 bulan SMRS terdapat benjolan di kepala sebelah kiri pasien. Benjolan berdiameter 3 cm dan
teraba lunak. Benjolan tersebut dirasakan semakin membesar. 1 bulan SMRS terdapat benjolan
serupa di kepala sebelah kanan dan kepala tampak membesar. Orangtua pasien mengatakan saat
tidur suara nafas pasien seperti mendengkur. Selain keluhan benjolan di kepala, orangtua pasien
mengatakan pasien kadang-kadang muntah sejak 1 bulan SMRS. Muntah sebanyak 3 kali sehari,
muntah susu. pasien aktif menyusu, tidak ada penurunan berat badan. BAB dan BAK lancar.
Pasien dilahirkan secara spontan dan tidak ada kelainan bawaan. Keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, HR 114 x/menit, suhu 36,5OC, nafas 28 x/menit, kepala tampak
makrocefali, tampak gambaran pembuluh darah pada sisi kanan dan kiri kepala, fontanel belum
menutup dan melebar, mata tampak sunset phenomen (+),lingkar kepala 44 cm, nyeri tekan (-
),Cracked pot sign (-).

DIAGNOSIS PRA BEDAH

Hidrocephalus

DIAGNOSIS PASCA BEDAH

Hidrocephalus

PENATALAKSANAAN

Paracetamol inj 3 x 75 ml

Cefotaxime inj 3 x 50 ml

Pro VP Shunt

PROGNOSIS

 Ad vitam : dubia ad bonam


 Ad functionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam

30
Tindakan operasi:

 VP shunt

Uraian Pembedahan ( 12 November 2018) :

1. Pasien posisi supine di atas meja operasi dalam anestesi umum.


2. Asepsis dan antisepsis lapangan operasi
3. Dibuat insisi sesuai design preaurikula. Membentuk semilunar
4. Dibuat insisi pada abdomen setinggi umbilicus sisi kanan
5. Dibuat akses dengan menggunakan guiding shunt dari dinding abdomen kea rah sternal,
leher, dan preaurikula
6. Cranium dibuka dengan menggunakan pisau no.15. selang VP shunt dimasukan, cairan
LCS dikeluarkan tampak jernih, lancar, diambil sebanyak 10 ml. ujung bawah selang VP
shunt dimasukkan ke abdomen.
7. Luka operasi di tutup lapis demi lapis
8. Operasi selesai

31
Daftar Pustaka
1. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Hidrosefalus. dalam: Harsono,
Editor. Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press; 2005.
Hal. 209-16.
2. Bonnemann CG, Golden JA. Developmental Structural Disorders. In: Goetz CG, Editor.
Textbook of Clinical Neurology. 2nd Ed. Pennsylvania: Saunders; 2003.p.553
3. Varma R, Williams SD. Wessel HB. Neurology. In: Zitelli BJ, Davis HW, Editor.Atlas of
Pediatric Physical Diagnosis. 5th Ed. New York: Blackwell Science; 2000.p.562-86.
4. Sjamsuhidajat R. Buku ajar ilmu bedah, edisi ketiga, Sistem saraf hidrosefalus. Jakarta:
EGC;2012.p.935-936
5. Kahle, Leonhardt, Platzer. Atlas berwarna & teks anatomi manusia jilid 3, edisi 6, sistem
saraf dan alat-alat sensoris. Hipokrates;2010.p.262-271
6. Collins P. Embryology and Developmental. In: Bannister LH, Berry MM, Collins P,
Dyson M, Julian ED, Ferguson MWJ, Editors. Gray’s Anatomy: The Anatomical Basis of
Medicine and Surgery. 38th Ed. Unted States of America: Person Professional Limited;
1995.p.1202-18.
7. Sri M, Sunaka N, Kari K. Tinjauan pustaka hidrosefalus. Departemen ilmu bedah saraf
FK UNUD RSU Sanglah. Dexa Media;2006.p.40-48
8. Satyanegara. Hidrosefalus. Dalam: Satyanegara, Hasan R Y, Abubakar S, Maulanan A J,
et al. Ilmu bedah saraf edisi IV. Jakarta: Gramedia;2013.p345-57
9. Porth CM, Gaspard KJ. Alterations in Brain Function. In: Essentials of Pathophysiology.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2004.p 667-71.

32

Anda mungkin juga menyukai