Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS VI

MATA KANAN KIRI CHORIORETINITIS TOXOPLASMA ( B58.01)

HIV DALAM THERAPI ARV (B20)

Disusun Oleh :

dr. Novika Pristiwati

Pembimbing :

. dr. Dina Novita , Sp.M (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

ILMU KESEHATAN MATA

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2019

1
I. PENDAHULUAN
Toxoplasmosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit
obligat intraselular dan menjadi penyebab uveitis posterior infeksi tersering pada anak dan
dewasa. Diperkirakan terdapat 500 juta orang di seluruh dunia yang terinfeksi parasit ini,
kondisi kronik asimtomatik dari toxoplasmosis dijumpai pada 50% populasi dewasa di
Amerika Serikat. Toxoplasmosis umumnya bersifat self limiting pada pasien imunokompeten,
sedangkan pada pasien immunocompromised dapat berkembang menjadi penyakit yang berat
dan dapat menimbulkan kematian. Melalui laporan kasus ini akan dibahas mengenai
toxoplasmosis okuler pada pasien berusia 46 tahun dengan HIV (human immunodeficiency
virus) dan sedang menjalani terapi antriretroviral (ARV).

II. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. Ana Siti R

Usia : 46 tahun

No.CM : C759063

Alamat : Salatiga

Pekerjaan: IRT

Jaminan : BPJS

Tanggal pemeriksaan: 12 Juni 2019

III. ANAMNESIS

Keluhan Utama: Penglihatan kedua mata buram

Riwayat Penyakit Sekarang:

Penglihatan kedua mata buram sejak 1 bulan yang lalu, buram dirasakan muncul
perlahan, baik saat melihat jauh maupun dekat. Pasien merasa nyeri dan terasa silau jika terkena
cahaya, tidak cekot-cekot, mata merah tanpa disertai lodhok. Pasien melihat bintik-bintik
kehitaman berterbangan yang muncul semakin banyak dan menetap, melihat seperti kiltan
cahaya disangkal. Pasien mengalami keluhan penurunan berat badan drastis disertai diare dan
sariawan 8 bulan yanglalu, kemudian pasien berobat ke spesialis penyakit dalam setempat dan
dikatakan pasien menderita HIV dan kemudian pasien diberikan obat ARV.

2
Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat nyeri sendi disangkal

- Riwayat demam lama naik turun tanpa penyebab yang jelas (+)

- Riwayat batuk lama atau berulang (+)

- Riwayat penurunan berat badan (+)

- Riwayat diare lama (+)

- Riwayat adanya luka di kemaluan disangkal

- Riwayat gusi berdarah / sariawan berulang disangkal

- Riwayat benjolan di tubuh disangkal

- Riwayat ruam di kulit disangkal

- Riwayat nyeri saat berkemih disangkal

- Riwayat transfusi darah disangkal

- Riwayat sering makan makanan mentah/kurang matang disangkal

- Riwayat kontak lama dengan hewan (kucing, unggas, tikus) disangkal

- Riwayat berganti-ganti pasangan seksual disangkal

- Riwayat berhubungan seksual tidak aman dengan lawan jenis sebelumnya disangkal

- Riwayat menggunakan obat-obatan terlarang sebelumnya disangkal

- Riwayat menggunakan kaca mata sebelumnya disangkal

- Riwayat operasi mata disangkal

- Riwayat alergi obat disangkal

- Riwayat HIV (+) diketahui sejak 2018 , pasein sudah pengobatan ARV selama 8 bulan di RS
di Salatiga

Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada keluarga sakit serupa

3
Riwayat Sosial
- Pasien adalah seorang janda ( suami meningal 2 tahun yang lalu akibat sakit yang tidak
diketahui )
- Pasien membuka warung di rumah
- Berobat menggunakan BPJS

IV . PEMERIKSAAN FISIS

Keadaan umum: tampak sakit ringan , sadar penuh

Tanda Vital: Tekanan darah 120/70, Nadi 90x / menit

Status Generalisata :

BB: 51 kg

TB : 155 cm

Limfadenopati colli: (-)

Kulit: ruam merah (-)

Thoraks: suara dasar vesikuler

Abdomen: tidak didapatkan kelainan

Pemeriksaan Ophtalmologis:

Mata Kanan Mata Kiri


Visus 0,5/60 6/40
Visus Tidak dapat dikoreksi Tidak dapat dikoreksi
Koreksi
Bola Mata Proprosis (-) Proptosis (-)
Kedudukan Orthophori
Bola Mata
Gerak Bola Bebas ke segala arah
Mata
Palpebra Edem(-), spasme (-) Edem (-), spasm (-)

4
Conjungtiva Conjungtiva bulbi: mixed injeksi Conjungtiva bulbi: mixed injeksi (-),
(+), sekret (-) sekret (-)

Sklera Dilatasi pembuluh darah (-), Dilatasi pembuluh darah (-),


sklerektasis (-), nodul (-) sklerektasis (-), nodul (-)
Cornea Jernih (+), KP’s (+) aktif Jernih (+), KP,s (+) aktif
COA Van Herrick grade III, Tyndal Van Herrick grade III, Tyndal effect
effect (+),cell (+) grade 1-2 (+), cell (+) grade 1-2
Iris Kripte (+), sinekia (-), nodul (-) Kripte (-), sinekia (-), nodul (-)
Pupil Bulat , sentral, reguler, diameter 3 Bulat , sentral, reguler, diameter 3 mm,
mm, reflek pupil (+) normal, reflek pupil (+)normal, RAPD (-)
RAPD (-)
Lensa Jernih Jernih
Corpus Cell (+) gr 4 Cell (+) gr 1
Vitreous
Reflek Positif suram Positif suram
Fundus
Funduskopi Papil N.II: bentuk bulat, batas Papil N.II: bentuk bulat, batas tegas,
tegas, warna kuning kemerahan, warna kuning kemerahan, CDR 0,3
CDR 0,3 excavatio (-), perdarahan excavatio (-), perdarahan peripapil (-)
peripapil (-) Vasa retina: AVR 2/3, vascular
Vasa retina: AVR 2/3, vascular sheating (-)
sheating (-) Retina: perdarahan (+), eksudat (+),
Retina: perdarahan (-), eksudat ablatio (-), scar (-)
(+), ablatio (-), scar (-) Fovea: reflek fovea cemerlang (+),
Fovea: reflek fovea cemerlang (+), exudat (-)
exudat (-)
TIO 24 mmHg 15,9 mmHg

5
V.PEMERIKSAAN PENUNJANG

FOTO FUNDUS COLOUR

LABORATORIUM

Hematologi

- Hemoglobin : 10,5 g/dL ( ↓ )


- Hematokrit : 30.5 % ( ↓ )
- Eritrosit : 2.570.000 /uL ( ↑ )
- Leukosit : 3000 ( ↓ )
- Trombosit : 313.000
- LED I : 67/mm ( ↑ )
- LED II : 112 /mm ( ↑ )
- GDS : 82 mg?dL

VI. RESUME

Seorang perempuan berusia 46 tahun dengan keluhan penglihatan kedua mata buram
1 bulan, nyeri (+), fotofobia (+), merah (+), sekret (-), floaters (+). Riwayat diare kronis (+),
demam kronis (+), batuk lama (+), HIV on ARV (+), DM (-).

6
Pemeriksaan Ophtalmologis

Mata Kanan Mata Kiri


Visus 0,5/60 6/40
Conjungtiva Conjungtiva bulbi: mixed injeksi Conjungtiva bulbi: mixed injeksi (+),
(+), sekret (-) sekret (-)

Cornea Jernih (+), KP’s (+) aktif Jernih (+), KP,s (+) aktif
COA Van Herrick grade III, Tyndal Van Herrick grade III, Tyndal effect
effect (+),cell (+) grade 1-2 (+), cell (+) grade 1-2
Corpus Cell (+) gr 4 Cell (+) gr 1
Vitreous
Reflek Positif suram Positif suram
Fundus
Funduskopi Papil N.II: bentuk bulat, batas Papil N.II: bentuk bulat, batas tegas,
tegas, warna kuning kemerahan, warna kuning kemerahan, CDR 0,3
CDR 0,3 excavatio (-), perdarahan excavatio (-), perdarahan peripapil (-)
peripapil (-) Vasa retina: AVR 2/3, vascular
Vasa retina: AVR 2/3, vascular sheating (-)
sheating (-) Retina: perdarahan (+), eksudat (+),
Retina: perdarahan (-), eksudat ablatio (-), scar (-)
(+), ablatio (-), scar (-) Fovea: reflek fovea cemerlang (+),
Fovea: reflek fovea cemerlang (+), exudat (-)
exudat (-)
TIO 24 mmHg 15,9 mmHg

VII. DIAGNOSIS BANDING

- Mata Kanan Kiri Panuveitis e.c Toxoplasma


- Mata Kanan Kiri Panuveitis e.c TBC
- Mata Kanan Kiri Panuveitis e.c CMV
- Mata Kanan Kiri Acute Retinitis Necrosis

VIII. DIAGNOSIS KERJA

- Mata Kanan Kiri Panuveitis e.c Toxoplasma


7
IX. DIAGNOSIS PENYERTA

- HIV on ARV

X. PENATALAKSANAAN

- P.pred ED 4x1 gtt M.Ka M.Ki

- SA 1% ED 4x1 gtt M.Ka M.Ki

- Timol 0,5% ED 2x1

- ARV lanjut

- WORK UP untuk mencari causa/ underlying disease

XI. PROGNOSIS

Mata Kanan Mata Kiri


Quo ad Visam Dubia ad malam Dubia ad malam
Quo ad Sanam Dubia ad malam Dubia ad malam
Quo ad Vitam Dubia
Quo ad Cosmeticam Ad bonam

XII. EDUKASI

Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa:

 Pasien menderita peradangan dan infeksi yang mengenai saraf mata akibat dari infeksi
parasit yaitu toxoplasma yang menyebabkan penglihatan kedua mata buram.
 Infeksi yang terjadi disebabkan karena daya tahan tubuh pasien yang rendah akibat
infeksi virus HIV, sehingga penting bagi pasien untuk rutin meminum ARV selain
pengobatan rutin untuk infeksi di mata, yang diberikan oleh dokter mata ( obat tetes )
dan dokter penyakit dalam ( pil/ tablet )
 Risiko jika pasien tidak mengikuti pengobatan sesuai ketentuan adalah infeksi mata
yang semakin berat hingga berakhir dengan kebutaan.
 Prognosis / harapan penglihatan di masa mendatang kemungkinan besar tidak dapat
kembali seperti sedia kala karena jika peradangan sembuh , maka akan muncul jaringan
parut di saraf mata serta adanya risiko untuk kambuh/ infeksi berulang apabila daya
tahan tubuh pasien menurun.

8
FOLLOW UP

Tanggal Anamnesis Status Ophtalmologi Diagnosis Terapi


21 Juni Keluhan mata Visus M.Ka : 0.5/60  M.Ka.Ki  SA 1% ED 3x1 gtt
2019 buram masih sama Visus M.Ki :6/60 Panuveitis M.KaKi
TIO M.Ka: 10,9 mmHg e.c Toxo dd  Ppred ED 4x1 gtt
TIO M.Ki: 14,6 mmHg CMVdd/ M.KaKi
M.KANAN ARN  Cek CD4
Celll COA 1-2  Kontrol 1 minggu
Cell di CV gr 4  Konsul IPD untuk
Funduskopi : exudat di retina, perdarahan (-),vascular therapi Toxo
sheating (-)
M.KIRI:
Cell CV 1-2
Cell CV 2-3
Funduskopi : exudat di retina(+), perdarahan
(+),vascular sheating (-)
Lain-lain status quo
WORK UP
- TB Mantoux NEGATIF
- IgG TOXOPLASMA 17 mg/dL (POSITIF)
- IgG CMV (POSITIF) 27

9
- VDRL (NEG )
- TPHA ( NEG)
28 Juni Mata buram (+), Visus M.Ka : 2/60  M.kanan  Konsul IPD
2019 floaters (+), mata Visus M.Ki :6/30 Panuveitis  Kontrol 1 minggu
merah berkurang TIO M.Ka: 10,9 mmHg e.c Toxo dd/
TIO M.Ki: 14,6 mmHg ARN
M.KANAN  HIV on ARV
Cell COA 1-2
Cell di CV gr 4
Lain-lain status quo
M.KIRI:
Cell CO 1-2
Cell CV 2-3
Lain-lain status quo

CD4 220
5 Juli Keluhan masih Visus M.Ka : 2/60  Ma.Ka dan  Cek HSV 1
2019 sama Visus M.Ki :6/30 M.ki  Cendo lyters/ 6 jam
TIO M.Ka: 12,0 mmHg Retinochoroi M.Ka.Ki
TIO M.Ki: 12,1 mmHg ditis e.c  Konsul IPD untuk
M.KANAN Toxoplasma tatalaksana toxoplasma

10
Cell COA 1-2 dd/ Acute
Cell di CV gr 4 Retinal
Lain-lain status quo Necrosis
M.KIRI:  HIV on ARV
Cell CO 1-2
Cell CV 2-3
Lain-lain status quo
9/ Juli Merasa lebih baik Visus M.Ka : 3/60 M.ka ki - Pirimetamin
2019 dibanding Visus M.Ki :6/20 Retinochoroiditi loading 100mg 10
sebelumnya TIO M.Ka: 11,5 mmHg s e.c hari, lalu 25 mg/12
TIO M.Ki: 12.2 mmHg Toxoplasma jam
M.KANAN - Klindamycin
Cell COA (-) 600mg/8 jam
Cell di CV gr 4 - As Folat 10 mg/24
Lain-lain status quo jam
M.KIRI: - Omeprazole 20
Cell CO (-) mg/12 jam
Cell CV gr 1
Lain-lain status quo

11
DISKUSI DAN PEMBAHASAN KASUS

Human Insufuciency Virus ( HIV ), merupakan virus yang menyerang sistim imun
tubuh dan mennyebabkan penurunan jumlah CD4 sehingga passien yang terinfeksi rentan
terhadap berbagai infeksi. Manifestasi okuler dapat menjadi temuan pertama pada pasien
dengan HIV ( 70% ). Retinopati merupakan teman okular tersering yang dijumpai dengan
karakteristik perdarahan,mikroaneurisma dan eksudat. Selain itu dapat juga dijumpai
manifestasi uveitis baik anterior maupun posterior. Penyebab infeksi yang sering dijumpai
antara lain cytomegalovirus ( CMV ), Herpes Zooster Virus, Toxoplasma gondii,
Mycobacterium tuberculis, Criptococcus neoformans, Histoplasma dan Candida sp.1 Berikut
ini akan dipaparkan gejala dan tanda dari penyebab infeksi tersering pada mata dengan HIV
yang mungkin pada pasien ini.
Chorioretinitis merupakan peradangan yang terjadi di choroid dan retina. Pada
pemeriksaan oftalmologi akan dijumpai adanya sel inflamasi di cavum vitreous serta area
retinitis atau choroiditis yang fokal, multifokal, atau difus.1 Toxoplasmosis merupakan
penyebab uveitis posterior infeksi tersering pada anak dan dewasa. Toxoplasma gondii sebagai
penyebab toxoplasmosis, merupakan protozoa parasit intraseluler yang menyebabkan nekrosis
lapisan korioretina serta adanya peningkatan permeabilitas vaskuler diskus optikus.
Toxoplasma gondii memiliki 3 bentuk dalam siklus hidupnya, yaitu :
- Oocyst, merupakan bentuk yang ditemukan di tanah dan mengandung sporozoit
- Tachyzoite, merupakan bentuk paling infeksius
- Tissue cyst atau bentuk laten yang mengandung 3000 bradizoit.
Ketiga bentuk di atas dapat menginfeksi manusia dan binatang melalui berbagai jenis vektor.
Transmisi toksoplasma hingga menginfeksi manusia dapat terjadi melalui mengonsumsi
daging mentah yang terkontaminasi kista toksoplasma, mengonsumsi air, buah, atau sayuran
yang terkontaminasi oocyst, kontak dengan feces atau air kemih kucing, atau tanah yang
terkontaminasi oocyst, transmisi transplasental dari infeksi primer selama kehamilan serta
transfusi darah atau transplantasi organ 1,2
Gambaran toxoplasmosis sistemik pada pasien imunokompeten umumnya berupa
limfadenopati, demam, malaise, dan bersifat self limiting, sedangkan pada pasien
immunocompromised, toxoplasmosis dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf pusat yang
bisa menimbulkan morbiditas dan mortalitas.1,3 Gejala toxoplasmosis okuler yang umum
dijumpai adalah penurunan visus (terutama pada lesi yang mengancam makula) yang bersifat
unilateral dan floaters. Gambaran uveitis anterior granulomatosa derajat ringan sedang dapat

12
ditemukan, disertai peningkataan tekanan intraokuler pada 20% pasien. Toxoplasmosis okuler
secara klasik tampak sebagai retinochoroiditis fokal berwarna keputihan dengan inflamasi
vitreus yang moderat (headlight in the fog) yang dapat berlanjut menjadi skar retinochoroidal
berpigmen. Lesi fokal tersebut bisa terbentuk dari satu atau beberapa lesi kecil atau berukuran
besar dan melibatkan retina perifer. Perdarahan kadang juga dapat dijumpai di sekitar retinitis
yang aktif, selain itu juga dijumpai adanya perivaskulitis dengan venous sheating yang difus
dan plak arterial segmental (Kyrieleis arteriolitis). Komplikasi okuler yang bisa terjadi antara
lain : katarak, opasitas vitreus persisten, cystoid macular edema, ablasio retina, membran
epiretinal, papil atrofi, dan neovaskularisasi choroid. Toxoplasmosis okuler pada pasien
dengan status imunokompeten umumnya bersifat self limiting dengan tepi lesi akan menegas
dalam kurun waktu 6-8 minggu tanpa pengobatan, selain itu hipertrofi pigmen epitel retina
(retinal pigmented epithelium/ RPE) akan tampak dalam beberapa bulan.1-4
Penegakkan diagnosis toxoplasmosis okuler didapatkan melaui pemeriksaan klinis dan
penunjang. Evaluasi serologis dengan indirect fluorescein antibody dan ELISA digunakan
untuk mendeteksi antibodi spesifik anti T.gondii dan mengkonfirmasi adanya pajanan dari
parasit. Antibodi IgM yang positif pada bayi baru lahir menunjukkan adanya infeksi kongenital
sedangkan pada dewasa menunjukkan adanya infeksi didapat. IgM akan meningkat pada awal
fase akut dan dapat terdeteksi selama kurang dari 1 tahun, sedangkan antibodi IgG akan muncul
dalam 2 minggu pertama infeksi dan dapat terdeteksi seumur hidup dengan titer yang
bervariasi. Hasil IgG anti toxoplasma dapat mendukung adanya retinochoroiditis toxoplasma,
sedangkan titer antibodi yang negatif umumnya mampu menyingkirkan diagnosis. Diagnosis
pasti toxoplasmosis okuler didapatkan dari hasil pemeriksaan polymerase chain reaction
(PCR) dengan sampel humor aquous dan cairan vitreus untuk dapat mendeteksi DNA T.gondii.
Pasien immunocompromised dengan toxoplasmosis okuler aktif disarankan untuk melakukan
pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) untuk dapat menyingkirkan keterlibatan
sistem saraf pusat.1-3
Terapi terhadap toxoplasmosis okuler pada pasien imunokompeten diberikan
berdasarkan jumlah, ukuran, lokasi lesi terhadap makula dan nervus optikus, serta derajat
inflamasi vitreus. Pertimbangan pemberian terapi pada kasus toxoplasmosis okuler, yaitu : 1,3,4
1. Lesi yang mengancam nervus optikus, fovea, atau pembuluh darah besar retina
2. Lesi dengan perdarahan luas
3. Lesi dengan peradangan vitreus sedang hingga berat yang menyebabkan penurunan
visus kurang dari 20/40 pada mata yang sebelumnya 20/20 atau setidaknya penurunan
dua baris visual acuity chart

13
4. Lesi dengan ukuran lebih dari 1x diameter diskus optikus
5. Penyakit yang menetap lebih dari 1 bulan
6. Lesi aktif yang multipel .
Regimen terapi klasik untuk toxoplasmosis okuler terdiri dari 3 macam terapi : pirimetamin
(loading dose 50-100 mg dan dosis terapi 25-50 mg/hari), sulfadiazin (dosis terapi 1 gram 4
kali/hari), dan prednison (dosis terapi 0,5-1,0 mg/kgBB/hari tergantung derajat inflamasi).
Folinic acid diberikan sebanyak 15 mg/hari untuk mencegah mielosupresi
(leukopeni/trombositopeni) akibat pemberian pirimetamin. Pemeriksaan leukosit dan
trombosit disarankan untuk dilakukan tiap minggu. Pemberian folinic acid hendaknya
diteruskan selama 1 minggu setelah pirimetamin dihentikan. Suatu studi melaporkan
pengurangan ukuran lesi retina pada 52% pasien yang menggunakan pirimetamin. Beberapa
klinisi menambahkan clindamycin dalam regimen ini sebagai terapi quadruple atau pengganti
pada pasien dengan alergi sulfa. Clindamycin, yang diberikan sebagai obat tunggal atau
kombinasi dengan obat lain telah terbukti efektif dalam fase akut, namun berisiko timbulnya
komplikasi kolitis pseudomembran. Studi oleh Holland dan Lewis menyatakan bahwa
sulfadiazin, pirimetamin dan folinic acid merupakan kombinasi yang paling sering digunakan
oleh para ahli. 1,2,4

Kortikosteroid sistemik dapat dimulai pada saat memulai pemberian antimikrobial


atau dalam 48 jam pada pasien imunokompeten. Penggunaan steroid sistemik tanpa
antimikrobial atau penggunaan triamsinolon periokuler dan intraokuler merupakan suatu
kontraindikasi karena berpotensi menyebabkan inflamasi intraokuler yang berat. Pemberian
steroid terutama jika dijumpai lesi di polus posterior dan mengancam papil nervus optikus
dengan dosis 20-40 mg/ hari. Steroid topikal dapat diberikan jika dijumpai inflamasi segmen
anterior yang nyata. 1-3 . Terapi diteruskan hingga 5-6 minggu di mana inflamasi mulai mereda
dan lesi retina akan lebih menegas, durasi pemberian terapi dapat diperpanjang jika dijumpai
aktivitas penyakit yang persisten.1

Pasien dengan HIV/AIDS membutuhkan terapi antitoxoplasma kombinasi


dikarenakan adanya keterkaitan antara infeksi okuler dengan sistem saraf pusat (56%) dan
risiko rekurensi infeksi okuler ketika terapi antitoxoplasma dihentikan. Atovaquon, yang
merupakan derivat dari quinolon dapat bekerja secara sinergis dengan pirimetamin dan
sulfadiazin, selain itu dapat mengurangi toksisitas dari obat-obat tersebut (depresi sumsum
tulang yang berefek sistemik). Obat ini dilaporkan sangat efektif pada toxoplasmosis serebal
karena obat tersebut dapat menurunkan jumlah kista serebral. Dosis atovaquon diberikan

14
sebanyak 750 mg 4 kali sehari selama 3 bulan. Pemberian jangka panjang intermiten dari
trimethoprim-sulfametoksazol (160mg/800 mg 3 kali per minggu) dilaporkan dapat
menurunkan risiko reaktivasi pada pasien dengan retinochoroiditis toxoplasma rekuren dalam
jangka waktu 20 bulan. Strategi terapi yang sama juga dapat diberikan sebagai profilaksis
terhadap pasien dengan toxoplasmosis okuler dan HIV/AIDS. Pemberian kortikosteroid perlu
pertimbangan khusus dikarenakan risiko imunosupresi lebih berat pada kondisi
immunocompromised.1,3

Manajemen toxoplasmosis okuler dengan tindakan bedah antara lain : cryotherapy¸


fotokoagulasi, injeksi anti VEGF intravitreal, photo dynamic therapy (PDT), lensektomi, dan
vitrektomi. Cryotherapy diindikasikan pada lesi perifer yang menyebabkan adanya aktivitas
inflamasi vitreus dan mempengaruhi penglihatan, namun berisiko menyebabkan ablasio retina.
Fotokoagulasi pernah dilaporkan oleh Ghartey dan Brockhurst terhadap pasien toxoplasmosis
yang tidak bersepon dengan antimikrobial dan steroid. Hasil yang didapat adalah adanya
penyembuhan lesi dalam beberapa minggu, namun studi lain menyampaikan adanya risiko
reaktivasi kista yang dorman. Injeksi anti VEGF intravitral dan PDT diindikasikan pada
neovaskularisasi choroid sebagai komplikasi dari toxoplasmosis okuler. Namun tindakan
tersebut dilaporkan berisiko terhadap kejadian retinitis nekrotikans dan meningkatnya titer IgG
antitoxoplasma dalam 45 hari paska tindakan. Vitrektomi dan lensektomi dapat
dipertimbangkan pada kasus kekeruhan vitreus dan lensa yang menurunkan visus. Pasien yang
akan menjalani vitrektomi atau lensektomi sebaiknya mendapat terapi antimikrobial pre dan
post operatif serta steroid per oral dikarenakan adanya reaksi inflamasi nonspesifik yang dapat
tercetus akibat tindakan operatif. 3

PEMBAHASAN KASUS
Pada pasien ini mata kanan dan kiri didiagnosis sebagai chorioretinitis toxoplasma
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Melalui anamnesis didapatkan adanya
penurunan visus pada kedua mata yang muncul hampir bersamaan. Keluhan disertai mata
merah, nyeri, dan floaters (+). Informasi penting yang didapat melalui anamnesis adalah bahwa
pasien merupakan pasien HIV yang sedang dalam pengobatan ARV sejak 8 bulan yang lalu.
Tanda yang ditemukan pada pasein ini antara lain adalah adanya penurunan visus, mixed
injeksi, cell di COA dan CV serta adanya exudat dan perdarahan pada pemeriksaan funduskopi
dengan papil yang masih normal. Tekanan intraokuler awal yang cenderung tinggi sesuai

15
dengan data yang menunjukkan adanya peningkatan TIO pada 20% pasien uvietis. Hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil IgG antitoxoplasma dan CMV positif dengan
titer yang tidak terlalu tinggi serta hasil pemeriksaan mantoux tes.
Diagnosis banding pada pasien ini di antaranya adalah retinitis CMV dan ARN ec HSV,
VZV. Infeksi CMV pada pasien imunokompeten bersifat uveitis anterior unilateral rekuren
kronik dengan hipertensi okuler, edema kornea, dan atrofi iris sektoral. Retinitis CMV lebih
sering dijumpai pada pasien dengan CD4 ≤50 cell/μL, sementara pada pasien ini CD4 adalah
sebesar 220 cell/ μLsehingga menyingkirkan kemungkinan kearah retinitis CMV. Retinitis
CMV dapat asimtomatik karena lesi retina dimulai dari perifer. Reaksi anterior chamber sangat
jarang terjadi namun dapat dijumpai dalam bentuk KPs. Visus masih dalam batas normal
kecuali ada keterlibatan papil N.II dan fovea. Lesi retinitis awalnya berupa infiltrat di retina
yang akan meluas menjadi suatu area retinitis yang edema, keputihan, atau mengalami
nekrosis. Lesi umumnya dijumpai di polus posterior, dari papil N.II menuju arcade vaskuler
dengan distribusi pada nerve fiber layer dan berkaitan dengan pembuluh darah retina (tipe
klasik/fulminant). Gambaran klinis lain dari retinitis CMV yaitu tipe granuler/ indolen; yang
umumnya dijumpai di retina perifer, dengan karakteristik tidak adanya atau minimal edema
retina, perdarahan, atau vascular sheating, dengan retinitis aktif yang progresif dari batas
lesinya, dan tipe perivaskuler / frosted branch angiitis. Vitritis yang terjadi umumnya derajat
ringan, dengan cell viterus trace dan kekeruhan vitreus yang minimal.. Retinitis CMV berisiko
untuk menjadi rhegmatogen retinal detachment dengan break multiple pada area retina perifer
yang nekrosis. 2-3
Acute Retina Necrose disebabkan terbanyak secara berturut-turut oleh VZV, HSV-1,
HSV-2 dan bahkan CMV. Pasien ARN dengan HSV-1 dan CMV lebih tua sedangkan HSV-2
pada pasien usia muda. Pada pemeriksaan mata dijumpai uveitis anterior dengan atau tanpa
keterlibatan kornea (keratouveitis yang bersifat unilateral dan kronik. Uveitis karena VZV
dijumpai pada 40% infeksi primer, bersifat akut, ringan, nongranulomatosa, self limiting, dan
bilateral. Adanya vesikel pada ujung hidung (Hutchinson sign) menandakan adanya
keterlibatan n. nasosiliaris dan memperbesar risiko keterlibatan okuler. Pasien dengan infeksi
virus intraokuler akan tampak gambaran stellate keratic precipitates (KPs) bersifat fine dan
difus, dapat dijumpai penurunan sensibilitas kornea, keratitis neurotropik, hipertensi okuler,
dan iris atrofi sektoral. Retinitis dapat dijumpai pada pasien immunocompromised disertai
adanya vasculitis yang berisiko terhadap terjadinya iskemi segmen anterior, oklusi arteri
retinal, dan skleritis. Acute retinal necrosis pada pasien immunocompromised dapat bersifat
akut dan fulminan tanpa adanya periode prodromal sistemik setelah infeksi primer atau infeksi

16
herpetic sistemik atau infeksi kutan. Pasien dengan ARN umumnya mengeluhkan penurunan
visus unilateral akut, fotofobia, floaters dan nyeri. Keterlibatan mata kontralateral dijumpai
pada 36% kasus, dan umumnya dalam 6 minggu setelah onset pertama. Gambaran klinis ARN
di antaranya panuveitis dengan inflamasi segmen anterior signifikan, KPs, sinekia posterior,
peningkatan TIO, dan infiltrasi seluler vitreous derajat berat. Dalam 2 minggu akan terjadi trias
klasik, yaitu : arteriolitis retinal oklusif, vitritis, dan retinitis perifer putih kekuningnan
multifokal. Pada awal perjalanan penyakit akan dijumpai lesi retina di perifer yang diskontinu
dengan scalloped edges yang muncul ke outer retina. Dalam beberapa hari lesi akan bargabung
membentuk retinitis yang konfluen dan tampak creamy, progresif dan menimbulkan nekrosis
retina yang fullthickness, arteriolitis, phlebitis, dan perdarahan retina. Hal inilah yang membuat
ARN berisiko muncul break retina posterior multiple, proliferative retinopathy, dan combined
tractional-rhegmatogenous detachment.

Pasien mendapatkan terapi topikal berupa tetes mata prednisolon asetat 1% untuk
mengatasi peradangan intraokular dan sulfas atropin 1%. Pasien dikonsulkan ke bagian
penyakit dalam dan mendapatkan terapi antitoxoplasma berupa pirimetamin loading 100mg
selama 10 hari, lalu 25 mg/12 jam, Klindamycin 600mg/8 jam dan As Folat 10 mg/24 jam.
Pasien diminta kontrol 10 hari untuk mengevaluasi peradangan pada mata dan terapi peroral..
Folinic acid diberikan untuk mencegah mielosupresi (leukopeni/trombositopeni) akibat
pemberian pirimetamin. Pemberian antitoxoplasma per oral dilanjutkan tiap kali pasien kontrol
dan akan dihentikan setelah 6 minggu pengobatan, selain itu pasien dianjurkan kontrol untuk
evaluasi oleh bagian penyakit dalam.

Prognosis visus pada pasien ini dubia ad malam karena kerusakan yang telah terjadi
tidak akan kembali seperti semula tetapi akan meninggalkan scar yang akan mempengaruhi
visus pasien jangka panjang. Selain itu besar sekuele yang ditimbulkan juga tergantung dari
kondisi imun pasien terkait dengan CD4 dan pengobatan ARV. Pengobatan antitoxoplasma
dan ARV yang diberikan diharapkan dapat menghentikan progresivitas penyakit, mempercepat
pemulihan dan memperkecil sekuele . Selain itu pada beberapa kasus dapat dijumpai rekurensi
sehingga pasien dengan HIV khususnya perlu edukasi untuk meningkatkan awareness terhadap
keadaan dan fungsi penglihatannya

17
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course : Intraocular


inflammation and uveitis. San Fransisco; 2016.

2. Harrel M, Carvounis PE. Current treatment of toxoplasmosis retinochoroiditis : an evidence-


based review. Journal of Ophthalmology [internet] 2014 [cited 2019 Mar 05]. Available from
: http://dx.doi.org/10.1155/2014/273506.

3. Nussenblatt RB. Uveitis : Fundamentals and Clinical Practices 4th ed. China : Elsevier;
2010.

4. Ozgonul C, Besirli CG. Recent Develompents in the Diagnosis and Treatment of Ocular
Toxoplasmosis. Ophthalmic Res [internet] 2017 [cited 2019 Mar 05]; 57:1-12. Available from
: DOI : 10.1159/000449169.

18

Anda mungkin juga menyukai