Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

“Ulkus Kornea”

Pembimbing :

dr. Agah Gadjali, Sp.M

dr. Hermansyah, Sp.M

dr. Gartati Ismail, Sp.M

dr. Mustafa K. Shahab, Sp.M

dr. Henry A. W, Sp.M

Disusun oleh:

Haya Harareed

1102013125

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.1 RADEN SAID SUKANTO

PERIODE 29 Mei – 30 Juni 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

1
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Umur : 33 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 10 Januari 1984
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : D-3
Pekerjaan : Karyawan swasta
Status : Menikah
Alamat : Kreo 2/12 Larangan Cileduk, Tanggerang
Tanggal Pemeriksaan : 4 Juni 2017

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 4 Juni 2017
Keluhan utama: Bercak putih pada bola mata kiri
Keluhan Tambahan: Gangguan penglihatan pada mata kiri dan mata kiri merah
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Polri pada tanggal 16 Mei 2017 dengan
keluhan terdapat luka pada bagian hitam mata sebelah kiri beberapa saat sebelum
masuk rumah sakit. Pasien juga mengaku keluhan timbul setelah ada binatang di
mata pasien saat pasien berkendara menggunakan sepeda motor. Pasien juga
mengeluhkan terasa silau jika melihat cahaya, matanya merah, dan terjadi
penurunan penglihatan pada mata kiri secara mendadak. Riwayat demam
disangkal. Selain itu riwayat pemakaian lensa kontak disangkal oleh pasien.
Pasien menyangkal adanya nyeri, adanya bayangan pelangi, serta mual dan
muntah.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat penyakit diabetes mellitus (-)

 Riwayat menggunakan kacamata (+)

2
 Riwayat hipertensi (-)

 Riwayat mengalami benturan atau trauma benda lain (+)

 Riwayat alergi obat dan makanan disangkal

 Riwayat pakai lensa kontak (-)

 Riwayat operasi mata disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluarga dengan sakit yang sama disangkal

Riwayat penyakit diabetes disangkal

Riwayat penyakit hipertensi (+)

PEMERIKSAAN FISIK
 Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : Normal

3
STATUS OFTALMOLOGI
OD OS

Visus 6/7,5 f s.c 6/6,6 f

TIO Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

Gerakan Bola Mata Normal ke segala arah : Normal ke segala arah :

Palpebra Superior Tenang Tenang

Palpebra Inferior Tenang Tenang

Konjungtiva Tarsalis Superior Tenang Tenang

Konjungtiva Tarsalis Inferior Tenang Tenang

Konjungtiva Bulbi Tenang Injeksi siliar (+)


Injeksi konjungtiva (+)
Perdarahan subkonjungtiva
(+)
Kornea Jernih Keruh
Ulkus (+) pada perifer
Infiltrate (-)
Sikatriks (-)
Bilik Mata Depan Sedang, jernih Sedang, sel (-), flare (-)

Iris Kripti (+) Kripti (+)

Pupil Bulat,sentral, isokor, RCL/ Bulat,sentral, isokor, RCL/


RCTL (+)/(+), diameter RCTL (+)/(+), diameter 3
3mm mm

Lensa jernih Jernih

4
Badan kaca Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

Fundus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

Sebelum terapi Sesudah terapi

RESUME
Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Polri pada tanggal 16 Mei 2017
dengan keluhan terdapat luka pada bola mata sebelah kiri beberapa saat sebelum
masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan terasa silau jika melihat cahaya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan visus menurun, injeksi siliar (+), injeksi
konjungtiva (+), perdarahan subkonjungtiva (+), dan ulkus (+).

PEMERIKSAAN TAMBAHAN
- Tidak ada pemeriksaan tambahan yang dilakukan

DIAGNOSIS KERJA

- Ulkus Kornea OS ec trauma

DIAGNOSIS BANDING

- Iritis akut OS
- Glaukoma akut OS
- Trauma OS

5
Rencana Terapi
 Pemeriksaan Lab:
- Pewarnaan gram
- Tes fluorsensi
 Planning Terapi farmakokinetik
• Spooling Betadine
• Obat tetes:
- Giflox 3 mg/ml gtt setiap jam
- Cendo Tropin gtt 3 x 1
• Obat oral:
- Levofloxacin 500 mg per hari
- NSAID: Cetaflam 50mg 2 x 1
 Planning edukasi ke pasien: mata jangan dikucek-kucek dan gunakan obat
secara teratur, dan apabila ada keluhan segera kembali ke dokter.
 Rencana kontrol selanjutnya: keesokan harinya

Follow up pasien 1
 Hasil lab di evaluasi: ditemukan etiologi karena bakteri
 Terapi farmakokinetik
• Spooling Betadine
• Obat tetes:
- Giflox 3 mg/ml 6x1
- Cendo tropin gtt 3x1
• Obat oral: Levofloxacin 500 mg 1x1
 Rencana kontrol selanjutnya: keesokan harinya

Follow up pasien 2
 Terapi farmakokinetik
• Totol betadine
• Obat tetes:
- Giflox 3 mg/ml 6 x1
- Noncort 0,6 ml 4 x 1

6
• Obat oral: Levofloxacin 500 mg 1x1
• Apabila ada kemajuan dari pasien dapat dilanjutkan dengan terapi steroid
 Rencana kontrol selanjutnya: keesokan harinya

PROGNOSIS

OS :
Quo ad vitam : ad Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : ad Bonam
Quo ad cosmetican : ad Bonam

7
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI FISIOLOGI

Lapisan-lapisan kornea

Kornea merupakan jaringan transparan pada mata, yang ukurannya sebanding


dengan kristal sebuah jam tangan berukuran kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera
di limbus kornea, lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus
skelaris. Diameter kornea sekitar 11,5 mm, dengan ketebalan 0,54 mm di tengah
dan 0,65 mm di tepi. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi
sebesar + 43 dioptri. Kornea tersusun dari 5 lapisan, diantaranya:
1. Lapisan Epitel
Dengan ketebalan sekitar 40 sampai 50 µm, lapisan epitel tersusun dari 5
lapis sel epitel non keratin yang saling tumpang tindih, satu lapis sel basal,
sel polygonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan
sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju
kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal

8
disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan
macula okluden.
2. Membrana Bowman
Lapisan tipis (1 µm) yang terletak dibawah membrana basal epitel kornea
yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan
berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya
regenerasi.
3. Stroma
Lapisan terbesar (450 µm) pada kornea ini terdiri dari lamel yang
merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya, Pada
permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan
waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan
sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membrana Descemet
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya. Bersifat
sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, hingga mencapai tebal
40 µm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 µ
m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan
zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk kedalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwan.
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous,dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar

9
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.

ULKUS KORNEA

DEFINISI
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel
sampai stroma.

ETIOLOGI
a. Infeksi
 Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering
 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium dan spesies mikosis fungoides.
 Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang
bila pecah akan menimbulkan ulkus.
 Acanthamoeba
Infeksi kornea oleh acanthamoeba sering terjadi pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri.
Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensakontak yang
terpapar air atau tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
 Radiasi atau suhu (Disebut juga mata pengelas)
 Sindrom Sjorgen

10
 Defisiensi vitamin A
 Obat-obatan (kortikosteroid, idoxiuridine, anestesi topical,
immunosupresif)
 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
 Pajanan (exposure)
 Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu
rusaknya sistem barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti:
a. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata,
sumbatan saluran lakrimal)
b. Oleh faktor-faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosi kornea) karena
trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada muka
c. Kelainan lokal pada kornea, meliputi edema kornea kronik, keratitis exposure
(pada lagoftalmos, anestesi umum, koma), keratitis karena defisiensi vitamin
A, keratitis neuroparalitik, keratitis superficialis virus
d. Kelainan sistemik, meliputi malnutrisi, alkoholisme, sindrom Steven-
Johnson, sindrom defisiensi imun (AIDS, SLE)
e. Obat-obatan penurun sistem imun, seperti kortikosteroid, obat anestesi lokal

PATOFISIOLOGI
Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya
kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Penyebab awal bisa
karena mata kelilipan atau tertusuk benda asing. Ulkus kornea terkadang terjadi di
seluruh permukaan kornea sampai ke bagian dalam dan belakang kornea.
Stadium ulkus kornea dibagi menjadi:
1. Stadium infiltrasi progresif
2. Stadium ulserasi aktif
3. Stadium regresif
4. Stadium penyembuhan/sikatrisasi

11
Stadium Infiltrasi Progresif
Dalam waktu 2 jam setelah kerusakan kornea timbul reaksi radang yang diawali
pelepasan faktor kemotaktif yang merangsang migrasi
sel polimorphonuclear (PMN) ke stroma kornea yang berasal dari lapisan air mata
dan pembuluh darah limbus. Apabila tidak terjadi infeksi maka sel PMN akan
menghilang dalam waktu 48 jam dan epitel pulih dengan cepat.

Ciri khas stadium ini adalah terdapatnya infiltrat dari leukosit PMN dan limfosit
ke dalam epitel dan stroma. Ciri klinis pada epitel terdapat kekeruha yang
berwarna putih atau kekuning-kuningan, edema dan akhirnya terjadi nekrosis.
Keadaan tersebut tergantung pada virulensi kuman, mekanisme pertahanan tubuh
dan pengobatan antibiotika.

Stadium Ulserasi Aktif


Pada epitel dan stroma terjadi nekrosis, pengelupasan, dan timbul suatu cekungan
(defek). Jaringan sekitarnya terdapat infiltrasi sel radang, dan edema. Pada
pemeriksaan klinis terdapat kornea berwarna putih keabuan dengan dasar ulkus
yang nekrosis. Pada bilik mata depan timbul reaksi radang ringan atau sampai
terjai hipopion, dan blefarospasme pada kelopak mata. Penderita mengeluh rasa
nyeri, fotofobia, lakrimasi, dan penurunan tajam penglihatan. Ulkus meluas ke
lateral atau ke lapisan yang lebih dalam sehingga menimbulkan descemetokel,
atau bahkan sampai perforasi.

Stadium Regresi
Pada stadium ini terjadi regresi dari perjalanan penyakit di atas, karena adanya
mekanisme pertahanan tubuh atau pengobatan. Ciri regresi tersebut antara lain,
berkurangnya keluhan rasa nyeri, fotofobia, lakrimasi dan keluhan – keluhan
lainnya. Secara klinis tampak infiltrat mengecil, batas ulkus lebih tegas, daerah
nekrotik mendangkal, tanda – tanda radang berkurang.
Stadium Penyembuhan / Sikatrisasi
Ada penyembuhan timbul epitelisasi dari semua sisi ulkus, fibroblast membentuk
stroma baru dan dilanjutkan dengan pengeluaran debris. Stroma baru terbentuk
dibawah epitel dan menebal, sehingga epitel terdorong ke depan. Stroma tersebut

12
mengisi seluruh defek, sehingga permukaan kornea yang terinfeksi menjadi rata
atau meninggalkan sedikit cekungan. Pada stadium ini keluhan semakin
berkurang, tajam penglihatan mulai membaik. Jaringan nekrotik mulai diganti
dengan jaringan fibrosa, pembuluh darah mulai timbul dan menutup ulkus dengan
membawa fibrosa. Bila penyembuhan sudah selesai, pembuluh darah mengalami
regresi. Jaringan sikatrik yang terjadi tidak transparan, tetapi lama kelamaan
kepadatannya akan berkurang terutama pada dewasa muda dan anak – anak.
Derajat sikatrisasi setelah ulkus bermacam – macam mulai dari nebula, makula,
dan leukoma.

KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral.
a. Ulkus kornea bakterialis
 Ulkus Streptokokus
Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam
dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan
oleh streptokokus pneumonia.
 Ulkus Stafilokokus
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih kekuningan disertai
infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak
diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema
stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus
sering kali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
 Ulkus Pseudomonas
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.ulkus sentral ini
dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke
dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam.
Gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang

13
dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini
seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang
banyak.
 Ulkus Pneumokokus
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus
akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan
gambaran karakteristik yang disebut ulkus serpen. Ulkus terlihat
dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan.
Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang
menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu
ditemukan hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya
ulkus yang terlihat. diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.

b. Ulkus kornea fungi


Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur
ini. Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan
yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran
seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat
asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya. Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan
bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan
naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat
injeksi siliar disertai hipopion.

c. Ulkus kornea virus


 Ulkus kornea Herpes Zoster
Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini
timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata
ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis,
kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat

14
dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit
herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor. Kornea
hipestesi tetapi dengan rasa sakit. Keadaan yang berat pada kornea
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
 Ulkus kornea Herpes Simplex
Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex dapat terjadi
tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi
siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan
epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.
Terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh.
Terdapat pembesaran kelenjar preaurikuler. Bentuk dendrit herpes
simplex kecil, ulseratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan
benjolan diujungnya.

d. Ulkus kornea acanthamoeba


Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,
cincin stroma, dan infiltrat perineural.
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk ulkus
superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksit
atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok arteritis
nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral.
Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-
lain.

b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)


Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral. Ulkus
mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum
diketahui. Banyak teori yang diajukan, diantaranya teori hipersensitivitas

15
tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Sering
menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang
sehat pada bagian yang sentral.

c. Ulkus cincin (ring ulcer)


Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadangkadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat
menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak
ada hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
 Gejala Subjektif:
- Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
- Sekret Mukopurulen
- Sensasi benda asing pada mata
- Pandangan buram
- Terdapat bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
- Fotofobia
- Rasa Nyeri
 Gejala Objektif:
- Injeksi Siliar
- Hipopion
- Hilangnya sebagian Kornea, dan ditemukan infiltrat

DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan

16
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat
terjadi iritis yang disertai dengan hipopion. Disamping itu perlu juga dilakukan
pemeriksaan diagnostik seperti :
- Uji Tajam Penglihatan
- Uji Refraksi
- Pemeriksaan slit-lamp
- Keratometri
- Respon Reflek Pupil
Pada infeksi akibat jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan
KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan
diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar
sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

Tes fluoresensi mata adalah tes yang menggunakan pewarna oranye (fluorescein)
dan cahaya biru untuk mendeteksi benda asing di mata. Tes ini juga dapat
mendeteksi kerusakan pada epitel kornea, permukaan luar mata. Zat warna
fluoresin akan berubah hijau pada media alkali. Zat warna fluoresin bila
menempel pada epitel kornea yang defek akan memberikan warna hijau karena
jaringan epitel yang rusak bersifat lebih basa.

17
Tes Fluoresensi Mata, Area hijau merupakan lokasi defek kornea

PENATALAKSANAAN
Pengobatan umumnya untuk ulkus kornea adalah dengan sikloplegik, antibiotika
yang sesuai topikal dan subkonjungtiva. Pengobatan bertujuan untuk menghalangi
hidupnya bakteri dengan antibiotika dan mengurangi reaksi radang dengan
steroid. Secara umum, ulkus diobati sebagai berikut :

1. Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu, sehingga akan


berfungsi sebagai inkubator,
2. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari,
3. Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder,
4. Debridement sangat membantu penyembuhan,
5. Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali
keadaan berat.
Penderita ulkus kornea perlu melakukan berbagai pemeriksaan seperti tes refraksi,
tes air mata, pengukuran kornea (keratometri), dan tes respons refleks pupil.

Prinsip umum pengobatan :

1. Keputusan untuk mengobati berdasarkan temuan klinis namun etiologi


penyebab tidak dapat diperkirakan hanya dengan melihat gambaran dari
ulkusnya. Pengobatan harus dilakukan bahkan sebelum hasil kultur tersedia.
2. Terapi topikal dapat mencapai konsentrasi pada jaringan lebih baik dan
sebaiknya diberikan antibiotika spektrum luas agar dapat mencakup
berbagai patogen yang umum.
3. Terapi kombinasi dengan dua obat untuk mengatasi kuman gram-positif
dan gram-negatif sekaligus. Namun kombinasi ini tidak tersedia secara
umum di pasaran, sehingga harus dipersiapkan secara khusus.

Terapi Farmakologi
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang
kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan
yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang

18
mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus
yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan pengobatan
biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan
intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik,
tetapi jangan sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.

2. Pengobatan Lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea
sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis,
dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga,
tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan. Infeksi pada mata harus
diberikan :
 Sulfas atropine sebagai salap atau larutan, Kebanyakan dipakai sulfas
atropine karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi
sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor
pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat
dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru.
 Skopolamine sebagai agen midiratik
 Analgetik: dapat diberikan pantokain atau tetrakain, tapi tidak boleh sering
 Antibiotik: sesuai dengan kuman penyebabnya atau berspektrum luas,
dapat diberikan sebagai salep, tetes, atau injeksi konjungtiva, walaupun
pada ulkus kornea sebaiknya tidak diberikan salep karena dapat
memperlambat penyembuhan dan dapat menyebabkan erosi kembali.
Berikut ini contoh antibiotik: Sulfonamide 10-30%, Basitrasin 500 unit,
Tetrasiklin 10 mg, Gentamisin 3 mg, Neomisin 3,5-5 mg, Tobramisin 3
mg, Eritromisin 0,5%, Kloramfenikol 10 mg, Ciprofloksasin 3 mg,
Ofloksasin 3 mg, Polimisin B 10.000 unit. Untuk Acanthamoeba, dapat

19
diberikan poliheksametilen biguanid + propamidin isetionat atau salep
klorheksidin glukonat 0,02%.
 Anti Jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi
bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10
mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin,
Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis
antibiotik

 Anti Virus
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal
untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi
sekunder analgetik bila terdapat indikasi, sementara untuk herpes simplex
diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer.

Terapi Non-Farmakologi

1. Flap Konjungtiva
Tatalaksana kelainan kornea dengan flap konjungtiva sudah dilakukan sejak
tahun 1800-an. Indikasinya adalah situasi dimana terapi medis atau bedah
mungkin gagal, kerusakan epitel berulang dan stroma ulserasi. Dalam situasi
tertentu, flap konjungtiva adalah pengobatan yang efektif dan definitif untuk
penyakit permukaan mata persisten.
Tujuan dari flap konjungtiva adalah mengembalikan integritas permukaan
kornea yang terganggu dan memberikan metabolisme serta dukungan
mekanik untuk penyembuhan kornea. Flap konjungtiva bertindak sebagai

20
patch biologis, memberikan pasokan nutrisi dan imunologi oleh jaringan ikat
vaskularnya.
Indikasi yang paling umum penggunaan flap konjungtiva adalah dalam
pengelolaan ulkus kornea persisten steril. Hal ini mungkin akibat dari
denervasi sensorik kornea (keratitis neurotropik yaitu, kelumpuhan saraf
kranial 7 mengarah ke keratitis paparan, anestesi kornea setelah herpes zoster
oftalmikus, atau ulserasi metaherpetik berikut HSK kronis) atau kekurangan
sel induk limbal. Penipisan kornea dekat limbus dapat dikelola dengan flap
konjungtiva selama kornea tidak terlalu menipis.

2. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
Terdapat dua jenis teknik keratoplasti, Penetrating Keratoplasty dimana
keseluruhan lapisan kornea diganti, dan Lamellar Keratoplasty dimana hanya
sebagian lapisan kornea diganti.

21
Skema Lamellar Keratoplasty berdasarkan lapisan yang diganti

PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada
ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada
kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk
bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat
lensa tersebut.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
- Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
- Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis

22
- Prolaps iris
- Sikatrik kornea
- Katarak
- Glaukoma sekunder

PROGNOSIS
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya
komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode;
migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan
pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh
dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu
adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan
granulasi dan kemudian sikatrik.

23
ANALISA KASUS

Teori Analisa Kasus

Gejala utama ulkus kornea: Keluhan pada pasien:


 Eritema pada kelopak mata dan  Pandangan buram
konjungtiva
 Terdapat bintik putih pada kornea,
 Sekret Mukopurulen sesuai lokasi ulkus
 Sensasi benda asing pada mata  Fotofobia
 Pandangan buram
 Terdapat bintik putih pada kornea,
sesuai lokasi ulkus
 Fotofobia
 Rasa Nyeri
FARMAKOTERAPI Rencana penatalaksanaan pasien:
Pengobatan Lokal • Spooling Betadine
Infeksi pada mata harus diberikan : • Antibiotik:
• Sulfas atropine - Oral: Levofloxacin 500 mg
• Skopolamin sebagai midriatika - Obat tetes: Giflox 3 mg/ml
• Analgetik: dapat diberikan • NSAID: Cetaflam 50mg
pantokain atau tetrakain, tapi tidak
boleh sering
• Antibiotik
NON- FARMAKOTERAPI
• Flap konjungtiva
• Keratoplasti

24
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu


Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2.
Jakarta.

Ilyas Sidarta. Fluoresein. Dasar – Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit


Mata. Edisi III, cetakan ke-1. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia:
2009.

Ilyas, HS. 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Cetakan I. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta

Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. 2002. Ulkus Kornea dalam:


Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi
ke 2. Jakarta: Sagung Seto

Vaughan A dan Riordan E 2000. Ofthalmologi Umum. Ed 17 .Cetakan 1.


Widya Medika, Jakarta.

Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R,


Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.

25

Anda mungkin juga menyukai