Anda di halaman 1dari 42

PRESENTASI KASUS

Diajukan kepada :
dr. Rochmawati Sp.Rad

Disusun oleh :
Rahma Deliani 182022065
Natasya Saraswati 1820221102

SMF RADIOLOGI
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2019
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS

Disusun oleh :

Telah dipresentasikan pada


September 2019

Pembimbing,

dr. Rochmawati Istutiningrum, Sp. Rad


BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : NN. R
Usia :
Jenis Kelamin : Wanita
Agama : Islam
No. CM :

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat Gastritis : (-)
- Riwayat Alergi Obat : (-)
- Riwayat Trauma : (-)
- Riwayat Hipertens : tidak diketahui
- Riwayat DM : (-)
- Riwayat Stroke : (-)
- Riwayat Penyakit Ginjal : (-)
- Riwayat Penyakit Jantung : (-)
- Riwayat Asma : (-)
- Riwayat Operasi : (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. KU/Kesadaran :
2. Tanda-Tanda Vital:
Tekanan Darah : / mmHg
RR : 22x/menit
Nadi : 90x/menit
Suhu : 37,0°C
3. Status Generalis
- Mata : ca -/- si -/- pupil isokor 2 mm/2 mm RC
+/+ minimal
- Hidung : NCH -/- NGT (+) cairan warna hitam
- Mulut : Sianosis (-)
- Telinga : Discharge (-)
- Leher : Pembesaran KGB -/-
- Thoraks : Simetris, retraksi (-)
- Pulmo : SD Ves +/+, RBK -/-, RBH -/-, wheezing -
/-
- Cor : S1>S2, murmur -, gallop –
- Abdomen : Datar, distensi (-), timpani
- Ekstremitas atas : Edema -/-, akral hangat +/+
- Ekstremitas bawah : edema -/-, akral hangat +/+

D. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Nervus Cranialis:
- N. II : RC +/+ minimal 2mm/2mm
- N. III, IV,VI : GBM sdn
- N. VII : merot (-)
- N. XII : pelo sdn
2. Motorik:
- Superior: - Gerak B/T - Tonus n/n - RF +/+
- KM 5/3 - Trofi eu/eu - RP -/-

- Inferior: - Gerak B/T - Tonus n/n - RF +/+


- KM 4/3 - Trofi eu/eu - RP -/-

E. STATUS VEGETATIF
- BAB (-)
- BAK (+) DC Hematuria
F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
- Hemoglobin :
- Leukosit :
- Hematokrit :
- Eritrosit :
- Trombosit :
- SGOT :
- SGPT :
- Ureum :
- Kreatinin :
- GDS :
- Natrium :
- Kalium :
- Klorida :

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG MSCT SCAN KEPALA TANPA


KONTRAS
Deskripsi:
- Lesi hiperdens dengan edema perifokal pada lobus frontal kanan,
ventrikel lateralis kanan-kiri, dan mengisi sulcus kortikalis frontal
kanan
- Lesi hipodens pada nukleus lentiformis kiri
- Sulkus kortikalis dan fisura sylvii kanan sedikit sempit – kiri baik
- Ventrikel lateralis kanan kiri, III, IV sedikit lebar
- Sisterna perimesenfali sedikit sempit
- Midline Shifting ke kiri 4 mm
- Pons dan cerebellumbaik
- Pada Bone Window tidak tampak kesuraman sinus paranasal maupun
mastoid air cell.
Kesan:
- ICH lobus frontal kanan dan IVH, SAH sekunder
- Peningkatan TIK
- Infark lama pada nukleus lentiformis kiri
H. DIAGNOSIS KERJA:
Stroke Hemoragic, Subarachnoid Hemoragic

I. TERAPI YANG DIBERIKAN:


- O2 10 LPM NRM
- Mayo
- NGT
- DC-UT
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Inj. Manitol 4 x 125 cc
- Inj. Kalnex 2x500 mg
- Inj. Coticolin 2x250 mg
- Inj. Ranitidin 2x50 mg
- Inj. Mecobalamin 1x1 amp
- Inj. Diazepam 10 mg K/P kejang

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1. ANATOMI OTAK


Anatomi vaskuler otak dapat dibagi menjadi 2 bagian: anterior (carotid
system) dan posterior (vertebrobasilar system). Pada setiap sistem vaskularisasi
otak terdapat tiga komponen, yaitu; arteri-arteri ekstratrakranial, arteri-arteri
intrakranial berdiameter besar dan arteri-arteri perforantes berdiameter kecil.
Komponen-komponen arteri ini mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda,
sehingga infark yang terjadi pada komponen-komponen tersebut mempunyai
etiologi yang berbeda.
 Pembuluh darah ekstrakranial (misal, a. carotis communis) mempunyai
struktur trilaminar (tunica intima, media dan adventisia) dan berperan
sebagai pembuluh darah kapasitan. Pada pembuluh darah ini mempunyai
anatomosis yang terbatas.
 Arteri-arteri intrakranial yang besar (misal a. serebri media) secara
bermakna mempunyai hubungan anastomosis di permukaan piameter otak
dan basis kranium melalui sirkulus Willisi dan sirkulasi khoroid. Tunica
adventisia pembuluh darah ini lebih tipis daripada pembuluh darah
ekstrakranial, dan mengandung jaringan elastik yang lebih sedikit. Selain
itu, dengan diameter yang sama pembuluh darah intrakranial ini lebih kaku
daripada pembuluh darah ekstrakranial.
 Arteri-arteri perforantes yang berdiameter kecil baik yang terletak
superfisial maupun profunda, secara dominan merupakan suatu end-artery
dengan anatomosis yang sangat terbatas, dan merupakan pembuluh darah
resisten.

Sistem anterior (Sistem Carotid)


Arteri Carotis communis (ACC) sinistra dipercabangkan langsung dari
arkus aorta sebelah kiri, sedangkan a. carotis communis dekstra dipercabangkan
dari a. innominata (Brachiocephalica). Di leher setinggi kartilago tiroid ACC
bercabang menjadi a. carotis interna (ACI) dan a. carotis eksterna (ACE), yang
mana ACI terletak lebih posterior dari ACE. Percabangan a. carotis communis ini
sering disebut sebagai Bifurkasio carotis mengandung carotid body yang berespon
terhadap kenaikan tekanan partial oksigen arterial (PaO2), aliran darah, pH
arterial, dan penurunan PaCO2 serta suhu tubuh.
Arteri karotis komunis berdekatan dengan serabut saraf simpatis asceden,
oleh karena itu lesi pada ACC (trauma, diseksi arteri atau kadang oklusi
thrombus) mampu menyebabkan paralisis okulosimpatik sudomotor ke daerah
wajah.
Arteri karotis interna bercabang menjadi dua bagian yaitu bagian
ekstrakranial dan intrakranial. Bagian ekstrakranial a. karotis interna setelah
dipercabangkan didaerah bifurkasio akan melalui kanalis karotikus untuk
memvaskularisasi kavum timpani dan akan beranastomisis dengan arteri
maksilaris interna, salah satu cabang ACE.
Arteri karotis interna bagian intrakranial masuk ke otak melalui kanalis
karotikus, berjalan dalam sinus cavernosus mempercabangkan a. ophtalmika
untuk n. optikus dan retina kemudian akhirnya bercabang menjadi a cerebri
anterior dan a. cerebri media. Keduanya bertanggungjawab memvaskularisasi
lobus frontalis, parietal, dan sebagian temporal. Arteri ini sebelum bercabang
menjadi a. cerebri anterior dan a. cerebri media akan bercabang menjadi a.
choroid anterior (AChA). AChA mempunyai fungsi memvaskularisasi pleksus
choroid, juga memberikan cabangnya ke globus pallidus, hipokampus anterior,
uncus kapsula interna bagian posterior serta mesensefalon bagian anterior. AChA
ini akan beranastomisis dengan a. choroid posterior (cabang dari a. cerebri
posterior).

Arteri Cerebri Anterior


Arteri serebri anterior dipercabangkan dari bagian medial ACI di daerah
prosesus clinoideus anterior, arteri ini akan dibagi menjadi 3 bagian. Bagian
proksimal a. cerebri anterior kanan dan kiri dihubungkan oleh a. communican
anterior, bagian medial dan distal arteri ini akan memberikan cabangnya menjadi
a. pericallosum anterior dan a. callosomarginal. Arteri cerebri anterior mempunyai
cabang-cabang kecil yang berupa arteri-arteri perforantes profunda, arteri-arteri
ini sering disebut sebagai arteri medial striata yang bertanggungjawab terhadap
vaskularisasi corpus striatum anterior, capsula interna bagian anterior limb,
comisura anterior dan juga memvaskularisasi traktus serta kiasma optika. Oklusi
arteri-arteri medial striata ini menyebabkan kelemahan wajah dan lengan.

Arteri Cerebri Media


Arteri cereberi media setelah dipercabangkan oleh ACI akan dibagi menjadi
beberapa bagian. Bagian pertama akan berjalan ke lateral diantara atap lobus
medial dan lantai lobus frontalis hingga mencapai fissure lateralis Sylvian. Arteri-
arteri lenticulostriata dipercabangkan dari bagian proksimal ini.
Arteri Lenticulostriata merupakan arteri-arteri perforasi profunda yang
merupakan cabang arteri cerebri media, arteri ini berjumlah antara 6 dan 12 arteri.
Arteri ini berfungsi memvaskularisasi nukleus lentifromis, nukleus caudatus
bagian caput lateral, globus pallidus dan kapsula interna bagian bawah. Oklusi
salah satu arteri lenticulostriata akan menimbulkan infark lakuner karena tidak
adanya anastomosis fungsional antara arteri-arteri perforasi yang berdekatan.
Di daerah fissure lateralis, bagian kedua a. cerebri media akan bercabang
menjadi devisi superior dan anterior. Devisi superior akan memberikan suplai ke
lobus frontal dan lobus parietal, sedangkan devisi inferior akan memsuplai ke
lobus temporal. Bagian terakhir dari a. cerebri media atau arteri-arteri perforantes
medullaris akan dipercabangkan di permukaan hemisfer cerebri, yang akan
memvaskularisasi substansia alba subkortek.

Sistem posterior (Sistem Vertebro Basiler)


Sistem ini berasal dari a. basilaris yang dibentuk oleh a. vertebralis kanan
dan kiri yang berpangkal di a. subklavia. Dia berjalan menuju dasar cranium
melalui kanalis transversalis di columna vertebralis cervikalis, kemudian masuk
ke rongga cranium akan melalui foramen magnum, lalu masing-masing akan
mempercabangkan sepasang a. cerebelli inferior.
Pada batas medulla oblongata dan pons, a. vertebralis kanan dan kiri tadi
akan bersatu menjadi a. basilaris. Arteri basilaris pada tingkat mesencephalon
akan mempercabangkan a. labyrintis, aa. pontis, dan aa. Mesenchepalica,
kemudian yang terakhir akan menjadi sepasang cabang a. cerebri posterior yang
memvaskularisasi lobus oksipitalis dan bagian medial lobus temporalis.

Arteri Cerebri Posterior


Arteri Cerebri Posterior (ACP) merupakan cabang akhir dari a. basilaris.
Bagian proksimal ACP atau bagian precommunican (sebelum a. Communican
Posterior (ACoP) akan bercabang menjadi a. mesencephali paramedian dan a.
thalamik-subthalamik yang akan memvaskularisasi thalamus. Setelah ACoP, a.
cerebri posterior akan mempercabangkan a. thalamogeniculatum dan a. choroid
posterior, yang mana juga akan memvaskularisasi thalamus. ACP ini setelah
berjalan kebelakang, di daerah tentorium cerebella akan bercabang menjadi devisi
anterior (memvaskularisasi bagian medial lobus temporalis) dan devisi posterior
(memvaskularisasi fissure calcarina dan daerah parieto-occipitalis).

Arteri yang memvaskularisasi Cerebellum


Cerebellum divaskularisasi oleh tiga pasang arteri panjang, yang mana arteri-arteri
ini berjalan melingkupi cerebellum. Arteri-arteri tersebut adalah:
 Arteri Cerebellaris Superior (ACS): memvaskularisasi permukaan atas
cerebellum, dipercabangkan oleh a. basilaris tepat sebelum bercabang
menjadi a. cerebri posterior.
 Arteri Cerebellaris Inferior Anterior (ACIS): memvaskularisasi permukaan
anterior, dipercabangkan oleh a. basilaris bagian proksimal, atau
dipercabangkan oleh a. basilaris tepat setelah dibentuk oleh a. vertebralis
kanan dan kiri.
 Arteri Cerebellaris Inferior Posterior (ACIP): memvaskularisasi
permukaan inferior, dipercabangkan oleh a. vertebralis tepat sebelum
bergabung menjadi a. basilaris.
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, setidaknya ada 3 sistem kolateral
antara sitem carotis dan sistem vertebrobasiler, yaitu:
1. Sirkulus Wilisi, merupakan anyaman arteri di dasar otak yang dibentuk
oleh a. cerebri media kanan dan kiri yang dihubungkan dengan a. cerebri
posterior kanan dan kiri oleh a. communicant posterior, sedangkan a.
cerebri anterior kanan dengan kiri akan dihubungkan oleh a. communican
anterior.
2. Anastomosis a. carotis interna dan a. carotis externa di daerah orbital.
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan a. carotis externa.
Gambar 1: Sirkulus Willis

III.2. STROKE
A. Definisi Stroke dan Stroke Hemoragik
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke
yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.5, 12

B. Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik


Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama
kecacatan.2 Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang
sepertiganya akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan
hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti
semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab
kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya.5
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya
dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral.
Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke
iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali
kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang akhirnya
meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada
48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47%
wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari
60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki
menunjukkan outcome yang lebih buruk.2
C. Etiologi Stroke Hemoragik
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 6
1) Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
2) Ruptur kantung aneurisma
3) Ruptur malformasi arteri dan vena
4) Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
5) Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
6) Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
7) Septik embolisme, myotik aneurisma
8) Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
9) Amiloidosis arteri
10) Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri
vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

D. Faktor Risiko Stroke Hemoragik


Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut. 7
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk
stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70%
terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah
dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi.
Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan
untuk resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke
lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi
sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia
menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa
diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan
lebih tinggi sebelum usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar
laki-laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan
genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran
Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian
stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat
stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu
yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya
berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia
kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar
dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang
tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu
untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan
aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri
koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada
mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun
memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan
dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :


Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus
vaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari
thrombi mural karena miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.

Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti
bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti
disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan
Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
tingkat fibrinogen stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga
dan kelainan telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein
system pembekuan C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.

Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :


Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau
fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi .
Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah
dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan
dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak
muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis
karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun.
Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada
hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark
lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama
sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang
lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat
koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi
protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan
subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol
pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat
menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,
aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.

Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.

Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.


pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis
dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi
atau risiko stroke di usia muda adalah 10-16%.
homosistinuria

Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.


Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak
proporsional dari kelompok lain.
Lokasi geografis Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke
merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah
penyakit jantung dan kanker. Paling sering, stroke
disebabkan oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh
perdarahan. Kekecualian adalah pada setengah perempuan
berkulit hitam, di puncak pendarahan yang daftar. Di
Jepang, stroke hemorragik adalah penyebab utama kematian
pada orang dewasa, dan perdarahan lebih umum dari
aterosklerosis.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara
faktor musim pagi dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis
bahwa perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis
mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi
iklim musiman dan stroke iskemik telah didalihkan.
Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi
negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi
suhu musiman telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi
cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada penderita yang
nonhipertensif, dan pada orang dengan kolesterol serum
bawah 160mg/dL.

E. Patogenesis Stroke Hemoragik


1) Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau
amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi
sangat tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut
amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid)
melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.7
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat
lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan,
dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan
gangguan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari
perdarahan intraserebral.7
2) Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan
karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap
sebagai stroke.7
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan
yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti
kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya
aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang
menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.7
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat
muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu
setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari
pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam
atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran,
tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu
bentuk bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi
emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang.
arteri kemudian dapat melemah dan pecah.7
F. Patofisiologi Stroke Hemoragik
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh
hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di
area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu
defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan
iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.8
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan
penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+
ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan
penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi
juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui
masuknya Na+ dan Ca2+.8
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian
sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik
(penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah
yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.8
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya
adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,
gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.8
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika
korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik
kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan
apatis karena kerusakan dari sistem limbik.8
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan
terjadi kehilangan memori.8
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis),
dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri
komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.8
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri
basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan
medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:8
1) Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
2) Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
3) Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V]
dan traktus spinotalamikus).
4) Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
5) Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
6) Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
7) Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh
(namun kesadaran tetap dipertahankan).

G. Gejala Klinis Stroke Hemoragik


Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan
perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke
iskemik, hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau
koma lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik.
Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus
dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.2
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang
terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri
dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan
preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika
belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri,
kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang
visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian
dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.2
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat
kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau
batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan
muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari
semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau
nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan
kontralateral tubuh.2,9

1) Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas.
Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala
disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai
perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi,
dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak
dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata
dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah,
kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa
detik untuk menit.2,9

2) Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah
besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan,
seperti berikut:2,9
a) Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
disebut sakit kepala halilintar)
b) Sakit pada mata atau daerah fasial
c) Penglihatan ganda
d) Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya
aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke
dokter segera.2,9
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah
dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan
kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena
meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam
koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan
mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi
tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 2,9
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher
kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang
mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9
a) Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
b) Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
c) Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa
menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama.
Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius
lainnya, seperti: 2,9
a) Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid
dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak
(cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya,
darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
b) Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak
dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian,
jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati,
seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan
gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya
sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami
bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
c) Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam
seminggu.

H. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik


Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain:
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan
kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak.1
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian
berdasarkan Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan
prognosis pada pasien stroke dengan perdarahan intraserebral.11
Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi
mengenai perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan
berat tidaknya keadaan perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan
keluaran pasien. 10
Sistem grading yang dipakai antara lain :
 Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage

 WFNS SAH grade


WFNS grade GCS Score Major facal deficit
0
1 15 -
2 13-14 -
3 13-14 +
4 7-12 + or -
5 3-6 + or -

 Modified Hijdra score

 Fisher grade

Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala
yaitu modified Hijdra score dan Fisher grade. Sistem skoring pada no 1 dan 2
dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya aneurisma. 10
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada
penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan
darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.2
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak
adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis
kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta
dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak,
dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang
dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke
dari patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara
virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa
diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat
mengidentifikasi malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang
menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)
untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia
miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.2
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti:
ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik,
perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif,
hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2

I. PENATALAKSANAAN STROKE HEMORAGIK


1. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang

2. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)


Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1
 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten
terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat
untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
 Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
 Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-
significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah
lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan
fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin
K.
 Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR
lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah
sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang
memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.
Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor
replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer
weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan
trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan
dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.
 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya
perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
 Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
 Tidak dioperasi bila: 1
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis
minimal.
 Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan
perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih
mungkin untuk life saving.
 Dioperasi bila: 1
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan
klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi
ventrikel harus secepatnya dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau
angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome
yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang
memburuk.
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia
muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih
menguntungkan.

3. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
 Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk
untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
 Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan
dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan
O2 2-3 L/menit.
 Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
 Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-
kelainan neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih
intensif: 1
 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di
ruang gawat darurat.
 Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin
jalang nafas yang adekuat.
 Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
 Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan
penilaian status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1


a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan
antihipertensi saja tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan
ulang setelah terjadi PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam
pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan
pada keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk
terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada
operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1
a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan
ulang setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang
setelah PSA, banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan
hasil akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang
segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi
aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang
segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik
khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi
untuk perdarahan ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3
atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin
oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh
vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau
intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H
yaitu hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan
mempertahankan “cerebral perfusion pressure” sehingga dapat
mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati
terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak
dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu
bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada
pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
 Pencegahan vasospasme:
 Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
 Jaga keseimbangan cairan.
 Delayed vasospasm:
 Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
 Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
 Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge
pressure 12-14 mmHg.
 Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
 Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang
sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau
tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.1
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90
mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan
TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2
mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse
dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan
karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra
yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi
0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau
0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya
dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan
untuk pengobatan hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan
tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien
yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma
arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk
menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti
konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV.
Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400
mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk
menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada
penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada
penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya,
hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi
(atau drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya
dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

J. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat
buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2

K. Pencegahan Stroke Hemoragik


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun
kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa
pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
 Mengatur pola makan yang sehat
 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah
pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor
risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA,
dislipidemia, dan sebagainya.1

III.3 Perdarahan Intraventricular


a) Definisi
Perdarahan intraventrikular ( IVH ) hanya menunjukkan adanya darah
dalam sistem ventrikel otak, dan bertanggung jawab untuk morbiditas yang
signifikan karena perkembangan hidrosefalus obstruktif pada banyak pasien. Hal
ini dapat dibagi menjadi, perdarahan primer atau sekunder. perdarahan primer
menjadi jauh lebih umum daripada sekunder:
primer : temuan yang dominan adalah bahwa darah dalam ventrikel,dengan
sedikit jika ada darah parenkim.
sekunder : komponen extraventricular besar hadir (misalnya parenkim atau
subarachnoid) dengan ekstensi sekunder ke dalam ventrikel.
Pada orang dewasa perdarahan intraventrikular sekunder biasanya hasil
dari perdarahan intraserebral (biasanya basal ganglia perdarahan hipertensi) atau
perdarahan subarachnoid dengan ventrikel refluks.
Perdarahan intraventrikular adalah entitas yang berbeda dalam pediatri dan
dianggap terpisah ; melihat perdarahan intraventrikular pada bayi baru lahir.

b) Gejala Klinis
Presentasi klinis perdarahan intraventrikular (terlepas dari penyebab)
adalah mirip dengan perdarahan subarachnoid. Pasien mengalami tiba-tiba
mengalami sakit kepala berat. Tanda-tanda meningismus juga hadir (yaitu
fotofobia, mual dan muntah, dan leher kaku). Pendarahan yang lebih besar dapat
mengakibatkan hilangnya kesadaran, kejang, dan kompresi batang otak dengan
kompromi kardiorespirasi.16,17

c) Gambaran Radiologis
(I) CT-Scan
Sebaliknya CT non kontras adalah andalan evaluasi akut pasien yang
datang dengan onset sakit kepala mendadak atau gejala stroke-seperti; Darah di
ventrikel muncul sebagai bahan hyperdense, lebih berat dari CSF dan dengan
demikian cenderung pool ketergantungan, terbaik dilihat pada tanduk oksipital.
Akut, jika volume darah yang signifikan dapat mengisi ventrikel, dan bekuan
membentuk 'dilemparkan'.16
Gambar-12: Noncontrast CT scan menunjukkan AVM kalsifikasi dan bergumpal
IVH , setiap hyperdense.26

(II) MRI
MRI lebih sensitif dibandingkan CT untuk jumlah yang sangat kecil
dari darah, terutama di fossa posterior, di mana CT tetap dirusak oleh artefak.
Kedua FLAIR dan baru-baru SWI (terutama pada 3T) yang sensitif terhadap
sejumlah kecil darah. Terutama yang terakhir akan menunjukkan sejumlah kecil
pooling darah di tanduk oksipital, dan mengakibatkan kerentanan yang
disebabkan sinyal putus 3-4.
Pada FLAIR intensitas sinyal akan bervariasi tergantung pada waktu scan. Dalam
waktu 48 jam darah akan muncul sebagai hiper-intens untuk CSF yang berdekatan
dilemahkan. Kemudian sinyal lebih bervariasi dan bisa sulit untuk membedakan
dari aliran terkait artefak (terutama di ventrikel ketiga dan keempat) kecuali
urutan lainnya juga digunakan.16
Gambar-13: IVH adalah nyata hyperintense dan mudah dilihat pada T1.
d) Pengobatan dan Prognosis
Pendekatan pengobatan utama perdarahan intraventrikular dapat dibagi
menjadi dua :pengobatan penyebab yang mendasari perdarahan (misalnya
aneurisma, AVM). pengobatan hidrosefalus obstruktif. Kemudian hanya mungkin
memerlukan pemantauan hati-hati klinis negara dan seri CT otak untuk menilai
ukuran ventrikel, atau mungkin memerlukan penempatan saluran
ventrikel.Sejumlah pasien akan pergi untuk meminta pengalihan CSF permanen
(VP shunt) .

III.4 Perdarahan Intracerebral


a) Definisi
Biasanya terjadi karena cedera kepala berat, cirri khasnya adalah
hilangnya kesadaran dan nyeri kepala setelah sadar kembali.perdarahan
intracerebral biasanya disebabkan oleh trauma terhadap pembuluh darah, timbul
hematoma intraparenkim dalam waktu 30 menit – 6 jam setelah terjadinya trauma.
hematoma timbul pada daerah kontralateral trauma.3
b) Etiologi
Penyebab paling umum dari perdarahan intraserebral adalah tekanan
darah tinggi (hipertensi). Penyebab kurang umum dari perdarahan intraserebral
termasuk trauma, infeksi, tumor, kekurangan pembekuan darah, dan kelainan pada
pembuluh darah (misalnya malformasi arteri).
c) Gejala Klinis
Gejala biasanya datang tiba-tiba dan dapat bervariasi tergantung pada lokasi
perdarahan . Gejala umum termasuk :
- Sakit kepala, mual , dan muntah.
- Letargi atau kebingungan.
- Kelemahan mendadak atau mati rasa pada wajah , lengan atau kaki , biasanya pada
satu sisi.
- Penurunan kesadaran.
- Kerugian sementara visi.
- Kejang

d) Gambaran Radiologis
(I) CT-Scan
CT-Scan adalah X - ray noninvasif untuk meninjau struktur anatomi di dalam
otak untuk melihat apakah ada darah di otak.Sebuah teknologi baru yang
disebut CT angiografi melibatkan injeksi kontras ke dalam aliran darah untuk
melihat arteri otak.14

Gambar-14: CT-Scan perdarahan intracerebral.3


(II) MRI
MRI adalah tes non-invasif, yang menggunakan lapangan dan frekuensi
gelombang radio magnetik untuk memberikan tampilan rinci dari jaringan
lunak otak Anda. Sebuah MRA (Magnetic Resonance Angiogram) adalah
studi non-invasif yang sama, kecuali itu juga merupakan angiogram, yang
berarti meneliti pembuluh darah serta struktur otak.14
Gambar-15: hipertensi intracerebral hematoma MRI.3
e) Penatalaksanaan
Setelah penyebab dan lokasi perdarahan diketahui, perawatan medis atau
bedah dilakukan untuk menghentikan pendarahan, menghilangkan bekuan,
dan meringankan tekanan pada otak. Jika dibiarkan sendiri otak akhirnya
akan menyerap gumpalan dalam beberapa minggu-namun kerusakan pada
otak yang disebabkan oleh ICP dan darah racun mungkin ireversibel.
Umumnya, pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) dan defisit
minimal diperlakukan secara medis. Pasien dengan perdarahan cerebellar (> 3
cm3) yang memburuk atau yang memiliki kompresi batang otak dan
hidrosefalus diperlukan pembedahan untuk menghapus hematoma sesegera
mungkin. Pasien dengan perdarahan lobar besar (50 cm3) yang memburuk
biasanya menjalani operasi pengangkatan hematoma.14
DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.


Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2007.

2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.


[diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

3. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3.


Neurological Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.

4. Tsementzis, Sotirios. A Clinician’s Pocket Guide: Differential Diagnosis


in Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.

5. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003

6. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology.


Edisi 8. BAB 4. Major Categories of Neurological Disease:
Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York, 2005.

7. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New


York. Thieme Stuttgart. 2000.

8. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta, 2007.

9. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari:


http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html [Tanggal: 23 Mei
2010].

10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM,


2007. Diunduh dari:
http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@u
uzQoKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik
%20M.doc?nmid=88307927 [Tanggal: 24 Mei 2010]

11. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006.


Diunduh dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDara
hOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html
[Tanggal: 24 Mei 2010]
12. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.
EGC, Jakarta. 2006.

13. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrison’s


Neurology in Clinical Medicine. California: University of California, San
Framsisco, 2006: 233-271.

14. Zuccarello Mario. Intracerebral Hemorrhage. Mayfield Clinic and Spine


Institute. https://mayfieldclinic.com. Diakses pada 31 agustus 2015

15. Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth
edition, New York

16. Knipe Henry. Intraventricular hemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses


pada 31 agustus 2015

17. Mercer JS. Intraventricular hemorrhage. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed


diakses pada 31 agustus 2015.

Anda mungkin juga menyukai